Anda di halaman 1dari 4

Titles…. (Fulan et al.

Dampak Stunting bagi Pertumbuhan Anak Balita


Septia Mahardika Kurnia Sari
1)
Jurusan D3 Gizi di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malangt, Politeknik Kesehatan Kemenkes
Malang, Malang, Indonesia.
E - mail : septiamahardika@gmail.com
Nomor WA (aktif) 085895055152

Abstrak

Latar belakang: Stunting merupakan kondisi kekurangan gizi kronis yang terjadi pada 1000 Hari
Pertama Kelahiran yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Masa balita adalah
masa dimana balita memiliki kepekaan terhadap lingkungannya sehingga membutuhkan gizi yang cukup.
Pada usia ini, anak mengalami proses tumbuh kembang yang pesat dan mengalami perubahan yang
mengharuskan anak memiliki kualitas gizi yang lebih baik. Penyebab stunting adalah rendahnya asupan
gizi, kurangnya masa pemberian ASI Eksklusif pada balita. adanya hambatan pertumbuhan saat dalam
kandungan, penggunaan air yang kurang bersih dan kemiskinan. Tujuan: Mengetahui pencegahan
stunting dan bagaimana pemberian asupan gizi sesuai anjuran pada anak balita. Simpulan: Stunting
memberikan dampak jangka panjang bagi anak. Pencegahannya dapat dilakukan dengan mengikuti
beberapa program pemerintah dan pemberian asupan makanan bergizi pada ibu hamil sejak masa
kehamilan hingga lahir.

Kata Kunci : stunting; balita; kurang gizi; pertumbuhan; ibu

Abstract

Background: Stunting is a chronic malnutrition condition that occurs in the First 1000 Days of Birth that
can inhibit the growth and development of children. The toddler period is a time when toddlers have
sensitivity to their environment so that they need adequate nutrition. At this age, children experience a
rapid growth and development process and experience changes that require children to have a better
quality of nutrition. The causes of stunting are low nutritional intake, lack of exclusive breastfeeding
period for toddlers. There are growth barriers when in the womb, less clean water use and poverty.
Objective: Knowing stunting prevention and how to provide nutritional intake as recommended in
children under five. Conclusion: Stunting has a longterm impact on children. Prevention can be done by
participating in several government programs and providing nutritious food intake to pregnant women
from pregnancy to birth.

Key Words: stunting; toodlers; malnutrition; growth; pregnancy women

1. Pendahuluan
Gizi stunting pada balita merupakan permasalahan serius yang menghantui banyak negara,
termasuk Indonesia. Stunting adalah kondisi dimana pertumbuhan fisik dan perkembangan anak-anak di
bawah usia lima tahun terhambat, mengakibatkan mereka memiliki tinggi badan yang lebih pendek dari
standar yang seharusnya. Dalam beberapa dekade terakhir, upaya pencegahan dan penanggulangan
stunting telah menjadi fokus utama bagi pemerintah dan organisasi kesehatan internasional.
Stunting pada anak balita dapat berdampak pada pertumbuhan anak. Stunting juga memiliki dampak
jangka panjang, seperti terganggunya perkembangan fisik, mental, intelektual, serta kognitif anak
kedepannya.
Dalam mendiagnosis apakah balita mengalami stunting atau tidak, ada indikator yang digunakan
sebagai pengukurannya. Menurut World Health Organization (WHO) Child Growth Standart, identifikasi
stunting berdasarkan pada indeks berat badan dibanding umur (BB/U) atau tinggi badan dibanding umur
(TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD.5 Indikator yang umum digunakan di Indonesia adalah
berat badan dibanding tinggi badan (BB/TB).6 Balita yang didiagnosis mengalami stunting, diperlukan
upaya untuk menurunkan permasalahan tersebut agar tidak menghambat proses pertumbuhannya.
Beberapa program gizi spesifik yang telah dilakukan pemerintah sebagai berikut:
Titles…. (Fulan et al. )

1. Program dengan sasaran ibu hamil, seperti program pemberian makanan tambahan pada ibu
hamil dan program mengatasi kekurangan zat gizi lainnya.
2. Program dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan, dilakukan dengan mendorong
IMD (Inisiasi Menyusui Dini) melalui penberian ASI kolostrum dan memastikan ibu untuk terus
memberikan ASI Eksklusif.
3. Program dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan, dilakukan dengan mendorong
penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi pemberian MPASI dan zat gizi lainnya.

Kebijakan dan strategi untuk mengatasi masalah gizi stunting pada balita menjadi sangat penting
dalam upaya memastikan generasi masa depan memiliki kualitas kesehatan dan perkembangan yang
optimal. Artikel ini akan mengulas beberapa aspek penting terkait kebijakan dan upaya penanggulangan
stunting, termasuk faktor penyebabnya, dampaknya terhadap anak-anak, dan langkah-langkah yang telah
diambil oleh pemerintah dan organisasi terkait untuk mengatasi masalah ini. Selain itu, akan dibahas juga
tentang pentingnya peran keluarga, masyarakat, dan kerjasama internasional dalam menanggulangi gizi
stunting pada balita. Semua langkah ini sangat penting dalam usaha bersama menciptakan masa depan
yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi generasi yang akan datang.

2. Pembahasan
Masa balita adalah masa dimana balita memiliki kepekaan terhadap lingkungannya. Usia 0–2
tahun atau usia bawah tiga tahun (batita) merupakan periode emas (golden age) untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak, karena pada masa tersebut terjadi pertumbuhan yang sangat pesat. Periode 1000
hari pertama sering disebut window of opportunities atau periode emas ini didasarkan pada kenyataan
bahwa pada masa janin sampai anak usia dua tahun terjadi proses tumbuh-kembang yangsangat cepat
dan tidak terjadi pada kelompok usia lain. Gagal tumbuh pada periode ini akan mempengaruhi status gizi
dan kesehatan pada usia dewasa. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya penanggulangan masalah
stunting ini mengingat tingginya prevalensi stunting di Indonesia. (Rosmalina et al., 2018, p. 11)

Ibu berperan penting dalam mendukung asupan gizi keluarga. Anak bergizi baik dipengaruhi oleh status
gizi ibu. Menurut UNICEF, ada dua faktor penyebab utama balita kekurangan gizi, yaitu:
1. Penyebab langsung
Kurangnya asupan makanan bergizi balita baik secara kualitas dan kuantitas. Selain itu, juga adanya
infeksi penyakit sehingga berpengaruh terhadap keadaan kesehatan balita.
2. Penyebab tidak langsung
Bukan merupakan faktor utama, namun dapat berpengaruh pada kebutuhan gizi balita. Contohnya: pola
asuh, ketersediaan pangan dalam keluarga, serta pelayanan kesehatan inidvidu dan sanitasi lingkungan.

STUNTING
Stunting merupakan kondisi kekurangan gizi sejak janin sampai awal kehidupan anak (1000 Hari
Pertama Kelahiran) atau dikenal dengan istilah 1000 HPK.10 Menurut World Health Organization
(WHO), stunting merupakan kekurangan gizi kronis akibat kekurangan asupan zat gizi, infeksi yang
berulang, dan simuluasi psikososial yang tidak memadai.13 Anak memiliki badan lebih pendek, berat
badan rendah, dan anak terlihat lebih kecil untuk usianya, merupakan gejala dari stunting. Penyebab
kondisi ini, adalah:
1. Rendahnya asupan makanan bergizi, seperti vitamin, mineral
2. Kurangnya asupan makanan dari sumber protein hewani.10
3. Adanya hambatan pertumbuhan dalam kandungan, asupan zat gizi yang tidak mencukupi
untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang cepat pada masa bayi dan anak-
anak, serta seringnya terkena penyakit infeksi selama masa awal kehidupan, anak
memiliki panjang badan yang rendah ketika lahir, anak yang mengalami berat lahir yang
rendah pada saat dilahirkan dan pemberian makanan tambahan yang tidak sesuai
menurut usia disertai dengan konsistensi makanannya.14
4. Kurangnya pengasuhan
5. Penggunaan air yang kurang bersih
6. Lingkungan yang tidak sehat, terbatasnya akses terhadap pangan
7. Kemisikinan.
Titles…. (Fulan et al. )

Pertumbuhan ekonomi juga dapat mempengaruhi terhadap stunting karena proses kelahiran yang
rendah akibat kekurangan gizi menyebabkan berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah sehingga
kurang terpenuhinya asupan gizi pada anak.
Menurut World Health Organization (WHO) Child Growth Standart, identifikasi stunting
berdasarkan pada indeks berat badan dibanding umur (BB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U)
dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD. Pengukuran dengan indikator BB/U membagi anak ke dalam 3
kategori, yaitu anak dengan berat badan normal, berta badan kurang, dan berat badan berlebih.
Pengukuran dengan indikator TB/U digunakan untuk menggolongkan anak ke dalam 4 kategori, yaitu
tinggi, normal, pendek, dan sangat pendek. Indikator yang umum digunakan di Indonesia adalah berat
badan dibanding tinggi badan (BB/TB). Indikator ini menentukan status gizi anak dengan menghitung
berat idealnya. Ada 5 kategori status gizi, yaitu gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, gizi lebih, dan obesitas.
Anak yang mengalami stunting, masuk dalam status gizi kurang. Stunting yang telah terjadi bila tidak
diimbangi dengan tumbuh kejar, mengakibatkan menurunnya pertumbuhan. Masalah stunting merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan
hambatan pada pertumbuhan baik motorik maupun mental. Anak yang mengalami stunting, pertumbuhan
akan terhambat, sehingga mempengaruhi kinerja fungsi mental dan pengetahuan.
Risiko menjadi stunting 3,7 kali lebih tinggi pada balita yang tidak diberi ASI Eksklusif
(pemberian ASI kurang dari 6 bulan) dibandingkan dengan balita yang diberi ASI Eksklusif (pemberian
ASI ≥ 6 bulan). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012, ASI harus diberikan pada
bayi sejak dilahirkan hingga enam bulan, tanpa menambahkan atau mengganti dengan makanan dan
minuman lain.20 Pemberian ASI Ekslusif sangat dianjurkan untuk perkembangan dan berperan penting
dalam membangun daya tahan tubuh sehingga anak tidak mudah terserang penyakit dan menurukan
risiko infeksi. Kebiasaan memberi makan anak di bawah usia 6 bulan dapat menimbulkan dampak
negatif bagi kesehatan pencernaan anak. Usia 0−5 bulan, sistem metabolisme tubuh bayi belum siap,
sehingga ketika bayi dipaksa untuk mencerna makanan sebelum waktunya, bayi akan memiliki risiko
gangguan pencernaan. Stunting berdampak buruk pada anak, karena kondisi anak yang kekurangan gizi
jangka waktu lama, sehingga tumbuh kembang anak terhambat dan rentan terhadap penyakit. Beberapa
dampak buruk stunting dalam jangka waktu tertentu, yaitu:
1. Dalam jangka pendek, dapat menyebabkan gangguan kecerdasan dan ukuran fisik tidak
optimal serta mengalami gangguan metabolisme.
2. Dalam jangka panjang, dapat menyebabkan gangguan pada struktur dan fungsi syaraf
yang bersifat permanen dan menyebabkan penurunan produktivitas saat dewasa. Selain
itu, juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan meningkatkan risiko penyakit
tidak menular.

Dampak buruk dari stunting akan terasa hingga usia tua. Kunci dari pencegahan stunting adalah asupan
gizi yang baik sejak ibu dalam masa kehamilan. Stunting dapat dicegah dengan:
1. Mengonsumsi makanan dengan kandungan gizi yang cukup selama hamil dan menyusui.
2. Memberikan ASI Eksklusif kepada anak selama 6 bulan dan zat gizi lainnya.
3. Rutin memeriksakan kehamilan serta pertumbuhan dan perkembangan anak setelah lahir.
4. Menerapkan pola hidup bersih dan sehat serta memiliki sanitasi yang bersih di lingkungan
rumah.

3. Kesimpulan dan Saran


Stunting merupakan keadaan yang menggambarkan kondisi kekurangan gizi kronis pada masa
pertumbuhan dan perkembangan anak. Stunting pada anak balita dapat berdampak pada pertumbuhan
anak. Dampak jangka panjang stunting, seperti terganggunya perkembangan fisik, mental, intelektual,
serta kognitif anak kedepannya. Penyebab dari kondisi ini adalah rendahnya asupan gizi pada makanan,
kurangnya kebersihan, adanya hambatan pertumbuhan pada saat dalam kandungan, penggunaan air yang
kurang bersih dan faktor kemiskinan. Pemerintah telah berupaya untuk menurunkan angka stunting di
Indonesia dengan menerapkan beberapa program dengan sasaran ibu hamil dan anak usia balita. Selain
itu, peran orang tua sangat penting dalam memenuhi kebutuhan asupan gizi pada anak baik sejak dalam
kandungan hingga lahir agar proses tumbuh kembang anak dapat berjalan optimal. Ibu yang sedang
hamil diusahakan untuk tidak mengalami stres karena hal itu juga dapat menyebabkan anak lahir
stunting.
Titles…. (Fulan et al. )

4. Ucapan Terima Kasih


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Didin Widyarono SS, S.Pd., M.Pd. ata segala
dukungan dan bantuan dalam penelitian yang penulis lakukan. Penulis menyadari bahwa jurnal ini masih
jauh dari kata sempurna.

5. Daftar Pustaka
Baliga, M.S., Saxena, A., Kaur, K., Kalekhan, F., Chacko, A., Venkatesh, P., Fayad, R., 2013.
Polyphenols in the Prevention of Ulcerative Colitis: Past, Present and Future, in: Polyphenols in
Human Health and Disease. Elsevier Inc., pp. 655–663. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-
398456-2.00050-5
Bassi, M., Lubes, G., Bianchi, F., Agnolet, S., Ciesa, F., Brunner, K., Guerra, W., Robatscher, P.,
Oberhuber, M., 2018. Ascorbic acid content in apple pulp, peel, and monovarietal cloudy juices of
64 different cultivars. Int J Food Prop 20, S2626–S2634.
https://doi.org/10.1080/10942912.2017.1381705
Chatzikyriakidis, S., Luo, Z., 2024. Formal Semantics in Modern Type Theories, in: Formal Semantics
in Modern Type Theories. https://doi.org/10.1002/9781119489252.ch3
Hosoyamada, Y., Yamada, M., 2017. Effects of Dietary Fish Oil and Apple Polyphenol on the
Concentration Serum Lipids and Excretion of Fecal Bile Acids in Rats, J Nutr Sci Vitaminol.
Koutsos, A., Lovegrove, J.A., 2015. An Apple a Day Keeps the Doctor Away - Inter-Relationship
Between Apple Consumption, the Gut Microbiota and Cardiometabolic Disease Risk Reduction,
in: Diet-Microbe Interactions in the Gut: Effects on Human Health and Disease. Elsevier Inc., pp.
173–194. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-407825-3.00012-5
Li, Y., Li, S., Meng, X., Gan, R.Y., Zhang, J.J., Li, H. bin, 2017. Dietary natural products for prevention
and treatment of breast cancer. Nutrients. https://doi.org/10.3390/nu9070728
Nezbedova, L., McGhie, T., Christensen, M., Heyes, J., Nasef, N.A., Mehta, S., 2021. Onco-Preventive
and Chemo-Protective Effects of Apple Bioactive Compounds. Nutrients.
https://doi.org/10.3390/nu13114025
Shoji, T., Miura, T., 2013. Apple Polyphenols in Cancer Prevention, in: Polyphenols in Human Health
and Disease. Elsevier Inc., pp. 1373–1383. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-398456-2.00104-3
Sholikhah, A., Aryani Dian, F., Listyorini, D., 2017. Anatomy and Morphological Study of Mentigi
Gunung (Vaccinium varingiaefolium (Blume) Miq.) in Area of Mount Batok-Indonesia. KnE Life
Sciences 3, 36. https://doi.org/10.18502/kls.v3i4.685
Stojiljković, D., Arsić, I., Tadić, V., 2016. Extracts of wild apple fruit (Malus sylvestris (L.) Mill.,
Rosaceae) as a source of antioxidant substances for use in production of nutraceuticals and
cosmeceuticals. Ind Crops Prod 80, 165–176. https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2015.11.023
Wu, J., Gao, H., Zhao, L., Liao, X., Chen, F., Wang, Z., Hu, X., 2007. Chemical compositional
characterization of some apple cultivars. Food Chem 103, 88–93.
https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2006.07.030
Sukmawati, Hendrayati, Chaerunnimah, Nurhumaira. (2018). Status Gizi Ibu Saat Hamil, Berat Badan
Lahir Bayi dengan Stunting pada Balita. Media Gizi Pangan, 25(1).
Ni’mah, K., Nadhiroh, S.R. (2016). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita,
Media Gizi Indonesia, 10(1).
Kementrian Sekretariat Negara RI. (2022). Tahun 2022 Angka Prevalensi Stunting Harus Turun
Setidaknya 3%. stunting.go.id. Diakses dari: https://stunting.go.id/tahun-2022-angkaprevalensi-
stunting-harus-turun-setidaknya-3/
Apriluana, G., Fikawati, S. (2018). Analisis Faktor-Faktor Risiko terhadap Kejadian Stunting pada Balita
(0-59 bulan) di Negara Berkembang dan Asia Tenggara. Media Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 28(4).
Yusti, A.M. (2022). Cegah Stunting Itu Penting! Mahasiswa KKN UNDIP Lakukan Edukasi Kesehatan
Pencegahan Stunting Kepada Ibu Hamil dan Ibu dengan Anak Stunting. kkn.unidp.ac.id. Diakses
dari: https://kkn.undip.ac.id/?p=287980.

Anda mungkin juga menyukai