Dosen Pengampu:
Ns. Yusran Hasymi, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB
Disusun oleh :
NPM : F0H022087
Kelas : II A
UNIVERSITAS BENGKULU
1
BAB I
STUNTING PADA BALITA
A. Latar Belakang
Stunting adalah keadaan paling umum dari bentuk kekurangan gizi (PE / mikronutri
en), yang mempengaruhi bayi sebelum lahir dan awal setelah lahir, terkait dengan ukuran ibu,
gizi selama ibu hamil, dan pertumbuhan janin.1 Menurut Sudiman dala Ngaisyah stunting pa
da anak balita merupakan salah satu indikator status gizi kronis yang dapat memberikan gam
baran gangguan keadaan sosial ekonomi secara keseluruhan di masa lampau dan pada 2 tahun
awal kehidupan anak dapat memberikan dampak yang sulit diperbaiki. Salah satu faktor sosia
l ekonomi yang mempengaruhi stunting yaitu status ekonomi orang tua dan ketahanan pangan
keluarga.2Status ekonomi orang tua dapat dilihat berdasarkan pendapatan orangtua. Pendapat
an keluarga merupakan pendapatan total keluarga yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu
hasil kepala keluarga, hasil istri, hasil pemberian, hasil pinjaman, dan hasil usaha sampingan
per bulan.3 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ngaisyah pada tahun 2015 menunjuk
kan bahwa pada kelompok stunting lebih banyak pendapatannya adalah dibawah UMR yakni
sebanyak 67 responden (35,8%), sedangkan yang memiliki pendapatan diatas UMR hanya se
dikit yakni sebanyak 45 orang (22%).2 Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Lestari et all.
tahun 2014 menunjukkan bahwa pendapatan keluarga yang rendah merupakan faktor resiko
kejadian stunting pada balita 6-24 bulan.
Stunting pada balita di negara berkembang dapat disebabkan karena faktor genetikdan fa
ktor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimalSalah satu f
aktor lingkungan yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting pada balita yaitu pendapatan
orang tua. Pendapatan orang tua yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak kare
na orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang seku
nder. Sedangkan, apabila pendapatan orang tua rendah maka sebagian besar pendapatan akan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehingga dapat menyebabkan keluarga rawan
panganKeluarga yang pemiliki pendapatan rendah dan rawan pangan dapat menghambat tum
buh kembang balita (stunting).
Stunting merupakan panjang atau tinggi balita yang tidak sesuai umurnya menurut standart
yang ditetapkan oleh WHOyaitu lebih dari dua standar deviasi di bawah median Organization
2
(WHO) 1,2,3 World Health pada tahun 2010 membuat batasan masalah stunting dengan kriter
ia dianggap mempunyai kasus stunting tinggi bila prevalensi stunting sebesar 30 - 39% dan ji
ka ≥ 40 % dikategorikan sebagai kasus stunting yang sangat tinggi 4 5 Berdasarkan data Kem
entrian kesehatan rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia pada tahun 2005- 2017 di In
donesia adalah 36,4%.
Menurut UNICEF (2013) factor penyebab stunting disebabkan oleh berbagai factor, faktor
keluarga dan rumah tangga (faktor ibulingkungan rumah), Perilaku ibu dalam memberikan m
akanan pendamping (MP) ASI yang tidak adekuat, pemberian ASI dan infeksi. Faktor kontek
stual yang berkontribusi terhadap kejadian stunting adalah politik ekonomipelayanan kesehat
an, pendidikan, sosial budaya, system pertanian dan makanan, dan lingkungan sanitasi air 6 P
enelitian di Ethiopia (2017) prevalensi keseluruhan stunting anak usia 6-59 bulan adalah seba
nyak 64,5%. Faktor dominan yang menjadi faktor risiko stunting adalah ibu yang mempunyai
pekerjaan sebagai petani (OR 1,45 (1,08- 1.93) dengan CI 95% ), kurangnya = suplementasi v
itamin-A pascanatal (AOR = 1,54; (1,19- 2,00) dengan CI 95%), kategori keluarga miskin (A
OR = 2,07 (1,56-2,75) dengan CI 95% ) dan memperoleh makanan keluarga dari hasil pertani
an (AOR = 1,44 (1,09-1,89 dengan CI 95% )'. Pada tahun 2019 masih penelitian di Etiopia di
dapatkan hasil kejadian stunting terjadi pada anak berusia antara 24 59 bulan berisiko sebesar
7,479 kali menjadi stunting dibandingkan dengan anak yang berusia 0-11 bulan dan usia 12-2
4 bulan berisiko 5,556 kali menjadi stunting dibandingkan pada anak usia 0-11 bulan, pendap
atan keluarga menengah (OR = 0,79 (0,399 - 0,084) dengan CI 95%) dan rumah tangga kaya
(OR = 0,648 dengan CI 95%) merupakan faktor protektif terhadap kejadian stunting. Anak-an
ak yang tidak diberi ASI memiliki kemungkinan 1.225 kali lebih besar untuk terjadi stunting
dibandingkan dengan anak yang ASI esklusif. Anak-anak dari rumah tangga menggunakan int
ernet adalah 56,7% 8 lebih kecil kemungkinannya untuk terkena stunting.
3
B. Cara Mengatasi Stunting
2. Berikan ASI
ASI kaya kandungan gizi makro dan mikro yang berperan penting dalam
mengoptimalkan tumbuh kembang bayi. Bila anak di bawah 6 bulan dicurigai
memiliki gejala awal gagal tumbuh, seperti berat badannya yang tidak naik-
naik, maka pertumbuhannya harus dikejar dengan menambah intensitas
menyusuuinya sehingga pemberian ASI bisa optimal.
4
5. Imunisasi Rutin
Cara mengatasi stunting pada anak berikutnya adalah dengan memastikan si
kecil mendapatkan seluruh rangkaian imunisasi sesuai jadwal. Tujuan utama
imunisasi adalah melindungi anak dari berbagai penyakit berbahaya. Anak
yang tidak mendapat imunisasi juga bisa menjadi anak yang sakit-sakitan,
karena kekebalan tubuhnya tidak optimal. Ingat, anak yang sering sakit lebih
mudah terancam stunting karena energinya lebih banyak digunakan untuk
proses pemulihan daripada untuk pertumbuhannya.
5
akan mengambil sari-sari makanan yang dikonsumsi anak. Kondisi gizi buruk
inilah yang dalam jangka panjang bisa meningkatkan risiko stunting.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
6
A. Tinjauan Teori Stunting pada Balita
1. Definisi Stunting
Stunting merupakan balita atau anak yang memiliki panjang badan atau
tinggi badan pendek atau kurang jika dibandingkan dengan umur.
2. Diagnosa dan Klasifikasi Stunting
Kondisi balita memiliki tinggi badan di bawah 2 Standar Deviasi (<-
2SD) dari standar media WHO.
7
Konsekuensi Jangka Panjang
C. Hipotesis
8
kejadian stunting
1. sangat pendek
2. pendek
DAFTAR PUSTAKA
9
Ratnawati Ratnawati, M Zen Rahfiludi Universitas Airlangga, 2020.
'Faktor risiko determinan yang konsisten berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24
bulan’
10