Kehidupan Anak
Stunting menunjukkan kekurangan gizi kronis yang terjadi selama periode paling
awal pertumbuhan dan perkembangan anak. Tidak hanya tubuh
pendek, stunting memiliki banyak dampak buruk untuk anak. Lantas, apa saja
penyebab dan dampak dari kondisi ini?
Pada tahun 2019, survei membuktikan sekitar 30 persen balita Indonesia
mengalami stunting. Kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak aspek, mulai dari aspek
pendidikan hingga ekonomi. Stunting sangat penting untuk dicegah. Hal ini disebabkan
oleh dampak stunting yang sulit untuk diperbaiki dan dapat merugikan masa depan
anak.
Dampak Stunting terhadap Kesehatan Anak
Stunting pada anak dapat mempengaruhinya dari ia kecil hingga dewasa. Dalam jangka
pendek, stunting pada anak menyebabkan terganggunya perkembangan otak,
metabolisme tubuh, dan pertumbuhan fisik. Sekilas, proporsi tubuh
anak stunting mungkin terlihat normal. Namun, kenyataannya ia lebih pendek dari anak-
anak seusianya.
Seiring dengan bertambahnya usia anak, stunting dapat menyebabkan berbagai macam
masalah, di antaranya:
Dampak buruk stunting yang menghantui hingga usia tua membuat kondisi ini sangat
penting untuk dicegah. Gizi yang baik dan tubuh yang sehat merupakan kunci dari
pencegahan stunting. Berikut hal-hal yang harus diingat untuk mencegah stunting:
Stunting adalah kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat
kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek atau perawakan pendek dari
anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Umumnya disebabkan asupan
makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih
tinggi, yakni 29,6% di atas batasan yang ditetapkan WHO (20%). Tahun 2015 Indonesia tertinggi ke-2
dibawah Laos untuk jumlah anak stunting. Indonesia merupakan negara nomor empat dengan angka
stunting tertinggi di dunia. Lebih kurang sebanyak 9 juta atau 37 persen balita Indonesia mengalami
stunting (kerdil).
Faktor lingkungan yang berperan dalam menyebabkan perawakan pendek antara lain status gizi ibu,
tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori, pola pemberian makan kepada anak,
kebersihan lingkungan, dan angka kejadian infeksi di awal kehidupan seorang anak. Selain faktor
lingkungan, juga dapat disebabkan oleh faktor genetik dan hormonal. Akan tetapi, sebagian besar
perawakan pendek disebabkan oleh malnutrisi.
Jika gizi tidak dicukupi dengan baik, dampak yang ditimbulkan memiliki efek jangka pendek dan efek
jangka panjang. Gejala stunting jangka pendek meliputi hambatan perkembangan, penurunan fungsi
kekebalan, perkembangan otak yang tidak maksimal yang dapat mempengaruhi kemampuan mental
dan belajar tidak maksimal, serta prestasi belajar yang buruk. Sedangkan gejala jangka panjang
meliputi obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan
osteoporosis.
Untuk mencegah stunting , konsumsi protein sangat mempengaruhi pertambahan tinggi dan berat
badan anak di atas 6 bulan. Anak yang mendapat asupan protein 15 persen dari total asupan kalori
yang dibutuhkan terbukti memiliki badan lebih tinggi dibanding anak dengan asupan protein 7,5
persen dari total asupan kalori. Anak usia 6 sampai 12 bulan dianjurkan mengonsumsi protein harian
sebanyak 1,2 g/kg berat badan. Sementara anak usia 1–3 tahun membutuhkan protein harian
sebesar 1,05 g/kg berat badan.
Pusat Layanan Ibu dan Anak merupakan salah satu keunggulan Rumah Sakit Awal Bros. Lakukanlah
pemeriksaan kehamilan demi kesehatan ibu dan janin. Rumah Sakit Awal Bros memiliki dokter
kandungan dan dokter anak yang handal di bidangnya. Pusat Layanan Ibu dan Anak
menyediakan imunisasi anak dan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan pendengaran
BERA serta OAE dan medical check up dengan dokter spesialis anak. Temukan jadwal dokter
anak kami di sini. Simak juga tips untuk menemukan dokter anak yang bagus dan tepat untuk buah
hati Anda di sini untuk melakukan konsultasi dokter anak.
Sebagian besar masyarakat mungkin belum memahami istilah yang disebut stunting. Stunting adalah
masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup
lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih
rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua
orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk
mencegahnya. Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang
paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi,
budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang
sebenarnya bisa dicegah.
Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-
anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai
kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan
berkompetisi di tingkat global.
“Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola
makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih”, tutur Menteri Kesehatan RI, NIla
Farid Moelok, di Jakarta (7/4).
Diterangkan Menkes Nila Moeloek, kesehatan berada di hilir. Seringkali masalah-masalah non
kesehatan menjadi akar dari masalah stunting, baik itu masalah ekonomi, politik, sosial, budaya,
kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, serta masalah degradasi lingkungan. Karena itu,
ditegaskan oleh Menkes, kesehatan membutuhkan peran semua sektor dan tatanan masyarakat.
Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas
gizi, serta seringkali tidak beragam. Selanjutnya, dipengaruhi juga oleh pola asuh yang kurang baik
terutama pada aspek perilaku, terutama pada praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita. Selain
itu, stunting juga dipengaruhi dengan rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di
dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih.
“Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu) maka, dalam
mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah
perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi
atau ibu dan anaknya”, tutupnya.
Saat ini, stunting menjadi salah satu masalah yang diperhatikan oleh pemerintahmelalui sebuah
inovasi yang diprakarsai Presiden Jokowi yang disebut Padat Karya Tunai Desa Bidang Kesehatan.
Program padat karya tunai desa merupakan program yang mengutamakan sumber daya lokal,tenaga
kerja lokal,dan teknologi lokal desa. Program ini memiliki empat pilar, yaitu: 1) Meningkatkan
perekonomian masyarakat desa; 2) Menurunkan angka pengangguran masyarakat desa melalui
kegiatan swa kelola, 3) Mekanisme operasionalnya dikerjakan bersama secara lintas sektor, dan 4)
Dilaksanakan dengan integrasi lintas program dan lintas sektor.