stunting adalah kondisi yang ditandai ketika panjang atau tinggi badan anak kurang jika dibandingkan
dengan umurnya dan memiliki penyebab utama kekurangan nutrisi.
Anak masuk ke dalam kategori stunting ketika panjang atau tinggi badannya menunjukkan angka di
bawah -2 standar deviasi (SD). Terlebih lagi, jika kondisi ini dialami anak yang masih di bawah usia 2
tahun dan harus ditangani dengan segera dan tepat.
Berbagai faktor tersebut antara lain asupan gizi yang buruk, berkali-kali terserang penyakit infeksi, bayi
lahir prematur, serta berat badan lahir rendah (BBLR).
Kondisi tidak tercukupinya asupan gizi anak ini biasanya tidak hanya terjadi setelah ia lahir saja,
melainkan bisa dimulai sejak ia masih di dalam kandungan.
Hal ini disebabkan oleh asupan ibu selama hamil yang kurang bergizi dan berkualitas sehingga nutrisi
yang diterima janin cenderung sedikit.
Akhirnya, pertumbuhan di dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah kelahiran. Oleh
karena itu, penting untuk mencukupi berbagai nutrisi penting selama hamil.
Selain itu, kondisi ini juga bisa terjadi akibat makanan balita saat masih di bawah usia 2 tahun yang
tidak tercukupi, seperti posisi menyusui yang kurang tepat, tidak diberikan ASI eksklusif, hingga
MPASI (makanan pendamping ASI) yang kurang berkualitas.
kurangnya asupan makanan yang mengandung protein serta mineral zinc (seng) dan zat besi ketika anak
masih berusia balita.
Melansir buku Gizi Anak dan Remaja, kejadian ini umumnya sudah mulai berkembang saat anak berusia
3 bulan. Proses perkembangan tersebut lambat laun mulai melambat ketika anak berusia 3 tahun.
Setelah itu, grafik penilaian tinggi badan berdasarkan umur (TB/U), terus bergerak mengikuti kurva
standar tapi dengan posisi berada di bawah.
Ada sedikit perbedaan kondisi stunting yang dialami oleh kelompok usia 2 – 3 tahun dan anak dengan
usia lebih dari 3 tahun.
Pada anak yang berusia di bawah 2 – 3 tahun, rendahnya pengukuran grafik tinggi badan menurut usia
(TB/U) bisa menggambarkan proses stunting yang sedang berlangsung.
Sementara pada anak yang berusia lebih dari itu, kondisi tersebut menunjukkan kalau kegagalan
pertumbuhan anak memang telah terjadi (stunted).
Faktor penyebab lainnya
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil, dan setelah melahirkan.
Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk layanan kehamilan dan postnatal (setelah
melahirkan).
Kurangnya akses air bersih dan sanitasi.
Masih kurangnya akses makanan bergizi karena tergolong mahal.
Dampak jangka pendek stunting adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pada
pertumbuhan fisiknya, serta gangguan metabolisme.
Dampak jangka panjangnya, stunting yang tidak ditangani dengan baik sedini mungkin berdampak:
Menurunkan kemampuan perkembangan kognitif otak anak
Kekebalan tubuh lemah sehingga mudah sakit
Risiko tinggi munculnya penyakit metabolik seperti kegemukan
Penyakit jantung
Penyakit pembuluh darah
Kesulitan belajar
mencegah stunting sudah bisa dilakukan sejak masa kehamilan. Kuncinya tentu dengan meningkatkan
asupan gizi ibu hamil dengan makanan yang berkualitas baik. Zat besi dan asam folat adalah kombinasi
nutrisi penting selama kehamilan yang dapat mencegah stunting pada anak ketika ia dilahirkan nanti.
pemenuhan gizi di awal perkembangan anak pada 1.000 hari pertama. Salah satunya adalah dengan
pemberian ASI eksklusif untuk sang buah hati di 6 bulan awal dan bisa juga dilanjutkan hingga anak
berusia 2 tahun. Namun, jangan lupa juga untuk memberikan makanan pendamping ASI yang bergizi
dan seimbang.
dalam satu porsi makan diisi oleh sayuran dan buah-buahan, setengahnya lagi diisi oleh sumber protein
(hewani atau nabati) dengan proporsi lebih banyak dari sumber karbohidrat.
Hal yang tidak kalah penting yaitu faktor perilaku, salah satunya adalah keluarga sebagai tempat
pertama tumbuh kembang anak. Orangtua yang baik adalah mereka yang memahami edukasi
perkembangan kesehatan anak sejak masa kehamilan. Hal ini mencakup pemenuhan gizi saat hamil,
serta memeriksakan kandungan empat kali selama masa kehamilan. Pemberian hak anak untuk
mendapatkan kekebalan melalui imunisasi juga hal yang tidak boleh dilupakan.
Kebersihkan berkaitan erat dengan kesehatan. Lingkungan yang bersih mampu menjaga kekebalan tubuh
anak, sehingga terhindar dari infeksi. Salah satunya adalah dengan menyediakan sanitasi dan air bersih.
Ciri-ciri air bersih adalah tidak berbau, jernih, terasa tawar, dan tidak mengandung zat
kimia.membiasakan anak untuk cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar
sembarangan.