KUNJUNGAN LAPANGAN
TIM KECAMATAN BINJAI KOTA
DALAM RANGKA PERCEPATAN PENURUNAN ANGKA STUNTING
DI INDONESIA
Pertumbuhan anak tidak hanya dilihat dari berat badan, tetapi juga tinggi.
Pasalnya, tinggi badan anak termasuk faktor yang menandai stunting dan
menjadi penanda apakah nutrisi anak sudah tercukupi atau belum. Lalu, apa
itu stunting dan apa penyebabnya?
Anak masuk ke dalam kategori stunting ketika panjang atau tinggi badannya
menunjukkan angka di bawah -2 standar deviasi (SD). Terlebih lagi, jika
kondisi ini dialami anak yang masih di bawah usia 2 tahun dan harus
ditangani dengan segera dan tepat.
Tubuh pendek pada anak yang berada di bawah standar normal merupakan
akibat dari kondisi kurang gizi yang telah berlangsung dalam waktu lama.
Hal tersebut yang kemudian membuat pertumbuhan tinggi badan anak
terhambat sehingga mengakibatkan dirinya tergolong stunting.
Namun, anak dengan tubuh pendek belum tentu serta merta mengalami
stunting. Kondisi ini hanya terjadi ketika asupan nutrisi harian anak kurang
sehingga memengaruhi perkembangan tinggi badannya.
Masalah kesehatan ini merupakan akibat dari berbagai faktor yang terjadi
pada masa lalu. Berbagai faktor tersebut antara lain asupan gizi yang buruk,
berkali-kali terserang penyakit infeksi, bayi lahir prematur, serta berat badan
lahir rendah (BBLR).
Kondisi tidak tercukupinya asupan gizi anak ini biasanya tidak hanya terjadi
setelah ia lahir saja, melainkan bisa dimulai sejak ia masih di dalam
kandungan.
Di bawah ini dua poin utama yang menjadi faktor penyebab stunting pada
anak.
Perlu dipahami bahwa tidak semua anak balita yang berperawakan pendek
mengalami stunting. Masalah kesehatan ini merupakan keadaan tubuh yang
sangat pendek dilihat dari standar baku pengukuran tinggi badan menurut
usia dari WHO.
Menurut Kemenkes RI, balita bisa diketahui stunting bila sudah diukur
panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasil
pengukurannya ini berada pada kisaran di bawah normal.
Seorang anak termasuk dalam stunting atau tidak, tergantung dari hasil
pengukuran tersebut. Jadi tidak bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja
tanpa pengukuran.
Selain tubuh yang berperawakan pendek dari anak seusianya, ada juga ciri-
ciri lainnya yakni:
• Pertumbuhan melambat
• Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
• Pertumbuhan gigi terlambat
• Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya
• Usia 8 – 10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan
kontak mata terhadap orang di sekitarnya
• Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.
• Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi
pertama anak perempuan).
• Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.
Sementara untuk tahu apakah tinggi anak normal atau tidak, Anda harus
secara rutin memeriksakannya ke pelayanan kesehatan terdekat. Anda bisa
membawa si kecil ke dokter, bidan, posyandu, atau puskesmas setiap
bulannya.
Stunting adalah gagal tumbuh akibat akumulasi ketidakcukupan zat gizi yang
berlangsung lama dari kehamilan sampai usia 24 bulan.
Dampak jangka panjangnya, stunting yang tidak ditangani dengan baik sedini
mungkin berdampak:
• Menurunkan kemampuan perkembangan kognitif otak anak
• Kekebalan tubuh lemah sehingga mudah sakit
• Risiko tinggi munculnya penyakit metabolik seperti kegemukan
• Penyakit jantung
• Penyakit pembuluh darah
• Kesulitan belajar
Bahkan, ketika sudah dewasa nanti, anak dengan tubuh pendek akan
memiliki tingkat produktivitas yang rendah dan sulit bersaing di dalam dunia
kerja.
Bagi anak perempuan yang mengalami stunting, ia berisiko untuk mengalami
masalah kesehatan dan perkembangan pada keturunannya saat sudah
dewasa.
Hal tersebut biasanya terjadi pada wanita dewasa dengan tinggi badan
kurang dari 145 cm karena mengalami stunting sejak kecil.
Ibu hamil yang bertubuh pendek di bawah rata-rata (maternal stunting) akan
mengalami perlambatan aliran darah ke janin serta pertumbuhan rahim dan
plasenta. Bukan tidak mungkin, kondisi tersebut berdampak pada kondisi
bayi yang dilahirkan.
Bayi yang lahir dari ibu dengan tinggi badan di bawah rata-rata berisiko
mengalami komplikasi medis yang serius, bahkan pertumbuhan yang
terhambat.
Salah satu penanganan pertama yang bisa dilakukan untuk anak dengan
tinggi badan di bawah normal yang didiagnosis stunting, yaitu dengan
memberikannya pola asuh yang tepat.
Dalam hal ini meliputi inisiasi menyusui dini (IMD), pemberian ASI Eksklusif
sampai usia 6 bulan, serta pemberian ASI bersama dengan MP-ASI sampai
anak berusia 2 tahun.
World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund
(UNICEF) menganjurkan agar bayi usia 6-23 bulan untuk mendapatkan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang optimal.
Sementara itu untuk bayi yang tidak diberi ASI usia 6 – 23 bulan yaitu 4 kali
per hari atau lebih.
Kejadian anak dengan tinggi badan pendek bukan masalah baru di dunia
kesehatan dunia. Di Indonesia sendiri, stunting adalah masalah gizi pada
anak yang masih menjadi pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan dengan
baik.
Kasus anak dengan kondisi ini memiliki jumlah tertinggi jika dibandingkan
dengan permasalahan gizi lainnya, seperti anak kurang gizi, kurus, dan
gemuk.
Ada berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016. Cara mencegah
stunting menurut Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga, yakni:
Beberapa cara mencegah stunting untuk ibu hamil dan bersalin yaitu:
• Pemantauan kesehatan secara optimal beserta penanganannya, pada 1.000
hari pertama kehidupan bayi.
• Pemeriksaan kehamilan atau ante natal care (ANC) secara rutin dan berkala.
• Melakukan proses persalinan di fasilitas kesehatan terdekat, seperti dokter,
bidan, maupun puskesmas.
• Memberikan makanan tinggi kalori, protein, serta mikronutrien untuk bayi
(TKPM).
• Melakukan deteksi penyakit menular dan tidak menular sejak dini.
• Memberantas kemungkinan anak terserang cacingan.
• Melakukan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan penuh.
d. Untuk remaja
Meski stunting pada remaja tidak bisa diobati, tapi masih bisa dilakukan
perawatan, di antaranya:
• Membiasakan anak untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan tidak memakai narkoba
• Mengajarkan anak mengenai kesehatan reproduksi
Anda bisa melakukannya pada anak yang sudah masuk usia remaja, yaitu 14-
17 tahun.
Intinya, jika ingin mencegah stunting, asupan serta status gizi seorang calon
ibu harus baik. Hal ini kemudian diiringi dengan memberikan asupan
makanan yang berkualitas ketika anak telah lahir.
Sesuai dengan laporan dari Dinas Kesehatan Kota Binjai, bahwa terdapat
jumlah kasus balita stunting di Kota Binjai sebanyak 168 Orang.
Dan di Kecamatan Binjai Kota tercatat status balita stunting sebanyak 9 orang
yang tersebar di 5 (lima) kelurahan se Kecamatan Binjai Kota yakni :
1. Kelurahan Satria sebanyak 3 (tiga) orang
2. Kelurahan Setia sebanyak 2 (dua) Orang
3. Kelurahan Binjai sebanyak 2 (dua) Orang
4. Kelurahan Tangsi sebanyak 1 (satu) Orang
5. Kelurahan Kartini sebanyak 1 (satu) Orang
Jumlah keseluruhan sebanyak 9 (Sembilan) Orang
Kondisi Dapur :
3. Sari Latifah
Tanggal Lahir 19 – 07 - 2017
Usia 57 Bulan
Jenis Kelamin Perempuan
Nama Orang Tua Julianti
Alamat Jalan Datuk Bakar No. 28 Lingkungan I
Kelurahan Binjai
Pekerjaan Orang Tua Kerja Pabrik di Luar Kota/Merantau
Status Rumah Menumpang dengan Nenek
Bantuan yang diterima :
a. Tidak ada menerima bantuan dalam bentuk apapun
Kondisi Anak :
Kondisi Depan Rumah :
Kondisi Kamar :
Kondisi Dapur :
Kondisi Dapur :
7. Ridhan Ramadhan
Tanggal Lahir 30 – 05 - 2019
Usia 35 Bulan
Jenis Kelamin Laki-laki
Nama Orang Tua M. Riduan
Alamat Jalan Bintara Lingkungan VI
Kelurahan Satria
Pekerjaan Orang Tua Wiraswasta
Status Rumah Kontrak
Bantuan yang diterima
a. Tidak menerima BPJS
b. Tidak Menerima PKH
c. Tidak Menerima BPNT
d. Menerima BLT
Kondisi Anak
Kondisi Depan Rumah
Kondisi Kamar
Kondisi Dapur
Kondisi Kamar
Kondisi Dapur
Kondisi Dapur
Kondisi Kamar Mandi