Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK YANG MENGALAMI “STUNTING” DI


GROBOGAN

Dosen Pembimbing : Ns. Istinengtiyas Tirta Suminar, M.Kep.

Disusun oleh :
Dewie Meidyani
2010206006

PROGRAM PROFESI NERS-PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN “STUNTING”

a. Pengertian

Stunting adalah keadaan balita yang memiliki panjang atau tinggi badan

kurang jika dibandingkan dengan umur. Stunted terjadi akibat kegagalan proses

tumbuh kembang anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis atau asupan

nutrisi yang tidak adekuat dalam waktu cukup lama. Kondisi ini diukur dengan

panjang atau tinggi badan yang lebih dari -2 SD dibawah median standar

pertumbuhan anak (Kemenkes RI, 2018).

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita (bawah lima tahun)

akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.

Stunting terjadi sejak janin masih dalam kandungan dan nampak saat anak usia 24

bulan. Kekurangan gizi pada balita dapat meningkatkan angka kesakitan,

kematian pada bayi dan anak, mengalami kesulitan dalam mencapai

perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Sehingga akan menyebabkan

kerugian atau penurunan ekonomi jangka panjang bagi Indonesia (Avrianti,

2018).

b. Klasifikasi Stunting

Berdasarkan WHO (2005) penilaian status gizi balita dapat diukur

berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) dan tinggi badan menurut umue

(TB/U). Kategori status gizi balita berdasarkan panjang badan menurut umur

(PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) untuk anak usia 0-60 bulan yaitu:

1) Sangat pendek : < - 3 SD

2) Pendek : - 3 SD  < - 2SD

3) Normal : - 2 SD  2 SD

4) Tinggi : > 2 SD
Pengukuran tinggi badan pada balita dilakukan sesuai dengan usia. Pada

usia kurang dari 2 tahun pengukuran tinggi badan secara terlentang. Sedangkan

anak yang usianya lebih dari 2 tahun pengukuranya dengan berdiri. Rata- rata

tinggi badan anak Indonesia sejak lahir 48cm hingga usia 5 tahun dapat mencapai

120 cm (Munayati, 2016).

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stunting

1) Pola Asuh

Pola asuh merupakan pengasuhan dan pemeliharaan kesehatan yang

diterapkan pada balita. Orang tua yang memiliki pola asuh yang baik maka

asupan gizi yang diberikan pada anak akan baik (Christiaingrum, 2018).

2) Status Ekonomi

Status ekonomi atau pendapatan keluarga yang rendah dapat

mempengaruhi stunting. Kimiskinan atau pendapatan kurang selalu

berhubungan dengan kesulitan pangan. Keluarga yang berpendapatan tinggi

akan lebih mudah untuk mengakses gizi yang baik dan cukup

(Christianingrum, 2018).

3) Asi Ekslusif

a) Pengertian ASI Ekslusif

Asi Ekslusif adalah praktik pemberian ASI (air susu ibu) setelah

bayi lahir. Bayi hanya diberikan ASI tanpa tambahan cairan lain seperti

susu formula, madu, air teh, gula, air putih maupun makanan padat

seperti pisang, biskuit, bubur, dan nasi. Pemberian ASI ekslusif ini

diberikan sampai usia 6 bulan.


b) Manfaat ASI Ekslusif

Manfaat ASI bagi bayi yaitu dapat membantu bayi untuk memulai

kehidupannya. ASI yang pertama kali dikeluarkan atau yang disebut

dengan kolostrum banyak mengandung antibodi yang kuat untuk

mencegah infeksi. Pemberian ASI sangat penting untuk bayi, karena ASI

banyak mengandung berbagai bahan makanan yang baik untuk bayi.

Manfaat ASI bagi Ibu yaitu untuk membantu proses pemulihan

dari persalinan. Pemberian ASI sedini mungkin akan membuat rahim

berkontraksi dengan cepat dan memperlambat perdarahan karena isapan

bayi pada puting susu merangsang oksitosin alami yang dapat membantu

kontraksi rahim. Selain itu, dapat mempercepat pemulihan berat badan

ke semula (sebelum hamil), menurunkan risiko untuk hamil pada ibu

menyusui yang haidnya belum muncul karena kadar prolaktin yang

tinggi menekan hormon FSH dan ovulasi, dan menjadi waktu

mencurahkan kasih sayang pada bayinya.

c) Dampak

ASI mengandung banyak nutrisi yang diperlukan bayi, sehingga

bayi yang tidak mendapat ASI Ekslusif selama 6 bulan dan lebih banyak

diberi susu formula akan mengalami kekeurangan gizi dan berdampak

pada pertumbuhan anak yang terhambat seperti stunting

(Christianingrum, 2018).

4) Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu penyebab terjadinya stunting pada

balita. Ibu yang berpendidikan rendah akan mempengaruhi dalam

pemenuhan gizi pada anaknya. Sedangkan ibu yang berpendidikan lebih akan
lebih mudah dalam menerima informasi dan mengambil keputusan untuk

meningkatkan gizi dan status kesehatan anaknya. Maka dari itu, pendidikan

seorang wanita akan sangat berpengaruh dalam menurunkan angka

malnutrisi, terutama stunting (Munayati, 2016).

5) Riwayat Berat Lahir Bayi

Berat lahir bayi dibagi menjadi dua kategori, yaitu berat badan lahir

rendah (BBLR) dan normal. Yang dimaksud dengan berat badan lahir rendah

(BBLR) yaitu bayi yang berat lahirnya <2500 gram dan tanpa memandang

usia kehamilan. Bayi yang berat lahirnya rendah berisiko lebih tinggi

mengalami stunting, karena bayi yang berat lahirnya rendah mengalami

kekurangan gizi saat dalam kandungan sehingga berdampak bayi memiliki

panjang badan yang pendek.

6) Status Gizi Ibu Saat Hamil

Pada kehamilan trimester akhir nutrisi ibu hamil sangat berpengaruh

terhadap pertumbuhan janin. Nutrisi yang dikonsumsi ibu selama hamil

menjadi pembangun pertumbuhan sel dalam penyusunan organ janin. Asupan

zat gizi yang cukup dapat mempengaruhi BBL dan PB bayi. Status gizi saat

lahir mempengaruhi pertumbuhan bayi 2 tahun kedepan.

Ibu yang mangalami kekurangan gizi saat hamil dapat menimbulkan

berbagai permasalahan seperti anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak

bertambah normal, terkena infeksi, persalinan sulit, premature, keguguran,

kematian neonatal, asfiksia intrapartum dan lahir dengan berat badan lahir

rendah.
7) Pengetahuan Ibu

Pengetahuan ibu merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stunting

pada balita. Pengetahuan tentang gizi dipengaruh oleh beberapa faktor seperti

umur, kemampuan belajar dan berpikir untuk menyesuaikan dalam situasi

baru, budaya, lingkungan, pendidikan menjadi dasar untuk mengembangkan

pengetahuan, dan pengalaman merupakan guru terbaik (Hapsari, 2018).

Ibu yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan lebih tepat dalam

upaya meningkatkan status gizi seperti dalam menyediakan bahan dan menu

makan yang sesuai kebutuhan balita. Kurangnya pengetahuan tentang gizi

dapat menyebabkan kurangnya mutu atau kualitas makanan yang disediakan

untuk keluarga terutama makanan yang dikonsumsi balita. Selain itu,

pengetahuan gizi yang kurang menyebabkan seseorang kesulitan untuk

menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga

berdampak gangguan gizi pada balita (Ni'mah & Nadhiroh, 2015) .

d. Dampak Stunting

Menurut World Health Organization (WHO) dampak yang ditimbulkan

stunting dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak

stunting jangka pendek yang ditimbulkan dapat meningkatkan angka kesakitan,

meningkatkan angka kematian pada bayi dan balita, menghambat perkembangan

kognitif, motorik, dan verbal pada anak dan meningkatkan biaya kesehatan.

Sedangkan dampak stunting jangka panjang dapat menyebabkan pertumbuhan

postur tubuh yang tidak optimal, meningkatkan risiko obesitas, menurunkan

kesehatan reproduksi, menurunkan kapasitas belajar dan performa saat sekolah,

produtivitas dan kapasitas kerja tidak optimal dan menyebabkan penyakit yang

lain.
e. Cara Mengukur Stunting

Kata antropometri berasal dari “antropos” berarti manusia dan “metros”

berati ukuran. Sehingga dapat diartikan sebagai ukuran dari tubuh. Pengukuran

dimensi fisik dan komposisi tubuh dari berbagai jenis ukuran tubuh manusia

antara lain: pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal

lemak dibawah kulit.

Penilaian status gizi dengan antropometri sering digunakan di masyarakat.

Pengukuran antropometri dapat dilakukan siapa saja, dimana saja dan tidak rumit.

Antropometri memiliki metode yang tepat dan akurat karena memiliki rujukan

yang pasti, prosedur yang mudah, dan dapat dilakukan untuk jumlah sampel yang

besar.

Stunting didefinisikan sebagai nilai panjang badan (PB) atau tinggi badan

(TB) menurut umur (U) kurang dari -2 standar deviasi (SD) dari median standar

pertumbuhan anak. Menurut antropometri anak tersebut berdasar fisiknya terlihat

pendek menurut umurnya (Avrianti, 2018).

Tinggi badan (TB) digunakan untuk anak yang umurnya diatas 24 bulan.

Pengukuran ini dengan berdiri tegak dan dilakukan pada anak yang sudah bisa

berdiri tanpa bantuan. Apabila umur diatas 24 bulan diukur dengan terlentang,

maka hasil pengukurannya dikurangi 0,7 cm. Pengukuran tinggi badan dilakukan

dengan alat ukur pengukur tinggi yaitu microtoise yang memiliki ketelitian 0,1

cm.
FORMAT PENGKAJIAN ANAK
Nama mahasiswa: Dewie Meidyani
Tempat praktek: Grobogan
Tanggal pengkajian: 23 November 2020

I. DATA IDENTITAS
Nama : Davin Fendi
Alamat : Dusun Sekaran Desa Karangrejo RT 01/10
Tempat /tanggal lahir: Grobogan, 02 Mei 2016
Agama : Islam
Nama ayah /ibu : Edi Sunarto/Rosi Indah
Suku Bangsa : Jawa/Indonesia
Pekerjaan ayah : Wiraswasta Pendidikan ayah : SD
Pekerjaan ibu : Ibu rumah tangga Pendidikan ibu : SMP
II. KELUHAN UTAMA
1. Alasan utama dibawa ke rumah sakit: Ibu mengeluhkan anak susah makan, anak
mau makan jika makanannya makanan ringan yang mengandung banyak MSG.
2. Tanda dan gejala yang dilihat oleh orang tua: Berat badan tidak naik setiap bulan.
III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LAMPAU
1. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Prenatal: Pada masa prenatal ibu tidak mengalami permasalahan.
b. Intranatal : Pada masa intranatal ibu tidak mengalami permasalahan, pada kala I-
IV ibu normal, persalinan ibu normal selama 10 jam, bayi lahir dengan panjang
badan 48 cm. .
c. Postnatal : Pada postnatal ibu juga tidak mengalami permasalahan.
2. Penyakit waktu kecil : Ibu tidak memiliki penyakit pada waktu kecil.
3. Pernah dirawat di rumah sakit, jelaskan: tidak ada permasalahan pada ibu dan anak
tidak pernah dirawat di RS.
4. Obat-obatan yang digunakan: tidak ada obat yang dikonsumsi oleh ibu dan anak.
5. Tindakan (operasi): riwayat persalinan ibu normal.
6. Alergi: Tidak ada alergi pada ibu dan anak.
7. Kecelakaan: Tidak pernah mengalami kecelakaan pada ibu dan anak.
8. Imunisasi yang telah didapatkan: Hepatitis B, BCG, Polio 1, DPT/HB/Hib1, Polio 2,
PCV 1, DPT/HB/Hib2, Polio 3, PCV 2, DPT/HB/Hib3, Polio 4, IPV, Campak-
Rubella 1, JE, PCV3, DPT/HB/Hib4, Campak-Rubella 2.

IV. RIWAYAT KELUARGA


1. Penyakit yang pernah/sedang diderita oleh keluarga (baik berhubungan/tidak
berhubungan dengan penyakit yang diderita anak): tidak ada penyakit yang pernah
dialami oleh keluarga.
2. Gambar genogram dengan ketentuan yang berlaku (simbol dan 3 generasi)

Keterangan:

: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Tinggal satu atap

V. RIWAYAT SOSIAL
1. Yang mengasuh anak dan alasannya: anak diasuh oleh ibunya sendiri karena
bapaknya sibuk bekerja.
2. Hubungan dengan anggota keluarga: hubungan antara anak dan keluarga
berlangsung baik.
3. Hubungan dengan teman sebaya: anak sering bermain dengan teman sebaya yang
lain di lingkungan rumahnya.
4. Pembawaan secara umum (periang, pemalu, pendiam dan kebiasaan menghisap jari,
membawa gombal, ngompol): anak banyak bicara jika sudah kenal dengan orang,
jika belum kenal orang tersebut anak cenderung diam saja.
5. Lingkungan rumah (kebersihan, keamanan, ancaman keselamatan anak, ventilasi,
letak barang-barang, disertai dengan denah rumah): lingkungan rumah anak bersih,
aman, bebas dari ancaman keselamatan anak, ventilasi baik, letak barang satu
dengan yang lain tertata rapi, dan denah rumah rapi.
VI. KEBUTUHAN DASAR
 Nutrisi metabolik
a. Pemberian ASI / PASI (jumlah minum, kekuatan menghisap): anak sudah tidak
ASI lagi, tetapi semasa anak usia 0-2 tahun full asi ekslusif.
b. Makanan yang disukai / tidak disukai (jenis, selera makan baik frekuensi, porsi
makan dan pola makan): anak suka makan-makanan yang dijual di warung seperti
makanan ringan yang mengandung banyak MSG. Anak tidak suka makan sayur-
sayuran. Frekuensi makan anak 3x sehari dan porsi makan sedikit.
c. Makanan dan minuman selama 24 jam, adakah makanan tambahan/vitamin:
Makanan selama 24 jam kebanyakan makan yang mengandung MSG dan
minuman manis seperti nutrisari, dsb. Anak tidak mengonsumsi vitamin
tambahan.
d. Kebiasaan makan: kebiasaan makan anak tidak teratur dan sesuai kemauan anak
biasanya anak makan tiap mengalami lapar.
e. Alat makan yang digunakan: biasanya anak makan dengan tangan tanpa sendok
atau garpu atau biasanya anak makan disuap oleh ibunya.
f. BB lahir dan BB saat ini: BB lahir 2900 gram dan PB lahir 48 cm BB saat ini
9,8kg.
g. Masalah di kulit: tidak ada permasalahan di kulit anak
 Pola istirahat tidur
a. Ritual/Kebiasaan sebelum tidur: kebiasaan anak sebelum tidur biasanya bermain
hp terlebih dahulu.
b. Tidur siang: anak tidak pernah tidur siang.
 Mandi
a. Rutinitas mandi (kapan, bagaimana, di mana, sabun yang digunakan): mandi 2x
sehari pagi dan sore di kamar mandi rumah dan menggunakan sabun bayi.
b. Kebersihan sehari-hari: anak selalu menjaga kebersihan, jika pulang main kotor
langsung ganti baju.
 Aktivitas
a. Aktivitas sehari-hari (jenis permaian, lama, teman bermain, penampilan anak saat
bermain, dll): bermain bola dengan teman sebayanya.
b. Tingkat aktivitas anak/bayi secara umum, toleransi: aktivitas anak seperti anak
pada umunya sering bermain.
c. Persepsi terhadap kekuatan (kuat/lemah): kuat
d. Kemampuan kemandirian anak ( mandi, makan, toileting, berpakaian, dll): anak
bisa melakukan kegiatan sendiri, orang tua memantau saja.
 Eliminasi (BAK dan BAB): kebiasaan BAB dan BAK anak normal, anak mandiri
dalam hal toileting
a. Pola defekasi (kesulitan, kebiasaan, ada darah/tidak): tidak ada kendala
b. Mengganti pakaian dalam / diapers (bayi): anak bisa memakai baju sendiri
c. Pola eliminasi urin (frekuensi ganti popok basah / hari, kekuatan keluarnya uin,
bau, warna): pola eliminasi normal tidak ada permasalahan.
 Kenyamanan: tidak ada keluhan
 Pola kognitif - persepsi
a. Reponsive secara umum anak
b. Respons anak untuk bicara, suara, objek sentuhan? Normal tidak ada
permasalahan
c. Apakah anak mengikuti objek dengan matanya? Respon untuk meraih mainan
iya, anak merespon dengan baik
d. Vokal suara, pola bicara kata-kata, kalimat? Gunakan stimulasi, bicara mainan,
dsb: iya, anak normal tidak ada permasalahan
e. Kemampuan untuk mengatakan nama, waktu, alamat, nomor telepon, dsb: anak
jelas menjawab pertanyaan ini
f. Kemampuan anak untuk mengidentifikasi kebutuhan:
lapar, haus (selalu dikomunikasikan dengan baik ke ibunya)
nyeri, skala

 Keamanan dan perlindungan:


(anak aman dan terlindungi)
VII. KESEHATAN SAAT INI
1. Diagnosis medis : stunting
2. Tgl masuk RS : klien tidak dirawat di RS
3. Tindakan operasi : klien tidak dilakukan tindakan operasi
4. Status nutrisi/gizi : pendek <-2,0 SD
5. Status cairan : baik (tidak ada permasalahan)
6. Obat-obatan : anak tidak diberikan obat-obatan.
7. Aktivitas : aktivitas anak mandiri tidak di bantu oleh orang tua
VIII. PEMERIKSAAN FISIK
Data klinis:
BB: 9,8 kg TB: 95 cm Kesadaran: CM GCS: E4V5M6
Suhu: 36 0C Nadi: 85 x/menit
a. Keadaan umum: anak tidak mengeluhkan sakit
b. Kulit: DBN
c. Kepala: DBN
d. Mata: jernih, visus: 6/6, pupil: isokor, konjungtiva: sklera putih
e. Telinga: simetris
f. Hidung: simetris
g. Mulut: bibir dan gusi normal, gigi: karies
h. Tenggorok: DBN
i. Leher: simetris
j. Dada: simetris
k. Kondisi paru-paru, jantung: DBN
l. Abdomen: simetris
m. Genitalia: DBN
n. Ekstremitas: DBN
IX. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN (Gunakan KPSP/DENVER)
ANALISIS DATA
DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
Ds: Ibu mengatakan anak Ketidakmampuan Defisit nutrisi
susah makan, anak mau mengabsorbsi nutrien
makan jika makanannya
makanan ringan yang
mengandung banyak
MSG.
Do: BB anak tidak naik
Hasil pemeriksaan: BB:
9,8kg
Ds: Ibu mengatakan tidak Defisit pengetahuan Kurang terpapar informasi
tahu kenapa BB anak tidak
naik
Do: BB anak tidak naik
Hasil pemeriksaan: BB:
9,8kg

Diagnosis keperawatan:
1) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien ditandai
dengan anak susah makan, anak mau makan jika makanannya makanan ringan yang
mengandung banyak MSG.
2) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan
ketidaktahuan BB anak tidak naik.
Prioritas masalah:
 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien ditandai
dengan anak susah makan, anak mau makan jika makanannya makanan ringan yang
mengandung banyak MSG.
 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan
ketidaktahuan BB anak tidak naik.
FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN RENCANA RASIONAL


KEPERAWATAN (NOC) TINDAKAN
(NIC)
1. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen a. Meningkatkan
berhubungan dengan asuhan nutrisi: nafsu makan
ketidakmampuan keperawatan a. Identifikasi anak.
mengabsorbsi selama 3x24 jam makanan yang b. Memantau
nutrien ditandai klien disukai perkembangan
dengan anak susah menunjukkan b. Monitor berat berat badan anak.
makan, anak mau status nutrisi badan. c.Agar
makan jika dengan indikator: Terapeutik: mengetahui
makanannya a. Frekuensi a. Fasilitasi kebutuhan nutrisi
makanan ringan makan (skala 1-3) menentukan pada anak
yang mengandung b. Nafsu makan pedoman diet d. Agar
banyak MSG. (skala 1-3) b. Sajikan menambah nafsu
makanan yang makan anak
menarik e. Agar nafsu
c. Berikan makan anak
suplemen bertambah
makanan f. Agar
Edukasi: mengetahui
a. Ajarkan diet kebutuhan makan
yang dianjurkan. anak
Kolaborasi: g. Agar anak
a. Kolaborasikan mengalami
dengan ahli gizi kenaikan BB.
untuk menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrien yang
dibutuhkan
2. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan Edukasi a. Agar
berhubungan dengan asuhan kesehatan: mengetahui
kurang terpapar keperawatan Observasi: penerimaan
informasi ditandai selama 3x24 jam a. Identifikasi materi
dengan klien kesiapan dan b. Agar penkes
ketidaktahuan BB menunjukkan kemampuan mudah diterima
anak tidak naik. Tingkat menerima pembaca
pengetahuan informasi c. Agar penerima
dengan indikator: Terapeutik: materi siap
a. Pertanyaan a. Sediakan materi menerima materi
tentang masalah dan media penkes yang diberikan
yang dihadapi b. Jadwalkan d. Agar pembaca
(skala 1-3) penkes sesuai memahami
b. Persepsi yang kesepakatan materi yang
kliru tentang c. Berikan disampaikan
masalah (skala 1- kesempatan e. Agar pembaca
3) bertanya mudah
c. Perilaku sesuai Edukasi: memahami
anjuran (skala 1- a. Anjurkan f. Agar pihak lain
3) menyediakan alat juga memahami
bantu materi.
Kolaborasi:
a. Kolaborasikan
dengan pihak lain
untuk
meningkatkan
keamanan
lingkungan
FORMAT IMPLEMENTASI DAN EVALUASI HARIAN
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien ditandai
dengan anak susah makan, anak mau makan jika makanannya makanan ringan yang
mengandung banyak MSG.
TGL JAM IMPLEMENTASI EVALUASI TANDA
(SOAP) TANGAN
23 10.00 WIB a. Identifikasi S: Ibu
November makanan yang mengatakan anak
2020 disukai masih susah
b. Monitor berat makan
badan. O: BB masih 9,8
kg
A: Masalah
defisit nutrisi
belum teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan:
a. Identifikasi
makanan yang
disukai
b.
Monitor berat
badan.
24 10.00 WIB a. Sajikan makanan S: Ibu
November yang menarik mengatakan anak
2020 b. Monitor berat sudah mulai
badan. sedikit mau
makan
O: BB masih 9,8
kg
A: Masalah
defisit nutrisi
belum teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan:
a.
Monitor berat
badan.
25 10.00 WIB a. Berikan suplemen S: Ibu
November makanan mengatakan anak
2020 b. Monitor berat sudah mau makan
badan. O: BB masih 9,8
kg
A: Masalah
defisit nutrisi
belum teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan:
a. Monitor berat
badan.
Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan
ketidaktahuan BB anak tidak naik.
TGL JAM IMPLEMENTASI EVALUASI TANDA
(SOAP) TANGAN
23 November 11.00 WIB a. Identifikasi S: Ibu
2020 kesiapan dan mengatakan
kemampuan sudah memahami
menerima mengenai stunting
informasi O: BB masih
b. Sediakan belum mengalami
materi dan media kenaikan
penkes A: Masalah
c. Jadwalkan defisit
penkes sesuai pengetahuan
kesepakatan belum teratasi
d. Berikan P: Intervensi
kesempatan dilanjutkan:
bertanya a. Kolaborasikan
dengan pihak lain
untuk
meningkatkan
keamanan
lingkungan
24 November 11.00 WIB a. Kolaborasikan S: Ibu
2020 dengan pihak lain mengatakan
untuk sudah memahami
meningkatkan mengenai stunting
keamanan O: BB masih
lingkungan belum mengalami
kenaikan
A: Masalah
defisit
pengetahuan
belum teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan:
a. Melakukan
evaluasi materi
yang sudah
diberikan
25 November 11.00 WIB a. Melakukan S: Ibu
2020 evaluasi setelah mengatakan
diberikan penkes sudah memahami
mengenai stunting
O: BB masih
belum mengalami
kenaikan
A: Masalah
defisit
pengetahuan
belum teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan:
a. Melakukan
evaluasi materi
yang sudah
diberikan
DAFTAR PUSTAKA
Avrianti. (2018). Hubungan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di Daerah Kelurahan Tegalrejo.
Christiaingrum, W. (2018). Faktor Stunting Pada Balita Di Puskesmas Sentolo 1 Kulon
Progo. 14-18.
Hapsari, W. (2018). Hubungan Pendapatan Keluarga, Pengetahuan Ibu Tentang Gizi, Tinggi
Badan Orang Tua, Dan Tingkat Pendidikan Ayah Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Umur 12-59 Bulan. 12.
Kemenkes RI. (2018). Pusat Data dan Informasi: Situasi Balita Pendek. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Munayati. (2016). Hubungan Stunting Dengan Perkembangan Pada Balita Usia 24-59 Bulan
Di Desa Karangrejek Wonosari Gunungkidul.
Ni’mah, K., & Nadhiroh, S. R. (2015). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita. 17.
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai