Anda di halaman 1dari 7

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari

kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Balita pendek (stunted) dan
sangat pendek (severely stunted) adalah dengan nilai Z-score tinggi badan menurut umur (TB/U)
berdasarkan standar pertumbuhan anak dari World Health Organization (WHO) mencapai
kurang dari -2 Standar Deviasi (SD) maka dapat dikategorikan stunting.1 2.1.8 Epidemiologi
Stunting Menurut laporan WHO, kejadian stunting secara global pada tahun 2018 mencapai
21,9% atau sekitar 149 juta balita di dunia mengalami stunting. Permasalahan stunting sering
terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 menunjukkan prevalensi balita stunting sebesar 30,8%,
dengan kategori pendek sebanyak 19,3% dan kategori sangat pendek sebanyak 11,5%. Daerah
dengan nilai stunting tertinggi di Indonesia adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu 42,7%,
dengan kategori pendek sebanyak 26,7% dan kategori sangat pendek sebanyak 16%. Provinsi
dengan nilai stunting terendah adalah DKI Jakarta yaitu 17,6%, dengan kategori pendek sebesar
11,5% dan kategori sangat pendek sebesar 6,1% 2,3 10 2.1.9 Etiologi Stunting Etiologi stunting
terbagi menjadi dua, yaitu penyebab primer dan sekunder. Penyebab primer stunting seperti
diturunkan secara genetik, stunting famililal, kelainan patologis, kelainan defisiensi pada
hormon, dan kelainan kromosom. 12 Penyebab sekunder seperti retardasi pertumbuhan intra
uterin, malnutrisi kronik, kelainan endokrin dan kelainan psikososial. Penyebab stunting
lainnnya menurut WHO, yaitu pemberian makanan pengganti ASI yang tidak memadai,
pemberian ASI, riwayat infeksi, dan faktor keluarga, seperti status ekonomi keluarga, tingkat
pendidikan, pengetahuan, dan pekerjaan orang tua 4,12 2.1.10 Faktor Risiko Stunting Faktor
risiko stunting pada anak dapat dipengaruhi oleh oleh faktor langsung dan tidak langsung. Faktor
langsung yaitu karakteristik anak dengan jenis kelamin laki-laki, berat badan lahir rendah,
asupan zat gizi rendah, dan penyakit infeksi. Faktor tidak langsung yang memengaruhi stunting
antara lain yaitu pola pengasuhan, kebersihan lingkungan, dan karakteristik keluarga berupa
tingkat pendidikan, pengetahuan, pekerjaan orang tua, dan status ekonomi keluarga. 13 1.
Asupan Zat Gizi Asupan zat gizi kurang yang paling berat dan meluas terutama pada kalangan
balita ialah kekurangan zat gizi sebagai akibat kekurangan konsumsi makanan dan hambatan
mengabsorbsi zat gizi. Zat gizi digunakan oleh tubuh manusia sebagai sumber tenaga yang
tersedia pada makanan yang mengandung karbohidrat, protein, dan lemak. Sehingga dapat
digunakan oleh tubuh sebagai pembangun yang berfungsi memperbaiki sel-sel tubuh. Defisiensi
zat gizi pada balita disebabkan karena mendapat asupan makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan untuk tumbuh kembang atau adanya ketidakseimbangan antara konsumsi zat gizi dan
kebutuhan gizi dari segi kuantitatif maupun kualitatif. 14 11 2. Jenis Kelamin Balita
Permasalahan stunting lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Perkembangan motorik kasar
anak laki-laki lebih cepat dan beragam sehingga membutuhkan energi lebih banyak. Peningkatan
resiko kejadian stunting pada balita laki-laki berkaitan dengan pemberian makanan tambahan
yang terlalu dini dan kejadian diare yang lebih sering daripada balita perempuan. Selain itu,
diduga adanya diskriminasi gender yaitu orang tua cenderung lebih besar perhatiannya terhadap
anak perempuan. 15 3. Berat Badan Lahir Berat badan lahir adalah pengukuran berat badan yang
setelah dilahirkan. 16 Klasifikasi Berat Lahir Bayi 16 : a) Berat Bayi Lahir Besar (BBLB) bayi
dengan berat lahir lebih dari 4000 gram. b) Berat Bayi Lahir Cukup (BBLC) bayi dengan berat
lahir antara 2500 gram sampai 4000 gram. c) Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) bayi dengan
berat lahir antara 1500 gram hingga kurang dari 2500 gram. d) Berat Bayi Lahir Sangat Rendah
((BBLSR) bayi dengan berat lahir antara 1000 gram hingga kurang 1500 gram. e) Berat Bayi
Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) bayi dengan berat lahir di bawah 1000 gram. Berat bayi lahir
rendah memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian stunting. Dikatakan BBLR jika berat
< 2500 gram. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan faktor risiko yang paling dominan
terhadap kejadian stunting pada anak. Karakteristik bayi saat lahir (BBLR atau BBL normal)
merupakan hal yang menentukan pertumbuhan anak. Anak dengan riwayat BBLR mengalami
pertumbuhan linear yang lebih lambat dibandingkan Anak dengan riwayat BBL normal. 12 4.
Panjang Badan Lahir Panjang badan lahir menggambarkan pertumbuhan bayi selama dalam
kandungan. Klasifikasi Panjang Badan Lahir Bayi16 : a) Panjang Badan Lahir Pendek : Bayi
dengan panjang badan saat lahir di bawah 48 cm. b) Panjang Badan Lahir Normal : Bayi dengan
panjang badan saat lahir di atas 48 cm. Pertumbuhan linear yang rendah menunjukkan keadaan
gizi yang kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita pada masa lampau. Hasil
penelitian di Kabupaten Pati menunjukkan bahwa bayi dengan panjang badan lahir rendah
memiliki risiko 2,8 kali mengalami stunting dibanding bayi dengan panjang badan lahir
normal.17 5. Penyakit Infeksi Diare Diare merupakan keadaan buang air besar yang memiliki
konsistensi lembek atau bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi yang sering sekitar tiga
kali atau lebih dalam satu hari. Penyakit infeksi diare ini seringkali diderita oleh anak, seorang
anak yang mengalami diare secara terus menerus akan berisiko untuk mengalami dehidrasi atau
kehilangan cairan sehingga penyakit infeksi tersebut dapat membuat anak kehilangan nafsu
makan dan akan membuat penyerapan nutrisi menjadi terganggu. Salah satu penelitian di
Wilayah Kerja Puskesmas Simolawang Surabaya menunjukan bahwa balita stunting lebih
banyak mengalami kejadian diare hingga dua kali atau lebih dalam tiga bulan terakhir. 18 6.
Makanan Pendamping ASI Masalah kebutuhan gizi yang semakin tinggi akan dialami bayi mulai
dari umur enam bulan membuat seorang bayi mulai mengenal Makanan Pendamping ASI (MP-
ASI). Pemberian MP-ASI berguna untuk menunjang pertambahan sumber zat gizi disamping
pemberian Air Susu Ibu (ASI) hingga anak berusia dua tahun. 13 Makanan Pendamping ASI
harus diberikan dalam jumlah yang cukup, sehingga baik jumlah, frekuensi, dan menu bervariasi
dapat memenuhi kebutuhan anak tersebut. 19 7. ASI Eksklusif Air Susu Ibu (ASI) adalah air
susu yang dihasilkan seorang ibu pasca melahirkan buah hatinya. ASI Eksklusif adalah
pemberian ASI yang diberikan sejak bayi dilahirkan hingga usia bayi 6 bulan tanpa memberikan
makanan atau minuman lainnya. Seorang anak yang mengkonsumsi ASI eksklusif mempunyai
tumbuh kembang yang jauh lebih baik dari anak yang tidak minum ASI eksklusif. Hal ini
dikarenakan di dalam ASI terdapat antibodi yang baik sehingga membuat anak tidak mudah
sakit, selain itu ASI juga mengandung beberapa enzim dan hormon. Pada ASI terdapat kolostrum
yang mengandung zat kekebalan tubuh salah satunya Immunoglobin A (IgA) yakni sangat
penting untuk membuat seorang bayi terhindar dari infeksi. IgA yang sangat tinggi tedapat pada
ASI yang mampu melumpuhkan bakteri pathogen Ecoli dan beberapa bakteri pada pencernaan
lainnya. Kandungan lainnya yang dapat ditemukan dalam ASI ialah Decosahexanoic Acid
(DHA) dan Arachidonic Acid (AA) yang sangat penting dalam menunjang pembentukan sel –
sel pada otak secara optimal sehingga bisa menjamin pertumbuhan dan kecerdasan pada seorang
anak. 20 8. Pola Pemberian Makan Pola asuh yang baik dapat dilihat dari praktik pemberian
makanan mampu mencegah terjadinya stunting. Pola pemberian makan yang baik ini dapat
berdampak pada tumbuh kembang dan kecerdasan anak sejak bayi. Pola asuh pemberian makan
yang sesuai dengan anjuran Kementerian Kesehatan, yaitu pola asuh pemberian makan yang baik
kepada anak adalah dengan memberikan makanan yang memenuhi kebutuhan zat gizi anaknya
setiap hari, seperti sumber energi yang terdapat pada nasi, umbi-umbian dan sejenisnya. Sumber
zat pembangun yaitu ikan, daging, telur, susu, kacang- 14 kacangan serta zat pengatur seperti
sayur dan buah terutama sayur berwarna hijau dan kuning yang banyak mengandung vitamin
serta mineral yang berperan pada proses pertumbuhan dan perkembangan bayi terutama agar
bayi terhindar dari masalah gizi yang salah satunya dapat berdampak pada stunting. Pola makan
bayi juga perlu menjadi perhatian orang tua dimana pola makan bayi harus sesuai dengan usia
bayi dan memberikan menu makanan yang bervariasi setiap harinya. Pemberian menu makanan
yang tidak bervariasi atau hampir sama setiap harinya dapat mengakibatkan seorang anak tidak
mendapatkan pemenuhan gizi yang sesuai dengan kebutuhannya. Di jelaskan juga bahwa pada
bayi 0 – 6 bulan cukup diberi ASI saja, pada usia 6 – 8 bulan bayi tidak hanya diberi ASI tetapi
mulai disertai dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang lumat, usia 9 – 11
bulan bayi masih tetap diberi ASI dan makanan lembik serta pada usai 12 – 23 bulan bayi selain
di beri ASI juga sudah diperbolehkan makan makanan keluarga. 21 9. Tingkat Pendidikan Orang
tua Wright et al9 dalam penelitiannya mengatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara
pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada balita. Pendidikan orang tua berperan dalam
menunjang ekonomi keluarga sehingga berdampak pada penyusunan makanan keluarga. Hasil
penelitian lain menunjukkan bahwa anak dengan ibu yang tingkat pendidikannya rendah lebih
berisiko 1,6 kali mengalami stunting. 22 Penelitian yang dilakukan di Banjarbaru menunjukkan
bahwa variabel pendidikan ibu yang rendah berisiko 5,1 kali mengalami stunting pada anaknya.
23 Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah untuk menerima
informasi kesehatan khususnya dibidang gizi, sehingga dapat menambah pengetahuannya dan
mampu menerapkan dalam kehidupan seharihari. Jika pendidikan dan pengetahuan orang tua
rendah akibatnya ia tidak mampu untuk memilih hingga menyajikan makanan untuk 15 keluarga
memenuhi syarat gizi seimbang, sehingga dapat mengakibatkan permasalahan gizi pada
keluarga. Tingkat pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap pengetahuan orang tua
tentang pola asuh anak, dimana pola asuh yang kurang tepat akan meningkatkan risiko terjadinya
stunting.24 10. Pengetahuan Orang tua Kurangnya pengetahuan orang tua tentang permasalahan
gizi dan kesehatan merupakan salah satu penyebab kekurangan gizi pada anak di bawah usia
lima tahun sehingga golongan ini termasuk golongan rawan terjadinya gangguan gizi . Masa
peralihan antara saat disapih dan mengikuti pola makan orang dewasa merupakan masa rawan
karena orang tua atau pengasuh seringkali mengikuti kebiasaan yang keliru dalam pemberian
makanan. Pengetahuan seseorang tentang gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di samping
tingkat pendidikan yang pernah dijalani, faktor lingkungan sosial juga mempengaruhi
pengetahuan gizi orang tua. Tingkat pengetahuan gizi seseorang besar pengaruhnya bagi
perubahan sikap dan perilaku di dalam pemilihan bahan makanan, yang selanjutnya akan
berpengaruh pula pada keadaan gizi individu tersebut dan keadaan gizi orang disekitarnya.
Keadaan gizi yang rendah di suatu daerah akan menentukan tingginya angka kurang gizi secara
nasional. Penyuluhan gizi dengan bukti adanya perbaikan gizi pada dasarnya dapat memperbaiki
sikap orang tua dalam pemberian gizi yang baik untuk pertumbuhan anak. Salah satu
permasalahan gizi terbanyak di Indonesia adalah stunting. Pengetahuan orang tua tentang gejala,
dampak, dan cara pencegahan stunting dapat memberikan pemahaman yang lebih baik dalam
pemeliharaan kesehatan pencegahan stunting sehingga dapat menekan angka kejadian stunting.
Dengan pengetahuan yang baik, maka akan menimbulkan kesadaran orang tua akan pentingnya
pencegahan stunting. Ibu dengan pengetahuan rendah berisiko 10,2 16 kali lebih besar
mengalami stunting pada anaknya dibandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan
cukup.25 11. Pekerjaan Orang tua Balita dengan ibu yang bekerja akan lebih beresiko
mengalami stunting dari pada balita dengan ibu yang tidak bekerja, dikarenakan intensitas
pertemuan ibu dengan anak menjadi jarang. Pada usia anak yang harus mendapatkan ASI
eksklusif dan makanan pendamping yang terkadang tidak tepat pemberiannya akan berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan anak.26 12. Status Ekonomi Keluarga Daya beli keluarga
sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan keluarga. Keluarga yang memiliki pendapatan rendah
biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk makanan. Rendahnya
pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan seseorang tidak mampu membeli pangan
dalam jumlah yang dibutuhkan. Anak yang tumbuh dalam suatu keluarga dengan pendapatan
rendah paling rentan terhadap kekurangan gizi. Jumlah anggota keluarga juga mempengaruhi
keadaan gizi. 13 13. Kebersihan Lingkungan Sanitasi yang baik akan memengaruhi tumbuh
kembang seorang anak. Sanitasi dan keamanan pangan dapat meningkatkan risiko terjadinya
penyakit infeksi. Penerapan hygiene yang tidak baik mampu menimbulkan berbagai bakteri yang
mampu masuk ke dalam tubuh yang menyebabkan timbul beberapa penyakit seperti diare,
cacingan, demam, malaria dan beberapa penyakit lainnya. Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan risiko stunting akibat lingkungan rumah adalah kondisi tempat tinggal, pasokan
air bersih yang kurang dan kebersihan lingkungan yang tidak memadai. Kejadian infeksi dapat
menjadi penyebab kritis terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan. Penyediaan toilet,
perbaikan dalam praktek cuci tangan dan perbaikan kualitas air adalah alat penting untuk
mencegah tropical enteropathy dan dengan demikian 17 dapat mengurangi risiko hambatan
pertumbuhan tinggi badan anak. 1,5 2.1.11 Cara Pengukuran Balita Stunting Cara pengukuran
balita stunting dapat dinilai dengan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) yang dicapai pada
usia tertentu. Kemudian dikategorikan dengan Z-score. Z-score adalah nilai simpangan tinggi
badan atau berat badan dari nilai normalnya menurut WHO. Keuntungan indeks TB/U yaitu
merupakan indikator yang baik untuk mengetahui kurang gizi masa lampau, alat mudah dibawa
kemana-mana, dan jarang orang tua keberatan diukur anaknya. Kelemahan indeks TB/U yaitu
tinggi badan seorang anak tidak cepat naik bahkan tidak mungkin turun, dapat terjadi kesalahan
yang mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran. Sumber kesalahan tersebut bisa
berasal dari petugas pemeriksa yang kurang terlatih, kesalahan pada alat, dan tingkat kesulitan
pengukuran. Seorang yang tergolong pendek tidak sesuai umur (PTSU) kemungkinan keadaan
gizi masa lalunya tidak baik, seharusnya dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan
seiring dengan bertambahnya umur anak tersebut. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan
tinggi badan seorang anak baru dapat terlihat dalam waktu yang cukup lama. 1 Tabel 2. 1.
Kategori Balita Stunting1 Indikator Status Gizi Z-Score Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Sangat Pendek <-3 SD Pendek -3 SD sampai dengan -2 SD Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi >2 SD 18 2.1.12 Tanda atau Gejala Stunting Beberapa tanda atau gejala yang dimiliki
anak stunting menurut Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal tahun 2017 yaitu: 27
1. Pertumbuhan tinggi melambat 2. Tanda pubertas terhambat 3. Memiliki performa buruk dalam
tes perhatian dan memori belajar 4. Pertumbuhan gigi terlambat 5. Pada usia 8-10 tahun anak
menjadi lebih pendiam 6. Tidak banyak melakukan eye contact 7. Wajah tampak lebih muda dari
usianya 2.1.13 Dampak Stunting Dampak stunting dibagi menjadi dua, yakni ada dampak jangka
panjang dan dampak jangka pendek. 28 1. Dampak Jangka Pendek a. Kesehatan : - Peningkatan
jumlah kematian - Peningkatan angka kesakitan - Penurunan sistem imun b. Perkembangan
Mental : - Penurunan perkembangan kognitif - Penurunan kemampuan motorik - Penurunan
kemampuan berbahasa c. Ekonomi : - Peningkatan pengeluaran biaya kesehatan - Peningkatan
biaya peluang untuk merawat anak sakit 2. Dampak Jangka Panjang a. Kesehatan : - Munculnya
penyakit diabetes, penyakit jantung dan pembuluh darah, kegemukan, kanker, stroke, dan
disabilitas pada usia tua - Terganggunya kesehatan reproduksi 19 b. Perkembangan Mental : -
Menurunnya prestasi sekolah - Penurunan kemampuan belajar - Potensi anak tidak tercapai c.
Ekonomi : - Penurunan kapasitas kerja - Penurunan produktivitas kerja 2.1.14 Intervensi Stunting
1. Intervensi Gizi Spesifik Intervensi yang ditunjukkan kepada anak dalam 1000 hari pertama
kehidupan serta ibu hamil dan kegiatan ini umumnya dilaksanakan oleh sektor kesehatan.
Intervensi gizi spesifik bersifat jangka pendek dan hasilnya dapat dicatatat dalam waktu yang
relatif singkat. 27 Tabel 2. 2. Intervensi Gizi Spesifik27 Sasaran Bentuk Intervensi Ibu Hamil -
Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein
kronis - Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat - Mengatasi kekurangan iodium -
Menanggulangi cacingan pada ibu hamil - Melindungi ibu hamil dari penyakit malaria Ibu
menyusui dan Anak usia 0-6 bulan - Mendorong inisiasi menyusu dini - Mendorong pemberian
ASI Eksklusif
Ibu menyusui dan Anak usia 7-23 bulan - Mendorong penerusan pemberian ASI hingga 23 bulan
dan didampingi oleh pemberian MP-ASI - Menyediakan obat cacing - Menyediakan
suplementasi zink - Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan - Memberikan
perlindungan terhadap malaria - Memberikan imunisasi lengkap - Melakukan pencegahan dan
pengobatan diare 2. Intervensi Gizi Sensitif Intervensi gizi sensitif ditujukan kepada masyarakat
umum dengan melalui berbagai kegiatan diluar sektor kesehatan, dan tidak memiliki sasaran
khusus 1000 hari pertama kehidupan. 27 Tabel 2. 3. Intervensi Gizi Sensitif 27 Jenis Intervensi
Program Intervensi Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan - Akses
pelayanan Keluarga Berencana - Akses Jaminan Kesehatan - Akses bantuan uang tunai untuk
keluarga kurang mampu Peningkatan kesadaran komitmen, dan praktik pengasuhan dan gizi ibu
dan anak - Penyebarluasan informasi melalui berbagai media - Penyediaan konseling perubahan
perilaku antar pribadi - Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua - Akses Pendidikan
Anak Usia Dini 21 dan pemantauan tumbuh kembang anak - Penyediaan konseling kesehatan
dan reproduksi untuk remaja - Pemberdayaan perlindungan perempuan dan anak Peningkatan
akses pangan bergizi - Akses bantuan non pangan untuk keluarga kurang mampu - Akses
fortifikasi bahan pangan utama - Akses kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari - Penguatan
regulasi mengenai label dan iklan pangan Peningkatan penyediaan air minum dan sanitasi -
Akses air minum yang aman - Akses sanitasi yang layak.

Anda mungkin juga menyukai