Anda di halaman 1dari 12

Definisi stunting

Stunting merupakan sebuah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi
dalam waktu yang cukup lama, hal ini menyebabkan adanya gangguan di masa yang akan datang
yakni mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Anak
stunting mempunyai Intelligence Quotient (IQ) lebih rendah dibandingkan rata – rata IQ anak normal

Penyebab stunting

Faktor Genetik
Banyak penelitian menyimpulkan bahwa tinggi badan orang tua sangat mempengaruhi kejadian
stunting pada anak. Salah satunya adalah penelitian di kota Semarang pada tahun 2011
menyimpulkan bahwa Ibu pendek (< 150 cm) merupakan faktor risiko stunting pada anak 1-2 th. Ibu
yang tubuhnya pendek mempunyai risiko untuk memiliki anak stunting 2,34 kali dibanding ibu yang
tinggi badannya normal. Ayah pendek (< 162 cm) merupakan faktor risiko stunting pada anak 1-2 th.
Ayah pendek berisiko mempunyai anak stunting 2,88 kali lebih besar dibanding ayah yang tinggi
badannya normal.7

Tinggi badan orangtua sendiri sebenarnya juga dipengaruhi banyak faktor yaitu faktor internal seperti faktor
genetik dan faktor eksternal seperti faktor penyakit dan asupan gizi sejak usia dini. Faktor genetik adalah faktor
yang tidak dapat diubah sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang dapat diubah. Hal ini berarti jika ayah
pendek karena gen-gen yang ada pada kromosomnya memang membawa sifat pendek dan gen-gen ini
diwariskan pada keturunannya, maka stunting yang timbul pada anak atau keturunannya sulit untuk
ditanggulangi. Tetapi bila ayah pendek karena faktor penyakit atau asupan gizi yang kurang sejak dini,
seharusnya tidak akan mempengaruhi tinggi badan anaknya. Anak tetap dapat memiliki tinggi badan normal
asalkan tidak terpapar oleh faktor-faktor risiko yang lain.

B. Status Ekonomi
Status ekonomi kurang dapat diartikan daya beli juga rendah sehingga kemampuan membeli bahan
makanan yang baik juga rendah. Kualitas dan kuantitas makanan yang kurang menyebabkan
kebutuhan zat gizi anak tidak terpenuhi, padahal anak memerlukan zat gizi yang lengkap untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa orangtua dengn
daya beli rendah jarang memberikan telur, daging, ikan atau kacang-kacangan setiap hari. 7 Hal ini
berarti kebutuhan protein anak tidak terpenuhi karena anak tidak mendapatkan asupan protein yang
cukup. Anak sering diasuh oleh kakak atau neneknya karena ibu harus bekerja membantu suami atau
mengerjakan pekerjaan rumah yang lain. Usia kakak yang masih terlalu muda atau nenek yang terlalu
tua membuat kurangnya pengawasan terhadap anak. Anak sering bermain di tempat yang kotor dan
memasukkan benda-benda kotor ke dalam mulut yang dapat membuat anak menjadi sakit
Pengetahuan pengasuh tentang gizi juga mempengaruhi kejadian stunting pada anak. Orangtua terkadang
tidak mengetahui makanan apa yang diberikan kepada anak setiap hari.

C. Jarak Kelahiran
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jarak kelahiran dekat (< 2 th) merupakan faktor risiko stunting
pada anak 1-2 th. Anak yang memiliki jarak atau selisih umur dengan saudaranya <2 th mempunyai
risiko menjadi stunting 10,5 kali dibanding anak yang memiliki jarak ≥2 th atau anak tunggal. Pada
analisis multivariat diperoleh hasil anak dengan jarak kelahiran dekat (<2 th) berisiko menjadi stunting
18 kali dibandingkan anak tunggal sedangkan anak yang memiliki jarak kelahiran ≥ 2 th memiliki
risiko menjadi stunting 4,6 kali dibanding anak tunggal. 7 Penelitian yang dilakukan Andrea M Rehman
dkk yang menyimpulkan bahwa mempunyai paling sedikit satu orang saudara kandung merupakan
faktor risiko stunting pada anak <3 th (OR 2.00, 95% CI 1.14-3.51).9
Jarak kelahiran mempengaruhi pola asuh orangtua terhadap anaknya. Jarak kelahiran dekat membuat
orangtua cenderung lebih kerepotan sehinga kurang optimal dalam merawat anak. Hal ini disebabkan
karena anak yang lebih tua belum mandiri dan masih memerlukan perhatian yang sangat besar.
Apalagi pada keluarga dengan status ekonomi kurang yang tidak mempunyai pembantu atau
pengasuh anak. Perawatan anak sepenuhnya hanya dilakukan oleh ibu seorang diri, padahal ibu juga
masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang lain. Akibatnya asupan makanan anak kurang
diperhatikan.
Jarak kelahiran kurang dari dua tahun juga menyebabkan salah satu anak, biasanya yang lebih tua tidak
mendapatkan ASI yang cukup karena ASI lebih diutamakan untuk adiknya. Akibat tidak memperoleh ASI dan
kurangya asupan makanan, anak akan menderita malnutrisi yang bisa menyebabkan stunting. Untuk
mengatasi hal ini program Keluarga Berencana harus kembali digalakkan. Setelah melahirkan, ibu atau ayah
harus dihimbau supaya secepat mungkin menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan. Banyak
orangtua yang enggan menggunakan kontrasepsi segera setelah kelahiran anaknya, sehingga terjadi kehamilan
yang sering tidak disadari sampai kehamilan tersebut sudah menginjak usia beberapa bulan.

Proses terjadi stunting

Proses menjadi pendek atau stunting anak di suatu wilayah atau daerah miskin, terjadi sejak usia
sekitar enam bulan dan berlangsung terus sampai anak tersebut berusia 18 tahun. Hai ini dapat
terjadi karena tidak disertai dengan tindakan atau intervensi untuk menangani kejadian
stunting .Stunting muncul utamanya pada dua sampai tiga tahun kehidupan pertama, hal itu
dikarenakan pada masa atau usia tersebut anak-anak membutuhkan banyak zat gizi. Zat gizi tersebut
dibutuhkan anak-anak untuk pertumbuhan dan perkembangan. Satu di antara alasan tersebut yakni
bahwa pada usia tersebut laju pertumbuhan mencapai puncak atau tercepat sehingga memerlukan
banyak zat gizi

antropometri

Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat badannya dan diukur panjang
atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi
secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita seumurnya. Penghitungan ini menggunakan
standar Z-score dari WHO.Di Indonesia standard Z-score diadopsi kedalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republic Indonesia tentang standard antropometri penilaian status gizi anak.Klasifikasi
Status Gizi Anak berdasarkan indikator
6.2 Tatalaksana Gizi Kurang saat bencana

• Berdasarkan hasil penapisan, balita gizi kurang ditangani mengacu pada Petunjuk Teknis
Pemberian MakananTambahan Berupa Biskuit Bagi Balita Kurus dan Ibu Hamil Kurang Energi Kronis
(KEK), Kemenkes 2019.
6.3 Tatalaksana Gizi Buruk Rawat Inap dan Rawat Jalan

• Berdasarkan hasil penapisan, balita gizi buruk ditangani mengacu pada Pedoman Pencegahan dan
Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita, Kemenkes 2019 dan Buku Saku Pencegahan dan Tatalaksana Gizi
Buruk pada Balita bagi Tenaga Kesehatan, Kemenkes 2020

Balita gizi buruk adalah balita usia 0-59 bulan ditandai oleh satu atau lebih tanda berikut: i) edema,
minimal pada kedua punggung kaki; ii) BB/ PB atau BB/TB kurang dari - 3 standar deviasi; iii) lingkar
lengan atas (LiLA) < 11,5 cm.

• Tatalaksana gizi buruk terdiri dari rawat jalan dan rawat inap (Lihat Bagan 8). Khusus bayi gizi
buruk usia 0-6 bulan, harus dilakukan rawat inap di fasilitas kesehatan

3. Gizi Seimbang untuk bayi usia 0-6 bulan

Gizi Seimbang untuk bayi usia 0-6 bulan cukup hanya dari ASI. ASI merupakan makanan yang terbaik
untuk bayi karena dapat memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan bayi sampai usia 6 bulan, sesuai
dengan perkembangan sistem pencernaannya, murah dan bersih. Oleh karena itu setiap bayi harus
memperoleh ASI Eksklusif yang berarti sampai usia 6 bulan hanya diberi ASI saja.
4. Gizi Seimbang untuk bayi dan anak usia 6-24 bulan

Pada bayi dan anak usia 6-24 bulan, kebutuhan terhadap berbagai zat gizi semakin meningkat dan
tidak lagi dapat dipenuhi hanya dari ASI saja. Pada usia ini anak berada pada periode pertumbuhan
dan perkembangan cepat, mulai terpapar terhadap infeksi dan secara fisik mulai aktif, sehingga
kebutuhan terhadap zat gizi harus terpenuhi dengan memperhitungkan aktivitas bayi/anak dan
keadaan infeksi. Agar mencapai Gizi Seimbang maka perlu ditambah dengan Makanan Pendamping
ASI (MP-ASI), sementara ASI tetap diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Pada usia 6 bulan, bayi
mulai diperkenalkan kepada makanan lain, mula-mula dalam bentuk lumat, makanan lembik dan
selanjutnya beralih ke makanan keluarga saat bayi mulai berusia 1 tahun.

Ibu sebaiknya memahami bahwa pola pemberian makanan secara seimbang pada usia dini akan
berpengaruh terhadap selera makan anak selanjutnya. Sehingga pengenalan makanan yang
beranekaragam pada periode ini menjadi sangat penting. Secara bertahap, variasi makanan untuk
bayi usia 6-24 bulan semakin ditingkatkan, bayi mulai diberikan sayuran dan buah-buahan, lauk pauk
sumber protein hewani dan nabati, serta makanan pokok sebagai sumber energi. Demikian pula
jumlahnya ditambahkan secara bertahap dalam jumlah yang tidak berlebihan dan dalam proporsi
yang juga seimbang.

5. Gizi Seimbang untuk anak usia 2-5 tahun

Kebutuhan zat gizi anak pada usia 2-5 tahun meningkat karena masih berada pada masa
pertumbuhan cepat dan aktivitasnya semakin meningkat. Demikian juga anak sudah mempunyai
pilihan terhadap makanan yang disukai termasuk makanan jajanan. Oleh karena itu jumlah dan
variasi makanan harus mendapatkan perhatian secara khusus dari ibu atau pengasuh anak, terutama
dalam memenangkan pilihan anak agar memilih makanan yang bergizi seimbang. Disamping itu anak
pada usia ini sering keluar rumah sehingga mudah terkena penyakit infeksi dan kecacingan, sehingga
perilaku hidup bersih perlu dibiasakan untuk mencegahnya.

6. Gizi Seimbang untuk anak usia 6-9 tahun

Anak pada kelompok usia ini merupakan anak yang sudah memasuki masa sekolah dan banyak
bermain diluar, sehingga pengaruh kawan, tawaran makanan jajanan, aktivitas yang tinggi dan
keterpaparan terhadap sumber penyakit infeksi menjadi tinggi. Sebagian anak usia 6-9 tahun sudah
mulai memasuki masa pertumbuhan cepat pra-pubertas, sehingga kebutuhan terhadap zat gizi mulai
meningkat secara bermakna. Oleh karena itu, pemberian makanan bergizi seimbang untuk anak
pada kelompok usia ini harus mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut.

7. Gizi Seimbang untuk remaja usia 10-19 tahun (Pra-pubertas dan Pubertas)

Kelompok ini adalah kelompok usia peralihan dari anak-anak menjadi remaja muda sampai dewasa.
Kondisi penting yang berpengaruh terhadap kebutuhan zat gizi kelompok ini adalah pertumbuhan
cepat memasuki usia pubertas, kebiasaan jajan, menstruasi dan perhatian terhadap penampilan fisik
citra tubuh (body image) pada remaja puteri. Dengan demikian perhitungan terhadap kebutuhan zat
gizi pada kelompok ini harus memperhatikan kondisi-kondisi tersebut. Khusus pada remaja puteri,
perhatian harus lebih ditekankan terhadap persiapan mereka sebelum menikah.

Konsep pemberian makanan (PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41


TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN GIZI SEIMBANG)

1. Syukuri dan nikmati anekaragam makanan


Cara menerapkan pesan ini adalah dengan mengonsumsi lima kelompok pangan setiap hari
atau setiap kali makan. Kelima kelompok pangan tersebut adalah makanan pokok, lauk-
pauk, sayuran, buah-buahan dan minuman. Mengonsumsi lebih dari satu jenis untuk setiap
kelompok makanan (makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan) setiap kali
makan akan lebih baik.
2. Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan
Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara umum menganjurkan konsumsi sayuran dan buah-
buahan untuk hidup sehat sejumlah 400 g perorang perhari, yang terdiri dari 250 g sayur
(setara dengan 2 ½ porsi atau 2 ½ gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 g
buah, (setara dengan 3 buah pisang ambon ukuran sedang atau 1 ½ potong pepaya ukuran
sedang atau 3 buah jeruk ukuran sedang). Bagi orang Indonesia dianjurkan konsumsi sayuran
dan buahbuahan 300-400 g perorang perhari bagi anak balita dan anak usia sekolah, dan
400-600 g perorang perhari bagi remaja dan orang dewasa. Sekitar dua-pertiga dari jumlah
anjuran konsumsi sayuran dan buah-buahan tersebut adalah porsi sayur.
3. Biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi
Oleh karena itu dalam mewujudkan Gizi Seimbang kedua kelompok pangan ini (hewani dan
nabati) perlu dikonsumsi bersama kelompok pangan lainnya setiap hari, agar jumlah dan
kualitas zat gizi yang dikonsumsi lebih baik dan sempurna. Kebutuhan pangan hewani 2-4
porsi, setara dengan 70-140 g (2-4 potong) daging sapi ukuran sedang; atau 80-160 g (2-4
potong) daging ayam ukuran sedang; atau 80-160 g (2-4 potong) ikan ukuran sedang sehari.
Kebutuhan pangan protein nabati 2-4 porsi sehari, setara dengan 100-200 g (4-8 potong)
tempe ukuran sedang; atau 200-400 g (4-8 potong) tahu ukuran sedang. Porsi yang
dianjurkan tersebut tergantung kelompok umur dan kondisi fisiologis (hamil, menyusui,
lansia, anak, remaja, dewasa). Susu sebagai bagian dari pangan hewani yang dikonsumsi
berupa minuman dianjurkan terutama bagi ibu hamil, ibu menyusui serta anak-anak setelah
usia satu tahun.
4. Biasakan mengonsumsi anekaragam makanan pokok
Cara mewujudkan pola konsumsi makanan pokok yang beragam adalah dengan
mengonsumsi lebih dari satu jenis makanan pokok dalam sehari atau sekali makan. Salah
satu cara mengangkat citra pangan karbohidrat lokal adalah dengan mencampur makanan
karbohidrat lokal dengan terigu, seperti pengembangan produk boga yang beragam
misalnya, roti atau mie campuran tepung singkong dengan tepung terigu, pembuatan roti
gulung pisang, singkong goreng keju dan lain-lain
5. Batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak
Khusus untuk anak usia 6-24 bulan konsumsi lemak tidak perlu dibatasi.

3.2 Rapid Health Assessment (RHA) Gizi


RHA gizi merupakan bagian dari RHA yang dilaksanakan oleh klaster kesehatan yang bertujuan
untuk mengukur dampak bencana terhadap sektor kesehatan serta mengidentifikasi kebutuhan
prioritas penduduk terdampak yang memerlukan respon cepat.
RHA gizi bertujuan untuk memberikan gambaran awal tentang dampak bencana terhadap
kelompok sasaran gizi, jumlah sasaran gizi yang terdampak, serta sebarannya.
Penanggung jawab gizi/koordinator sub klaster gizi bertugas untuk membentuk Tim RHA Gizi
yang akan terlibat dalam pelaksanaan RHA.

3.2.1 Perencanaan kajian.


Langkah-langkah pembuatan rencana kajian terdiri dari: Penentuan tujuan dan cakupan kajian,
metode dan perangkat yang akan digunakan, penentuan target lokasi, pembagian tugas, penentuan
rentang waktu dan sumber daya yang diperlukan. Format rencana kajian dapat dilihat pada
lampiran 3.1.
Untuk memastikan agar pelaksanaan dilakukan secara terkoordinir, perencanaan RHA Gizi perlu
dilakukan dengan melibatkan mitra sub klaster gizi.

3.2.2 Pengumpulan dan analisis data


Pengumpulan data dilakukan melalui pengumpulan data sekunder dan data primer.
Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber informasi yang sudah ada termasuk laporan data
status gizi dari Dinas Kesehatan, e-PPGBM, media, Posko PDB daerah terdampak dan
sebagainya.
• Data primer dikumpulkan melalui kunjungan daerah terdampak, wawancara dengan informan
kunci seperti pejabat, tokoh masyarakat, petugas kesehatan, petugas organisasi lokal dan
internasional, serta masyarakat di daerah bencana.
• Data yang dikumpulkan dalam kajian dan surveilans gizi perlu dipilah menurut jenis kelamin,
usia dan disabilitas.
• RHA dilakukan pada lokasi-lokasi berikut: Lokasi bencana dimana masyarakat terkena dampak
secara langsung
Lokasi pengungsian
Fasilitas kesehatan
Daerah sekitar lokasi bencana utamanya yang memiliki sumberdaya yang dapat membantu.

• Perangkat RHA Gizi dapat dilihat pada lampiran 3.2.


• Daftar data dan indikator yang perlu dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 2.
• Analisa data dalam pelaksanaan RHA bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan mendesak,
kelompok rentan gizi, akses dan fasilitas umum, serta kesenjangan informasi yang perlu dikaji
lebih lanjut.
• Analisa data perlu dilakukan secara bersama-sama dengan tim yang terlibat dalam pengumpulan
data dan mitra sub klaster gizi untuk menghasilkan rekomendasi.

3.2.3 Diseminasi Hasil Kajian.


Laporan RHA gizi mencakup penyusunan rekomendasi sebagai dasar penyusunan rencana respon
gizi.
Formulir laporan RHA Gizi tersedia pada lampiran 3.3.
Pelaporan dan diseminasi hasil RHA Gizi krisis dilakukan secara berjenjang mengikuti alur
penyampaian dan konfirmasi informasi awal kejadian krisis kesehatan (Bagan 4).
Hasil RHA gizi juga dibagikan kepada mitra sub klaster gizi dan sektor terkait, baik melalui
laporan rutin, elektronik, maupun dibahas pada pertemuan-pertemuan yang relevan termasuk
pada pertemuan sub klaster gizi, klaster kesehatan dan pertemuan antar klaster.
Hasil kajian perlu disimpan pada wadah informasi yang disepakati dan dapat diakses oleh mitra
sub klaster gizi (misalnya Situs Web, google drive, dan lain sebagainya).
Konsep malnutrisi
Malnutrisi secara bahasa berarti “gizi salah”. Gizi salah dapat berarti kekurangan gizi dapat
pula berarti kelebihan gizi. Namun pengertian umum yang digunakan oleh WHO adalah
malnutrisi yang berarti kekurangan gizi. Gizi kurang adalah bentuk dari malnutrisi sebagai
akibat kekurangan ketersediaan zat gizi yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh. Salah satu
tandatanda kurang gizi adalah lambatnya pertumbuhan yang dicirikan dengan kehilangan
lemak tubuh dalam jumlah berlebihan, baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
Malnutrisi pada anak dicirikan oleh 3 bentuk yaitu stunting yang berarti tinggi badan kurang
menurut umur (TB/U), wasting yang berarti berat badan kurang menurut umur (BB/U), dan
undernutrition berat badan kurang menurut tinggi badan (BB/TB) (Gibson, 2005).

Malnutrisi merupakan akibat dari multifaktor. Menurut Pongou, et al. (2006), kebijakan
ekonomi makro tentang pangan merupakan faktor mendasar penyebab malnutrisi pada anak.
Hal yang sama terjadi di negara Indonesia, krisis ekonomi yang terjadi beberapa tahun yang
lalu sangat berdampak pada status ekonomi keluarga dan kemudahan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan, demikian pula dengan akses untuk memperolah pangan yang baik dari
segi kuantitas maupun kualitasnya

7.1.3 Distribusi MT Ibu Hamil dan Balita


Distribusi MT Ibu Hamil dan Balita pada tiga hari pertama kejadian bencana diberikan secara
menyeluruh, yaitu kepada seluruh balita 6-59 bulan dan seluruh Ibu Hamil. Setelah itu,
diharapkan pemenuhan kebutuhan ibu hamil dan baduta dapat dipenuhi dari olahan pangan lokal
melalui dapur umum dan dapur PMBA.
Distribusi MT Ibu Hamil dan Balita pada sasaran prioritas dilakukan setelah dapur umum dan
dapur PMBA berjalan. Pemberian MT diberikan sesuai dengan indikasi status gizi sasaran yang
diperoleh melalui penapisan: Pada Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (LiLA < 23,5 cm) dan pada
balita gizi kurang usia 6-59 bulan (LiLA antara 11,5 cm - < 12,5 cm).

7.2 Suplementasi Vitamin A pada Bayi, Balita dan Ibu Nifas


Sasaran pemberian vitamin A adalah bayi (6-11 bulan), balita (12-59 bulan) dan ibu nifas untuk
mencegah kekurangan vitamin A dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh bayi dan balita
terhadap infeksi, serta mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB) campak dan diare.

Bayi usia 6-11 bulan diberikan vitamin A dosis 100.000 IU (kapsul biru), dan anak usia 12-59
bulan diberikan vitamin A dosis 200.000 IU (kapsul merah). Bila kejadian bencana terjadi dalam
waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian kapsul vitamin A yaitu pada bulan kapsul vitamin A
(Februari dan Agustus) maka balita tidak perlu diberikan kapsul vitamin A.
Ibu nifas (0-40 hari) diberikan 2 kapsul vitamin A dosis 200.000 IU. Kapsul pertama diberikan
pada hari pertama setelah persalinan sedangkan kapsul berikutnya diberikan pada hari berikutnya
dengan selang waktu minimal 24 jam.
7.3 Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) Bagi Ibu Hamil dan Remaja Putri
Sasaran pemberian TTD adalah seluruh ibu hamil dan remaja putri untuk mencegah anemia dan
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Ibu hamil perlu diberikan 1 TTD setiap hari selama minimum 90 hari (90 tablet) selama masa
kehamilan sedangkan Remaja putri perlu diberikan 1 TTD setiap minggu sepanjang tahun (52
tablet).
Pemberian TTD pada ibu hamil di daerah endemis malaria perlu berkoordinasi dengan
penanggung jawab program Pencegahan Penanggulangan Penyakit.

7.4 Koordinasi Suplementasi Gizi


Berkoordinasi dengan program Pelayanan Kesehatan untuk memastikan agar suplementasi zinc
untuk terapi diare pada balita tanpa gizi buruk serta pemberian obat cacing kepada sasaran.
7.5 Pemantauan dan Evaluasi Intervensi Suplementasi Gizi
Pemantauan dan evaluasi dilakukan berdasarkan kemajuan dari pelaksanaan rencana
respon/intervensi yang telah disusun.
Pemantauan dan evaluasi bertujuan untuk memberikan rekomendasi dan langkah-langkah
penyesuaian yang diperlukan.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan berdasarkan indikator intervensi suplementasi gizi pada
Tabel 9 di bawah ini.

Anda mungkin juga menyukai