0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
28 tayangan2 halaman
Qiyas adalah metode penarikan hukum Islam ketiga setelah Al-Quran, hadis, dan ijma. Qiyas melibatkan membandingkan kasus yang belum diatur hukumnya dengan kasus serupa yang sudah diatur hukumnya berdasarkan nash, berdasarkan kemiripan alasan hukum (illat) di antara keduanya. Ada empat unsur qiyas yaitu ashal (kasus acuan), far' (kasus baru), hukum ashal, dan illat (alasan hukum) yang
Qiyas adalah metode penarikan hukum Islam ketiga setelah Al-Quran, hadis, dan ijma. Qiyas melibatkan membandingkan kasus yang belum diatur hukumnya dengan kasus serupa yang sudah diatur hukumnya berdasarkan nash, berdasarkan kemiripan alasan hukum (illat) di antara keduanya. Ada empat unsur qiyas yaitu ashal (kasus acuan), far' (kasus baru), hukum ashal, dan illat (alasan hukum) yang
Qiyas adalah metode penarikan hukum Islam ketiga setelah Al-Quran, hadis, dan ijma. Qiyas melibatkan membandingkan kasus yang belum diatur hukumnya dengan kasus serupa yang sudah diatur hukumnya berdasarkan nash, berdasarkan kemiripan alasan hukum (illat) di antara keduanya. Ada empat unsur qiyas yaitu ashal (kasus acuan), far' (kasus baru), hukum ashal, dan illat (alasan hukum) yang
Qiyas merupakan dasar atau sumber hukum islam yang keempat setelah Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’. Qiyas dalam bahasa Arab berasal dari kata “qasa, yaqisu, qaisan” artinya mengukur, menyamakan dan ukuran. Qiyas adalah memutuskan suatu hukum dengan membandingkan masalah lain yang serupa, dimana ada kesamaan diantara keduanya. Qiyas adalah sesuatu yang dititipkan Allah kepada akal dan nalar. Seperti menyamakan si A dengan si B, karena kedua orang itu mempunyai tingggi yang sama, bentuk tubuh yang sama, wajah yang sama dan sebagainya. Qiyas juga berarti mengukur, seperti mengukur tanah dengan meter atau alat pengukur yang lain. Demikian pula membandingkan sesuatu dengan yang lain dengan mencari persamaan- persamaan, misalnya saya mengukur baju dengan hasta. Secara istilah Menurut ulama ushul qiyas berarti menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al-Qur’an dan Hadist dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash.
Allah SWT. berfirman dalam Al-Qur’an:
َقد أ قَرسل دناَ رسل قَناَ باَل دبيناَت وأ ق َم ال دك تقَتاَ ق ب هَق قَ س س عم َنا َق د ل ز َق د ن َل قَ قَ د د قَ قَ س س قَ ت قَ ي قَ ت ق ...ط س ت ق د س تباَل د ت م النناَ سَقوُ ق ن ل تي قَ س قَوال د ت َميقَزا ق “Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan).” (QS. Al-Hadid: 25)
2.2 Rukun Qiyas
Rukun qiyas terdiri empat rukun yaitu :
•Ashal (al-ashl), yang berarti pokok, yaitu sesuatu peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya berdasar nash. Ashal (al-ashl) di sebut juga maqis ‘alaih ( yang menjadi ukuran), atau musyabbah bih ( tempat menyerupakan), atau mahmul ‘alaih (tempat membandingkan); • Fara’ (al-far) yang berarti cabang, yaitu suatu peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasar. Fara’ disebut juga maqis (yang diukur) atau musyabbah (yang diserupakan) atau ( yang dibandingkan); • Hukum ashal (al- ashl) yaitu hukum dari ashal yang telah di tetapkan berdasar nash dan hukum itu pula yang akan ditetapkan pada fara’ (al-far’) seandainya ada persamaan ‘illatnya; dan •‘illat yaitu suatu sifat yang ada pada ashal (al-ashl) dan sifat itu yang dicari pada fara’ (al-far’), seandainya sifat ada pula pada fara’ maka persamaan sifat itu menjadi dasar untuk menetapkan hukum fara’ sama dengan hukum ashal.