Anda di halaman 1dari 9

MATA KULIAH AKIDAH AKHLAK

TATAP MUKA-11

SAAT S.Ag.M.AP

QADHA’ DAN QADAR


A.PENGERTIAN

1.QADHA

Menurut bahasa qadha’ adalah qadha’ berarti hukum, ketetapan,


perintah, pemberitahuan, kehendak dan penciptaan. Ada tokoh ulama yang
berpendapat bahwa qadha’ adalah ketetapan yang sudah terjadi.

Oleh karena itu qadha’ dapat diartikan sebagai keputusan. Untuk lebih jelasnya
qadha’ merupakan mencakup ketetapan Allah SWT bagi makhluk penciptaannya
seperti perubahan, penciptaan, dan termasuk di peniadaannya.

Sedangkan menurut istilah dari qadha’ merupakan ketetapan Allah SWT sejak
zaman azali terkait semua hal yang berhubungan dengan makhluk ciptaanya dan
sesuai dengan iradahnya. Dalam hal itu qadha’ mencakup semua hal yang baik
dan buruk, hidup dan matinya dan lain-lainnya.

Jika sesuatu sudah datang pada waktunya akan terjadi sesuai dengan ketetapan
dari sebelumnya, maka hal ini di sebut dengan qadha’. Adapun yang dimaksud
dengan zaman azali adalah zaman yang saat itu segala sesuatu belum tercipta.

Contoh Qadha :

1. Allah SWT telah menetapkan matahari terbit pada siang hari, bulan dan
bintang tampak di malam hari.
2. Allah SWT sudah menetapkan kapan laut itu harus pasang dan surut.
3. Allah SWT sudah menetapkan setiap makhluknya yang berjenis kelamin
laki-laki dan perempuan.
4. Allah SWT sudah menetapkan kelahiran seseorang

2.Qadar

Sedangkan, qadar menurut bahasa mempunyai arti kepastian, ukuran dan


peraturan. Selebihnya ada ulama yang berpendapat bahwa qadar adalah
mencakup semua ketetapan yang belum terjadi.
Sedangkan menurut istilah qadar adalah sebagai perwujudan dari ketetapan
qadha’ Allah SWT terhadap semua yang berkenaan dengan makhluknya yang
sudah ada sejak zaman azali yang sesuai iradahnya.

Qadar juga bisa dikatakan sebagai takdir dari Allah SWT yang berlaku untuk
semua makhluk hidup. Mencakup takdir yang sedang terjadi, yang sudah terjadi
dan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Jika Allah SWT sudah
menetapkan terjadinya sesuatu hal pada waktu yang sudah ditetapkan, maka hal
tersebut di sebut dengan qadar.

Kita sejak lama menggunakan kata dari (qadha’ dan qadar). Kepercayaan
terhadap konsep kata ini juka merupakan salah satu rukun iman yang ke 6
dalam Agama Islam.

Kita juga sering menggunakan kedua kata tersebut secara bergantian untuk
sebuah perngertiannya yang sama. Tetapi ulama’ menyimpan penjelasan kedua
kata tersebut yang memiliki kandungan pengertian yang berbeda.

Disamping memiliki pengertian yang berbeda, kata dari qada’ dan qadar juga
dipahami secara berbeda oleh para umalama’ tauhid dan mutakallimin.

Dengan kata lain, kelompok Asyariyyah, Matururidiyyah, dan sejumlah kelompok


ulama yang lainnya berbeda pendapat perihal pengertian dari kata qadha’ dan
qadar.

“Ulama’ tauhid atau mutakallimin berbeda pendapat atas perihal


makna qadha’ dan qadar. Qadha’ menurut ulama dari Asy’ariyyah
adalah kehendak Allah SWT atas sesuatu pada azali untuk sebuah
realitas pada saat sesuatu yang di luar azali kelak. Sementara untuk
qadar menurut mereka adalah penciptaan realisasi Allah SWT atas
sesuatu pada kadar tertentu sesuai dengan kehendaknya pada zat
azali’’. (lihat Syekh M Nawawi Banten, kasyifatus Saja, Indonesia, Daru
Ihyail Kutubil Arabiyyah, Halaman 12).
Syech M Nawawi Banten memberikan contoh yang konkret tentang qadha’ dan
qadar menurut kelommpok Assyariah. Qadha’ adalah putusan Allah SWT pada
azali bahwa kelak kita akan menjadi apa. Sementara dari qadar adalah realisasi
Allah SWT atas qadha’ terhadap diri kita sendiri sesuai kehendaknya.

“kehendak Allah SWT yang akan berkaitan pada azali, kau kelak
menjadi orang alim atau berpengetahuan merupakan qadha’.
Sementara penciptaan ilmu di dalam dirimu setelah wujudmu hadir di dunia yang
sesuai dengan kehendaknya pada azali merupakan qadar”. 

Dengankan bagi kelompok Maturidiyyah, qadha’ dipahami sebagai pencipta Allah


SWT atas sesuatu yang disertai dengan penyempurnaan sesuai dengan ilmunya.
Dengan kata lain, qadha’ adalah batasan yang Allah SWT buat pada azali
atas setiap makhluk dengan batasan yang ada pada semua makhluk itu seperti
baik dan buruknya, memberi manfaat, menyebabkan mudarat. Singkat kata,
qadha’ merupakan ilmu azali Allah SWT atas sifat-sifat makhluknya.

Ada lagi ulama yang berpendapat bahwa qadha’ adalah ilmu azali Allah SWT
yang dalam kaitannya dengan materi yang diketahui olehnya. Sementara itu
qadar merupakan penciptaan Allah SWT atas sesuatu yang sesuai dengan
ilmunya.

Jadi, ilmu Allah SWT pada azali bahwa si B kelak akan menjadi ulama tau jadi
ilmuwan adalah qadha’. Sedangkan penciptaan ilmu pada si B setelah ia
diciptakan merupakan qadar.

“ Pandangan ulama Asy’ariyyah cukup masyhur. Atas setiap


pandangan itu, yang jelas qahda’ itu adalah qadim (dulu tanpa awal).
Sementara itu hadist adalah (baru).
Pandangan ini berbeda dengan pandangan ulama’ dari Maturidiyyah. Ada ulama’
berkata bahwa qadha’ dan qadar merupakan pengertian dari kehendaknya.  

Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah bahwa qadha’ adalah sesuatu yang
ghaib. Oleh karena itu, dalam tradisi Ahlussunnah Wal Jamaah keyakinan kita
atas qadha’ dan qadarnya tidak boleh menjadi alasan yang kita untuk bersikap
yang pasif.

Tradisi Ahlussunnah Wal Jamaah justru mendorong kita semua untuk melakukan
ikhtiar dan upaya-upaya manusiawi serta mendayagunakan secara maksimal
potensi yang Allah SWT anugerahkan kepada manusia sambil tetap bersandar
dan mohon inayahnya kepada Allah SWT.

B. ARTI QADHA’ DAN QADAR DALAM AL – QUR’AN

A.ARTI QADHA’ DALAM AL – QURAN


1. Surat An-Nisa’ ayat 65 (keputusan atau hukum).
2. Surat Fussilat ayat 12 (menjadikan atau mewujudkan).
3. Surat Ali Imron ayat 47 (kehendak).
4. Surat Al-Isra’ ayat 23 (perintah).
B. ARTI QADAR DALAM AL – QUR’AN
1. Surat Fussilat ayat 10 (mengatur atau menentukan sesuatu menurut batas-
batasannya).
2. Surat Ar-Ra’du ayat 17 (ukuran).
3. Surat Al-Baqarah ayat 236 (kekuasaan dan kemampuan).
4. Surat Al-Mursalat ayat 23 (kepastian dan ketentuan).
5. Surat Al-Qomar ayat 49 (perwujudan kehendak Allah SWT terhadap ke semua
makhluknya dalam bentuk-bentuk batasan yang tertentu).

C. DALIL TENTANG QADHA’ DAN QADAR

Ada dua jenis dalil, yaitu adalah dalil naqli dan dali aqli. Dalil naqli adalah
dalil yang diambilkan dari Al-Qur’an dan Al-Hadist, sedangkan dalil aqli adalah
dalil yang diambil dari akal yang sehat. Akal sehat akan membenarkan adanya
kejadian di luar kehendaknya dan perhitungan dari akal manusia.

Akal sehat juga mengakui adanya peraturan, undang-undang, ukuran, sifat dan
hukum alam atau sunatullah yang berlaku bagi alam semesta, umpamanya
adalah api yang bersifat panas, sedangkan tanah bersifat padat dan air laut
terasa asin.

Orang yang ingin pintar haruslah selalu belajar, ingin kaya haruslah berusaha,
dan ingin merdeka maka harus berjuang. Allah SWT telah membuat ketentuan
takdir bahwa untuk mencapai sesuatu haruslah selalu berusaha, sedangkan
ketentuan-ketentuan itu tidak bisa diubah.

Banyak sekali dalil yang mengenai keimanan terhadap qadha’ dan qadar,
diantaranya adalah:

1. Dalil Naqli

Firman Allah SWT.

ُ ‫َّل ا ْل‬
ِ ‫م ْؤ‬
َ‫م ُنون‬ ِ ‫وك‬ َ ‫ه‬
َ ‫ف ْليَ َت‬ ِ َّ‫علَى الل‬ َ ۚ ‫م ْواَل نَا‬
َ ‫و‬ َ ‫و‬ ُ ‫ه لَ َنا‬
َ ‫ه‬ ُ َّ‫ب الل‬
َ ‫ك َت‬ َ ‫صيبَ َنا إِاَّل‬
َ ‫ما‬ ْ َ‫ُل ل‬
ِ ‫ن ُي‬ ْ ‫ق‬
Artinya: Katakanlah, sekali-sekali tidak akan menimpa kami,
melainkan apa yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT bagi kami.
Dialah pelindung kami dan hanya kepada Allah SWT orang beriman
dan harus bertaqwa. (Q.S At-Taubah ayat 51)
Firman Allah SWT.

َ ِ‫خلَ ْق َنا ُه ب‬
‫ق َد ٍر‬ َ ‫ي ٍء‬
ْ ‫ش‬
َ ‫ل‬
َّ ‫إِنَّا ُك‬
Artinya: Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut
ukurannya, (Q. S Al-Qamar ayat 49).
Firman Allah SWT.

‫ل‬ َ َ‫ى أ‬
ٍ ‫ج‬ ٰ َ‫م إِل‬
ْ ‫ه‬
ُ ‫خ ُر‬ َ ‫ن ُي‬
ِّ ‫ؤ‬ ْ ِ‫و ٰلَك‬
َ ‫ة‬ٍ َّ‫ن دَاب‬ْ ‫م‬ِ ‫ها‬ َ ‫علَ ْي‬
َ ‫ك‬
َ ‫ما تَ َر‬ َ ‫م‬ْ ‫ه‬ ِ ‫ظ ْل‬
ِ ‫م‬ ُ ِ‫اس ب‬ َ ُ َّ‫خ ُذ الل‬
‫ه ال َّن‬ َ ‫ولَ ْو ُي‬
ِ ‫ؤا‬ َ
َ‫مون‬ُ ‫د‬ ْ َ‫واَل ي‬
ِ ‫س َت ْق‬ ً
َ ۖ ‫عة‬ َ ‫سا‬ َ َ‫خ ُرون‬ ْ ْ َ‫م اَل ي‬
ِ ‫س َتأ‬ ْ ‫ج ُل ُه‬ َ
َ ‫جا َء أ‬ َ ‫ذا‬ َ
َ ِ‫مى ۖ فإ‬ ً
ّ ‫س‬ َ ‫م‬ ُ
Artinya: jakalau Allah SWT menghukum manusia karena kezalimannya,
niscaya tidak akan ditingkalkannya di muka bumi ini sesuatu dari
makhluk yang melata, tetapi Allah SWT menangguhkan mereka sampai
kepada waktu yang ditentukan, maka apabila sudah tiba waktunya
(yang telah ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat
mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula
mendahulukannya (Q. S An-Nahl ayat 61)
Dalam Handist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari mengatakan bahwa
telah diperintahkan kepada malaikat Jibril supaya menulis empat perkaranya,
yaitu adalah rezeki, ajal, amalnya dan nasib rugi atu beruntungnya.

2. Dalil Aqli
Firman Allah SWT.
‫دياًل‬ ِ َّ‫ة الل‬
ِ ‫ه تَ ْب‬ ِ ‫س َّن‬ ْ َ ‫ول‬
ُ ِ‫ن تَجِ َد ل‬ َ ۖ‫ل‬ َ ‫ن‬
ُ ‫ق ْب‬ ِ ‫خلَ ْوا‬
ْ ‫م‬ َ ‫ين‬
َ ‫ذ‬ِ َّ‫ه فِي ال‬ َ ‫س َّن‬
ِ َّ‫ة الل‬ ُ
Artinya: sebagai sunnah Allah SWT yang berlaku atas orang-orang
yang telah terdahulu sebelummu, dan kamu sekali-kali tidak akan
mendapati perubahan pada sunnah Allah SWT (Q. S Al-Ahzab ayat 62).
Firman Allah SWT

ِ ‫م ْل‬
‫ك‬ ُ ‫ك فِي ا ْل‬
ٌ ‫ش ِري‬ ُ َ‫ن ل‬
َ ‫ه‬ ْ ‫ك‬ ْ َ ‫ول‬
ُ َ‫م ي‬ َ ‫ولَدًا‬
َ ‫خ ْذ‬
ِ ‫م يَ َّت‬ َ ِ‫واأْل َ ْرض‬
ْ َ ‫ول‬ َ ِ‫وات‬َ ‫ما‬َ ‫الس‬
َّ ُ ‫م ْل‬
‫ك‬ ُ َ ‫ذي ل‬
ُ ‫ه‬ ِ َّ‫ال‬
‫ديرًا‬ ‫ق‬ْ ‫ت‬ ‫ه‬
ِ َ ُ َ َّ‫ر‬‫د‬ َ
‫ق‬ َ
‫ف‬ ‫ء‬
ٍ ْ َ َّ ُ َ َ ‫و‬
‫ي‬ ‫ش‬ ‫ل‬ ‫ك‬ ‫ق‬ َ ‫ل‬ ‫خ‬ َ

Artinya: Yang kepunyaannyalah kerjaan lagi dan bumi, dan dia tidak
mempunyai anak dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaannya,
dan dialah telah menciptakan segala sesuatu dan dia menetapkan
ukurannya dengan serapi-rapinya (Q. S Al-Furqan Ayat 2).
D. MACAM MACAM TAKDIR

Qadha’ dan Qadar sering sekali juga diistilakan dengan takdir Allah SWT.
Jika kita membahas tentang takdir Allah SWT dengan sendirinya yang berarti
membahas tentang qadha’ dan qadar. Demikian juga sebaliknya, pada saat
membahas masalah tentang takdir berarti membahas tentang qadha’ dan
qadarnya Allah SWT.

Takdir menurut bahasa adalah ketetapan. Ada juga yang mengartikan takdir
dengan meyakinkan adanya ketetapan Allah SWT yang berlaku terhadap segala
sesuatu makhluknya, baik dari ketentuan yang sedah, telah, dan yang akan
terjadi.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa takdir adalah hasil perpaduan


dari ketetapa, baik dalam qadha’ dan qadar Allah SWT (dikutip Ensiklopedia
Islam 5. Tahun 1994. Halaman 47).
Pemahaman takdir paragraf yang ada di atas, agak berlainan dengan yang
terjadi di dalam masyarakat setempat. Sementara ini ada yang memahami takdir
sekedar sebagai penyebab segala sesuatu yang seakan-akan takdirnya dipahami
dengan cara yang negatif.

Seperti ungkapan ( memang kita ditakdirkan kita tidak bisa bermain bagus dan
sudah takdirnya kita bodoh) dan beberapa ungkapan yang negatif lainnya.

Pada dasrnya ada takdir memang mutlak berada dalam kuasa Allah SWT dan
tidak bisa dihindari. Ada juga ketentuan Allah SWT yang bisa berubah melalui
usaha atau ikhtiar makhluk dengan izin Allah SWT. Dengan demikian, takdir
secara garis besar takdir dibagi dua macam yaitu adalah takdir muallaq dan
takdir mubram.

1. Takdir Mubram

Takdir Mubram merupakan takdir yang pasti terjadi dan tidak dapat untuk
dielakkan yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT dan manusia tidak
mempunyai kesempatan untuk mengubahnya dan memilihnya.

Contoh Takdir Mubram, yang mesti terjadi dan tidak bisah di rubah,
misalkan:

 Matahari hanya akan ada pada siang hari, sementara untuk bulan dan
bintang hanya ada pada malam hari.
 Kematian setiap makhluk yang bernyawa.
 Kejadian laut pasang dan surut.
 Peristiwa kelahiran seseorang.
 Mahluk yang berjenis laki-laki dan wanita.

Dijelaskan dalam syarah kitab Hadist Arbain Nawawi, takdir mubram (tetap)
dikelompokkan menjadi dua yaitu adalah:

1).Takdir Dalam Ilmu Allah SWT

Takdir yang ini tidak bisa berubah, sebagaimana Nabi Muhammmad SAW
bersabda: bahwa dia adalah orang yang celaka.

a.Tadik Di Dalam Kandungan

Takdir di dalam kandungan, merupakan malaikat yang diperintah untuk


mencatat umur, rizki, amal dan bahagia atau celaka, bagi bayi yang ada
di dalam kandungannya. Maka takdir tersebut masuk dalam takdir yang
tidak bisa dirubah, karena sudah digariskan dalam dalam tubuh sang
jabang bayinya.

Sesuai hadist dari Nabi Muhammad SAW, yang memiliki arti: (Dari Abu
Abdirrahman Abdullah Bin Mas’ud R.A, dia berkata: bahwa Rasulullah
SAW telah bersabda)

(Sesungguhnya tiap-tiap kalian akan dikumpulkan penciptaannya yang


dalam rahim ibunya selama 40 hari yang berupa nutfah, kemudian
menjadi segumpal darah (‘Alaqoh) selama itu juga kemudian menjadi
segumpal daging (Mudhghoh), selama itu juga, kemudian malaikat
diutus untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menulis
4 kata yaitu: Rizki, ajal, amal dan bahagia atau celaka.

2. Takdir Muallaq
Takdir Muallaq merupakan takdir yang bergantung pada ikhtiar seseorang
atau usaha menurut kemampuan yang ada pada diri manusia.

Seperti yang dijelaskan di dalam syarah Kitab Hadist Arba’in Nawawi, takdir
dari muallq adalah takdir yang tergantung atau yang tertunda. Takdir
Muallaq juga dikelompokkan menjadi dua yaitu adalah:

1). Takdir Yang Ada Di Lauhul Mahfuzd

Adalah takdir yang terdapat di dalam Lauhul Mahfuzd, takdir yang ini
mungkin bisa berubah, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Ar-
Ra’du ayat 39, yang artinya ( Allah SWT menghapuskan apa yang dia di
kehendaki dan disisinya lah Ummul Kitab Lauhul Mahfuzd).

2). Takdir Yang diikuti Sebab Akibat

Adalah takdir yang berupa pegiringan hal-hal yang sudah ditetapkan


kepada hal-hal dan waktu-waktu yang sudah ditentukan. Untuk menjadi
kaya, pandai, dan sehat, seseorang tidak boleh hanya duduk berpangku
tangan menunggu datangnya takdir tapi harus berusaha.

Untuk menjadi pandai kita harus belajar terus, untuk menjadi kaya kita
harus bekerja keras dan hidupnya harus hemat, dan untuk menjadi
sehat kita harus menjaga kebersihan di lingkungan sekitarnya.

Tidak mungkin kita menjadi pandai kalau kita suka membolos atau kita
malas belajar. Demikian juga kalau kita ingin kaya, tetapi suka hidup
boros dan malas bekerja, atau kita ingin sehat, tetapi kita tidak bisa
menjaga kebersihan lingungan di sekitarnya, maka apa kita inginkan itu
tidak bisa terwujud.
Orang yang meyakini takdir Allah SWT, tidak boleh pasrah begitu saja
kepada nasibnya karena Allah SWT yang memberikan akal yang bisa
membedakan mana yang baik untuknya dan mana yang buruk
untuknya. Allah SWT juga memberikan tubuh dalam bentuk yang
sebaik-baiknya berguna untuk sarana berusaha.

Contoh Takdir Muallaq, yang bisa dirubah dengan jalan berdoa dan ikhtiar,
misalkan:
 Orang yang bodoh bisa cerdas apabila orang tersebut untuk giat
belajar dan selalu berdoa kepada Allah SWT.
 Orang yang miskin akan menjadi kaya apabila dia selalu berusaha
dan berdoa.
 Bencana alam yang tidak akan menimbulkan korban yang banyak
jika manusia sudah mempersiapkan diri dalam menghadapinya
dengan kemampuan atau yang sudah Allah SWT berikan.

E. CIRI ORANG YANG BERIMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR

Seorang muslim yang beriman kepada Allah SWT pasti akan mempunyai tingkat
ketaatan yang sangat tinggi. Terdapat ciri-cri dari orang yang beriman kepada
Qadha’ dan Qadar, yaitu adalah:

1. Selalu bersabar.
2. Senantiasa sadar dan menerima kenyataan tersebut.
3. Selalu giat dan semangat dalm berusaha serta tidak
mudah untuk menyerah.
4. Harus mempunyai sikap yang optimis bukan pesimis.
5. Bertawakal kepada Allah SWT.
6. Patuh terhadap perintah Allah SWT dan menjauhi
larangan Allah SWT.
7. Mengisi kehidupan dengan selalu berpikiran yang
positf dan selalu berbuat baik untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
nanti.

F. HIKMAH IMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR

1. Melatih diri supaya lebih bersyukur kepada Allah SWT.


2. Selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3. Melatih makhluknya yang khususnya manusia supaya menjadi orang yang giat
berusaha dan tidak cepat putus asa.
4. Menghindari dari sifat yang sombong.
5. Harus selalu menentramkan jiwa dan raganya.
6. Selalu melatih supaya selalu bersabar dan bertawakal kepada Allah SWT.
G. FUNGSI IMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR 

1. Agar bisa mendekatkan diri Kepada Allah SWT (Q.S Al-Hadid ayat 22).
2. Agara bisa mendidik manusia supaya senantiasa berusaha dan ikhtiar (Q.S Ar-
Ra’du ayat 11 dan Q.S An Najm ayat 39 sampai 42).
3. Agar bisa mendidik manusia supaya senantiasa selalu bersabar dan tawakal (Q. S
Al-Baqarah ayat 155 sampai 156 dan Q. S Ali Imron ayat 159).
4. Agar bisa mendidik manusia agar sikapnya tidak sombong atau takabur (Q.S
Lukman ayat 18).

Demikian materi kali ini tugas sy kosongkan dulu biar focus pada materi

Anda mungkin juga menyukai