Anda di halaman 1dari 11

MATERI 4

DALIL SYAR'I DAN AL-QUR’AN


A. PENGERTIAN DALIL SYAR’I
Dalil Syar’i disebut juga dengan istilah:
‫مصادر األحكام الشرعية‬
"Mashadirul Ahkam Asy-Syar’iyyah”. Artinya: sumber-sumber hukum syara‟, atau
disebut juga dengan istilah:
‫أصول األحكام الشرعية‬
“Ushulul Ahkam Asy-Syar’iyyah”. Artinya: pokok-pokok hukum syara‟.
‫الدليل لغة ىو اهلادي إىل أي شيئ حسي أو معنوي‬
"Dalil menurut makna bahasa artinya: Petunjuk kepada sesuatu apapun baik sesuatu
yang inderawi/dapat diindera (hissi) maupun sesuatu yang maknawi (tak dapat
diindera)”. Misalnya:
(1) Asap adalah “dalil” adanya api (inderawi),
(2) Senyum adalah “dalil” adanya perasaan gembira (dalam hati) (maknawi).
‫الدليل اصطالحا ىو ما يتوصل بصحيح النظر فيو إىل حكم شرعي عملي‬
“Dalil menurut istilah (terminologi) adalah: Segala sesuatu yang (jika)
dipertimbangkan dengan benar akan mengantarkan pada suatu hukum syar‟i yang
amali”.
‫الدليل الشرعي ىو الذي يتخذ حجة على أن املبحوث عنو حكم شرعي‬
“Dalil Syar’i adalah sesuatu yang dijadikan hujjah (alasan/dasar) bahwa apa yang
dibahas berdasarkan hujjah itu adalah hukum syar‟i”.
Dalil Syar’i dalam pembahasan ushul fiqh adalah dalil syar’i ijmali (dalil
global), seperti Al Kitab, As Sunnah, dll, bukan dalil syar’i tafshili, seperti ayat atau
hadits tertentu sebagai dasar hukum tertentu.

B. MACAM-MACAM DALIL SYAR’I


Berdasarkan disepakati tidaknya oleh jumhur (mayoritas) ulama, terdapat dua
macam dalil syar‟i: Pertama, dalil syar‟i yang disepakati oleh jumhur ulama
(muttafaq ‘alaiha baina jumhur al-ulama), ada 4 yaitu:
1) Al-Kitab (Al-Qur’an).
2) As-Sunnah (Al-Hadits).
3) Al-Ijma’.
4) Al-Qiyas.
Kedua, dalil syar‟i yang diperselisihkan oleh jumhur ulama (mukhtalaf
fiihaa baina jumhur al-ulama), maksudnya, sebagian ulama menjadikannya sebagai
hujjah, sebagian ulama lainnya tidak. Yang paling termasyhur ada 7 yaitu:
1) Al-Istihsan.
2) Al-Mashalih Al-Mursalah (Al-Istishlah).
3) Madzhab Ash-Shahabi.
4) Syar’u Man Qablana.
5) Al-Istishhab.
6) Al-‘Urf.
7) Adz-Dzara’i’.

C. PENGERTIAN AL-QUR’AN
‫القرآن ىو كالم هللا املنزل على رسولو دمحم ملسو هيلع هللا ىلص بواسطة الوحي "جربيل" عليو السالم لفظا ومعنا املعجز املتعبد‬
‫بتالوتو واملنقول لنا نقال متواترا‬
“Al-Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan kepada rasul-Nya, yaitu Muhammad
SAW dengan perantaraan wahyu Jibril AS secara lafal dan makna, yang bersifat
mu‟jizat, yang dianggap ibadah membacanya, dan yang dinukilkan (diriwayatkan)
kepada kita secara mutawatir”.
Al-Qur‟an layak menjadi dalil syar‟i, karena Al-Qur‟an adalah wahyu Allah
(kalamullah). Bukti Al-Qur‟an itu wahyu, adalah dalil „aqli yang qath‟i yang
membuktikan Al-Qur‟an adalah kalamullah.
Pembuktiannya, yaitu bahwa Al-Qur‟an adalah kitab berbahasa Arab, maka
kemungkinan dari mana asal Al-Qur‟an hanya 3 tidak lebih: dari orang Arab, dari
Rasulullah SAW atau dari Allah SWT.
Kemungkinan pertama, yakni dari orang Arab, bathil. Karena orang Arab
telah ditantang untuk mendatangkan semisal Al-Qur‟an tapi tidak mampu (Q.S. Al
Baqarah (2): 23, Q.S. Yunus (10): 37).
﴾‫ي‬ َِّ ‫ون‬
ِ ِ ‫اّلل إِ ْن ُك ْن تم‬ ِ ‫ب ِِمَّا نَ َّزلْنَا َعلَى َعب ِد َن فَأْتُوا بِسورةٍ ِمن ِمثْلِ ِو وا ْدعُوا ُشه َداء ُكم ِمن ُد‬
ٍ ْ‫﴿ َوإِ ْن ُك ْن تُ ْم ِف َري‬
َ ‫صادق‬
َ ُْ ْ ْ َ َ َ ْ َ ُ ْ
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur‟an yang Kami wahyukan
kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur‟an
itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang
benar” (Q.S. Al Baqarah (2): 23).
‫ب فِ ِيو ِم ْن‬ ِ ‫صيل ال‬
ِ َ‫ْكت‬
َ ْ‫اب َل َري‬
ِ ِ
َْ َ‫يق الَّذي ب‬
َ ‫ي يَ َديْو َوتَ ْف‬
ِ َِّ ‫ون‬
ِ َ ‫َكن تَص ِد‬
ْ ْ ‫اّلل َول‬ ِ ‫﴿وما َكا َن َى َذا الْ ُقرآ ُن أَ ْن ي ْفتَ رى ِمن ُد‬
ْ َ ُ ْ ََ
﴾‫ي‬ َ ‫ب ال َْعال َِم‬
ِّ ‫َر‬
“Tidaklah mungkin Al-Qur‟an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al-Qur‟an itu)
membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang
telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta
alam” (Q.S. Yunus (10): 37).
Kemungkinan kedua, yakni dari Rasulullah SAW, juga bathil, karena
Rasulullah adalah bagian dari orang Arab, yang terbukti tak mampu mendatangkan
semisal Al-Qur‟an. Selain itu, gaya ungkapan hadits berbeda dengan gaya ungkapan
Al-Qur‟an.
Kemungkinan ketiga, yaitu Al-Qur‟an adalah dari Allah SWT, adalah benar.
Karena setelah kemungkinan pertama dan kedua dibuktikan kebathilannya, maka
berarti kemungkinan ketiga saja yang benar. Kemungkinan ketiga itu sesuai dengan
klaim Al-Qur‟an sendiri, yaitu antara lain Q.S. Fushshilat (41): 42 yang menerangkan
Al-Qur‟an diturunkan oleh Allah SWT.

2
ٍ‫ح‬ َِ ‫ي ي َديْ ِو وَل ِمن َخل ِْف ِو تَ ْن ِزيل ِمن ح ِك ٍيم‬ ِ ِ ِِ
﴾‫يد‬ َ ْ ٌ ْ َ َ ِ ْ َ‫﴿ َل ََيْتيو الْبَاط ُل م ْن ب‬
“Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur‟an) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji”
(Q.S. Fushshilat (41): 42).

D. POKOK-POKOK KANDUNGAN AL-QUR’AN DARI ASPEK HUKUM


Al-Qur‟an mengandung segala macam hukum yang diperlukan manusia dalam
seluruh aspek kehidupan, dalilnya Q.S. An-Nahl (16): 89.
‫اب تِْب يَ ًان‬ ِ َ ‫ك َش ِهي ًدا َعلَى ى ُؤَل ِء ونَ َّزلْنَا َعلَي‬
َ ِ‫ث ِف ُك ِّل أ َُّم ٍة َش ِهي ًدا َعلَْي ِه ْم ِم ْن أَنْ ُف ِس ِه ْم َو ِج ْئ نَا ب‬
َ َ‫ك الْكت‬ ْ َ َ ُ ‫﴿ َويَ ْو َم نَ ْب َع‬
ِ ‫لِ ُك ِل َشي ٍء وى ًدى ور ْحةً وب ْشرى لِل‬
﴾‫ي‬ َ ‫ْم ْسل ِم‬ ُ َ َُ َ َ َ ُ َ ْ ّ
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi
atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi
saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur‟an)
untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri” (Q.S. An-Nahl (16): 89).
Macam-Macam hukum Al-Qur‟an secara umum terbagi menjadi tiga macam,
yaitu:
1) Hukum yang mengatur hubungan Allah dengan manusia, misalnya: aqidah
(Q.S. An-Nisaa‟ (4): 136) dan ibadah (shalat, zakat, haji, dll).
‫اب الَّ ِذي أَنْ َز َل ِم ْن قَ ْب ُل َوَم ْن يَ ْك ُف ْر‬ ِ ‫اب الَّ ِذي نَ َّز َل َعلَى رسولِ ِو وال‬
ِ َ‫ْكت‬ َ َُ
ِ ‫ّلل ورسولِ ِو وال‬
ِ َ‫ْكت‬ ِ
َ ُ َ َ َّ ‫آمنُوا آمنُوا ِِب‬
ِ
َ ‫ين‬
ِ َّ
َ ‫﴿ َي أَيُّ َها الذ‬
ِ
﴾‫ض َال ًل بَعِي ًدا‬
َ ‫ض َّل‬ َ ‫ّلل َوَم َالئِ َكتِ ِو َوُكتُبِ ِو َوُر ُسلِ ِو َوالْيَ ْوم ْاْل ِخ ِر فَ َق ْد‬
َِّ ‫ِِب‬
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah
sesat sejauh-jauhnya” (Q.S. An-Nisaa‟ (4): 136).
2) Hukum yang yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri,
misalnya: hukum makanan dan pakaian (Q.S. Al-Baqarah (2): 168, Q.S. Al-
Maidah (5): 3, Q.S. An-Nur (24): 31, Q.S. Al-Ahzab (33): 59. Juga hukum akhlaq:
haramnya berdusta (Q.S. Al-Mursalat (77), dll.
ِ َ‫الشيط‬
ٌ ِ‫ان إِنَّوُ لَ ُك ْم َع ُدو ُمب‬
﴾‫ي‬ ِ ِ ‫َّاس ُكلُوا ِِمَّا ِف ْاأل َْر‬
ْ َّ ‫ض َح َال ًل طَيِّبًا َوَل تَتَّبِ ُعوا ُخطَُوات‬ ُ ‫﴿ َي أَيُّ َها الن‬
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan
itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS Al Baqarah: 168).
ِ ِ ِ ِ َِّ ‫اْلِْن ِزي ِر وما أ ُِى َّل لِغَ ِْي‬
َ ‫اّلل بِو َوال ُْم ْن َخن َقةُ َوال َْم ْوقُوذَةُ َوال ُْمتَ َر ّديَةُ َوالنَّط‬
‫يحةُ َوَما أَ َك َل‬ َ َ ْ ‫َّم َو ََلْ ُم‬ ُ ‫ت َعلَْي ُك ُم ال َْم ْي تَةُ َوالد‬ْ ‫﴿ ُح ِّرَم‬
‫ين َك َف ُروا ِم ْن ِدينِ ُك ْم‬ ِ َّ ِ‫ب وأَ ْن تَست ْق ِسموا ِِب ْألَ ْزَلِم َذلِ ُكم فِس ٌق الْي وم يئ‬
َ ‫س الذ‬ َ َ َ َْ ْ ْ ُ َ ْ َ ِ ‫ُّص‬ ُ ‫السبُ ُع إَِّل َما ذَ َّك ْي تُ ْم َوَما ذُبِ َح َعلَى الن‬ َّ
‫ضطَُّر ِف‬ ْ ‫اْل ْس َال َم ِدينًا فَ َم ِن ا‬ِْ ‫يت لَ ُك ُم‬ُ ‫ض‬ ِ ‫ت َعلَي ُكم نِ ْعم ِت ور‬
َ َ َ ْ ْ ُ ‫ْت لَ ُك ْم دينَ ُك ْم َوأ َْْتَ ْم‬
ِ ُ ‫ش ْو ِن الْيَ ْو َم أَ ْك َمل‬
َ ‫ش ْو ُى ْم َوا ْخ‬
َ ْ‫فَ َال ََت‬
ِ ‫اّلل غَ ُف‬ ِ ٍِ ٍ ‫ََمْم‬
﴾‫يم‬
ٌ ‫ور َرح‬ ٌ ََّ ‫صة غَْي َر ُمتَ َجانف ِْل ٍْث فَِإ َّن‬ َ َ

3
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,
dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang
siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayan” (Q.S. Al-Maidah (5): 3).
ْ َ‫ين ِزينَ تَ ُه َّن إَِّل َما ظَ َه َر ِم ْن َها َولْي‬
‫ض ِربْ َن ِِبُ ُم ِرِى َّن‬ ِ
َ ‫وج ُه َّن َوَل يُ ْبد‬
ِ ‫ضن ِمن أَب‬
َ ‫صا ِرى َّن َوََْي َفظ‬
َ ‫ْن فُ ُر‬ َ ْ ْ َْ ‫ض‬
ِ َ‫﴿وقُل لِلْم ْؤِمن‬
ُ ْ‫ات يَغ‬ ُ ْ َ
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫آِبء بُ ُعولَت ِه َّن أ َْو أَبْ نَائ ِه َّن أ َْو أَبْ نَاء بُعُولَت ِه َّن أ َْو إ ْخ َواِن َّن‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ
َ ‫آِبئ ِه َّن أ َْو‬
َ ‫ين ِزينَ تَ ُه َّن إ َّل لبُ عُولَت ِه َّن أ َْو‬
َ ‫َعلَى ُجيُوِب َّن َوَل يُ ْبد‬
‫ال أَ ِو ال ِطّْف ِل‬ ِّ ‫اْل ْربَِة ِم َن‬
ِ ‫الر َج‬ ِْ ‫ُول‬ِ ‫ي غَ ِْي أ‬ ِ ْ ‫سائِ ِه َّن أ َْو َما َملَ َك‬
َ ‫ت أ َِْيَانُ ُه َّن أَ ِو التَّابِع‬
ِ ِِ َ ‫أَو ب ِن إِ ْخواِنِِ َّن أَو ب ِن أ‬
َ ‫َخ َواِت َّن أ َْو ن‬ َ ْ َ َ ْ
َِّ ‫ض ِربن ِِبَرجلِ ِه َّن لِي علَم ما ُُيْ ِفي ِمن ِزينتِ ِه َّن وتُوبوا إِ َىل‬
َِ ‫اّلل‬ ِ ِ‫ات الن‬ ِ ‫الَّ ِذين َل يظْهروا َعلَى َعور‬
َ‫َج ًيعا أَيُّو‬ ُ َ َ ْ َ َ َ ُْ ُ ْ َ ْ ْ َ‫ساء َوَل ي‬ َّ َْ َُ َ ْ َ
﴾‫ال ُْم ْؤِمنُو َن ل ََعلَّ ُك ْم تُ ْفل ُحو َن‬
ِ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-
wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (Q.S. An-Nur
(24): 31).
َ ِ‫ي َعلَْي ِه َّن ِم ْن َج َالبِيبِ ِه َّن َذل‬ ِ ِ‫ك ونِس ِاء الْم ْؤِمن‬ ِ ‫َّب قُل ِألَ ْزو‬
ِ َ ‫اج‬
‫ك أَ ْد َن أَ ْن يُ ْع َرفْ َن فَ َال يُ ْؤ َذيْ َن‬ َ ‫ي يُ ْدن‬
َ ُ َ َ َ ‫ك َوبَنَات‬ َ ْ ُّ ِ‫﴿ َي أَيُّ َها الن‬
ِ ‫اّلل غَ ُف‬
﴾‫يما‬ ً َُّ ‫َوَكا َن‬
ً ‫ورا َرح‬
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-
isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu
mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
(Q.S. Al-Ahzab (33): 59).
ِ ‫﴿ويل ي ومئِ ٍذ لِل‬
َ ِ‫ْم َك ّذب‬
﴾‫ي‬ ُ َ َْ ٌ َْ
“Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan” (Q.S.
Al-Mursalat (77): 19).

4
3) Hukum yang mengatur manusia dengan manusia lainnya, misalnya: hukum-
hukum pemerintahan Islam (Khilafah), seperti:
a) kewajiban menegakkan hukum Allah (Q.S. Al-Maidah (5): 49).
‫ك فَِإ ْن تَ َولَّْوا‬
َ ‫اّللُ إِل َْي‬ َ ُ‫اح َذ ْرُى ْم أَ ْن يَ ْفتِن‬
ِ ‫وك َع ْن بَ ْع‬
َّ ‫ض َما أَنْ َز َل‬ ْ ‫اء ُى ْم َو‬ ِ َّ ‫اح ُك ْم بَ ْي نَ ُه ْم ِِبَا أَنْ َز َل‬
َ ‫اّللُ َوَل تَتَّب ْع أ َْى َو‬
ِ
ْ ‫﴿ َوأَن‬
﴾‫اس ُقو َن‬ ِ ‫يا ِم َن الن‬
ِ ‫َّاس لََف‬ ِ ِ ِِ ِ ‫صيب هم بِب ْع‬
ً ‫ض ذُنُوِب ْم َوإ َّن َكث‬
ِ
َ ْ ُ َ ُ‫اّللُ أَ ْن ي‬ َّ ‫فَا ْعلَ ْم أَََّّنَا يُ ِري ُد‬
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-
hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari
hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian
dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang
fasik” (Q.S. Al-Maidah (5): 49).
b) kewajiban pemerintahan Islam berbuat adil (Q.S. An-Nisaa‟ (4): 58).
‫اّللَ نِعِ َّما يَ ِعظُ ُك ْم بِ ِو إِ َّن‬
َّ ‫َّاس أَ ْن ََتْ ُك ُموا ِِبل َْع ْد ِل إِ َّن‬ ِ ِ
َْ َ‫اّللَ ََي ُْم ُرُك ْم أَ ْن تُ َؤدُّوا ْاأل ََم َانت إِ َىل أ َْىل َها َوإِذَا َح َك ْمتُ ْم ب‬
ِ ‫ي الن‬ َّ ‫﴿إِ َّن‬
﴾‫يا‬ ِ ِ َّ
ً ‫اّللَ َكا َن ََس ًيعا بَص‬
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat” (Q.S. An-Nisaa‟ (4): 58).
c) kewajiban rakyat mentaati pemerintahan Islam/ulil amri (Q.S. An-Nisaa‟
(4): 59).
ِ ‫الر ُس‬ َِّ ‫ُول ْاألَم ِر ِم ْن ُكم فَِإ ْن تَناز ْعتم ِف َشي ٍء فَ ردُّوه إِ َىل‬ ِ ‫اّلل وأ‬ ِ ِ َّ
‫ول‬ َّ ‫اّلل َو‬ ُ ُ ْ ُْ َ َ ْ ْ ِ ‫ول َوأ‬ َ ‫الر ُس‬
َّ ‫َطيعُوا‬ َ ََّ ‫يعوا‬ ُ ‫آمنُوا أَط‬ َ ‫ين‬ َ ‫﴿ َي أَيُّ َها الذ‬
ِ
﴾‫س ُن ََتْ ِو ًيال‬
َ ‫َح‬ َ ِ‫ّلل َوالْيَ ْوم ْاْل ِخ ِر َذل‬
ْ ‫ك َخ ْي ٌر َوأ‬
َِّ ‫إِ ْن ُك ْن تم تُ ْؤِمنو َن ِِب‬
ُ ُْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur‟an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya” (Q.S. An-Nisaa‟ (4): 59).
Misal lain: Hukum-hukum sistem ekonomi Islam, seperti kepemilikan (Q.S
An-Nur (24): 33, Q.S. Al-Hadid (57): 7).
ْ ‫اب ِِمَّا َملَ َك‬
‫ت أ َِْيَانُ ُك ْم‬ ِ
َ َ‫ين يَ ْب تَ غُو َن الْكت‬
ِ َّ ِ ِ ْ َ‫اّلل ِمن ف‬
َ ‫ضلو َوالذ‬
ِ
ْ َُّ ‫احا َح َّّت يُغْنيَ ُه ُم‬
ِ
ً ‫ين َل َِي ُدو َن ن َك‬
ِ َّ ِ ِ
َ ‫﴿ َولْيَ ْستَ ْعفف الذ‬
‫صنًا‬ُّ َ‫آَت ُك ْم َوَل تُ ْك ِرُىوا فَ تَ يَاتِ ُك ْم َعلَى الْبِغَ ِاء إِ ْن أ ََر ْد َن ََت‬ َِّ ‫ال‬
َ ‫اّلل الَّ ِذي‬ ِ ‫وىم ِم ْن َم‬ ِ ِ
ُ ُ‫فَ َكاتِب‬
ْ ُ ُ‫وى ْم إِ ْن َعل ْمتُ ْم في ِه ْم َخ ْي ًرا َوآت‬
ِ ‫اّلل ِمن ب ع ِد إِ ْكر ِاى ِه َّن غَ ُف‬ ِ ِ ِ
﴾‫يم‬ ٌ ‫ور َرح‬ ٌ َ ْ َ ْ ََّ ‫ض ا َْلَيَاة الدُّنْ يَا َوَم ْن يُ ْك ِرْى ُه َّن فَإ َّن‬َ ‫لتَ ْب تَ غُوا َع َر‬
“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya,
sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang
kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan
mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada
mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah

5
kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka
sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan
barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu” (Q.S.
An-Nur (24): 33).
ِ ْ ‫آمنُوا ِم ْن ُكم وأَنْ َف ُقوا َهلُم أ‬ ِ َّ ِ ِ ‫ّلل ورسولِ ِو وأَنْ ِف ُقوا ِِمَّا جعلَ ُكم مست ْخلَ ِف‬
ِ ِ
﴾‫ي‬
ٌ ‫َج ٌر َكب‬ ْ َْ َ ‫ين‬
َ ‫ي فيو فَالذ‬
َ َْ ُ ْ َ َ َ ُ َ َ َّ ‫﴿آمنُوا ِِب‬
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang
beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh
pahala yang besar” (Q.S. Al-Hadid (57): 7).
Misal lain: Hukum pergaulan pria dan wanita, misalnya pernikahan (Q.S.
Ar-Ruum (30): 21).
‫ت لَِق ْوٍم‬
ٍ ‫ك َْلي‬ِ ِ ‫﴿وِمن آيتِِو أَ ْن َخلَ َق لَ ُكم ِمن أَنْ ُف ِس ُكم أَ ْزو‬
َ َ ‫اجا لتَ ْس ُكنُوا إِل َْي َها َو َج َع َل بَ ْي نَ ُك ْم َم َو َّدةً َوَر ْحَةً إِ َّن ِف ذَل‬
ً َ ْ ْ ْ َ ْ َ
﴾‫يَتَ َف َّك ُرو َن‬
“Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan” (Q.S.
Ar-Ruum (30): 21).
Jadi Hukum yang ada di Al-Qur‟an adalah memberi suruhan atau perintah
untuk mengadili dan memberikan penjatuhan hukuman hukum pada sesama manusia
yang terbukti bersalah. Hukum dalam islam berdasarkan Al-Qur‟an ada beberapa
jenis atau macam seperti jinayat, mu‟amalat, munakahat, faraidh, dan jihad.
Sebagai sumber hukum yang utama, maka Al-Qur‟an memuat sisi-sisi hukum
yang mencakup berbagai bidang. Menurut Abdul Wahab Khallaf (W.1375H/1956M),
secara garis besar Al-Qur‟an memuat tiga sisi pokok hukum, yaitu:
a) Hukum-hukum I’tiqadiyah. Yakni hukum-hukum yang berkaitan dengan
kewajiban orang mukallaf, meliputi keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat,
Kitab-kitab, Rasul-rasul, hari Qiyamat dan ketetapan Allah (qadha dan qadar).
b) Hukum-hukum Moral atau akhlak. Yaitu hukum-hukum yang berhubungan
dengan perilaku orang mukallaf guna menghiasi dirinya dengan sifat-sifat
keutamaan dan menjauhkan diri dari segala sifat tercela yang menyebabkan
kehinaan.
c) Hukum-hukum Amaliyah, yakni segala aturan hukum yang berkaitan dengan
segala perbuatan, perjanjian, dan muamalah sesama manusia. Atau yang berkaitan
dengan hubungan manusia dengan penciptnya dan antara sesama manusia. Segi
hukum inilah yang lazimnya disebut dengan Fiqh. Al-Qur‟an dan itulah yang
dicapai dan dikembangkan oleh ilmu Ushul Al-Fiqh. Hukum amaliyah tersebut
secara garis besar terbagi menjadi dua bagian:
a) Hukum-hukum yang mengatur tingkah laku dan perbuatan lahiriah
manusia dalam hubungannya dengan Allah SWT, seperti shalat, puasa,
zakat, dan haji. Hukum ini disebut hukum ibadah dalam arti khusus.
b) Hukum-hukum yang mengatur tingkah laku lahiriah manusia dalam
hubungannya dengan manusia atau alam sekitarnya, seperti jual beli,
kawin, pembunuhan, dan lainnya. Hukum-hukum ini disebut hukum
mu‟amalah dalam arti umum, karena mencakup semua bentuk hubungan
6
manusia dalam hidup bermasyarakat. Hukum-hukum mu‟amalah dalam arti
umum, dibagi kepada tujuh bentuk, yaitu:
1. Ahkam Al-Ahwal Al-Syakhshiyah (Hukum Keluarga), yaitu hukum
yang mengatur hubungan suami isteri, seperti nikah, talak, cerai, rujuk.
Dalam Al-Qur‟an ada sekitar 70 ayat tentang ini.
2. Ahkam Al-Madniyah (Hukum Perdata), yaitu hukum yang mengatur
hubungan antar individu, masyarakat dan kelompok, seperti jual beli,
sewa-menyewa, gadai, syirkah, mudharabah, utang piutang, janji,
muzara‟ah, musyaqah, dan lainnya. Hal ini disebut dengan mu‟amalah
secara khusus. Dalam Al-Qur‟an ada sekitar 70 ayat tentang ini.
3. Ahkam Al-Jinayah (Hukum Pidana), yaitu hukum yang mengatur
tentang kejahatan yang dilakukan mukallaf dan sanksinya yang bertujuan
memelihara ketentraman hidup manusia dan harta kekayaan, kehormatan,
dan lainnya. Dalam Al-Qur‟an ada sekitar 30 ayat tentang ini.
4. Ahkam Al-Murafa’at (Hukum Acara), yaitu hukum yang berhubungan
dengan lembaga pengadilan yang berkaitan dengan kesanggupan
melaksanakan prinsip keadilan antar umat manusia. Dalam Al-Qur‟an ada
sekitar 13 ayat tentang ini.
5. Ahkam Al-Dusturiyah (Hukum Perundang-undangan), yaitu hukum
yang mengatur tentang aturan undang-undang dan dasar-dasarnya untuk
memberikan batasan-batasan bagi hakim dan terdakwa, serta penerapan
hak-hak pribadi dan hak masyarakat. Dalam Al-Qur‟an ada sekitar 10 ayat
tentang ini.
6. Ahkam Al-Dauliyah (Hukum Kenegaraan), yaitu hukum yang mengatur
hubungan antar negara-negara Islam dan negara-negara non-muslim di
dalam negara Islam, untuk memberikan batasan hubungan negara Islam
degan negara non-muslim yang berada di negara Islam. Dalam Al-Qur‟an
ada sekitar 25 ayat tentang ini.
7. Ahkam Al-Iqtishadiyah Wa Al-Maliyah (Hukum Ekonomi dan Harta
Benda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak-hak fakir miskin yang
meminta-minta dan fakir miskin yang tidak mendapat haknya dari orang
kaya, dan mengatur sumber-sumber kekayaan, atau hukum yang mengatur
tentang ekonomi, baik bersifat pribadi, masyarakat, dan negara. Dalam Al-
Qur‟an ada sekitar 10 ayat tentang ini.

E. USLUB AL-QUR’AN DALAM MENJELASKAN HUKUM


Keistimewaan Al-Qur‟an tidak dapat pada lembaran fisiknya, tetapi dalam
bahasa dan maksud yang terkandung di dalamnya. Ia mempunyai keluarbiasaan yang
secara akal tidak mungkin dihasilkan sendiri oleh Nabi Muhammad SAW. Hal itu
menunjukkan bahwa Al-Qur‟an itu seluruhnya memang berasal dari Allah SWT. Oleh
karena itu, Al-Qur‟an telah melemahkan manusia untuk membuat hal yang sama
dengan Al-Qur‟an, baik dari segi lafadz, makna, dan ruhiyahnya, yang semuanya ini
bersatu sehingga membuat manusia lemah untuk memberikan perlawanannya.

7
Adapun Uslub Al-Qur‟an dalam menjelaskan hukum, terbagi menjadi lima
macam, yaitu:
a) Dari Segi Keindahan Bahasa
Al-Qur‟an mempunyai keindahan bahasa yang tidak mungkin ditandingi ahli
bahasa Arab manapun. Keindahan itu terdapat dalam penggunaan kata, susunan kata,
dan kalimat, ungkapan, dan hubungan antara satu ungkapan dengan ungkapan yang
lainnya. Allah menantang orang yng meragukan Al-Qur‟an dengan mendatangkat
surat seperti Al-Qur‟an dalam Surat Al-Baqarah (2) Ayat 23:
﴾‫ي‬ َِّ ‫ون‬
ِ ِ ‫اّلل إِ ْن ُك ْن تم‬ ِ ‫ب ِِمَّا نَ َّزلْنَا َعلَى َعب ِد َن فَأْتُوا بِسورةٍ ِمن ِمثْلِ ِو وا ْدعُوا ُشه َداء ُكم ِمن ُد‬
ٍ ْ‫﴿ َوإِ ْن ُك ْن تُ ْم ِف َري‬
َ ‫صادق‬
َ ُْ ْ ْ َ َ َ ْ َ ُ ْ
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur‟an yang Kami wahyukan
kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur‟an
itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang
benar” (Q.S. Al-Baqarah (2): 23).
Kemudian Allah SWT menjelaskan ketidakmungkinan manusia dapat
menandinginya, meskupun dengan cara apa pun. Seperti ditegaskan dalam Surat Al-
Isra‟ (17) Ayat 88:
﴾‫يا‬ ٍ ‫ض ُه ْم لِبَ ْع‬
ً ‫ض ظَ ِه‬ ُ ‫آن َل ََيْتُو َن ِِبِثْلِ ِو َول َْو َكا َن بَ ْع‬
ِ ‫اْلنْس وا ْْلِ ُّن َعلَى أَ ْن َيْتُوا ِِبِثْ ِل َى َذا الْ ُقر‬
ْ َ
ِ ْ ‫﴿قُل لَئِ ِن‬
َ ُ ِْ ‫اجتَ َم َعت‬ ْ
“Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang
serupa Al-Qur‟an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan
dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain"” (Q.S Al-
Isra‟ (17): 88).
b) Dari Segi Pemberitaan Mengenai Masa Lalu
Dimana pemberitaan masa lalu tersebut yang kemudian terbukti
kebenaraannya, dan sesuai dengan pemberitaan kitab suci sebelumnya. Al-Qur‟an
bercerita tentang kisah para rasul sebelum Nabi Muhammad SAW, yaitu tentang Nabi
Adam AS sampai Nabi Isa AS dan umat yang hidup pada masa para Nabi itu. Al-
Qur‟an bercerita tentang Ashhabul Kahfi dan tentang Zulqarnain yang diakui
kebenarannya oleh ahli sejarah dan ulama ahli kitab, padahal Nabi SAW sendiri tidak
pernah belajar dari ulama ahli litab manapun, tidak pernah bergaul dengan mereka,
juga tidak mampu membaca peninggalan tertulis dari agama-agama sebelumnya. Hal
ini diterangkan Allah SWT dalam Surat Al-Ankabut (29) Ayat 48:
﴾‫ب ال ُْم ْب ِطلُو َن‬ ٍ َ‫ت تَ ْت لُو ِم ْن قَ ْبلِ ِو ِم ْن كِت‬
َ ِ‫اب َوَل ََتُطُّوُ بِيَ ِمين‬
َ ‫ك إِذًا َل ْرََت‬ َ ‫﴿ َوَما ُك ْن‬
“Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Qur‟an) sesuatu Kitabpun dan
kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu
pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu)”
(Q.S. Al-Ankabut (29): 48).
c) Dari Segi Pemberitaan Al-Qur’an Tentang Yang Akan Terjadi
Tentang hal-hal yang akan terjadi dan ternyata memang kemudian terjadi.
Seperti berita tentang kekalahan Persia oleh Romawi, sesudah kekalahan Romawi.
Sebagaimana disebutkan Allah SWT dalam Surat Ar-Ruum (30) Ayat 2-4:
‫ّلل ْاأل َْم ُر ِم ْن قَ ْب ُل َوِم ْن بَ ْع ُد‬
َِِّ ‫ض ِع ِسنِي‬
َ ْ ِ‫) ِف ب‬3( ‫ض َو ُى ْم ِم ْن بَ ْع ِد غَلَبِ ِه ْم َسيَ غْلِبُو َن‬
ِ ‫) ِف أَ ْد َن ْاأل َْر‬2( ‫وم‬
ُ ‫الر‬
ُّ ‫ت‬ ِ ‫﴿غُلِب‬
َ
ِ
﴾)4( ‫ح ال ُْم ْؤمنُو َن‬ ٍ ِ
ُ ‫َويَ ْوَمئذ يَ ْف َر‬
8
“Telah dikalahkan bangsa Rumawi di negeri yang terdekat dan mereka sesudah
dikalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun lagi, bagi Allah-lah urusan
sebelum dan sesudah (mereka menang), dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu
bergembiralah orang-orang yang beriman” (Q.S. Ar-Ruum (30): 2-3).
Allah menyebutkan nama-nama tempat yang belum ada pada pada waktu ayat
itu turun, kemudian di belakang hari ternyata memang ada, seperti tentang Masjidil
Haram dan Masjidil Aqsha, yang diterangkan dalam Surat Al-Isra‟ (17) Ayat 1:
ِ ِ ِ َّ ِِ ِِ ِ ِِ ِ
ُ‫آيتِنَا إِنَّو‬ َ ‫َس َرى بِ َع ْبده ل َْي ًال م َن ال َْم ْسجد ا َْلََر ِام إِ َىل ال َْم ْسجد ْاألَق‬
َ ‫ْصى الذي َِب َرْكنَا َح ْولَوُ لنُ ِريَوُ م ْن‬ ْ ‫﴿ ُس ْب َحا َن الَّذي أ‬
﴾‫ي‬ ِ ِ َّ ‫ُىو‬
ُ ‫يع الْبَص‬
ُ ‫السم‬ َ
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-
Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar
Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Q.S. Al-Isra‟
(17): 1).
d) Dari Segi Kandungannya Akan Hakikat Kejadian Alam Dengan Seisinya
Dari segi kandungannya akan hakikat kejadian alam dengan seisinya serta
hubungan antara satu dengan lainnya. Pemberitaan seperti ini merupakan hal-hal yang
luar biasa yang kemudian terungkap kebenaraanya melalui penggalian ilmu
pengetahuan dan teknologi. Seperti tentang proses kejadian manusia yang
diungkapkan Allah SWT dalam Surat Al-Mu‟minun (23) Ayat 12-14:
ٍ ‫) ُثَّ َج َعلْنَاهُ نُطْ َفةً ِف قَ را ٍر َم ِك‬22( ‫ي‬ ٍ ‫اْلنْسا َن ِم ْن ُس َالل ٍَة ِم ْن ِط‬
ً‫) ُثَّ َخلَ ْقنَا النُّطْ َفةَ َعلَ َقة‬23( ‫ي‬ َ َ ِْ ‫﴿ َولَ َق ْد َخلَ ْقنَا‬
ِ ِ ْ ‫اّلل أَحسن‬ ِ ِ ْ ‫ضغَةً فَ َخلَ ْقنا الْم‬
‫ي‬
َ ‫اْلَالق‬ ُ َ ْ َُّ ‫آخ َر فَ تَ بَ َار َك‬
َ ‫شأ َْنهُ َخ ْل ًقا‬
َ ْ‫ام ََلْ ًما ُثَّ أَن‬
َ َ‫س ْوَن الْعظ‬
َ ‫ضغَةَ عظَ ًاما فَ َك‬ ُ َ ْ ‫فَ َخلَ ْقنَا ال َْعلَ َقةَ ُم‬
﴾)24(
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah
Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (Q.S. Al-Mu‟minun (23): 12-14).
e) Dari Segi Kandungannya Mengenai Pedoman Hidup
Dari segi kandungannya mengenai pedoman hidup yang menuntun manusia
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, tentang halal haram, salah dan
benar, buruk dan baik, yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, dan
tentang etika pergaulan. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur‟an Surat Yunus (10) Ayat
15:
ِ ِ ٍ ‫ت بُِقر‬ ِ ِ ِ َّ َ َ‫ات ق‬ٍ َ‫﴿وإِذَا تُ ْت لَى َعلَي ِهم آيتُنَا ب يِن‬
ُ‫آن غَ ِْي َى َذا أ َْو بَ ّدلْوُ قُ ْل َما يَ ُكو ُن ِل أَ ْن أُبَ ّدلَو‬ ْ ْ‫اء َن ائ‬ َ ‫ين َل يَ ْر ُجو َن ل َق‬َ ‫ال الذ‬ َّ َ ْ ْ َ
ِ ٍ ِ ِ ِ ِ
﴾‫اب يَ ْوم َعظ ٍيم‬ َ ‫ت َرِّب َع َذ‬ َ ‫اف إِ ْن َع‬
ُ ‫ص ْي‬ ُ ‫َخ‬ َ ‫ل إِِّن أ‬ َ ُ‫م ْن ت ْل َقاء نَ ْفسي إِ ْن أَتَّبِ ُع إَِّل َما ي‬
ََّ ِ‫وحى إ‬
“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang
tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: "Datangkanlah Al-Qur‟an yang
lain dari ini atau gantilah dia". Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari

9
pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.
Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar
(kiamat)” (Q.S. Yunus (10): 15).
Demikianlah hal-hal pokok yang terdapat dalam Al-Qur‟an yang
menjadikannya luar biasa. Kemukjizatannya itu tampak dengan nyata, karena hal-hal
luars biasa yang terkandung dalam Al-Qur‟an itu muncul dari seorang manusia biasa,
yang tidak pernah belajar ilmu pengetahuan dan sejarah, tidak pernah hidup dalam
lingkungan keilmuan yang ada kemungkinan menularkan ilmu kepadanya, bahkan
tidak pandai menulis dan membaca. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur‟an bukan
hasil karya Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi Al-Qur‟an betul-betul kalam Allah
SWT.

F. PENGERTIAN QATH’IYYUD DALALAH DAN DZANNIYYUD


DALALAH
Dalil Al-Qur‟an atau As-Sunnah, ditinjau dari segi datangnya/bersumbernya
dalil itu dari Rasulullah SAW, ada dua:
Pertama, Dalil Qath’i Tsubut, yaitu dalil yang secara pasti bersumber dari
Rasulullah SAW, yaitu Al-Qur’an dan Hadits Mutawatir.
Kedua, Dalil Dzanni Tsubut, yaitu dalil yang secara dugaan kuat bersumber
dari Rasulullah SAW, yaitu Hadits Ahad.
Masing-masing dalil tersebut, ditinjau dari segi pasti tidaknya dalalah (makna)
yang ditunjukkan oleh dalil, ada dua:
Pertama, Dalil Qath’i Dalalah, yaitu dalil yang tidak mempunyai makna
kecuali satu makna saja.
Kedua, Dalil Dzanni Dalalah, yaitu dalil yang mengandung kemungkinan
lebih dari satu makna.
Maka dari itu, terdapat empat macam dalil:
Pertama, Dalil Qath’i Tsubut dan Qath’i Dalalah, yaitu dalil Al-Qur‟an
atau Hadits Mutawatir yang tidak mempunyai makna kecuali satu makna saja. Inilah
yang disebut secara ringkas dengan: DALIL QATH’I.
Kedua, Dalil Qath’i Tsubut dan Dzanni Dalalah, yaitu dalil Al-Qur‟an atau
Hadits Mutawatir yang mengandung lebih dari satu makna.
Ketiga, Dalil Dzanni Tsubut dan Qath’i Dalalah, yakni dalil Hadits Ahad
yang tidak mempunyai makna kecuali satu makna saja.
Keempat, Dalil Dzanni Tsubut dan Dzanni Dalalah, yakni dalil Hadits
Ahad yang mempunyai makna lebih dari satu makna.
Dalil pada macam yang kedua, ketiga, dan keempat di atas, secara ringkas
disebut: DALIL DZANNI.
Hukum Syara‟ yang dalilnya dalil qath‟i, adalah hukum syara‟ yang qath‟i,
yang tidak boleh ada perbedaan pendapat (khilafiyah), seperti wajibnya shalat,
haramnya zina, haramnya khamr, dll. Hukum Syara‟ yang dalilnya dalil dzanni,
adalah hukum syara‟ yang dzanni, yang boleh ada perbedaan pendapat (khilafiyah),
seperti jumlah rakaat tarawih, dll.

10
G. CONTOH-CONTOH HUKUM YANG DITUNJUKKAN OLEH AL-
QUR’AN
a) Hukum Waris; Q.S. An-Nisaa‟ (4) Ayat 11, 12, dan 176, Q.S. Q.S. An-
Nisaa‟ (4) Ayat 7, 8, 9, 10, 13, 14, 19, 33, dan 127, Q.S. Al-Anfal (8) Ayat 72
dan 75, dan Q.S. Al-Ahzab (33) Ayat 4-5 dan 40.
b) Hukum Jual Beli; Q.S. Al-Baqarah (2) Ayat 275, Q.S. An-Nisaa‟ (4) Ayat
29, dan Q.S. Al-Jumu‟ah (62) Ayat 9-10.
c) Hukum Pernikahan; Q.S. An-Nisaa‟ (4) Ayat 1, dan Q.S. Ar-Ruum (30)
Ayat 21.

11

Anda mungkin juga menyukai