Anda di halaman 1dari 4

ISLAM SEBAGAI MANHAJU AL HAYAH

(Tadabbur QS. At Taubah (9): 33)


Oleh : Dr. Samsul Basri, S.Si, M.E.I

Allah Azza Wa Jalla berfirman,


ۡ ۡ ِ ‫هو ٱلَّ ِذي أ َۡرسل رسولَهۥ بِ ۡٱۡلد ٰى وِدي ِن ۡٱۡل ِق لِي ۡظ ِهرهۥ علَى‬
‫ٱلدي ِن ُكلِ ِهۦ َولَ ۡو َك ِرَه ٱل ُمش ِرُكو َن‬ َ َُ ُ َ َ َُ ُ ُ َ َ َ ٓ َ ُ
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran)
dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun
orang-orang musyrikin tidak menyukai. (QS. At Taubah (9): 33)

Penjelasan Ayat

Pada ayat sebelumnya Allah mengabarkan bahwasanya ahlu al kitab sangat berkeinginan
untuk menghilangkan atau menghapus eksistensi agama Allah yaitu Islam. Ahlu al kitab yang
dimaksudkan adalah para rahib dan pendeta dari kalangan Yahudi dan Nashrani. Mereka
dengan kefasihan lisan mereka dalam beretorika, berupaya kuat memutar balikkan fakta demi
mendustakan kebenaran ajaran Islam dan menyebarkan berita hoax tentangnya. Dan Allah
tidak mengizinkan dan tidak meridhai upaya dan makar busuk mereka itu melainkan Dia justru
menyempurnakan agama-Nya itu (Islam) dan menampakkannya kepada manusia. Maka pada
ayat ini, Allah mengabarkan bahwa cara Allah menjaga dan menyempurnakan ajaran Islam
sekaligus merendahkan dan mempermalukan mereka adalah dengan mengutus rasul-Nya
Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan al huda (petunjuk) yaitu al-Qur’an, dan
dengan dinu al haq (agama Islam), untuk dimenangkannya dari semua agama, meskipun orang-
orang kafir dan kaum musyrik membeci hal tersebut.
Menurut Imam An Nawawi rah.a arti dari syirik dan kafir terkadang dimutlakkan sebagai
satu makna yang sama yaitu kekufuran terhadap Allah, dan terkadang dibedakan makna dari
keduanya. Arti dari syirik dikhususkan karena adanya penyembahan kepada berhala-berhala
atau makhluk-mkhluk lainnya disamping pengenalannya dan penyembahannya kepada Allah.
Sehingga kekufuran itu lebih umum maknanya dari makna kesyirikan.1
Menurut Syaikh bin Baz rah.a kekufuran itu karena berpaling dari al-haq (kebenaran)
dan menutup-nutupinya atau menyembunyikannya. Seperti meninggalkan kewajiban shalat,
kewajiban puasa di bulan ramadhan, kewajiban zakat, kewajiban haji bagi yang mampu, dan
kewajiban berbakti kepada orang tua. Sebaliknya, menutupi keharaman perbuatan zina,
menghalalkan mengkonsumsi khamr, dlsb. Sedangkan kesyirikan memalingkan sebagian
ibadah kepada selain Allah, seperti perbuatan istighatshah kepada penghuni kubur, kepada jin,
kepada bintang, dlsb.2
Sehingga istilah kafir bisa dimutlakkan untuk setiap yang melakukan perbuatan syirik
dan demikian pula sebaliknya, istilah syirik bisa dimutlakkan sebagai perbuatan kekafiran.
Perhatikan firman Allah Azza Wa Jalla berikut ini,
ۡ ۡ ٓۚ ِ ۡ ‫ٱَّللِ إِ َٰۡلا ءاخر ََل ب‬ ۡ
‫ند َربِِهٓۦ إِنَّهُۥ ََل يُفلِ ُح ٱل َٰك ِف ُرو َن‬ ‫ع‬ ‫ۥ‬
َ ُُ َ‫ه‬ ‫اب‬‫س‬ ِ
‫ح‬ ‫ا‬ََّ
‫َّن‬ ِ
‫إ‬‫ف‬
َ ‫ۦ‬ ِ
‫ه‬ ِ
‫ب‬ ‫ۥ‬ ‫ه‬َ‫ل‬ ‫ن‬ ٰ
‫ه‬‫ر‬
ُ َ َ ُ ََ َ ً َّ ‫ع‬
َ َ ُ َ‫َوَمن ي‬
‫م‬ ‫ع‬‫د‬

1
Muhammad Shalih al Munajjid, al farqu baina al musyrikina wa al kuffar, [Online]: islamqa.com.
2
Ibid.

1
Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada
suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi
Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. (QS. Al-
Mukminun (23): 117)
ۡ ِ ٍ ِ ۡ ِ ِ ِ ۡ ِِ ِ ۡ ِ َّ ٓۚ ۡ ۡ ۡ
ْ‫وه ۡم ََل يَ ۡس َمعُوا‬ ‫ع‬
ُُ َ ‫د‬ ‫ت‬ ‫ن‬ ‫إ‬ . ‫ري‬ ‫م‬ ‫ط‬ ‫ق‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ن‬ َ ‫و‬ ‫ك‬
ُ ‫ل‬ ‫َي‬ ‫ا‬
َ َ ُ‫م‬ ‫ۦ‬ ‫ه‬ ‫ون‬ ‫د‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ن‬
َ ‫و‬ُ َ‫ين ت‬
‫ع‬ ‫د‬ َ ‫ك َوٱلذ‬ َّ ‫… ٰذَلِ ُك ُم‬
ُ ‫ٱَّللُ َربُّ ُكم لَهُ ٱل ُمل‬
ۡ ٓۚۡ ِ ۡ ِ ِ ۡ ِ ِ ۡ ۡ ۡۖۡ ۡ ِ ۡ ۡ
‫ك ِمث ُل َخبِري‬ ‫ئ‬ِ‫ب‬ ‫ن‬
َ ُ َُ َ ‫ي‬ ‫َل‬
‫و‬
َ ‫م‬ ‫ك‬ُ ‫ك‬
‫ر‬ ‫ش‬ ‫ب‬ ‫ن‬َ ‫و‬‫ر‬ُ َ‫ُد َعآءَ ُكم َولَو ََسعُواْ َما ٱستَ َجابُواْ لَ ُكم َويَوَم ٱلقيَ َٰمة ي‬
‫ف‬ُ ‫ك‬
)13( … Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya-lah
kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada
mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. (14) Jika kamu menyeru mereka,
mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak
dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka akan
mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan
kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui. (QS. Fathir (35):
13-14)
Dengan memperhatikan dua ayat di atas, perbuatan berdoa atau menyembah kepada
selain Allah pada surat fathir (35) ayat 13-14 disebut dengan syirik, sedangkan pada surat
al mukminun (23) ayat 117 disebut dengan kafir.
Kembali pada surat At Taubah (9) ayat 33, Ibnu katsir rah.a dalam tafsirnya menjelaskan
bahwa al huda (petunjuk) adalah Al-Qur’an, berita kebenaran, iman yang shahih, dan ilmu
yang bermanfaat yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Adapun dinu al
haq (agama yang benar) adalah Islam berupa amal perbuatan yang shahih dan bermanfaat di
dunia dan di akhirat.
Merujuk pada firman Allah di surat an-Nahl (16) ayat 89,
ِِ ِ ٍ ِ ‫… ونََّزلْنا علَيك الْ ِكتاب تِب ي‬
َ ‫ان ل ُك ِل َش ْيء َوُه ًدى َوَر ْْحَةً َوبُ ْشَرى ل ْل ُم ْسلم‬
‫ي‬ ً َْ َ َ َ ْ َ َ َ
Ada empat alasan mengapa Al-Qur’an menjadi sumber manhaju al hayah (kurikulum
hidup manusia):
Pertama, Al-Qur’an adalah tibyaanan likulli syai-in (penjelasan segala sesuatu).
Maksudnya adalah al-Qur’an itu sebagai penjelasan dan jawaban atas segala persoalan
kemanusiaan.
Kedua, Al-Qur’an adalah hudan (petunjuk). Petunjuk bagi manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia ini agar terbebas dari kekeliruan, kesalahan dan kesesatan.
Ketiga, Al-Qur’an adalah rahmah (kebaikan yang berlimpah). Bahwa dengan mengikuti
dan menjalankan petunjuk al-Qur’an akan mendapatkan kebaikan yang berlimpah dan kasih
sayang Allah meliputi mereka.
Keempat, Al-Qur’an adalah busyra (kabar gembira). Kabar gembira bagi siapa saja yang
tunduk kepada Allah, melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan menjalani
hidup berdasarkan petunjuk al-Qur’an akan memperoleh busyra (kabar gembira).
Dalam interaksinya dengan Al Qur’an, manusia dikelompokkan menjadi tiga kelompok
sebagaimana pengelompokan di awal-awal surat Al Baqarah yaitu kelompok Mukminun

2
(orang-orang yang beriman), kelompok Kaafirun (orang-orang yang kafir), dan kelompok
Munaafiqun (orang-orang yang munafik).

ِ ‫( ِلي ُۡظ ِه َر ۥهُ َعلَى ٱلد‬untuk memenangkannya di atas segala


Menafsirkan firman Allah, ‫ِين ُك ِل ِه‬
agama) Ibnu katsir menegaskan bahwa penggalan ayat ini adalah jaminan dari Allah Azza Wa
Jalla bahwa Islam dan ajarannya akan menjadi pemenang di atas semua agama di muka bumi
ini. Juga seperti yang disabdakan oleh baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam,

‫إن هللا زوايل األرض مشارقها ومغارهبا وسيبلغ ملك أميت ما زوي يل منها‬
Sesungguhnya Allah menghimpunkan untukku bumi, Timur dan Baratnya, dan
kelak kekuasaan ummatku akan mencapai wilayah yang dihimpunkan untukku.
(HR. Muslim)
Pembahasan tentang al dien, secara bahasa memiliki banyak makna diantaranya
bermakna hutang, seperangkat aturan, adat istiadat, pola hidup, pembalasan, ketaatan, dan yang
senada dengan makna-makna tersebut. Menurut Syed Muhammad Naquib Al Attas makna dien
dapat dipadatkan menjadi empat makna utama yaitu, (1) keberhutangan; (2) ketundukan; (3)
kekuatan hukum; dan (4) kehendak hati atau kecenderungan alamiah.

Hikmah dan Pelajaran

Pertama, secara umum ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan oleh Allah kepada
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam diantaranya adalah surat At-Taubah ayat 33 adalah
bahwa selain untuk dibaca secara baik dan benar juga adalah untuk ditadabburi dan
diimplementasikan dalam kehidupan, sebagaimana firman Allah,
ۡ ۡ ۡ
ۡ ‫َنزلٰنه إِل‬
ِ َ‫ك ُم ََٰبك لِيَدَّبَّرٓواْ ءايَٰتِ ِهۦ ولِيَ تَ َذ َّكر أ ُْولُواْ ٱألَلب‬
‫ٰب‬ َ ‫ي‬ َ ُ َ‫بأ‬
َ ِ
ٌ َ‫كٰت‬
َ َ َ ُ َ
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS. Shad (38): 29)
Kedua, ayat ini berisi kabar gembira dan penguatan bagi umat Islam terutama bagi para
da’i yang mendakwahkannya dan bagi yang mengamalkan ajarannya bahwa Allah telah
menjanjikan dan menjamin Islam sebagai ajaran yang sempurna dan menjadi pemenang di atas
semua agama. Sehingga umat Islam harus yakin tanpa keraguan sedikitpun terhadap Allah yang
Maha menepati janji.
Ketiga, Allah Azza Wa Jalla telah mengutus Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bil huda wa dini al haqqi (dengan petunjuk dan dengan agama yang benar) kepada manusia.
Dengan petunjuk manusia tertuntun dan menjadi teranglah jalan kebenaran yang harus
ditapakinya dalam kehidupan. Dan dengan dienu al Islam manusia menjadi percaya diri
menjalani hidup, menjadi tenang beribadah dan menjadi selamat hidupnya di dunia dan di
akhirat. Karena Allah berfirman,
َ ‫َ َّ إ إ‬ َ ‫َّ د‬
ُۗ‫ٱۡلسلَٰم‬
ِ ِ ‫إِن ٱلِين عِند ٱَّلل‬
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali Imran
(3): 19)
ِ ‫لِي ۡظ ِهرهۥ علَى‬
‫ٱلدي ِن ُكلِ ِه‬ َ َُ ُ
3
Untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, (QS. At taubah (9): 33)

Berdasarkan ayat ini, ketika Islam dibenturkan dengan adat istiadat di masyarakat, maka
adat istiadat Islam adalah yang terbaik. Ketika dibenturkan dengan pola hidup dan gaya hidup
manusia modern yang bervariasi dan tidak tetap maka Islam adalah pola hidup dan gaya hidup
terbaik bagi manusia, dan ketika dibenturkan dengan ajara agama manapun maka ajaran Islam
adalah ajaran yang terbaik sepanjang umur kehidupan manusia.
Keempat, Umat Islam harus selalu berhati-hati dan bersikap waspada terhadap kaum
kafir terutama dari kaum munafik yang tidak jantan menunjukkan kekafirannya. Karena fii
quluubihim maradhun di hati-hati mereka terdapat penyakit, terutama penyakit kebencian di
hati mereka terhadap Islam dan kaum muslimin. Dan mereka selalu lihai melihat celah dan
licik untuk merusak citra Islam dan kaum muslimin. Karena itulah umat Islam tidak hanya
dituntut untuk semangat dan sungguh-sungguh berhijrah (kembali kepada syariat Allah) tapi
juga harus semangat dan sungguh-sungguh berjihad di jalan Allah untuk mendapatkan
kemenangan dan kejayaan yang dijanjikan Allah Azza Wa Jalla, sebagaimana firman-Nya,
ٓۚ َّ ‫ٱَّلل أُوٰلَٓئِك ي ۡرجون ر ْۡحت‬
َّ ‫ٱَّللِ َو‬
‫ٱَّللُ َغ ُفور َّرِحيم‬ ِ ِ َّ ِ َّ ِ
َ َ َ َ ُ َ َ ْ َّ ‫اج ُرواْ َو َٰج َه ُدواْ ِِف َسبِ ِيل‬
َ ‫ين َه‬ َ ‫إ َّن ٱلذ‬
َ ‫ين ءَ َامنُواْ َوٱلذ‬
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan
berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-baqarah (2): 218)
Dalam kaitannya dengan semangat dan kesungguhan berjihad, Ibnul Qayyim memetakan
jihad menjadi empat tingkatan jihad:
(1) al jihadu ‘ala al nafsi (Jihad dalam memerangi dan menundukkan hawa nafsu). Yaitu
jihad dengan ilmu, dengan amal shalih, dengan dakwah dan dengan sabar, sesuai dengan
penekanan dan implementasi di surat al Ashr (103);
(2) al jihadu ‘ala al syaithani (Jihad melawan setan). Yaitu dengan sabar dan ilmu,
karena setan hanya menyerang manusia dengan syahwat dan syubhat. Serangan setan dari
syahwat hanya bisa ditameng dengan sabar, dan serangan setan dari syubhat hanya bisa
ditameng dengan ilmu;
(3) al jihadu ‘ala al kuffar wa al munaafiqien (Jihad melawan orang-orang kafir dan
munafik). Yaitu jihad dengan harta dan diri melalui lisan, tulisan dan senjata;
(4) al jihadu ‘ala al munkarat wa al bid’at (jihad melawan pelaku kemungkaran dan
pelaku bid’ah). Yaitu dengan tangan (kekuasaan), dengan lisan (aturan tertulis), dan dengan
hati (ketidakridhaan).

Anda mungkin juga menyukai