Anda di halaman 1dari 51

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teologis

Pendidikan agama Islam di madrasah dalam prakteknya ataupun

implementasinya jika ditinjau dari perspektif Islam merupakan pendidikan

berupa nilai-nilai Islam berfokus pada pembentukan karakter, dimulai dari

individu yang baik, menuju kelompok yang baik hingga membentuk adanya umat

yang baik (generasi muda) yang berkarakter dan moderat. Pembahasan terkait

pendidikan akhlak (karakter) ini dibahas dalam beberapa ayat Al-Qur’an antara

lain:

Dalam Surah Ar-Rum ayat 30:

َ ) ِ‫ق ٱهَّلل ۚ ِ ٰ َذل‬


‫ك‬ ۡ ۚ َ َّ‫ِّين َحنِ ٗيف ۚا فِ ۡط َرتَ ٱهَّلل ِ ٱلَّتِي فَطَ َر ٱلن‬
ِ )‫اس َعلَ ۡيهَا اَل ت َۡب) ِدي َل لِخَل‬ ِ ‫فََأقِمۡ َو ۡجهَكَ لِلد‬
ٰ ۡ ُ ‫ٱلد‬
َ‫اس اَل يَ ۡعلَ ُمون‬ِ َّ‫ِّين ٱلقَيِّ ُم َولَ ِك َّن َأ ۡكثَ َر ٱلن‬
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”.

Maka berdasarkan ayat di atas bahwa pendidikan agama Islam adalah

menjadikan setiap peserta didik untuk menjadi manusia yang bertaqwa sehingga

memiliki karakter (berakhlakul karimah) sesuai dengan fitrah yang ia miliki sejak

lahir. Bahkan dalam hal sekecil apapun peserta didik dalam kesehariannya

diajarkan kebiasaan-kebiasaan yang baik seperti cara memakai pakaian setiap

memasuki masjid dan adab makan dan minum. Sebagaimana Allah SWT

berfirman dalam Al-Qur’an Surat al-A’raf ayat 31 :

21
22

ُّ‫ُوا َواَل تُ ۡس)) ِرفُ ٓو ۚ ْا ِإنَّ ۥهُ اَل ي ُِحب‬ ۡ ‫وا َو‬
ْ ‫ٱش َرب‬ ْ ُ‫وا ِزينَتَ ُكمۡ ِعن َد ُكلِّ َم ۡس ِج ٖد َو ُكل‬
ْ ‫۞ ٰيَبَنِ ٓي َءا َد َم ُخ ُذ‬
َ‫ۡٱل ُم ۡس ِرفِين‬
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Oleh karena itu dengan adanya pendidikan agama Islam di madrasah, peran

dan tugas guru sebagai orang berilmu (al ulama warosatul anbiya) yang

senantiasa memberikan pengajaran dan pendidikan untuk mengingatkan dan

membimbing peserta didiknya agar menjadi manusia yang beriman dan

bermanfaat dalam menjalani hidup di dunia. Seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an

Surat Yunus: 101

ۡ َ‫ُ))ر ۡدكَ بِخ َۡي)) ٖر فَاَل َرٓا َّد لِف‬


‫ض))لِ ۚ ِهۦ‬ ِ ‫))و َوِإن ي‬َ ۖ ُ‫اش))فَ لَ ٓۥهُ ِإاَّل ه‬
ِ ‫ض)) ٖ ّر فَاَل َك‬ُ ِ‫ك ٱهَّلل ُ ب‬
َ ))‫َوِإن يَمۡ َس ۡس‬
ۡ
‫صيبُ بِِۦه َمن يَ َشٓا ُء ِم ۡن ِعبَا ِدۦۚ ِه َوهُ َو ٱل َغفُو ُر ٱل َّر ِحي ُم‬ ِ ُ‫ي‬
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah
bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan
bagi orang-orang yang tidak beriman".

Dijelaskan pula dalam ayat lain tentang pendidikan agama Islam yang

senantiasa berusaha menjadikan peserta didik agar memiliki karakter (akhlak

karimah) dalam menjalani kehidupan dengan sesamanya. Sebagaimana Allah

SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat an-Nahl: 90


ۖ
َ )ُ‫)ر َأ ۡو ُأنثَ ٰى َوه‬
ۡ‫ن فَلَنُ ۡحيِيَنَّهۥُ َحيَ) ٰ)و ٗة طَيِّبَ) ٗ)ة َولَن َۡج) ِزيَنَّهُم‬ٞ ‫)و ُم) ۡ)ؤ ِم‬ َ ٰ ‫)ل‬
ٍ )‫ص )لِ ٗحا ِّمن َذ َك‬ َ )‫َم ۡن َع ِم‬
ْ ُ‫َأ ۡج َرهُم بَِأ ۡح َس ِن َما َكان‬
َ‫وا يَ ۡع َملُون‬
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran.”
Karakter (akhlak) peserta didik yang religius dalam kehidupan sehari-hari

juga dapat terlihat dalam hal contoh kecil misalnya ketika peserta didik akan

memasuki ruang kelas/ruang kantor guru dan bertamu ke rumah temannya,


23

peserta didik yang berkarakter akan mengucapkan salam terlebih dahulu.

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat an-Nur: 27,

‫وا َعلَ ٰ ٓى َأ ۡهلِهَ) ۚ)ا‬ ْ )‫وا بُيُوتًا غ َۡي َر بُيُوتِ ُكمۡ َحتَّ ٰى ت َۡست َۡأنِ ُس‬
ْ ‫وا َوتُ َس)لِّ ُم‬ ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ْ ُ‫وا اَل ت َۡد ُخل‬
ۡ ۡ‫ٰ َذلِ ُكم‬
َ‫ر لَّ ُكمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ تَ َذ َّكرُون‬ٞ ‫خَي‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang
bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu)
ingat.”

Terkait perihal di atas dijelaskan pula di dalam hadits dari Abu Hurairah

Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

ُ ‫ار َم ُألتَ ِّم َم بُ ِع ْث‬


‫ت ِإنَّ َما‬ ِ ‫اَأل ْخ‬
ِ ‫الق َم َك‬
“Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq “(HR. Ahmad).

Hadis tersebut menjelaskan bahwa pendidikan agama Islam bertujuan

merubah perilaku (akhlak) manusia, sehingga seseorang yang telah mengikuti

pendidikan agama Islam diharapkan memiliki karakter religius dan sikap

moderasi dalam beragama yang penuh dengan kasih sayang dan toleransi.

Sehingga guru pendidikan agama Islam salah satunya memiliki peran

memberikan “warna” kehidupan yang baik bagi peserta didik agar kembali

kepada fitrahnya (minad dzulumati ila nur).

Mengenai hal tersebut dijelaskan dalam hadist yang diriwayatkan oleh al-

Baihaqi dan ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabir yang artinya berbunyi:

ٍ ‫ط َر ِة َعلَى ُأ ُّمهُ تَلِ ُدهُ ِإ ْن َس‬


‫ان‬ ْ ِ‫يُ َمجِّ َسانِ ِه َأ ْو يُنَصِّ َرانِ ِه َأ ْو يُهَ ِّو َدانِ ِه فََأبَ َواهُ ْالف‬
ُّ‫ُكل‬
“Setiap manusia dilahirkan oleh ibunya di atas fitrah. Kedua orang tuanya
yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
24

Dengan demikian dari penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis di atas,

dapat diketahui dan disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam memiliki

landasan dasar utama terdiri atas dua macam, yaitu:

a. Al-Qur‟an

Al-Qur‟an sebagai kitab undang-undang, hujjah dan petunjuk. Di dalamnya

mengandung banyak hal menyangkut segenap kehidupan manusia termasuk

pendidikan. Sebagaimana surat an-Nahl ayat 89:

‫ك َش) ِهيدًا َعلَ ٰى ٰهَ) ُؤاَل ۚ ِء‬ َ )ِ‫ث فِي ُك))لِّ ُأ َّم ٍة َش) ِهيدًا َعلَ ْي ِهم ِّم ْن َأنفُ ِس) ِه ۖ ْم َو ِجْئنَ))ا ب‬ُ ‫َويَ))وْ َم نَ ْب َع‬
َ‫َاب تِ ْبيَانًا لِّ ُكلِّ َش ْي ٍء َوهُدًى َو َرحْ َمةً َوبُ ْش َر ٰى لِ ْل ُم ْسلِ ِمين‬ َ ‫َونَ َّز ْلنَا َعلَ ْيكَ ْال ِكت‬
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu
(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan
kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri.”

b. As-Sunnah

Dasar kedua pendidikan Islam adalah As-Sunnah. Jumhur Muhadditsin

mengartikan Sunnah ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad

Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya.

Pendidikan agama Islam di madrasah hendaknya lebih mengutamakan pada

pendidikan karakter dan sikap moderat menghargai sesama. Menurut Yusuf

Qaradhawi sebagaimana dikutif Nurul Fitria (2017: 39), mengatakan bahwa:

“Pendidikan karakter Islam merupakan pendidikan manusia seutuhnya baik akal


maupun hati, rohani dan jasmani, akhlak dan keterampilan. Sebab pendidikan
Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam kondisi damai maupun
perang dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan
dan kesejahteraannya, manis dan pahitnya”.
25

Oleh karena itu, pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar untuk

menyiapkan siswa agar mengimani, meyakini, dan mengamalkan pedoman

ajarannya dengan suka hati, melalui pembinaan dan pengajaran dengan tetap

menggunakan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan

kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat demi mewujudkan

persatuan nasional. Sehingga maju mundurnya nasib suatu bangsa atau

negara ada di tangan para siswa atau peserta didik sebagai generasi muda

dalam melanjutkan pembangunan di kemudian hari. Hal itu dijelaskan dalam

Al Quran Surah Ar Ra’d ayat 11 :

ُ‫ِإ َّن هَّللا َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَوْ ٍم َحتَّ ٰى يُ َغيِّرُوا َما بَِأنفُ ِس ِه ۗ ْم َوِإ َذا َأ َرا َد هَّللا ُ بِقَوْ ٍم سُو ًءا فَاَل َم َر َّد لَ ۚه‬
‫َو َما لَهُم ِّمن ُدونِ ِه ِمن َوا ٍل‬
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.

Pembelajaran dan pengajaran dibidang pendidikan ini harus dilakukan

dengan secara maksimal sehingga, dapat menghadirkan pendidikan Islam yang

damai dari segala pihak agar terciptanya rahmatallilalamin yang berarti

pendekatan-pendekatan uswatun hasanah. Dengan mencontoh keteladanan

Rasulullah. Sebagaimana Allah SWT jelaskan dalam Al Quran surat Al Ahzab

ayat 21:

َ ‫)ر هَّللا‬ َ )‫لَّقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل هَّللا ِ ُأس َْوةٌ َح َسنَةٌ لِّ َمن َكانَ يَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليَوْ َم اآْل ِخ‬
َ )‫)ر َو َذ َك‬
‫َكثِيرًا‬
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

Dan Allah berfirman dalam Surah Al Anbiya ayat 107:


26

َ َ‫و َمٓا َأ ۡر َس ۡل ٰن‬...


َ‫ك ِإاَّل َر ۡح َم ٗة لِّ ۡل ٰ َعلَ ِمين‬ َ
“…Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam.”

Maka untuk mewujudkan hal tersebut di atas perlu melakukan moderasi

dalam pendidikan Islam dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam itu

sendiri. Budaya madrasah adalah beberapa nilai yang menjadi pondasi

berperilaku, bertradisi, dan melakukan kebiasaan keseharian yang dipraktekkan

di madrasah.

B. Landasan Filosofis

Filsafat pendidikan Islam terbentuk dari perkataan filsafat, pendidikan dan

Islam. Penambahan kata Islam diakhir itu untuk membedakan filsafat pendidikan

Islam dari pengertian filsafat pendidikan secara umum. Dengan demikian filsafat

pendidikan Islam mempunyai pengertian secara khusus yang ada kaitannya

dengan ajaran Islam.

Menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, melihat falsafah


pendidikan adalah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam
pengalaman manusia yang disebut pendidikan. Secara rinci dikemukakan bahwa
falsafah pendidikan merupakan usaha untuk mencari konsep-konsep di antara
gejala yang bermacam-macam meliputi: (1) proses pendidikan sebagai rancangan
yang terpadu dan menyeluruh; (2) menjelaskan berbagai makna yang mendasar
tentang segala istilah pendidikan; dan (3) pokok-pokok yang menjadi dasar dari
konsep pendidikan dalam kaitannya dengan bidang kehidupan manusia (al-
Syaibany, 2003: 40).

Dalam masyarakat Islam pendidikan Islam itu merupakan ajaran-ajaran

berdasar pada wahyu, yang juga menjadi dasar dari pemikiran filsafat pendidikan

Islam. Hal ini menunjukkan falsafah pendidikan Islam yang berisi teori umum

mengenai pendidikan Islam, dibina atas dasar konsep ajaran Islam yang termuat

dalam al-Qur’an dan hadis. Hal ini sejalan dengan berfikir falsafi, yakni
27

mendasar, menyeluruh tentang kebenaran yang ditawarkan yaitu kebenarah Tuhan

yang mutlak.

Selanjutnya banyak pakar yang mendefinisikan Filsafat Pendidikan Islam,

Omar Mohamad al-Toumy al-Syaibany, menurutnya bahwa filsafat pendidikan

Islam tidak lain ialah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam

bidang pendidikan yang didasarkan pada ajaran Islam. Beliau juga menyebutkan

penjelasannya dalam bukunya Falsafah Pendidikan Islam yang mengarah kepada

pengertian Filsafat Pendidikan Islam seperti dalam kutipan berikut (al-Syaibany,

2003: 47):

“Jika kita telah membicarakan tentang kepentingan pembinaan falsafah


pendidikan secara umum, kita tidak menentukan jenis falsafah yang harus
menonjol pada falsafah itu. Judul atau bab yang kita bincangkan tentang sifat-sifat
falsafah dan apa yang disebut bagi falsafah ini tentang sumber-sumber, unsur-
unsur, dan syarat-syarat dari dan apa yang akan kita sebut tentang prinsip-prinsip,
kepercayaan-kepercayaan, andaian-andaian dan premis yang menjadi asas falsafah
ini, yaitu falsafah pendidikan yang berasal dari prinsip-prinsip dan ruh Islam.
Itulah Falsafah Islam untuk pendidikan, atau disebut filsafat pendidikan Islam”.

Abudin Nata (1997: 64) berpendapat bahwa filsafat pendidikan Islam itu

adalah kajian filosofis mengenai berbagai masalah dalam kegiatan pendidikan

yang dilandaskan pada al-Qur’an dan Al-hadis sebagai sumber kehidupan, dan

didukung pendapat para ahli, khususnya para filosof muslim sebagai sumber

sekunder. Selain itu filsafat pendidikan Islam dapat dikatakan suatu upaya

menggunakan jasa filosofis, yakni berfikir secara mendalam, sistematik, radikal,

dan universal tentang masalah-masalah pendidikan, seperti masalah manusia

(anak didik), guru, kurikulum, metode, lingkungan dengan menggunakan al-

Qur’an dan al-Hadis sebagai dasar acuannya. Dengan demikian, filsafat

pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang
28

berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam,

jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas tanpa batas etika sebagaimana

dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.

Jalaluddin (2018:110), menyebutkan bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu

merupakan hasil pemikiran para filosof berdasarkan sumber yang berasal dari

wahyu Ilahi, sedangkan falsafah pendidikan lainnya berasal dari hasil renungan

(pemikiran) yang didasarkan atas kemampuan rasio. Hasil pemikiran yang

bersumber dari wahyu bagaimanapun memiliki kebenaran yang mutlak, tidak

tergantung pada kondisi ruang dan waktu. Sebaliknya hasil pemikiran berdasarkan

rasio, sangat tergantung kepada kondisi ruang dan waktu.

Kajian Filsafat pendidikan Islam beranjak dari kajian filsafat pendidikan

yang termuat dalam al-Qur’an dan hadis yang telah diterapkan oleh Nabi

Muhammad Saw, baik selama periode Makkah maupun selama periode Madinah.

Filsafat Pendidikan Islam yang lahir bersamaan dengan turunnya wahyu pertama

itu telah meletakkan dasar kajian kokoh, mendasar, menyeluruh serta terarah ke

suatu tujuan yang jelas, yaitu sesuai dengan tujuan ajaran Islam itu sendiri.

Salah satu persoalan yang melatar belakangi tentang adanya konsep dan

teori pendidikan Islam ialah karena belum ditemukannya konsep dan teori baru

yang memadai, selama ini konsep dan teori yang berkembang lebih banyak

merupakan pemikiran dari barat yang bersifat antroposentris. Meskipun secara

filosofis-teologis struktur pada sistem dapat terintrgasi dengan nilai-nilai

pendidikan Islam dan akan lebih menuju ke arah yang lebih unggul dengan

sistem-sistem pendidikan Islam. Selanjutnya konsep dasar pengembangan


29

pendidikan Islam adalah filsafat dan teori pendidikan yang sesuai dengan ajaran

Islam, artinya pendidikan Islam tidak terlepas dari filsafat ketuhanan (ilahiyah)

“teosentris” sebagai sumber nilai (value), motivasi dan teorinya mengutip

pernyataan dari Azyumardi Azra (2002: 60) dalam “Islam dan budaya lokal”

bahwa Islam Indonesia adalah flowery Islam atau Islam yang berbunga-bunga.

Hal senada juga diutarakan oleh Tafsir (2014: 60) bahwa secara filosofis

pendidikan Islam itu pada hasilnya adalah berbuah “manis” dengan menjadikan

peserta didik mempunyai ahlak mulia (karakter religius) dalam kesehariannya

baik di lingkungan madrasah, tempat tinggalnya dan masyarakat. Dan hal itu

sesuai dengan tujuan nasional pendidikan yang terdapat dalam undang undang

sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 yaitu salah satunya menjadikan

peserta didik yang berakhlakul karimah. Sehingga pendidikan agama Islam yang

berlangsung di madrasah itu secara filosofis dapat mengamalkan ajaran-ajaran dan

perintah Allah SWT yang terkandung dalam Al Quran dan Al-hadis tujuannya

agar peserta didik yang telah mengikuti proses pendidikan agama islam di

madrasah menjadi manusia paripurna yakni insan kamil yang memiliki karakter

religius dan pemikiran yang moderat.

C. Pendidikan Agama Islam Pada Madrasah Ibtidaiyah

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan merupakan kata yang sangat banyak di gunakan, karena itu dapat

di pastikan bahwa setiap orang mengenal istilah Pendidikan seperti Pendidikan

agama yang merupakan salah satu subyek pelajaran yang wajibdi masukan

kedalam kurikulum lembaga pendidikan formal di Indonesia


30

Dalam Bahasa Arab pengertian Pendidikan sering di artikan kedalam

beberapa istilah antara lain: at-ta’lim, at-tarbiyah, dan at-ta’dib. At-ta’lim berarti

pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengetahuan dan

keterampilan. At-tarbiyah berarti mendidik, mengasuh. At-ta’dib lebih condong

pada proses mendidik yang beroriantasi pada akhlak atau moral peserta didik.

Akan tetapi kata Pendidikan ini lebih sering di artikan dengan “tarbiyah” yang

berarti Pendidikan (Nur Aly, 1999:3)

Keputusan mentri agama mengenai Pendidikan agama Islam tertuang dalam

KMA No. 184 tahun 2019 pendidikan agama Islam di madrasah, di jelaskan

bahwa Pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar dan terencana dalam

menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga

mengimani ajaran agama Islam dengan tuntutan untuk mengetahui penganut

agama lain agar terjalin hubungan kerukunan antar kerukunan umat beragama

hingga tercipta kesatuan dan persatuan bangsa negara Indonesia.

Menurut Zakiyah Drajat (2010: 87) Pendidikan Agama Islam adalah suatu

usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat

memahami ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati tujuan dan dapat

mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pedoman hidup.

Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam secara keseluruhannya dalam

lingkup Al-Qur’an dan Hadits, Aqidah Akhlaq, Fiqih dan sejarah Kebudayaan

Islam (SKI) sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup Pendidikan agama

Islam yang mencakup perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan


31

hubungan manusia dengan Allah SWT diri sendiri sesama manusia, makhluk

lainnya maupun lingkungannya (hablum minallah wa hablum minannaas)

Menurut Armai Arief (2002: 20) Pendidikan Islam merupakan sebuah proses

yang di lakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya, beriman

dan bertakwa kepada Allah SWT serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai

khalifah Allah di bumi ini yang bersumber kepada ajaran Al-Qur’an dan As-

Sunnah, maka tujuan dalam konteks ini berarti terciptanya insan-insal yang

berguna bagi bangsa dan negaranya.

Begitupun Pendidikan Agama Islam (PAI) Masyarakat awam

mempersepsikan Pendidikan itu identik dengan sekolah ataupun madrasah,

pemberian pelajaran, melatih anak dan sebagainya. Sebagian masyarakat lainnya

memiliki pemahaman bahwa Pendidikan perlu menyangkut berbagai aspek yang

sangat luas termasuk semua pengalaman yang di peroleh anak dalam pembentukan

dan pematangan pribadinya, baik dari orang lain maupun oleh dirinya sendiri.

Sedangkan Pendidikan agama Islam merupakan Pendidikan yang di dasarkan pada

nilai-nilai Islam yang berisikan ajaran Islam.

Undang-undang Republik Indonesia Noor 20 tahun 2003 mengenai Sistem

Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa:

“Pendidikan agama Islam merupakan merupakan upaya sadar dan terencana


dalam menyiapkan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk mengembangkan kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari
sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Hadist melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, Latihan, serta penggunaan pengalaman.”

Pendapat lain menurut Ahmad Tafsir (2014: 24), Pendidikan Agama Islam

adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa agar memahami ajaran Islam untuk
32

terampil yang dapat mempraktekan ajaran Islam untuk diri sendiri dan

mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam

Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian

muslim, maka Pendidikan Islam membutuhkan sebuah dasar yang di jadikan

landasan program Pendidikan agar dapat memberikan arahan bagi pelaksanaan

Pendidikan sebagai bahan acuan Pendidikan Islam untuk mengetahui nilai

kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik agar dapat

menghantarkan peserta didik ke arah pencapaian Pendidikan Islam, baik sebagai

konsep maupun sebagai aktivitas yang bergerak dalam rangka pembinaan

kepribadian yang utuh serta sempurna atau dibtuhkan landasan yang kokoh agar

Pendidikan Islam tidak terlepas dari landasan yang terkait dari sumber landasan

Islam itu sendiri.

Nabi mencontohkan kepada kita mana amalan baik yang baik kepada

istrinya, sahabatnya dan kepada kita semua agar mereka dapat mempraktekkan

sebagaimana yang di contohkan Nabi untuk kita amalkan dan ajarkan kepada

orang lain. Baik dari perkataan, perbuatan atau persetujuan nabi yang telah di

sebut dalam hadist atau sunnah.

Al-Qur’an dan As-Sunnah di jadikan sebagai pedoman, maka Pendidikan

Islam perlu di wujudkan dalam pondasi bangunan yang kokoh dan berakar kuat.

Sehingga akan mewarnai corak ke-Islaman dalam berbagai aspek kehidupan yang

berawal dari lingkungan keluarga (orang tua), madrasah dan masyarakat.


33

Oleh karena itu menurut M. Quraisyh shihab (2008: 724), keteladanan

diperuntukan agar tidak jarang nilai-nilai yang bersifat abstrak itu di pahami,

bahkan tidak terlihat keindahan dan manfaatnya oleh orang lain. Hal serupa dapat

di pahami dengan perumpamaan yang kongkret dan indrawi. Mengenai

keteladanan, adapula dalam hal ini melebihi dalam perumpamaan yang berfungsi

sebagai perananya akan keteladanan yang di perlukan dan memiliki peranan yang

sangat besar dalam mentransfer sifat dan karakter.

3. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan Pendidikan menjadi faktor yang utama, oleh karenanya suatu arah

yang hendak di capai dan di tuju perlu di peroleh melalui Pendidikan itu sendiri.

Demikian pula hal ini dengan Pendidikan Agama Islam, yang tercakup mata

pelajaran akhlak mulia di maksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi

menusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT Tuhan yang maha Esa

serta berakhlak mulia Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral

sebagai wujud dari Pendidikan agama (UU Sisdiknas No.20 tahun 2003).

Tujuan Pendidikan secara formal perlu di artikan sebgai rumusan

Tujuan pendidikan secara formal diartikan sebagai rumusan kualifikasi,

pengetahuan, kemampuan dan sikap yang harus dimiliki oleh anak didik setelah

selesai suatu pelajaran di madrasah, karena tujuan berfungsi mengarahkan,

mengontrol dan memudahkan evaluasi suatu aktivitas sebab tujuan pendidikan itu

adalah identik dengan tujuan hidup manusia.

1) Tujuan Umum
34

Tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah untuk mencapai kualitas

yang disebutkan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits, sedangkan fungsi pendidikan

nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut

pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang tercantum

dalam Undang-Undang Dasar No. 20 Tahun 2003.

Dari tujuan umum pendidikan di atas berarti Pendidikan Agama bertugas

untuk membimbing dan mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang

beriman teguh sebagai refleksi dari keimanan yang telah dibina oleh penanaman

pengetahuan agama yang harus dicerminkan dengan akhlak yang mulia sebagai

sasaran akhir dari Pendidikan Agama itu.

Tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai hamba

Allah. Tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip

Surat At-Takwir ayat 27:

َ‫ر لِّ ۡل ٰ َعلَ ِمين‬ٞ ‫ ِإ ۡن هُ َو ِإاَّل ِذ ۡك‬...


“… Al Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam”.

Berdasarkan ayat tersebut sangatlah jelas bahwa Al-quran sebagai dasar

pendidikan agama Islam yang diperuntukan untuk memberi peringatan bagi

semua manusia dalam menjalani kehidupan dunia. Jadi, menurut Islam


35

pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia yang

menghambakan diri kepada Allah atau dengan kata lain beribadah kepada Allah.

Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan

tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup

manusia itu menurut Allah adalah beribadah kepada Allah, ini diketahui dari

Surat Adz-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi:

َ ‫ت ۡٱل ِج َّن َوٱِإۡل‬


‫نس ِإاَّل لِيَ ۡعبُ ُدو ِن‬ ُ ‫و َما خَ لَ ۡق‬...
َ
“…Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.”

2) Tujuan Khusus

Tujuan khusus Pendidikan Agama adalah tujuan yang disesuaikan dengan

pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan jenjang pendidikan yang

dilaluinya, sehingga setiap tujuan Pendidikan Agama pada setiap jenjang

madrasah mempunyai tujuan yang berbeda-beda, seperti tujuan Pendidikan

Agama di madrasah ibtidaiyah berbeda dengan tujuan Pendidikan Agama di MTs,

MA dan berbeda pula dengan tujuan Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa tujuan Pendidikan Agama

Islam adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang ajaran Islam, keterampilan

mempraktekkannya, dan meningkatkan pengamalan ajaran Islam itu dalam

kehidupan sehari-hari. Jadi, secara ringkas dapat dikatakan bahwa tujuan utama

Pendidikan Agama Islam adalah keberagaman, yaitu menjadi seorang Muslim

dengan intensitas keberagaman yang penuh kesungguhan dan didasari oleh

keimanan yang kuat.


36

Upaya untuk mewujudkan sosok manusia seperti yang tertuang dalam

definisi pendidikan di atas tidaklah terwujud secara tiba-tiba. Upaya itu harus

melalui proses pendidikan dan kehidupan, khususnya Pendidikan Agama dan

kehidupan beragama. Proses itu berlangsung seumur hidup, di lingkungan

keluarga, madrasah dan lingkungan masyarakat.

Apabila diperhatikan dalam proses perkembangan Pendidikan Agama Islam,

salah satu kendala yang paling menonjol dalam pelaksanaan Pendidikan Agama

ialah masalah metodologi. Metode merupakan bagian yang sangat penting dan

tidak terpisahkan dari semua komponen pendidikan lainnya, seperti tujuan,

materi, evaluasi, situasi dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan

Pendidikan Agama diperlukan suatu pengetahuan tentang metodologi Pendidikan

Agama, dengan tujuan agar setiap pendidik agama dapat memperoleh pengertian

dan kemampuan sebagai pendidik yang profesional.

Setiap guru Pendidikan Agama Islam harus memiliki pengetahuan yang

cukup mengenai berbagai metode yang dapat digunakan dalam situasi tertentu

secara tepat. Guru harus mampu menciptakan suatu situasi yang dapat

memudahkan tercapainya tujuan pendidikan. Menciptakan situasi berarti

memberikan motivasi agar dapat menarik minat siswa terhadap Pendidikan

Agama yang disampaikan oleh guru. Karena yang harus mencapai tujuan itu

siswa, maka ia harus berminat untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk menarik

minat itulah seorang guru harus menguasai dan menerapkan metodologi

pembelajaran yang sesuai.


37

Metodologi merupakan upaya sistematis untuk mencapai tujuan, oleh karena

itu diperlukan pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Tujuan harus dirumuskan

dengan sejelas-jelasnya sebelum seseorang menentukan dan memilih metode

pembelajaran yang akan dipergunakan. Karena kekaburan dalam tujuan yang

akan dicapai, menyebabkan kesulitan dalam memilih dan menentukan metode

yang tepat.

Setiap mata pelajaran memiliki kekhususan-kekhususan tersendiri dalam

bahan atau materi pelajaran, baik sifat maupun tujuan, sehingga metode yang

digunakan pun berlainan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran

lainnya.

Tujuan Pendidikan Agama Islam dalam prespektif para ulama Muslim

seperti yang dikutif Fathurrohman (2013: 115-116), antara lain:

1. Menurut Abdur Rahman Shaleh, mengatakan bahwa pendidikan Islam

bertujuan untuk membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah SWT,

sekurang-kurangnya mempersiapkan diri kepada tujuan akhir, yaitu

beriman kepada Allah dan tunduk serta patuh secara total kepadanya

2. Menurut Imam Al-Ghazali mengatakan ada tujuan utama yakni, membentuk

insan purna yang pada akhirnya dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT

dan membentuk insan purna untuk memperoleh kebahagiaan dunia maupun

akhirat.

3. Menurut Hasan Langgulung dalam bukunya asas-asas pendidikan Islam,

beliau menjelaskan bahwa tujuan pendidikan harus dikaitkan dengan tujuan

hidup manusia, atau lebih tegasnya, tujuan hidup untuk menjawab


38

persoalan, untuk apa kita hidup yakni semata-mata hanya untuk menyembah

kepada Allah SWT.

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Menurut Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 184 Tahun 2019 Ruang

lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan dan

keseimbangan antara lain:

a. Hubungan manusia dengan Allah Swt

Hubungan manusia dengan Allah merupakan hubungan vertical antara

makhluk dengan khalik, menempati prioritas utama dalam pendidikan

agama Islam.

b. Hubungan manusia dengan sesama manusia

Hubungan dengan sesamanya merupakan hubungan horizontal anatara

manusia dengan manusia dalam kehidupan kesehariannya.

c. Hubungan manusia dengan alam

Aspek hubungan manusia dengan alam sekurang-kurangnya memiliki dua

arti bagi kehidupan anak didik, yaitu:

1) Mendorong anak didik mengenal dan memahami alam, sehingga ia

menyadari kedudukannya sebagai manusia yang memiliki akal dan berbagai

kemampuan untuk mengambil sebanyak-banyaknya dari alam sekitar. Dari

pengenalan itu akan tumuh rasa cinta akan alam yang melahirkan

kekaguman yang baik karena keindahan, kekuatan maupun bentuk

keanekaragaman kehidupan yang terdapat di dalamnya.


39

2) Pengenalan, pemahaman dan cinta alam ini mendorong anak melakukan

penelitian dan ekrperimen dalam mengeksplorasi alam, sehingga

menyadarkan dirinya akan sunnatullah dan kemampuan menciptakan suatu

bentuk baru dan bahan-bahan yang ada di sekitarnya.

Dari dua macam hubungan tersebut terwujud dalam ruang lingkup bahan

pelajaran Pendidikan Agama Islam meliputi lima unsur pokok, yaitu: Al-Qur’an,

Aqidah, Syari’ah, Akhlak, dan Tarikh. Adapun pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah

penekanan diberikan kepada empat unsur pokok yaitu: Keimanan, Ibadah, Al-

Qur‟an. Mengenai lima unsur pokok tersebut penjelasannya terdapat dalam

Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 184 Tahun 2019.

1. Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Kurikulum yang baik dan relevan dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan

Agama Islam adalah yang bersifat integrated dan komprehensif serta menjadikan

Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman utama dalam hidup (Lihat KMA

No.184 Tahun 2019). Sebagaimana ketahui ajaran pokok Islam adalah meliputi:

1. Tauhid (Ketuhanan), suatu bidang studi yang mengajarkan dan

membimbing untuk dapat mengetahui, meyakini, dan mengamalkan aqidah

Islam secara benar.

2. Akhlaq, mempelajari tentang akhlaq-akhlaq terpuji yang harus diteladani

dan tercela yang harus dijauhi. Serta mengajarkan pada peserta didik untuk

membentuk dan mengamalkan nilai-nilai Islam dalam bentuk tingkah laku

baik dalam hubungan dengan Allah, sesama manusia maupun manusia

dengan alam.
40

3. Fiqh/Ibadah, merupakan pengajaran dan bimbingan untuk mengetahui

syari’at Islam yang di dalamnya mengandung perintah-perintah agama yang

harus diamalkan dan larangan yang harus dijauhi. Berisi norma-norma

hukum, nilai-nilai dan sikap yang menjadi dasar dan pandangan hidup

seorang muslim, yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh dirinya,

keluarganya dan masyarakat lingkungannya.

4. Studi Al-Qur’an, merupakan perencanaan dan pelaksanaan program

pengajaran membaca dan mengartikan atau menafsirkan ayat-ayat Al-

Qur’an tertentu yang sesuai kepentingan siswa menurut tingkat-tingkat

sekolah yang bersangkutan. Sehingga dapat dijadikan modal kemampuan

untuk mempelajari, meresapi dan menghayati pokok-pokok kandungan dan

mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

5. Al-Hadits, seperti halnya Al-Qur’an di atas merupakan perencanaan dan

pelaksanaan program pengajaran membaca dan mengartikan hadits-hadits

tertentu sesuai dengan kepentingan siswa. Sehingga siswa dapat

mempelajari, menghayati dan menarik hikmah yang terkandung di

dalamnya.

6. Tarikh Islam, memberikan pengetahuan tentang sejarah dan kebudayaan

Islam, meliputi masa sebelum kelahiran Islam, masa Nabi dan sesudahnya

baik dalam daulah Islamiyah maupun pada negara-negara lainnya di dunia,

khususnya perkembangan agama Islam di tanah air.

Dalam Pedoman implementasi kurikulum madrasah yang dikeluarkan oleh

Kementerian Agama melalui KMA No.184 tahun 2019 bahwa madrasah


41

merupakan satuan pendidikan formal di bawah binaan Kernen terian Agama yang

menyelenggarakan pendidikan umum berciri khas Islam. Pendidikan Islam

berfungsi untuk membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga

kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama, dan ditujukan

untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati,

dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaan ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni.

Dalam Rencana lnduk Pengembangan Pendidikan Madrasah 2010-2030

dinyatakan bahwa visi madrasah adalah mewujudkan madrasah yang unggul dan

kompetitif. Misi madrasah adalah mengupayakan terwujudnya madrasah sebagai

lembaga pendidikan berbasis ilmu dan nilai-nilai agama yang berkeunggulan,

berkualitas, dan berdaya saing. Sedangkan tujuan madrasah adalah menghasilkan

manusia dan masyarakat bangsa Indonesia yang memiliki sikap agamis,

berkemampuan ilmiah amaliah, terampil dan profesional, sehingga akan

senantiasa sesuai dengan tatanan kehidupan. dalam rangka meningkatkan mutu

dan daya saing madrasah, Kementerian Agama mengembangkan madrasah dalam

bentuk: madrasah akademik, madrasah keagamaan, madrasah vokasi/ kejuruan,

madrasah plus keterampilan, dan madrasah unggulan lainnya. Madrasah telah

banyak melakukan inovasi dalam pegembangan implementasi kurikulum

madrasah untuk mewujudkan keunggulan-keunggulan tersebut. Oleh karena itu

Kementerian Agama terus mendorong dan memberikan ruang inovasi dan

kreatifitas kepada satuan pendidikan madrasah.


42

Pemerintah telah menetapkan standar nasional pendidikan sebagai acuan

dalam pengelolaan pendidikan pada pendidikan dasar dan pendidikan menegah.

Disamping itu pemerintah telah memberlakukan kurikulum 2013 sebagai panduan

umum dalam penyelenggaraan pembelajaran pada satuan pendidikan.

Karakteristik kurikulum 2013 adalah adanya keseimbangan antara pengembangan

aspek sikap spiritual dan sosial aspek pengetahuan dan aspek keterampilan.

Madrasah di Indonesia pada kenyataannya memiliki karakteristik yang

beragam, yaitu madrasah negeri, madrasah swasta yang dikelola masyarakat,

madrasah berbasis pesantren, madrasah akademik, madrasah program keagamaan,

madrasah vokasi/kejuruan, madrasah program keterampilan dan lain-lain.

Keragaman madrasah ini berpengaruh pada implementasi kurikulum di madrasah.

Karena itu, madrasah dapat berinovasi dalam mengimplementasikan kurikulum

madrasah sesuai dengan ciri khas madrasahnya.

Semangat Manajemen Berbasis Madrasah (MBM), telah memberikan

otonomi yang luas kepada madrasah dalam mengelola pendidikan. Salah satunya

adalah madrasah dapat mengembangkan kurikulum tingkat satuan Pendidikan

sesuai visi, misi, tujuan dan kondisi madrasahnya Kurikulum madrasah

hendaknya dikembangkan dengan memperhatikan tujuan pendidikan nasional,

tujuan madrasah, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan

zaman. Khususnya dalam menghadapi revolusi industri 4.0, madrasah harus dapat

menyiapkan kompetensi peserta didik di era milenial untuk dapat melaksanakan

pembelajaran abad 21 yakni memiliki kemampuan 4C (critical thinking,

creativity, communication and collaboration).


43

Sebagai lembaga pendidikan umum berciri khas Islam, maka kurikulum

madrasah harus dirancang dalam rangka penguatan moderasi beragama,

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), pendidikan anti korupsi, literasi dan

pembentukan akhlak mulia peserta didik.

Agar implementasi kurikulum di madrasah berjalan secara efektif dan

efisien maka Kementerian Agama menyusun pedoman implementasi kurikulum

sebagai panduan bagi satuan pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya

dalam menyelenggarakan pendidikan madrasah.

Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disingkat MI adalah satuan

pendidikan formal yang menyelanggarakan pendidikan umum dengan kekhasan

agama Islam yang terdiri dari 6 (enam) tingkat pada jenjang pendidikan dasar.

Berpedoman pada KMA Nomor 184 tahun 2019 Struktur Kurikulum

Madrasah Ibtidaiyah meliputi:

Tabel 2.1
Alokasi Waktu Mata Pelajaran PAI

Mata Pelaiaran Alokasi Waktu Perpekan


KelompokA I II III IV V VI
1. Pendidikan Agama Islam
a. Al-Qur'an Hadis 2 2 2 2 2 2
b. Akidah Akhlak 2 2 2 2 2 2
c. Fikih 2 2 2 2 2 2
d. Seiarah Kebudavaan Islam - - 2 2 2 2
2 Bahasa Arab 2 2 2 2 2 2
Jumlah 8 8 10 10 10 10

Keterangan:

1. Mata pelajaran Kelompok A merupakan kelompok mata pelajaran yang

muatan dan acuannya dikembangkan oleh pusat.


44

2. Mata pelajaran Kelompok B merupakan kelompok mata pelajaran yang

muatan dan acuannya dikembangkan oleh pusat dan dapat dilengkapi

dengan muatan/konten lokal.

3. Mata pelajaran Kelompok B dapat berupa mata pelajaran muatan local yang

berdiri sendiri.

4. Satu jam pelajaran beban belajar tatap muka adalah 35 (tiga puluh lima)

menit.

5. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Prakarya dapat memuat BahasaDaerah.

6. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan dapat memuat

konten lokal.

7. Muatan lokal dapat diisi dengan kearifan lokal atau mata pelajaran lain yang

menjadi kekhasan/ keunggulan madrasah terdiri atas maksimal 3 (tiga) mata

pelajaran dengan jumlah maksimal 6 (enam) jam pelajaran.

Implementasi Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah (MI) dapat dilakukan dengan

dua cara:

1. Pengembangan implementasi kurikulum pada MI dapat dilakukan antara

lain dengan:

a. Menambah beban belajar berdasarkan pertimbangan kebutuhan peserta

didik dan/ atau kebutuhan akademik, sosial, budaya, dan ketersediaan

waktu.

b. Merelokasi jam pelajaran pada mata pelajaran tertentu untuk mata

pelajaran lainnya sebanyak-banyaknya 6 (enam) jam pelajaran untuk

keseluruhan relokasi.
45

c. Menyelenggarakan pembelajaran terpadu (integrated learning) dengan

pendekatan kolaboratif.

2. Inovasi yang dilakukan madrasah dimuat dalam Dokumen Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) madrasah bersangkutan dan

mendapatkan persetujuan dari Kantor Kementerian Agama Kabu paten/

Kota.

Muatan lokal merupakan bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan

pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan

keunikan lokal. Muatan lokal dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta

didik terhadap keunggulan dan kearifan di daerah tempat tinggalnya.

1. Muatan lokal dikembangkan atas prinsip:

a. Kesesuaian dengan perkembangan peserta didik.

b. Kebutuhan kompetensi

c. Fleksibilitas jenis, bentuk dan pengaturan waktu penyelenggaraan.

d. Penguatan karakter peserta didik, misalnya karakter berbangsa, karakter

moderasi meragama, dan karakter anti korupsi.

e. Kebermanfaatan untuk kepentingan daerah dan nasional dalam

menghadapi tantangan global.

2. Muatan lokal dapat berupa:

a. Tahfidz

b. Tilawah

c. Seni Islam

d. Riset atau penelitian ilmiah e. Bahasa/literasi


46

f. Teknologi

g. Pendalaman Sains

h. Kekhasan madrasah, dan

i. Kekhasan madrasah khusus dalam naungan pondok pesantren

3. Pengembangan muatan lokal mendukung terwujudnya empat pilar

kebangsaan Republik Indonesia (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan

Bhineka Tunggal lka).

6. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku

yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam

melaksanakan tugas keprofesionalan (UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen).

Seseorang yang memiliki kompetensi dapat diartikan sebagai orang yang

memiliki kemampuan kekuasaan, kewenangan, ketrampilan, pengetahuan yang

diperlukan untuk melakukan suatu tugas tertentu.

Kompetensi dapat di miliki melalui pendidikan dan latihan. Dalam PP No.19

tahun 2005 dikemukakan pula penjelasan dari tiap-tiap kompetensi dimaksud

adalah sebagai berikut:

 Kompetensi pedagogik yaitu sebuah kemampuan mengelola pembelajaran

peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan

dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan

pesertadidik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.


47

 Kompetensi personal atau kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang

mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi

peserta didik dan berakhlak mulia.

 Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi

pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya

membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan

dalam Standar nasional pendidikan.

 Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari

masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta

didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta didik,

dan masyarakat sekitar.

Guru yang memiliki kompetensi selalu dibutuhkan dalam sistem pendidikan

di Indonesia. Guru yang terampil mengajar harus memiliki kompetensi baik dalam

bidang pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial.

Adapun kompetensi guru mata pelajaran dalam hal ini guru pendidikan

agama Islam di madrasah sebagaimana yang tertuang dalam KMA Nomor 184

tahun 2019 adalah wajib memiliki kompetensi sebagai berikut :

1. Setiap guru mata pelajaran wajib menanamkan nilai moderasi beragama,

penguatan pendidikan karakter dan pendidikan anti korupsi kepada peserta

didik.

2. Penanaman nilai moderasi beragama, penguatan pendidikan karakter, dan

pendidikan anti korupsi kepada peserta didik bersifat hidden curriculum


48

dalam bentuk pembiasaan, pembudayaan dan pemberdayaan dalam

kehidupan sehari-hari.

3. Implementasi penanaman nilai moderasi beragama, penguatan pendidikan

karakter dan pendidikan anti korupsi kepada peserta didik di atas tidak harus

tertuang dalam administrasi pembelajaran guru (RPP), namun guru wajib

mengkondisikan suasana kelas dan melakukan pembiasaan yang

memungkinkan terbentuknya budaya berfikir moderat dalam beragama,

terbentuknya karakter, dan budaya anti korupsi, serta menyampaikan pesan-

pesan moral kepada peserta didik.


49

D. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Kata Baedhowi (2011: 3-4), pada hakekatnya karakter sama dengan akhlak.

Karakter merupakan suatu moral excellence atau akhlak yang dibangun di atas

kebajikan (virtues), yang hanya akan memiliki makna apabila dilandasi dengan

nilai-nilai yang berlaku dalam suatu bangsa. Adapun karakter bangsa yang perlu

dikembangkan dan dibina melalui pendidikan nasional haruslah sejalan dengan

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3

tentang tujuan pendidikan nasional, yakni mengembangkan potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

Negara demokratis dan bertanggung-jawab.

Artinya, pendidikan nilai dan karakter atau pendidikan akhlak bangsa yang

sejalan dengan perundang-undangan (sebenarnya) haruslah berlandaskan

keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, atau harus

berlandaskan agama (selain, tentunya, harus berlandaskan kebudayaan Indonesia

yang religius).

Karakter religius adalah suatu penghayatan ajaran agama yang dianutnya

dan telah melekat pada diri seseorang dan memunculkan sikap atau perilaku

dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak yang

dapat membedakan dengan karakter orang lain (Jurnal Tarbiyah Al-Awlad,

2019:1-108).
50

Karakter adalah akar dari semua tindakan, baik itu tindakan baik maupun

tindakan yang buruk. Karakter yang kuat adalah sebuah pondasi bagi umat

manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian serta keamanan yang terbebas

dari tindakan-tindakan tak bermoral (Abdul Majid, 2010: 11). Karakter religus ini

sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan zaman dengan

degradasi moral, dalam hal ini diharapkan mampu memiliki dan berprilaku dengan

ukuran baik dan buruk yang didasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama.

Adapun menurut Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik

Indonesia (Permendikbud RI) Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penguatan

Pendidikan Karakter (PPK) Pada Satuan Pendidikan Formal Pasal 2 ayat bahwa

PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan

karakter terutama meliputi nilai-nilai :

1. Religius
2. Jujur
3. Toleran
4. Disiplin
5. Bekerja keras
6. Kreatif
7. Mandiri
8. Demokratis
9. Rasa ingin tahu
10. Semangat kebangsaan
11. Cinta tanah air
12. Menghargai prestasi
13. Komunikatif
14. Cinta damai
15. Gemar membaca
16. Peduli lingkungan
17. Peduli sosial, dan
18. Bertanggung jawab.

Menurut KMA 184 Tahun 2019 Agama dalam kehidupan pemeluknya

merupakan ajaran mendasar yang menjadi pandangan atau pedoman hidup.


51

Pandangan hidup ialah “konsep nilai yang dimiliki seseorang atau sekelompok

orang mengenai kehidupan”. Apa yang dimaksud nilai-nilai adalah sesuatu yang

dipandang berharga dalam kehidupan manusia, yang mempengaruhi sikap

hidupnya. Pandangan hidup (way of life, worldview) merupakan hal yang penting

dan hakiki bagi manusia, karena dengan pandangan hidupnya manusia memiliki

kompas atau pedoman hidup yang jelas di dunia ini. Manusia antara satu dengan

yang lain sering memiliki pandangan hidup yang berbeda-beda seperti pandangan

hidup yang berdasarkan agama misalnya, sehingga agama yang dianut satu orang

berbeda dengan yang dianut oleh yang lain, yakni:

a. Pandangan hidup yang mengandung nilai-nilai yang bersumber dan terkait


dengan:
b. Agama, sebagai sistem keyakinan yang mendasar, sakral, dan menyeluruh
mengenai hakikat kehidupan yang pusatnya ialah keyakinan.
c. Ideologi, sebagai sistem paham yang ingin menjelaskan dan melakukan
perubahan dalam kehidupan ini, terutama dalam kehidupan sosial-politik.
d. Filsafat, sistem berfikir yang radikal, spekulatif, dan induk dari pengetahuan.
Pandangan hidup manusia dapat diwujudkan atau tercermin dalam cita-cita,
sikap hidup, keyakinan hidup dan lebih konkrit lagi perilaku dan tindakan.
Pandangan hidup manusia akan mengarah orientasi hidup yang bersangkutan
dalam menjalani hidup di dunia. Bagi seorang muslim misalnya, hidup itu
berasal dari Allah SWT Yang Maha Segala-galanya, hidup tidak sekedar di
dunia tetapi juga di akhirat kelak. Pandangan hidup muslim berlandaskan
Tauhid, ajarannya bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi, tugas dan
fungsi hidupnya adalah ibadah dan kekhalifahan muka bumi, karya hidupnya
ialah amalan shaleh dan tujuan hidupnya ialah meraih karunia dan ridha
Allah SWT.

Dalam menjalin kehidupan di dunia ini agama memiliki posisi dan peranan

yang sangat penting. Agama dapat berfungsi sebagai faktor motivasi (pendoring

untuk bertindak yang benar, baik, etis dan maslahat), profetik (menjadi risalah

yang menunjukkan arah kehidupan), kritik ( menyuruh pada yang ma’ruf dan

mencegah dari yang mungkar), kreatif (mengarahkan amal atau tindakan yang
52

menghasilkan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain), integratif (menyatukan

elemen-elemen yang rusak dalam diri manusia dan masyarakat untuk menjadi

lebih baik), sublimatif (membebaskan manusia dari belenggu kehidupan). Manusia

yang tidak memiliki pandangan hidup, lebih-lebih yang bersumber agama, ibarat

orang buta yang berjalan ditengah kegelapan dan keramaian: tidak tahu dari mana

dia datang, mau apa didunia, dan kemana tujuan hidup yang hakiki. Karena

demikian mendasar kehidupan dan fungsi agama dalam kehidupan manusia maka

agama dapat dijadikan nilai dasar bagi pendidikan, termasuk pendidikan karakter.

Sehingga melahirkan model pendekatan pendidikan berbasis agama. Pendidikan

karakter yang berbasis agama merupakan pendidikan yang mengembangkan nilai-

nilai berdasarkan agama yang membentuk pribadi, sikap, dan tingkah laku yang

utama atau luhur dalam kehidupan. Dalam agama Islam, pendidikan karakter

memiliki kompas atau pedoman hidup yang jelas di dunia ini. Manusia antara satu

dengan yang lain sering memiliki pandangan hidup yang berbeda-beda seperti

pandangan hidup yang berdasarkan agama misalnya, sehingga agama yang dianut

satu orang berbeda dengan yang dianut lain (Lihat KMA 184 Tahun 2019):

a. Pandangan hidup yang mengandung nilai-nilai yang bersumber dan terkait


dengan:
b. Agama, sebagai sistem keyakinan yang mendasar, sakral, dan menyeluruh
mengenai hakikat kehidupan yang pusatnya ialah keyakinan.
c. Ideologi, sebagai sistem paham yang ingin menjelaskan dan melakukan
perubahan dalam kehidupan ini, terutama dalam kehidupan sosial-politik.
d. Filsafat, sistem berfikir yang radikal, spekulatif, dan induk dari pengetahuan.
Pandangan hidup manusia dapat diwujudkan atau tercermin dalam cita-cita,

sikap hidup, keyakinan hidup dan lebih konkrit lagi perilaku dan tindakan.

Pandangan hidup manusia akan mengarah orientasi hidup yang bersangkutan

dalam menjalani hidup di dunia. Bagi seorang muslim misalnya, hidup itu berasal
53

dari Allah Yang Maha Segala-galanya, hidup tidak sekedar di dunia tetapi juga di

akhirat kelak. Pandangan hidup muslim berlandaskan Tauhid, ajarannya

bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi, tugas dan fungsi hidupnya adalah

ibadah dan kekhalifahan muka bumi, karyahidupnya ialah amalan shaleh dan

tujuan hidupnya ialah meraih karunia dan ridha Allah (Tafsir, 2014 : 50).

Dalam menjalin kehidupan di dunia ini agama memiliki posisi dan peranan

yang sangat penting. Agama dapat berfungsi sebagai faktor motivasi (pendorong

untuk bertindak yang benar, baik, etis dan maslahat), profetik (menjadi risalah

yang menunjukkan arah kehidupan), kritik ( menyuruh pada yang ma’ruf dan

mencegah dari yang mungkar), kreatif (mengarahkan amal atau tindakan yang

menghasilkan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain), integratif (menyatukan

elemen-elemen yang rusak dalam diri manusia dan masyarakat untuk menjadi

lebih baik), sublimatif (membebaskan manusia dari belenggu kehidupan). Manusia

yang tidak memiliki pandangan hidup, lebih-lebih yang bersumber agama, ibarat

orang buta yang berjalan ditengah kegelapan dan keramian: tidak tau dari mana

dia datang, mau apa didunia, dan kemana tujuan hidup yang hakiki.

Karena demikian mendasar kehidupan dan fungsi agama dalam kehidupan

manusia maka agama dapat dijadikan nilai dasar bagi pendidikan, termasuk

pendidikan karakter. Sehingga melahirkan model pendekatan pendidikan berbasis

agama. Pendidikan karakter yang berbasis agama merupakan pendidikan yang

mengembangkan nilai-nilai berdasarkan agama yang membentuk pribadi, sikap,

dan tingkah laku yang utama atau luhur dalam kehidupan. Dalam agama Islam,

pendidikan karakter memiliki kesamaan dengan pendidikann akhlak. Istilah


54

akhlak bahkan sudah masuk dalam bahasa Indonesia yaitu akhlak (Fathurrohman,

2013 : 24).

Ajaran tentang akhlak dalam Islam sangatlah penting sebagaimana ajaran

tentang akidah (keyakinan), Ibadah, dan Muamalah (Kemasyarakatan). Nabi

Akhiru zaman Muhammad SAW, bahkan diutus untuk menyempurnakan akhlak

manusia. Menyempurnakan akhlak manusia berarti meningkatkan akhlak yang

sudah baik menjadi yang lebih baik dan mengikis akhlak yang buruk agar hilang

serta diganti oleh akhlak yang mulia. Itulah kemulyaan hidup manusia sebagai

makhluk Allah yang utama. Betapa pentingnya membangun akhlak sehingga

melekat dengan kerisalahan Nabi.

2. Bentuk Karakter (Religius)

Karakter Religius pada diri seorang anak atau peserta didik tingkat

Madrasah Ibtidaiyah dapat terbentuk dengan beberapa metode. Metode

pembentukan karakter religius terdiri dari lima, yaitu metode keteladanan, metode

pembiasaan, metode nasihat, metode perhatian/pengawasan dan metode hukuman

(Ulwan, 2013: 40).

a. Metode Keteladanan 

Keteladanan dalam pendidikan adalah cara yang paling efektif dan berhasil

dalam mempersiapkan anak dari segi akhlak, membentuk mental dan rasa

sosialnya. Anak akan meniru baik akhlaknya, perkataannya, perbuatannya dan

akan senantiasa tertanam dalam diri anak. Secara psikologis seorang anak itu

memang senang untuk meniru, tidak hanya hal baik saja yang ditiru oleh anak

bahkan terkadang anak juga meniru yang buruk.


55

Dalam mendidik anak tanpa adanya keteladanan, pendidikan apapun tidak

berguna bagi anak dan nasihat apapun tidak berpengaruh untuknya. Mudah bagi

pendidik untuk memberikan satu pelajaran kepada anak, namun sangat sulit bagi

anak untuk mengikutinya ketika orang yang memberikan pelajaran tersebut tidak

mempraktikkan apa yang diajarkannya.

b. Metode Pembiasaan 

Pembiasaan adalah sebuah cara yang dilakukan untuk membiasakan anak

didik berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.

Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relatif

menetap melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang.

Pendidikan hanya akan menjadi angan-angan belaka, apabila sikap ataupun

perilaku yang ada tidak diikuti dan didukung dengan adanya praktik dan

pembiasaan pada diri. Pembiasaan mendorong dan memberikan ruang kepada

anak didik pada teori-teori yang membutuhkan aplikasi langsung, sehingga teori

yang pada mulanya berat menjadi lebih ringan bagi anak didik bila seringkali

dilaksanakan.

c. Metode Nasihat

Nasihat merupakan metode yang efektif dalam membentuk keimanan anak,

mempersiapkan akhlak, mental dan sosialnya, hal ini dikarenakan nasihat

memiliki pengaruh yang besar untuk membuat anak mengerti tentang hakikat

sesuatu dan memberinya kesadaran tentang prinsip-prinsip Islam.

Fungsi nasihat adalah untuk menunjukkan kebaikan dan keburukan, karena

tidak semua orang bisa menangkap nilai kebaikan dan keburukan. Metode nasihat
56

akan berjalan baik pada anak jika seseorang yang memberi nasihat juga

melaksanakan apa yang dinasihatkan yang dibarengi dengan teladan atau uswah.

Bila tersedia teladan yang baik maka nasihat akan berpengaruh terhadap jiwanya

dan akan menjadi suatu yang sangat besar manfaatnya dalam pendidikan rohani.

d. Metode Perhatian/Pengawasan

Maksud dari pendidikan perhatian adalah senantiasa mencurahkan perhatian

penuh, mengikuti perkembangan anak dan mengawasinya dalam membentuk

akidah, akhlak, mengawasi kesiapan mental, rasa sosialnya dan juga terus

mengecek keadaannya dalam pendidikan fisik maupun intelektualnya.

Metode perhatian dapat membentuk manusia secara utuh yang mendorong

untuk menunaikan tanggung jawab dan kewajibannya secara sempurna. Metode

ini merupakan salah satu asas yang kuat dalam membentuk muslim yang hakiki

sebagai dasar untuk membangun pondasi Islam yang kokoh.

e. Metode Hukuman

Metode hukuman merupakan suatu cara yang dapat digunakan oleh guru

dalam mendidik anak apabila metode-metode yang lain tidak mampu membuat

anak berubah menjadi lebih baik. Dalam menghukum anak, tidak hanya

menggunakan pukulan saja, akan tetapi bisa menggunakan sesuatu yang bersifat

mendidik.

3. Macam-macam Nilai Karakter

Individu yang berkarakter baik adalah orang yang selalu berusaha dalam

melakukan berbagai hal yang terbaik pada Tuhan YME, dirinya sendiri,

lingkungannya, orang lain, atau bangsa dan negaranya.


57

Karakter yang baik berarti individu yang tahu tentang potensinya sendiri

serta mempunyai nilai-nilai diantaranya sebagai berikut (Fathurrohman, 2013: 78-

80) :

a. Religius
Sikap serta perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran kepada pelaksanaan ibadah agama lain, dan juga mampu
hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b. Jujur
Perilaku yang berdasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu bisa dipercaya dalam perkataan, tindakan, serta pekerjaan.
c. Toleransi
Sikap serta tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan juga tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya.
d. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan juga patuh terhadap berbagai
ketentuan serta peraturan.
e. Kerja Keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib serta patuh terhadap berbagai
ketentuan dan juga peraturan.
f. Kreatif
Berpikir serta melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara ataupun hasil baru
dari sesuatu yang telah dimiliki.
g. Mandiri
Sikap serta perilaku yang tidak mudah tergantung kepada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
h. Demokratis
Cara berfikir, bersikap,  bertindak yang menilai sama hak serta kewajiban dan
dirinya orang lain.
i. Rasa Ingin Tahu
Sikap serta tindakan yang selalu berupaya demi mengetahui lebih mendalam
dan juga meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, serta didengar.
j. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, serta berwawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan juga negara di atas kepentingan diri atau kelompoknya.
k. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bertindak, serta berwawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan juga negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya.
l. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna untuk masyarakat, mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.
m. Bersahabat/Komunikatif
58

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna untuk masyarakat, mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.
n. Cinta Damai
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna untuk masyarakat, mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.

A. Sikap Moderasi Beragama

1. Pengertian Moderasi

Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke-sedang-

an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri

(dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan). Moderasi sama artinya dengan

moderat, yakni: pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman. Jika

dikatakan, “orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu

bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem (Tim Penyusun Balitbang

Kemenag, 2019: 15).

Dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam pengertian

average (rata-rata), core (inti), standar (baku), atau non-aligned (tidak berpihak).

Secara umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal

keyakinan, moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai

individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara. Sedangkan dalam

bahasa arab, moderasi dikenal degan kata wasathiyah, yang memiliki padanan

makna dengan kata tawasuth (tengah-tengah), i’tidal (adil), dan tawazun

(berimbang). Dalam bahasa arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan

terbaik”. Jadi kalau disimpulkan kata moderasi dapat bermakna “adil” dalam arti

memilih jalan tengah di antara dua pilihan ekstrem.


59

Indikator moderasi beragama yang akan digunakan adalah empat hal,

yaitu:1) komitmen kebangsaan; 2) toleransi;3) anti kekerasan; dan 4) akomodatif

terhadap kebudayaan lokal. Keempat indikator ini dapat digunakan untuk

mengenali seberapa kuat moderasi beragama yang dipraktikkan oleh seseorang

di Indonesia, dan seberapa besar kerentanan yang dimiliki. Kerentanan tersebut

perlu dikenali supaya kita bisa menemukenali dan mengambil langkah-langkah

yang tepat untuk melakukan penguatan moderasi beragama. Moderasi beragama

menjadi muatan nilai dan praktikyang paling sesuai untuk dipraktikkan agar

terwujud kemaslahatan bumi Indonesia. Sikap mental moderat, adil, dan

berimbang menjadi kunci untuk mengelola keragaman bangsa Indonesia.

2. Menanamkan Sikap Moderasi

Madrasah sebagai sistem memiliki tiga aspek pokok yang sangat berkaitan

erat dengan mutu madrasah, yakni: proses belajar mengajar, kepemimpinan dan

manajemen madrasah, serta budaya madrasah. Budaya merupakan pandangan

hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat, yang mencakup

cara berfikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik

maupun abstrak. Budaya dapat dilihat sebagai perilaku, nilai-nilai, sikap hidup

dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus

untuk memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu suatu budaya

secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kegenerasi berikutnya.

Budaya Madrasah merupakan sesuatu yang dibangun dari hasil

pertemuan antara nilai-nilai (values) yang dianut oleh guru-guru dan para

karyawan yang ada dalam madrasah tersebut. Nilai-nilai tersebut dibangun oleh
60

pikiran-pikiran manusia yang ada dalam madrasah. Pertemuan pikiran-pikiran

manusia tersebut kemudian menghasilkan apa yang disebut dengan “pikiran

organisasi”. Dari pikiran organisasi itulah kemudian muncul dalam bentuk nilai-

nilai tersebut akan menjadi bahan utama pembentuk budaya madrasah. Dari

budaya tersebut kemudian muncul dalam berbagai simbol dan tindakan yang

kasat indra yang dapat diamati dan dirasakan dalam kehidupan madrasah sehari-

hari (Lihat KMA 184 tahun 2019).

Nilai-nilai dan keyakinan tidak akan hadir dalam waktu singkat. Mengingat

pentingnya sistem nilai yang diinginkan untuk perbaikan madrasah, maka

langkah-langkah kegiatan yang jelas perlu disusun untuk membentuk budaya

madrasah. Segenap warga madrasah perlu memiliki wawasan bahwa ada unsur

kultur yang bersifat positif, negatif, netral. Dalam kaitannya dengan visi dan

misi madrasah mengangkat persoalan mutu, moral, dan multikultural; madrasah

harus mengenali aspek-aspek kultural yang cocok dan menguntungkan, aspek-

aspek yang cenderung melemahkan dan merugikan, serta aspek-aspek lain yang

cenderung netral dan tak terkait dengan visi dan misi madrasah.

B. Karakter (Religius) di Lingkungan Madrasah

Untuk menciptakan ataupun membentuk suasana keagamaan di Madrasah

Ibtidaiyah dapat diwujudkan melalui beragam kegiatan yang mengandung unsur-

unsur agama Islam, tergantung kebijakan Kepala Madrasah bersama majelis guru.

Kebijakan tersebut harus didasarkan pula pada kebutuhan dan perkembangan

peserta didik itu sendiri, baik jasmani maupun rohaninya.


61

Menurut Saleh (2010:70) kegiatan keagamaan yang potensial dilaksanakan

di madrasah seperti: (1) Pembinaan iman dan takwa; (2) Pembinaan semangat

berbangsa dan bernegara; (3) Pembinaan kepribadian dan akhlak mulia; (4)

Pembinaan berorganisasi dan kepemimpinan; (5) Pembinaan keterampilan dan

kewiraswastaan; (6) Pembinaan kesegaran jasmani dan daya kreasi; dan (7)

Pembinaan persepsi, apresiasi dan kreasi seni.

Kegiatan keagamaan yang berorientasi membina keimanan dan ketakwaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dapat dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah,

antara lain:

(1) Pelaksanaan shalat wajib berjamaah dan shalat Jum‟at; (2) Pengisian kegiatan
bulan suci Ramadhan antara lain: acara berbuka puasa bersama, shalat tarawih,
ceramah dan diskusi dengan topik-topik yang relevan dan menarik; (3)
Pelaksanaan kegiatan zakat fitrah dan shalat Idul Fitri; (4) Pelaksanaan shalat Idul
Adha dan penyembelihan hewan qurban pada bulan Dzulhijjah; (5) Pementasan
fragmen dan pagelaran puisi serta musik bernafaskan Islam pada acara Peringatan
Hari Besar Islam (PHBI); (6) Pelaksanaan lomba yang bernafaskan Islam antara
lain: MTQ, Azan, kaligrafi, menciptakan lagu bernapaskan Islam, paduan suara
lagu-lagu yang bernapaskan Islam dan peragaan busana muslim/ muslimah; (7)
Pelaksanaan bazar yang menyajikan hasil kerajinan kaligrafi, aneka busana
muslim/muslimah, buku-buku; (8) kegiatan menyantuni anak yatim piatu/fakir
miskin, khitanan masal, dan kegiatan bulan dana amal; (9) Pelaksanaan kegiatan
pesantren kilat; dan (10) Pembinaan perpustakaan masjid/mushalla dengan
koleksi buku-buku, lagu-lagu yang bernafaskan Islam (Saleh, 2010:70).

Beberapa kegiatan keagamaan lain, yang memungkinkan untuk

direalisasikan di Madrasah Ibtidaiyah, yaitu:

a. Tadarus al-Quran

Tadarus al-Quran bertujuan agar peserta didik mampu membaca al-Quran

secara baik dan benar (membaca tartil dan fasih). Tadarus al-Quran

dilakukan sebelum pembelajaran dimulai. Tadarus al- Quran dibimbing oleh

guru kelas atau guru pada jam pertama setiap kelas.


62

b. Ibadah dan Keterampilan Agama

Kegiatan penambahan wawasan keterampilan dan penanaman nilai

keagamaan, selain dalam bentuk pembelajaran terjadwal dan terstruktur

melalui kegiatan intrakurikuler, juga dapat dilakukan di luar jam belajar

resmi (ekstrakurikuler). Kegiatan ini meliputi bidang ibadah, shalat zuhur

berjamaah, nasihat agama tazkirah sesudah shalat zuhur (kultum) dan

tadarus al-Quran.

c. Manasik Haji

Manasik haji dapat dilakukan dalam dua bentuk: pertama, manasik haji oleh

masing- masing kelas atau jenjang sekolah sesuai dengan jadwalnya

masing- masing. Kedua, manasik haji yang diikuti oleh semua peserta didik

dan guru, dan boleh juga diikuti oleh Madrasah Ibtidaiyah lain dan orang

tua. Pelaksanaan manasik haji ini hanya setahun sekali dipilih waktunya

yang tepat sehingga tidak mengganggu kegiatan lain.

d. Khatamul Quran

Kegiatan khatamul Quran ini khusus bagi peserta didik yang sudah

menamatkan bacaan al-Qurannya dan akan menamatkan pendidikannya di

Madrasah Ibtidaiyah. Pelaksanaan khatamul Quran dapat diselenggarakan di

madrasah yang bersangkutan atau di masjid atau di tempat lain yang cukup

luas agar lebih meriah.

e. Ibadah Mahdhah
63

Maksud ibadah mahdhah fardhu kifayah di sini seperti latihan praktik

mengurus jenazah, mulai dari memandikan, mengafani, menyalatkan, dan

memakamkannya.

f. Peringatan Hari-Hari Besar Islam

Peringatan hari besar Islam yang biasanya dilakukan seperti peringatan

maulid Nabi SAW, peringatan diturunkannya al-Quran, peringatan isra‟ dan

mi‟raj Nabi Muhammad SAW (Tafsir, 2002:143). Termasuk juga dalam

PHBI ini beberapa kegiatan lain seperti: halal bi halal, yaitu pertemuan yang

dilakukan selesai melaksanakan ibadah puasa bulan Ramadhan, menyambut

datangnya bulan Ramadhan, dan peringatan menyambut Tahun Baru

Hijriyah yang sering disebut dengan peringatan satu Muharram.

g. Tadabur Alam

Tadabur alam di sini ialah kegiatan karyawisata ke suatu lokasi tertentu

untuk melakukan pengamatan, penghayatan dan perenungan terhadap alam

ciptaan Tuhan sehingga dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan

kepada Allah. Tadabur alam direncanakan dengan susunan kegiatan

sedemikian rupa sehingga karyawisata tersebut betul-betul bernuansa sakral

yang dapat menanamkan nilai-nilai Ilahiyah pada setiap diri peserta didik.

Karyawisata/tadabur alam dapat pula dikembangkan dengan memberi tugas

kepada peserta didik betemakan materi agama sebagai pelaksana metode

proyek dalam pembelajaran.

h. Pesantren Kilat
64

Pesantren kilat diselenggarakan dalam rangka memantapkan pemahaman

untuk mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan sehari-

hari. Kegiatan ini tidak saja dilaksanakan pada bulan Ramadhan, akan tetapi

dapat dilaksanakan pada waktu-waktu lain di luar bulan Ramadhan. Adapun

acaranya antara lain adalah: (1) pendalaman materi ibadah, akhlak, dan ilmu

keislaman; (2) praktik dan bimbingan ibadah; (3) pembiasaan akhlak mulia

dalam kehidupan; (4) kemahiran bacaan dan pemahaman al-Quran; (5)

kepemimpinan; (6) olah pikir dan zikir dan (7) muhasabah.

Selain beberapa kegiatan keagamaan di atas, kegiatan keagamaan lain yang

dapat dilakukan di madrasah secara rutin harian antara lain: (a) berdoa di awal

dan di akhir pelajaran, (b) membaca surat dan beberapa ayat al-Quran secara

berurut dibimbing guru kelas masing- masing, (c) membaca Asmaul Husna, (d)

shalat dhuha pada waktu istirahat pertama, (e) pembacaan ayat-ayat suci al-

Quran pada jam istirahat dengan kaset atau oleh siswa/qari/qari‟ah langsung, (f)

melatih Kepedulian Sosial Siswa (KSS) untuk sesama dengan menyediakan kotak

amal di kelas masing-masing, dan (g) shalat dzuhur atau shalat ashar berjamaah.

(Saleh, 2010: 180).

Kegiatan-kegiatan di atas dapat dibimbing langsung oleh guru

penanggungjawab berdasarkan arahan Kepala dan Wakil Kepala Madarasah.

Biaya kegiatan diambil dari uang batuan Komite Madrasah/APBM, infaq,

shadaqah peserta didik serta dana Kepedulian Sosial Siswa (KSS). Biaya ini dapat

juga meminta bantuan dari para alumni terutama yang sudah berhasil dalam karier

dan usaha.
65

C. Sikap Moderasi di Lingkungan Madrasah

Tujuan dari penguatan pendidikan moderasi beragama berbasis budaya

madrasah adalah untuk menciptakan kultur lingkungan yang mendukung dalam

proses penekanan pada kegiatan pembiasaan yang mampu membentuk sikap

moderat peserta didik di madrasah. Hal ini tentunya haruslah melibatkan seluruh

komponen warga madrasah dalam membentuk suatu pembiasaan, mulai dari

guru, kepala madrasah, pegawai, komite, dan orangtua harus sama- sama

bersinergi dalam membentuk suatu kultur yang baik dalam membentuk budaya

madrasah yang baik dan efektif dalam penguatan sikap moderasi peserta didik di

madrasah.

Lingkungan dan budaya madrasah mempengaruhi perkembangan tingkah

laku siswa dalam kesehariannya. Budaya madrasah merupakan salah satu faktor

pendukung dalam penguatan pendidikan karakter peserta didik di madrasah.

Dengan adanya lingkungan dan budaya yang mendukung penguatan pendidikan

karakter, diharapkan pembiasaan-pembiasaan yang secara sengaja akan terjadi

di lingkungan madrasah oleh peserta didik, seganap guru turut memberikan

contoh teladan yang baik dalam kesehariannya di madrasah. dalam membentuk

budaya madrasah perlu dukungan dan keikutsertaan seluruh warga dan elemen

yang ada di madrasah.

Fokus dari penguatan pendidikan moderasi beragama berbasis budaya

madrasah adalah membentuk pembiasaan-pembiasan di lingkungan madrasah

yang merepresentasikan nilai-nilai utama yang dibangun dalam ekosistem.


66

Pendidikan moderasi beragama melalui Budaya Madrasah dapat dilakukan dalam

berbagai bentuk.

Beberapa model budaya madrasah yang dapat diterapkan dengan

memaksimalkan aspek-aspek yang digunakan dalam penerapan kehidupan

sehari-hari di madrasah, yaitu:

a. Proses pembelajaran di dalam kelas

Kegiatan belajar mengajar yang dimaksud disini adalah Pengembangan

nilai-nilai yang sudah dirumuskan madrasah diintegrasikan dalam setiap

mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP

dan selanjutnya akan dikembangkan.

b. Pembiasaan Nilai Positif dalam Kehidupan Sehari-Hari di Madrasah

Pembiasaan nilai positif dapat dilakukan semenjak siswa-siswi memasuki

lingkungan madrasah, seperti dengan mencium tangan Bapak Ibu guru

(salim). Membaca do’a ketika sebelum memulai pelajaran dan mengakhiri

pelajaran. Pembiasaan disiplin dengan tidak datang terlambat,

menghindarkan diri dari perbuatan tercela dan mematuhi semua

peraturan madrasah. Pembiasaan bersih diri, kelas dan madrasah.

Pembiasaan kreatif dengan menghasilkan karya-karya baru baik gambar,

tulisan motivasi, puisi ataupun pantun yang di tempel di mading kelas

sehingga bisa dilihat oleh semua siswa. Dalam rentang waktu yang

panjang lingkungan tersebut bisa membentuk suatu pola budaya madrasah.

Diantara nilai tersebut adalah: 1) Nilai keberagamaan berupa Keimanan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 2) Keramahan dan Sopan Santun, 3) Toleransi,
67

4) Kesetaraan, 5) Keadilan, 6) Humanis, 7) Tolong menolong, 8) Kebangsaan, 9)

Kebersamaan, 10) Kekeluargaan, 11) Kesalehan sosial, dan 12) Penghargaan

terhadap prestasi. Implementasi nilai keimanan diwujudkan dalam bentuk

budaya relegius yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari melalui program

ritual keagamaan wajib dan reguler. Diantaranya; 1) Pembiasaan shalat tepat

waktu dan pembiasaan shalat dhuha dan dhuhur berjamaah, 2) Gemar

membaca al-quran, yang dikembangkan melalui kegiatan hafalan surat-surat

pendek, membaca surat pendek dengan tartil sebelum shalat jamaah dhuha

dan dhuhur, kelas tahfidz, dan tradisi khotmil qur’an, serta pembiasaan tiada

hari tanpa membaca al-qur’an. 3) Pembiasaan amal ibadah sunnah (puasa sunnah

di hari senin dan kamis), sholat tahajud, berdzikir dan mendoakan orang tua.

Selain ketiga budaya relegius di atas, nilai keimanan ini juga tercermin dari

kebersihan dan keindahan lingkungan fisik-material di Madrasah.

Menurut Yulia Riswanti dalam Jurnal Pendidikan Islam. Vol.3. No.2,

(2008) mengemukakan bahwa konsep keadilan berarti pengakuan dan

perlakuan yang sama antara hak dan kewajiban. Dengan kata lain keadilan

dapat juga diartikan sebagai keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut

hak, dan menjalankan kewajiban. Indikator tumbuh dan berkembangnya nilai

kesetaraan dan keadilan di dibuktikan dengan adanya fasilitas pembelajaran

yang memadai, sarana, prasarana, serta wadah pengembangan diri melalui

kegiatan ekstrakurikuler pilihan yang diberikan sama kepada peserta didik tanpa

adanya diskriminasi. Semua diperlakukan setara dan seimbang.


68

D. Pembelajaran Intrakurikuler Pendidikan Agama Islam dalam

Membentuk Karakter (Religius) dan Sikap Moderasi

Pembelajaran intrakurikuler yang dilakukan guru pendidikan agama Islam

di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Karawang ini menggunakan kurikulum 2013

dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran yang dibagi 1 jam untuk penyampaian

materi dan untuk 1 jamnya digunakan parktik. Kemudian yang dilakukan guru

pendidikan agama Islam dalam pembentuka pendidikan karakter religius da sikap

moderasi peserta didik Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Karawang yaitu setiap kali

akan dimulainya pembelajaran dengan mengucapkan salam, membiasakan

membaca do’a hendak belajar dan melakukan absen.

Hal tersebut rutin dilakukan oleh guru pendidikan agama Islam setiap awal

pembelajaran guna membiasakan peserta didik untuk terus mengucapkan salam

dan membaca do’a setiap kali hendak melakukan sesuatu agar mendapatkan

manfaat dari apa yang dilakukan ataupun dikerjakannya.

Guru pendidikan agama Islam dalam pembelajarannya mengupayakan

semaksimal mungkin dan sistemik serta sistematis dari mulai tahapan

perencanaan, sebagaimana tercermin dalam silabus dan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat sebelumnya serta bentuk-bentuk

kegiatan keagamaan yang terjadwal sebagai pendukung kegiatan di kelas.

Dalam kegiatan pembelajaran guru pendidikan agama Islam Madrasah

Ibtidaiyah Negeri 1 Karawang ketika menyampaikan materi menggunakan

berbagai metode diantaranya ceramah, demonstrasi, diskusi dan tanya jawab.

Kemudian dalam penyampaian materi juga guru pendidikan agama Islam


69

Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Karawang menyelipkan nilai-nilai karakter religius

dan sikap moderasi yang terkait dengan materi kemudian juga menyelipkan

nasihat-nasihat atau arahan dan motivasi kepada peserta didik serta

menambahkan pula contoh- contoh dalam kehidupan nyata yang terkait dengan

materi. Supaya anak- anak dapat lebih mudah menangkap inti dari pembahasan

dalam materi tersebut.

Metode ceramah itu sendiri dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam

tidak bisa terlepas, karena peserta didik perlu diberikan pemahaman yang jelas

dan konkrit mengenai materi tersebut agar peserta didik tidak salah faham dan

salah menerjemahkannya. Untuk menanggulangi rasa bosan peserta didik guru

pendidikan agama Islam juga menggunakan kemajuan tekhnologi dengan cara

penayangan video pembelajaran dan guyonan dalam menyampaikan materi

dengan artian tidak keluar dari etika dan kedisiplinan pembelajaran, karena hal

tersebut dirasa dengan menyampaikan materi seperti itu akan menjadikan suasana

kelas yang menyenangkan dan anak-anak akan lebih fokus dalam pembelajaran

yang disampaikan.

Dan hal tersebut sesuai dengan pernyataan berikut: pembelajaran harus

dilakukan secara interaktif, inspiratif menyenangkan, menantang dan memotivasi

atau berorientasi PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan

Menyenangkan). Dengan suasana yang menyenangkan maka peserta didik akan

antusias dalam mengikuti pembelajaran dan tentunya akan faham dari materi

yang telah disampaikan.


70

Di akhir penyampaian materi guru pendidikan agama Islam Madrasah

Ibtidaiyah Negeri 1 Karawang selalu mengadakan evaluasi secara menyeluruh

dan utuh agar dapat mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik terkait

materi yang sudah dipelajarinya. Evaluasi yang dilakukan untuk mata pelajaran

pendidikan agama Islam itu sendiri berbeda dengan mata pelajaran lainnya,

karena pendidikan agama Islam itu penuh dengan nilai- nilai dan praktik

keagamaan yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, jadi

evaluasi yang dilakukan pun tidak hanya terkait dengan aspek kognitifnya atau

hanya melalui tes ataupun tugas tambahan lainnya tetapi juga menggunakan

evaluasi yang terkait dengan sikap dan pengamalan agama. Dan hal tersebut

didapat dari bagaimana peserta didik bersikap atau prilaku peserta didik selama

mengikuti pembelajaran dan untuk pengamalan agama atau psikomotor diperoleh

dari kegiatan praktik agama.

Uraian di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan pembentukan

pendidikan karakter dan sikap moderasi peserta didik dalam pendidikan agama

Islam di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Karawang ini dilakukan dengan

memberikan arahan, nasihat, keteladanan dan kedisiplinan kepada peserta didik

yang sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. Selain itu pembudayaan nilai-nilai

karakter religius juga dilaksanakan baik dalam kegiatan keseharian maupun

program-program yang ditetapkan dalam kurikulum khusus mengenai

keagamaan dan juga disertai dengan nilai-nilai karakter religius yang

diupayakan guru pendidikan agama Islam dalam proses pembelajaran

intrakurikuler dengan harapan dapat menjadikan peserta didik yang beriman, taat
71

kepada Allah SWT, berakhlakul karimah, berkarakter dan memiliki sikap

moderasi yang baik.

Anda mungkin juga menyukai