Anda di halaman 1dari 10

IMAN DAN

A. MAKNA IMAN DAN PENGARUHNYA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

1. Pengertian Iman

Secara bahasa (Arab), kata iman berakar dari kata amana - yu’minu – imanan yang
secara harfiyah atau etimologis artinya percaya dengan yakin. Secara maknawi atau
terminologis iman adalah percaya dengan yakin akan adanya Allah SWT, para Malaikat-
Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhirat serta Qadha dan Qadar yang
terangkum dalam Rukun Iman.
Percaya dengan yakin kepada keenam hal itu disebut Arkanul Iman atau Rukun Iman,
Rasulullah SAWpernah memberikan keterangan tentang iman itu didepan sahabat-
sahabatnya, tatkalah seorang laki-laki yang kemudian ternyata malaikat Jibril yang
datang menyamar dalam bentuk manusia, menanyakan kepada Nabi apakah iman itu?
Sebagaimana dijelaskan sebuah hadits yang diriwatkan oleh Imam Muslim:

ِ ‫ فََأ ْخبِرْ نِي َع ِن اِإل ْي َما ِن قَا َل َأ ْن تُْؤ ِمنَ بِاهللِ َو َمالَِئ َكتِ ِ?ه َو ُكتُبِ ِه َو ُر ُسلِ ِه َواليَوْ ِم‬:‫ُص ِّدقُهُ قَا َل‬
‫اآلخ ِر‬ َ ‫ص َد ْقتَ فَ َع ِج ْبنَا لَهُ يَ ْسَألُهُ َوي‬
َ :‫ال‬ َ َ‫ق‬
‫َر َخي ِْر ِه َو َشرِّ ِه‬ َ
ِ ِ ِ ‫َوت‬
‫د‬ ‫ق‬‫ال‬ ‫ب‬ َ‫ن‬‫م‬ ‫ُْؤ‬

Orang itu berkata, “Engkau benar.” Kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya.
Orang itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Iman.” Rasulullah SAW menjawab,
“Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada para
rasul-Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR.
Muslim, no. 8)

Juga hadits yang diriwatkan tentang imam Bukhari sebagai berikut:

ِ َّ‫ار ًزا لِلن‬


َ ‫اس‬ ِ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َكانَ يَوْ ًما ب‬ َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َأ َّن َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ ‫ع ْن َأبِي هُ َري َْرةَ َر‬
‫اَل‬ ‫هَّلل‬ ‫ُْؤ‬ ْ ‫َأ‬ َ
‫ُول ِ َما اِإْل ي َمانُ قا َل اِإْل ي َمانُ ن ت ِمنَ بِا ِ َو َم ِئ َكتِ ِ?ه‬ ‫هَّللا‬ َ ‫ِإ ْذ َأتَاهُ َر ُج ٌل يَ ْم ِشيَقَا َل يَا َرس‬
ِ ‫َو ُكتُبِ ِه َو ُر ُسلِ ِه َولِقَاِئ ِه َوتُْؤ ِمنَ بِ ْالبَ ْع‬
‫ث اآْل ِخ ِر‬

Artinya:
Dari Abu Hurairah radiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda” pada suatu hari Rasulullah shallalahu’alaihi wasallam sedang berada
bersama
kami, lalu datanglah seorang laki-laki dengan berjalan kaki, lantas bertanya: “wahai
Rasulullah, apakah iman itu? beliau menjawab “Engkau beriman kepada Allah,
parmalaikat-Nya, para Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya dan hari akhir” (H.R. Bukhari)
Dengan rumusan yan lebih singkat dapat dikatakan iman itu adalah kepercayaan yang
muthlak dan bulat. Pada pokoknya ialah kepercayaan kepada Allah SWT, sebab
kepercayaan kepada Allah itu dengan sendirinya mencakup kepada kepercayaan kepada
Rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, Malaikat-malikat, hari akhirat, qadha dan qadar.

Percaya secara muthlak kepada Allah ialah membenarkan dan mengakui adanya
(eksistensi) Allah, mengakui dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala
sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya, sifa kekuasaan-Nya, peraturan-peraturan-Nya,
dan lain-lain. Kemudian pengakuan itu di ikrarkan dengan lisan serta dibuktikan dengan
amal, dengan demikian kepercayaan yang mutlak itu harus mengandung tiga unsur yaitu:
1. Diikrarkan dengan lidah,
2. Dipartikan didalam hati,
3. Dilaksanakan dengan anggota badan.

1. Iman landasan berpijak

Manusia dalam kehidupan ini tidak lepas dari 1001 macam masalah dan persoalan-
persoalan. Jalan yang ditempuh kadang-kadang datar, kadang-kadang menurun. Manusia
akan bertemu dengan ni’mat dan bencana, bahagia dan musibah dan lain-lain sebagainya.
Dalam mengharungi hidup yang demikian, manusia harus mempunyai landasan tempat
berpijak, mempunyai tali untuk pegangan. Kalau tidak dia akan hoyong dan akhirnya
tersungkur.
Landasan tempat berpijak itu ialah iman. Yaitu kepercayaan yang bulat dan mutlak,
bahwa manusia itu hanya merencanakan. Kewajibannya ialah berusaha, berjuang, sebab
dia telah dianugrahi oleh Yang Maha Kuasa alat-alat perjuangan yang diperlukan: ikhtiar,
akal, doa, hidayah dan lain-lain. Tetapi, yang menetukan pada tingkat terakhir adalah
Maha Perencana.
Apabila kepercayaan dan keyakinan yang demikian sudah berurat berakar dalam jiwa
manusia, maka dia dapat menguasai keadaan, Ia selalu berada dalam keseimbangan, ia
mempunyai sikap jiwa yang positif. Kepercayaan yang demikian hanyalah bisa timbul
bagi seorang yang mempunyai pegangan dalam kehidupan ini. Satu-satunya pegangan
ialah iman. Orang yang imannya kuat, niscaya tidak akan menempuh jalan buntu, karena
keimanan itu membendung semangat putus asa, bahkan sebaliknya, iman itu memberikan
semangat pengharapan, dan optimisme.

2. Pengaruh atau peran Iman dalam Kehidupan Manusia

Adapun pengaruh atauperan iman dalam kehidupan manusia adalah sebagai berikut:

1. Iman melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda, orang yang beriman hanya
percaya kepada Allah. Allah yang memberi dan mengambil nikmat dari manusia.
Kalau Allah hendak memberikan pertolongan-Nya tidak ada satu kekuasaan yang bisa
mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, tidak ada satu
kekuatan bagaimanapun hebatnya yang sanggup menahan dan mencegahnya.

Dalam surat Yunus Ayat 107 Allah berfirman:


‫صيْبُ بِ ٖه َم ْن يَّ َش ۤا ُء ِم ْن ِعبَا ِد ٖه ۗ َوه َُو ْال َغفُوْ ُر‬
ِ ُ‫ك بِخَ ي ٍْر فَاَل َر ۤا َّد لِفَضْ لِ ٖ ۗه ي‬ ُ ِ‫ك هّٰللا ُ ب‬
َ ‫ض ٍّر فَاَل َكا ِشفَ لَهٗ ٓاِاَّل هُ َو ۚ َواِ ْن ي ُِّر ْد‬ َ ‫َواِ ْن يَّ ْم َس ْس‬
‫َّح ْي ُم‬
ِ ‫الر‬
Artinya:
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka
tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa
yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”. (Q.S.10. Yunus: 107).

2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut, orang yang beriman percaya
sepenuhnya bahwa kematian itu adalah ditangan Allah, banyak contoh bahwa manusia
biasa lepas dari satu situasi yang amat berbahaya, yang menurut ukuran-ukuran yang
normal dan biasa pasti menghadapi kematian, tetapi akhirnya keluar dalam keadaan
selamat. Banyak pahlawan - pahlawan di zaman Rasulullah dan sahabat-sahabat yang
dapat terhindar dari kematian di tengah - tengah pedang yang gemerincing, sebaliknya
tidak sedikit pula orang yang direnggut maut diatas kasur yang empuk, tanpa diduga-
duga menurut ukuran-ukuran yang biasa. Pegangan orang yang beriman, mengenai
soal hidup atau mati, ialah ketentuan Ilahi,

Allah berfirman dalam Surat An-Nisa’ ayat 78:

ُ ْ‫اَ ْينَ َما تَ ُكوْ نُوْ ا يُ ْد ِر ْك ُّك ُم ْال َمو‬


ٍ ْ‫ت َولَوْ ُك ْنتُ ْم فِ ْي بُرُو‬
ۗ ‫ج ُّم َشيَّ َد ٍة‬

Artinya: “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun
kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh (Q.S.4. An-Nisaa’: 78)

3. Iman membentuk ketenteraman jiwa. Sering kali manusia dalam kehidupan ini dilanda
oleh duka cita; digoncangkan oleh ragu-ragu dan bimbang dalam menghadapi keadaan
yang akan datang. Apabila ketemu dengan kesulitan yang kecil saja, ia gelisah, dan
jika mendapat sedikit nikmat dia tidak dapat menguasai diri, berlaku congkak, bahkan
kadang-kadang lupa daratan.
Semua sifat-sifat dan pembawaan yang demikian adalah karena ketipisan iman.
Adapun orang yang beriman mempunyai keseimbangan, hatinya tenteram
(muthmainnah), jiwanya tenang (sakinah), seperti yang dilukiskan didalam Al-Qur’an:

ْ ‫َط َم ِٕى ُّن قُلُوْ بُهُ ْم بِ ِذ ْك ِر هّٰللا ِ ۗ اَاَل بِ ِذ ْك ِر هّٰللا ِ ت‬


ۗ ُ‫َط َم ِٕى ُّن ْالقُلُوْ ب‬ ْ ‫الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َوت‬
Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram”. (Q.S. Ar-Ra’d: 28)

4. Iman membentuk kehidupan yang baik, adapun kehidupan manusia yang baik, yang
disebutkan oleh Al-Qur’an dengan hayatan thayibah, ialah orang-orang yang selalu
melakukan kebajikan, mengerjakan perbuatan-perbutan yang baik. Hidupnya
sederhana, mencukupkan yang ada (qana’ah) tidak mengganggu atau merugikan orang
lain, malah memberi dan menjadi contoh teladan. Orang yang selalu melakukan
kebajikan disisi Allah kelak akan mendapat pahala hal ini sesuai dengan Firman Allah
dalam surat An-Nahl ayat 97
َ‫صالِحًا ِّم ْن َذ َك ٍر اَوْ اُ ْن ٰثى َوهُ َو ُمْؤ ِم ٌن فَلَنُحْ يِيَنَّهٗ َح ٰيوةً طَيِّبَ ۚةً َولَنَجْ ِزيَنَّهُ ْم اَجْ َرهُ ْم بِاَحْ َس ِن َما َكانُوْ ا يَ ْع َملُوْ ن‬
َ ‫َم ْن َع ِم َل‬

Artinya:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (Q.S. An-Nahl:
97)

B. MAKNA DAN RUANG LINGKUP TAKWA

1. Pengertian takwa

Takwa menurut etimologis berasal dari bahasa Arab yaitu dari akar kata waqa-yaqi-
wiqayatan yang berarti takut, menjaga, memelihara dan melindungi. Sedangkan menurut
terminologis takwa berarti sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam
pengamalan ajaran agama Islam. Oleh karena itu, orang yang bertakwa adalah orang yang
takut kepada Allah berdasarkan kesadaran dengan mengerjakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya karena takut terjerumus ke dalam perbuatan dosa.

Takwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap sesuatu
dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, menjauhi perbuatan salah dan tidak melakukan
kejahatan pada orang lain, diri sendiri dan lingkungannya. Jadi, takwa merupakan pokok
dan ukuran dari segala perbuatan seorang muslim di dunia ini, sehingga ketakwaan kepada
Allah ini dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang
muslim selalu bertakwa kepada Allah, baik dalam keadaan tersembunyi/sendirian atau
ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang.

2. Ruang lingkup takwa

Adapun ruang lingkup takwa meliputi sebagai berikut :

a. Hubungan manusia dengan Allah SWT


Seseorang yang bertakwa adalah seorang yang menghambakan dirinya kepada Allah
SWT dan selalu menjaga hubungan dengan-Nya setiap saat sehingga dapat
menghindarkan dirinya dari kejahatan dan kemungkaran serta membuatnya konsisten
terhadap aturan-aturan Allah dimulai dengan melaksanakan ibadah secara sungguh-
sungguh dan ikhlas seperti mendirikan shalat dengan khusuk sehingga dapat
memberikan warna baik dalam kehidupannya, melaksanakan puasa dengan ikhlas
sehingga dapat melahirkan kesabaran dan pengendalian diri, menunaikan zakat dapat
mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan dari bakhil dan tamak.
Dan hati yang dapat mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari takabbur dan
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Segala perintah-perintah Allah tersebut
dilakukannya bukan saja untuk kepentingan Allah tetapi juga untuk keselamatannya di
akhirat sesuai dengan syariat yang diturunkan Allah dan diajarkan oleh Rasulullah
SAW.
b. Hubungan manusia dengan hati nurani dan dirinya sendiri
Selain manusia harus bertakwa kepada Allah, juga harus bisa menjaga hati
nuraninya dengan baik seperti yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW
dengan sifatnya yang sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas
diri dll. Selain itu manusia juga harus bisa mengendalikan hawa nafsunya karena tak
banyak diantara umat manusia yang bisa mengendalikan hawa nafsunya sehingga
selama hidupnya menjadi budak bagi hawa nafsunya.

Seperti difirmankan Allah dalam Al-Qur’an:

‫ارةٌ ۢ بِالس ُّۤوْ ِء اِاَّل َما َر ِح َم َرب ۗ ِّْي اِ َّن َرب ِّْي َغفُوْ ٌر َّر ِح ْي ٌم‬ َ ‫۞ َو َمٓا اُبَرُِّئ نَ ْف ِس ۚ ْي ِا َّن النَّ ْف‬
َ ‫س اَل َ َّم‬
Artinya :
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang” (Q.S.12. Yusuf :
53)

Maka dari itu, manusia harus bertakwa kepada Allah agar mampu mengendalikan hawa
nafsu tersebut sehingga dapat menyelamatkannya di dunia maupun di akhirat.

c. Hubungan manusia dengan sesama manusia


Agama Islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan,
kemasyarakatan, kebangsaan dll. Semua konsep tersebut memberikan gambaran
tentang ajaran-ajaran yang berhubungan dengan manusia dengan manusia (hablum
minannas) atau disebut juga dengan ajaran kemasyarakatan. Karena manusia diciptakan
tidak bisa hidup sendiri tetapi saling membutuhkan satu sama lain, sehingga dituntut
untuk bertakwa dengan menjalin hubungan yang baik antar sesamanya seperti berbuat
baik kepada sesamanya, tolong menolong, saling menghormati dll.
Sebagaiman firman Allah SWT:
ۤ ‫هّٰلل‬
ِ ‫ب َو ٰل ِك َّن ْالبِ? َّر َم ْن ٰا َمنَ بِا ِ َو ْاليَ??وْ ِم ااْل ٰ ِخ? ِر َو ْال َم ٰل ِٕى َك? ِة َو ْال ِك ٰت‬
‫ب‬ ِ ‫?ر‬ ِ ?‫ق َو ْال َم ْغ‬ ِ ‫?ل ْال َم ْش? ِر‬َ ?َ‫ْس ْالبِ? َّراَ ْن تُ َولُّوْ ا ُو ُج??وْ هَ ُك ْم قِب‬ َ ‫۞ لَي‬
ٰ
َ‫الص?لوة‬ َّ ‫ب َواَقَ??ا َم‬ ِ ۚ ۤ ‫فى الرِّ قَ??ا‬ ۤ َّ ‫الس?بِي ۙ ِْل َو‬ ْ ٰ ْ ُ ْ ٰ ْ
َّ َ‫َوالنَّبِ ٖيّنَ ۚ َواتَى ال َما َل عَلى ُحب ِّٖه َذ ِوى القرْ ٰبى َواليَتمٰ ى َوال َم ٰس? ِك ْينَ َوا ْبن‬ ٰ
ِ ‫الس?ا ِٕىلِ ْينَ َو‬
ٰ ‫ْأ‬ ۤ َّ ‫الص?بِ ِر ْينَ فِى ْالبَْأ َس? ۤا ِء َو‬
ّ ٰ ‫َو ٰاتَى ال َّز ٰكوةَ ۚ َو ْال ُموْ فُ??وْ نَ بِ َع ْه? ِد ِه ْم ِا َذا عَاهَ? ُدوْ ا ۚ َو‬
‫ص? َدقُوْ ا‬َ َ‫س اُول ِٕىكَ الَّ ِذ ْين‬ ِ ۗ ?َ‫الض?رَّا ِء َو ِح ْينَ ْالب‬ ٰۤ ُ
َ‫ك هُ ُم ْال ُمتَّقُوْ ن‬َ ‫ول ِٕى‬ ‫َۗوا‬

Artinya
:“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba
sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa”.
(Q.S.2. Al-Baqarah : 177).

Ayat ini menjelaskan tentang bertakwa kepada Allah dengan beriman terhadap
rukun iman dengan benar sebagai dasar untuk menjalin hubungan baik terhadap sesama
manusia seperti bersedekah kepada orang lain yang membutuhkan, menunaikan zakat,
menepati janji dll, semua ini merupakan sifat-sifat orang yang bertakwa kepada Allah
SWT.
d. Hubungan manusia dengan lingkungan hidup
Sikap takwa dapat ditampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan
lingkungan hidupnya. Manusia yang bertakwa adalah manusia yang memegang tugas
kekhalifahannya di tengah alam ini, sebagai subjek yang bertanggung jawab mengelola
dan memelihara lingkungannya. Sebagai pengelola, manusia akan memanfaatkan alam
untuk kesejahteraan hidupnya di dunia tanpa harus merusak lingkungan disekitarnya.

Alam dan segala potensi yang ada didalamnya telah diciptakan Allah untuk diolah
dan dimanfatkan menjadi barang jadi yang berguna bagi manusia. Oleh sebab itu, ia
harus mampu menjaga lingkungannya dengan sebaik-baiknya sebagai bentuk takwanya
kepada Pencipta alam yang telah menganugerahinya alam yang indah ini. Sebagaimana
firman Alla h SWT

ۚ ‫ت ٰۗذلِ ُك ُم هّٰللا ُ َربُّ ُك ْم‬


ِ ‫ص ? َو َر ُك ْم َو َر َزقَ ُك ْم ِّمنَ الطَّيِّ ٰب‬ َ ‫َّالس ? َم ۤا َء بِنَ? ۤ?ا ًء و‬
ُ َ‫َّص ? َّو َر ُك ْم فَاَحْ َس ?ن‬ َّ ‫ض قَ ? َرارًا و‬ َ ?‫ُ الَّ ِذيْ َج َع‬
َ ْ‫?ل لَ ُك ُم ااْل َر‬
‫هّٰللَا‬
َ‫ك هّٰللا ُ َربُّ ْال ٰعلَ ِم ْين‬
َ ‫فَتَ ٰب َر‬
Artinya :
“Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap,
dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki dengan
sebahagian yang baik-baik. yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung
Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S.40. Al-mukmin : 64).

Firman Allah SWT:


َ‫اس َو َمٓا اَ ْن َز َل هّٰللا ُ ِمن‬
َ َّ‫ك الَّتِ ْي تَجْ ِريْ فِى ْالبَحْ ِر بِ َما يَ ْنفَ ُع الن‬ ِ ‫ار َو ْالفُ ْل‬
ِ َ‫ف الَّ ْي ِل َوالنَّه‬
ِ ‫اختِاَل‬ْ ‫ض َو‬ ِ ْ‫ت َوااْل َر‬ ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬ ِ ‫اِ َّن فِ ْي خَ ْل‬
ۤ‫الس? َما ِء‬
َّ َ‫ب ْال ُم َس? َّخ ِر بَ ْين‬ ۤ
ِ ‫ث فِ ْيهَا ِم ْن ُك ِّل دَابَّ ٍة ۖ َّوتَصْ ِري‬ َ ْ‫ال َّس َم ۤا ِء ِم ْن َّما ٍء فَاَحْ يَا بِ ِه ااْل َر‬
َّ َ‫ض بَ ْع َد َموْ تِهَا َوب‬ ۤ
ِ ‫الس? َحا‬ َّ ‫ح َو‬ ِ ‫ْف ال ِّر ٰي‬
ٍ ‫ض اَل ٰ ٰي‬
َ‫ت لِّقَوْ ٍم يَّ ْعقِلُوْ ن‬ ِ ْ‫َوااْل َر‬
Artinya :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan
siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan
apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan
bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”.
(Q.S.2. Al-Baqarah : 164).

C. IMPLEMENTASI IMAN DAN TAKWA DALAM KEHIDUPAN

Iman dan takwa memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam dan bagi
kehidupan manusia, karena iman merupakan satu hal yang sangat fundamental dalam Islam,
titik tolak permulaan dalam Islam sebagai landasan tempat berpijak ialah iman. Rasulullah
memusatkan segala aktivitas permulaan da’wanya untuk menerapkan faham keimanan
selama 13 tahun di Mekah. Soal- soal lainnya belum disinggung dan dikemukakan. Hal
tersebut merupakan suatu pertanda yang jelas, bahwa soal keimanan atau kepercayaan itu
menjadi soal yang primair. Karena iman adalah masalah mendasar dalam Islam, Iman
menjadi titik tolak permulaan seseorang menjadi pemeluk Islam (muslim). Sedangkan takwa
adalah barometer atau ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim.
Islam menjadikan Iman atau percaya secara mutlak kepada Allah dan Muhammad
sebagai Rasul-Nya, kepercayaan kepada arkanul iman atau enam rukun iman, sebagai bukti
dari takwanya kepada Allah SWT. Orang bertakwa senantiasa iman kepada Allh, kepada
para malaika, kitab-kitab, para rasul, hari akhirat, qadha dan qadar, dengan kata lain,
instrumen ketakwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan memelihara firah iman.
Sehingga ketakwaan kepada Allah bukan sekedar dengan berpuasa, shalat dan mengerjakan
ibadah yang lainnya akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah dengan
meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diperintahkan
Allah.

Maka barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruniai amal kebaikan, maka itu
adalah kebaikan di atas kebaikan. Ketakwaan kepada Allah dituntut disetiap kondisi, dimana
saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan selalu bertakwa kepada Allah, baik
ketika dalam keadaan tersembunyi/ sendirian atau ketika berada di tengah keramaian/ di
hadapan orang.

Seorang yang bertaqwa adalah seorang yang menghambakan dirinya kepada Allah dan
selalu menjaga hubungan dengan-Nya setiap saat sehingga dapat menghindari dari kejahatan
dan kemunkaran serta membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Dengan
demikian itu, terbentuk dalam dirinya keindahan iman sebagai pribadi ideal yaitu pribadi
yang tegak diatas nilai-nilai ketakwaan. Sebagai mana firman Allah SWT dalam surat Ali
‘Imran ayat 102 :
َّ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا هّٰللا َ َح‬
َ‫ق تُ ٰقىتِ ٖه َواَل تَ ُموْ تُ َّن اِاَّل َواَ ْنتُ ْم ُّم ْسلِ ُموْ ن‬

Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama
Islam”. (Q.S.3. Ali ’Imran: 102).

Orang yang bertakwa ia akan selalu menjaga hubungan baik kepada Allah maupun
terhadap sesama manusia yang dikenal dengan hablum minallah dan hablum minannas.
Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan ibadah secara sungguh-
sungguh dan ikhlas seperti, mendirikan shalat dengan khusuk, melaksanakan puasa dengan
ikhlas, membayar zakat dan lain-lain akan mendatangkan manfaat yang baik bagi
hubungannya dengan manusia seperti tercegahnya ia dari kejahatan akibat dari shalatnya
yang khusuk, tertanam dalam hatinya rasa tolong menolong kepada yang lebih lemah darinya
buah dari puasanya yang ikhlas, dan terhindar dari sifat bakhil dan kikir hasil dari zakat dan
sedekah yang ia keluarkan dan lain sebagainya.

Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa orang yang bertakwa pasti memiliki iman atau
kepercayaan dan keyakinan yang mutlak terhadap arkanul iman atau enam rukun iman
sebagai bentuk dan cermin takwanya kepada Allah SWT sebagaimana firman-Nya:

‫الض ? ۤ َّرا ِء‬


َّ ‫الس ? ۤ َّرا ِء َو‬
َّ ‫ت لِ ْل ُمتَّقِي َْۙن الَّ ِذ ْينَ يُ ْنفِقُ??وْ نَ فِى‬
ْ ‫ض اُ ِع? َّد‬
ُۙ ْ‫ت َوااْل َر‬
ُ ‫الس ?مٰ ٰو‬
َّ ‫ض ?هَا‬ ُ ْ‫ارع ُْٓوا اِ ٰلى َم ْغفِ ? َر ٍة ِّم ْن َّربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة َعر‬
ِ ? ‫۞ َو َس‬
َۚ‫اس َوهّٰللا ُ يُ ِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِ ْين‬
ِۗ َّ‫َو ْال ٰك ِظ ِم ْينَ ْال َغ ْيظَ َو ْال َعافِ ْينَ َع ِن الن‬

Artinya:
“Dan bersegelah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-
orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang
yang berbuat kebajikan”. (Q.S.3. Ali Imran : 133-134).

Ayat ini menjelaskan bahwa diantara ciri orang yang bertakwa adalah memiliki akhlak
yang mulia seperti, memberi nafkah atau pertolongan kepada orang lain, berlaku baik atau
tidak emosi dan bisa memaafkan kesalahan orang lain.

D. CIRI-CIRI ORANG BERTAKWA

Adapun ciri-ciri orang yang bertakwa sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai
berikut :

a. Al-Baqarah : 2-5

‫ب َويُقِ ْي ُموْ نَ الص َّٰلوةَ َو ِم َّما َر َز ْق ٰنهُ ْم يُ ْنفِقُوْ نَ ۙ َوالَّ ِذ ْينَ يُْؤ ِمنُ??وْ نَ بِ َم??ٓا‬ َ ‫ٰذلِكَ ْال ِك ٰتبُ اَل َري‬
ِ ‫ْب ۛ فِ ْي ِه ۛ هُدًى لِّ ْل ُمتَّقِ ْي ۙنَ الَّ ِذ ْينَ يُْؤ ِمنُوْ نَ بِ ۤ ْال َغ ْي‬
ْ ْ ٰۤ ُ ٰ ٰ ُ ۗ ٰ
َ‫ك عَلى هُدًى ِّم ْن َّربِّ ِه ْم ۙ َواول ِٕىكَ هُ ُم ال ُمفلِحُوْ ن‬ َ ‫ك ۚ َوبِا ِخ َر ِة هُ ْم يُوْ قِنُوْ نَ اول ِٕى‬ ‫اْل‬ َ ِ‫ك َو َمٓا اُ ْن ِز َل ِم ْن قَ ْبل‬
َ ‫اُ ْن ِز َل اِلَ ْي‬

Artinya :
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.dan mereka yang
beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang
telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-
orang yang beruntung.” (Q.S.2. Al-Baqarah : 2-5)

b. Al-Baqarah : 177
ۤ ‫هّٰلل‬
ۚ َ‫ب َوالنَّبِ ٖيّن‬ ِ ‫ب َو ٰل ِك َّن ْالبِ? َّر َم ْن ٰا َمنَ بِا ِ َو ْاليَ??وْ ِم ااْل ٰ ِخ? ِر َو ْال َم ٰل ِٕى َك? ِة َو ْال ِك ٰت‬ ِ ?‫ق َو ْال َم ْغ‬
ِ ‫?ر‬ ِ ‫ْس ْالبِ َّراَ ْن تُ َولُّوْ ا ُوجُوْ هَ ُك ْم قِبَ َل ْال َم ْش ِر‬
َ ‫۞ لَي‬
ۚ َ‫الص?لوةَ َواتَى ال َّزكٰ وة‬ ٰ ٰ َّ ‫ب َواَقَ??ا َم‬ ِ ۚ ‫فى ال ِّرقَ??ا‬ ۤ َّ َ‫َو ٰاتَى ْال َما َل عَلى ُحب ِّٖه َذ ِوى ْالقُرْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس ِك ْينَ َوا ْبن‬
َّ ‫الس?بِي ۙ ِْل َو‬ ٰ
ۤ ِ ‫الس?ا ِٕىلِ ْينَ َۤو‬
ٰ ُ‫ص َدقُوْ ا ۗ َوا‬ ٰ ُ‫س ا‬ ‫ْأ‬ ۤ َّ ‫صبر ْينَ فِى ْالبَْأ َس ۤا ِء َوال‬
َ‫ك هُ ُم ْال ُمتَّقُوْ ن‬ َ ‫ول ِٕى‬ َ َ‫ول ِٕىكَ الَّ ِذ ْين‬ ِ ۗ َ‫ضرَّا ِء َو ِح ْينَ ْالب‬ ِ ِ ّ ٰ ‫َو ْال ُموْ فُوْ نَ بِ َع ْه ِد ِه ْم اِ َذا عَاهَ ُدوْ ا ۚ َوال‬

Artinya :
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya
apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah
orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. 2.Al-Baqarah : 177).

c. Ali Imran:133-135
‫الض? ۤ َّرا ِء‬
َّ ‫الس? ۤ َّرا ِء َو‬
َّ ‫ت لِ ْل ُمتَّقِي َْۙن الَّ ِذ ْينَ يُ ْنفِقُ??وْ نَ فِى‬
ْ ‫ض اُ ِع? َّد‬ ُۙ ْ‫ت َوااْل َر‬ ُ ‫ضهَا السَّمٰ ٰو‬ ُ ْ‫ارع ُْٓوا اِ ٰلى َم ْغفِ َر ٍة ِّم ْن َّربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة َعر‬ ِ ‫۞ َو َس‬
‫هّٰللا‬ ۚ ْ ‫هّٰللا‬
ْ
‫اس?تَغفَرُوْ ا‬ َ ُ ْ َ ٓ َ َ َ ً ُ َ َّ
ْ َ‫اس َو ُ يُ ِحبُّ ال ُمحْ ِسنِ ْينَ َوال ِذ ْينَ اِذا فَ َعلوْ ا فَا ِح َشة اوْ ظل ُم ْوا انف َسهُ ْم ذ َك? رُوا َ ف‬ ِ ‫َو ْال ٰك ِظ ِم ْينَ ال َغ ْيظ َوال َعافِ ْينَ َع ِن الن‬
ۗ َّ ْ َ ْ
ٰ ‫هّٰللا‬
َ‫صرُّ وْ ا عَلى َما فَ َعلُوْ ا َوهُ ْم يَ ْعلَ ُموْ ن‬
ِ ُ‫ب اِاَّل ُ ۗ َولَ ْم ي‬ َ ْ‫لِ ُذنُوْ بِ ِه ۗ ْم َو َم ْن يَّ ْغفِ ُر ال ُّذنُو‬

Artinya :
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang-
orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-
orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon
ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain
dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui. (Q.S. 3.Ali Imran : 133-135).

Dari ayat-ayat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri orang yang bertakwa adalah :
1. Beriman pada yang ghaib (Allah, malaikat, nabi-nabi, kitab-kitab).
2. Mendirikan shalat.
3. Menunaikan zakat.
4. Menafkahkan sebagian rezeki yang Allah karuniakan kepadanya pada waktu lapang
maupun sempit kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir,fakir
dan miskin.
5. Memenuhi janjinya bila berjanji.
6. Bersabar dalam kesengsaraan, penderitaan dan dalam waktu peperangan.
7. Dapat menahan amarahnya.
8. mema'afkan kesalahan orang lain.
9. orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri,
mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosanya.
10. Orang-orang yang tidak meneruskan perbuatan kejinya, sedang mereka mengetahui.

E. TAKWA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL

Diantara konsekuensi dari takwa adalah memiliki tanggung jawab sosial di tengah
lingkungan dan masyarakat ia berada. Seorang yang bertakwa akan selalu menjaga
hubungan baik dengan sesama maupun dengan lingkungannya, seperti yang telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan sifatnya yang sabar, pemaaf, adil,
ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri dan sifat-sifat yang baik lainnya. Selain
itu, manusia juga harus bisa mengendalikan hawa nafsunya sehingga tidak berbuat
sesuatu yang dapat merusak dirinya dan lingkungan sosialnya.
Oleh karena itu, orang yang bertaqwa akan menjadi motor penggerak, gotong
royong dan kerja sama dalam segala bentuk kebaikan dan kebijakan. Sebagaimana
firman Allah SWT :
ۤ ‫هّٰلل‬
ۚ َ‫ب َوالنَّبِ ٖيّن‬ ِ ‫ب َو ٰل ِك َّن ْالبِ َّر َم ْن ٰا َمنَ بِا ِ َو ْاليَ??وْ ِم ااْل ٰ ِخ? ِر َو ْال َم ٰل ِٕى َك? ِة َو ْال ِك ٰت‬ ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬ ِ ‫ْس ْالبِ َّراَ ْن تُ َولُّوْ ا ُوجُوْ هَ ُك ْم قِبَ َل ْال َم ْش ِر‬
َ ‫۞ لَي‬
ٰ ٰ ۤ ٰ َ ‫َو ٰاتَى ْال َم‬
ۚ َ‫الص?لوةَ َواتَى ال َّزكٰ وة‬ َّ ‫ب َواَقَ??ا َم‬
ۤ ِ ۚ ‫فى ال ِّرقَ??ا‬ ِ ۤ ‫ال عَلى ُحب ِّٖه َذ ِوى ْالقُرْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس ِك ْينَ َوا ْبنَ ال َّسبِ ْي ۙ ِل َوالسَّا ِٕىلِ ْينَ َو‬
ٰ ُ‫ص َدقُوْ ا َۗوا‬ ٰ ُ‫س ا‬ ‫ْأ‬ ۤ َّ ‫صبر ْينَ فِى ْالبَْأ َس ۤا ِء َوال‬
َ‫ك هُ ُم ْال ُمتَّقُوْ ن‬ َ ‫ول ِٕى‬ َ َ‫ول ِٕىكَ الَّ ِذ ْين‬ ِ ۗ َ‫ضرَّا ِء َو ِح ْينَ ْالب‬ ِ ِ ّ ٰ ‫َو ْال ُموْ فُوْ نَ بِ َع ْه ِد ِه ْم اِ َذا عَاهَ ُدوْ ا ۚ َوال‬

Artinya :
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba
sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. 2.Al-Baqarah : 177).

Ayat ini menjelaskan bahwa ciri-ciri orang yang bertakwa memiliki hubungan yang
baik kepada Allah sebagai dasar keyakinan dan keimanan kepada Allah seperti, iman
kepada Allah, hari kemudian, malaikat, kitab dan nabi-nabi Allah. Selanjutnya Allah
menggambarkan hubungan kemanusiaan, yaitu mengeluarkan harta, menepati janji serta
sabar dalam segala keadaan. Ayat ini menggambarkan bahwa hakikat takwa itu dengan
memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi baik kepada Allah sebagai tempat ia mengabdi
dan tanggung jawab kepada sesama manusia sebagai tempat ia beramal baik demi meraih
kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar !

1.Sebutkan perbedaan antara iman dan takwa!


2.Jelaskan peran iman dan takwa dalam membentuk kehidupan seorang muslim !
3.Sebutkan implementasi iman dan takwa dalam kehidupan seorang muslim!
4.Sebutkan ciri-ciri orang yang bertakwa menurut Al-Qur’an dan hadits !
5.Jelaskan manfaat takwa bagi kebahagian seorang muslim di dunia dan akhirat

Anda mungkin juga menyukai