NIM : 042805101
Tempat, Tanggal Lahir : SUNGAI DAREH, 30/01/2000
Program Studi : Ilmu Hukum S1
UPBJJ : Padang
Tugas. 1 : Pendidikan Agama Islam MKWU4101.173
1. Konstruksi pengertian iman dalam Al-quran berkaitan dengan assyaddu hubban (QS.
Al- Baqarah (2) : 165), qalbu, mata, dan telinga (QS. Al-A’raaf (7):179).
Artinya: Dan ada di antara manusia mengambil dari selain Allah sebagai tandingan, mereka
mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Dan orang yang beriman, bersangatan cintanya
kepada Allah. Dan jika sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika
mereka melihat azab (tahulah mereka) bahwa sesungguhnya seluruh kekuatan itu kepunyaan
Allah dan sesungguhnya Allah itu sangat keras azab-Nya (pasti mereka menyesal).
Berdasarkan redaksi ayat tersebut, iman identik dengan asyaddu hubban lillah. Hub artinya
kecintaan atau kerinduan. Asyaddu adalah kata superlatif syadiid (sangat). Asyaddu hubban
berarti sikap yang menunjukkan kecintaan atau kerinduan luar biasa. Lillah artinya kepada
atau terhadap Allah.
(ii) Pengertian iman kepada Allah SWT dalam ayat QS. Al – Baqarah (2) : 165
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan pengertian iman adalah sikap (atitude), yaitu kondisi
mental yang menunjukkan kecenderungan atau keinginan luar biasa terhadap Allah.
Orang-orang yang beriman kepada Allah berarti orang yang rela mengorbankan jiwa dan
raganya untuk mewujudkan harapan atau kemauan yang dituntut oleh Allah kepadanya.
b. Ayat dan Terjemahan QS. Al-A’raaf (7):179
ٰۤ ُ ۗ ْأ
ك
َ ول ِٕى ٌ صرُوْ نَ بِهَ ۖا َولَهُ ْم ٰا َذ
ان اَّل يَ ْس َمعُوْ نَ بِهَا ا ِ س لَهُ ْم قُلُوْ بٌ اَّل يَ ْفقَهُوْ نَ بِهَ ۖا َولَهُ ْم اَ ْعي ٌُن اَّل يُ ْب
ِ ۖ َولَقَ ْد َذ َر نَا لِ َجهَنَّ َم َكثِ ْيرًا ِّم ۤنَ ْال ِجنِّ َوااْل ِ ْن
َك هُ ُم ْال ٰغفِلُوْ ن ٰ ُضلُّ ۗ ا
َ ول ِٕى َ ََكااْل َ ْن َع ِام بَلْ هُ ْم ا
Artinya: Dan sungguh Kami telah sediakan untuk (isi) neraka jahanam kebanyakan dari jin
dan manusia; mereka mempunyai hati (tetapi) tidak mau memahami dengannya, mereka
mempunyai mata, mereka tidak melihat dengannya tetapi mereka mempunyai telinga (tetapi)
tidak mendengar dengannya. Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat.
Mereka itulah orang-orang yang lalai.
c. Pengertian iman kepada Allah SWT menurut ayat QS. Al-A’raaf (7):179
Berdasarkan ayat tersebut diketahui, bahwa rukun (struktur) iman ada tiga aspek yaitu;
kalbu, lisan, dan perbuatan. Tepatlah jika pengertian iman didefinisikan dengan pendirian
yang diwujudkan dalam bentuk bahasa dan perilaku. Jika pengertian ini diterima, maka istilah
iman identik dengan kepribadian manusia seutuhnya, atau pendirian yang konsisten. Orang
yang beriman berarti orang yang memiliki kecerdasan, kemauan dan keterampilan.
Kata iman dalam Al-quran, pada umumnya dirangkaikan dengan kata lain. Kata rangkaian
itulah yang memberikan nilai tentang sesuatu yang diimaninya. Jika kata iman dirangkaikan
dengan kata-kata yang negatif berarti nilai iman tersebut negatif. Dalam istilah Al-quran,
iman yang negatif disebut kufur. Pelakunya disebut kafir.
Dari kedua ayat tersebut dapat disimpulkan pengertian iman adalah sikap (atitude), yaitu
kondisi mental yang menunjukkan kecenderungan atau keinginan luar biasa terhadap Allah.
Orang-orang yang beriman kepada Allah berarti orang yang rela mengorbankan jiwa dan
raganya untuk mewujudkan harapan atau kemauan yang dituntut oleh Allah kepadanya dan
diketahui, bahwa rukun (struktur) iman ada tiga aspek yaitu; kalbu, lisan, dan perbuatan.
Tepatlah jika pengertian iman didefinisikan dengan pendirian yang diwujudkan dalam bentuk
bahasa dan perilaku. Jika pengertian ini diterima, maka istilah iman identik dengan
kepribadian manusia seutuhnya, atau pendirian yang konsisten. Orang yang beriman berarti
orang yang memiliki kecerdasan, kemauan dan keterampilan.
2. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya dari segi fisik, non fisik dan tujuan
penciptaannya. Namun, kesempurnaan manusia lebih ditekankan kepada aspek non
fisik dan pencapaian tujuan penciptaan tersebut daripada aspek fisik. Hal ini
diantaranya diisyaratkan dalam kandungan ayat-ayat Q.S. Ali-Imran (3) : 190-191 dan
Q.S. Qaaf (50) : 16.
Yakni orang-orang yang dapat menggunakan akal dan logikanya dengan baik dan benar
untuk mengenal lebih dalam siapakah Allah, mengetahui keagungan-Nya, kebijaksanaan-
Nya, keadilan-Nya, dan kekuasaan-Nya melalui tanda-tanda dalam ciptaan maupun hukum
syari’ah yang ditetapkan-Nya, atau dapat disebut jga dengan ( Ulul Albab ).
Penjelasan Ayat :
Ayat ini menjelaskan bahwa Hakikat Manusia adalah makhluk yang memiliki Akal dan
mampu menggunakannya untuk mengingat allah, mengetahui keagungan-Nya,
kebijaksanaan-Nya, keadilan-Nya, dan kekuasaan-Nya. Baik dengan melihat tanda-tanda
kekuasaan allah melalui ayat kauniyah maupun ayat qouliyah.
16 َولَقَ ْد خَ لَ ْقنَا ااْل ِ ْن َسانَ َونَ ْعلَ ُم َما تُ َوس ِْوسُ بِ ٖه نَ ْفسُهٗ ۖ َونَحْ نُ اَ ْق َربُ اِلَ ْي ِه ِم ْن َح ْب ِل ْال َو ِر ْي ِد
Artinya : Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya."
Allah Subhanahu Wa Ta'ala adalah sang Pencipta. Dia adalah dzat yang menciptakan
segala sesuatu termasuk di dalamnya adalah manusia.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala Maha Mengetahui apapun yang terjadi di alam semesta
ini, termasuk di dalamnya apa yang dibisikkan oleh hati manusia.
Dalam ayat ini hakikat manusia yang dimaksud adalah secara keseluruhan baik itu
orang beriman maupun orang kafir. Dan semuanya ada malaikat pencatat di setiap
sisinya (lihat ayat selanjutnya).
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala menjelaskan bahwa Dia dekat dengan
manusia daripada urat lehernya. Yang dimaksud dekat disini adalah Ilmu Allah yang
ada dimana mana, bukan dari Dzat Allah itu sendiri.
Penjelasan dari ayat tersebut pada hakikatnya seluruh manusia Allah sertakan 2 malaikat
untuk mencatat amal kebaikan dan keburukannya. Sehingga disinilah kita memahami makna
"Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya."
c. Hakikat kesempurnaan manusia menurut ketiga ayat tersebut
Penjelasan:
• Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.
• orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring,
dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan
kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami
dari azab neraka."
• Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan
oleh hatinya, dan kami lebih dekat dari pada urat lehernya.
3. Manusia dari sisi perwujudannya sebagai makhluk sosial, bertempat tinggal dan
berinteraksi dengan sesamanya dalam waktu yang lama dalam suatu masyarakat.
b. Asal-usul masyarakat menurut fitrah manusia dalam QS. Al-Hujuraat: 13 dan QS. Az-
Zukhruf: 32
ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا َخلَ ْق ٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّواُ ْن ٰثى َو َج َع ْل ٰن ُك ْم ُشعُوْ بًا َّوقَبَ ۤا ِٕى َل لِتَ َعا َرفُوْ ۚا اِ َّن اَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هّٰللا ِ اَ ْت ٰقى ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َعلِ ْي ٌم خَ بِ ْي ٌر
Artinya : "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti."
Artinya : "Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka
atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan
sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan."
Dari kedua ayat tersebut maka asal usul masyarakat menurut fitrah manusia adalah sebagai
berikut:
Allah Subhanahu wa ta'ala pada awalnya menciptakan manusia dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan. Yang dimaksud disini adalah Nabi Adam dan Hawa.
Kemudian Allah jadikan berbangsa bangsa dan bersukur suku yaitu menjadi sebuah
masyarakat. Untuk bisa saling mengenal.
Namun suku-suku ini tidak ada manfaatnya di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Karena sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling
bertakwa.
Kemudian di dalam kehidupan masyarakat Allah meninggikan sebagian dari
sebagian yang lain beberapa derajat agar bisa bermanfaat orang sebagian tersebut
untuk sebagian yang lain.
Maksudnya meninggikan derajat pada ayat 32 surat Az Zukhruf adalah sebagian
diberikan kekayaan lebih agar bisa membantu sebagian yang lain (orang yang
kekurangan harta).
c. Kriteria masyarakat beradab dan sejahtera dari sudut pandang masyarakat madani!
Masyarakat madani yang dideklarasikan oleh Nabi adalah masyarakat yang adil,
terbuka dan demokratis, dengan landasan takwa kepada Allah dan taat kepada ajaran-Nya
Takwa kepada Allah adalah semangat ketuhanan yang diwujudkan dengan membangun
hubungan yang baik dengan Allah dan manusia. Hubungan itu tentu saja harus dilandas
dengan berbudi iuhur dan akhlak mulia. Dalam konteks ini menjadi jelas masyarakat madan
adalah masyarakat berbudi luhur mengacu pada kehidupan masyarakat berkualitas dan
beradab. Berdasarkan uraian di atas, meskipun memiliki makna yang berbeda dari
makanannya antara civil society dan masyarakat madani, tetapi kedua istilah memiliki
semangat yang sama, yakni suatu masyarakat yang adil, terbuka, demokratis, dan sejahtera
dengan kualitas keadaban warganya.
:1. Keadilan
Berbicara tentang keadilan secara horizontal berarti berbicara kesejahteraan umum.
Menegakkan keadilan merupakan kemestian yang bersifat fitrah yang harus ditegakkan oleh
setiap individu sebagai pengejawantahan dari perjanjian primordial di mana manusia
mengakui Allah sebagai Tuhannya. Keadilan merupakan sunnatullah di mana Allah
menciptakan alam semesta ini dengan prinsip keadilan dan keseimbangan. Dalam al-Quran
keadilan itu disebut sebagai hukum keseimbangan yang menjadi hukum jagat raya. Keadilan
juga merupakan sikap yang paling dekat dengan takwa. Karena itu setiap praktik
ketidakadilan merupakan suatu bentuk penyelewengan dari hakikat kemanusiaan yang
dikutuk keras oleh al-Qur'an.
4. Supremasi Hukum
Keadilan seperti disebutkan di atas harus dipraktikkan dalam semua aspek kehidupan. Di
mulai dari menegakkan hukum. Menegakkan hukum yang adil merupakan amanah yang
diperintahkan untuk dilaksanakan kepada yang berhak.
5. Egalitarianisme (Persamaan)
Egalitarianisme artinya persamaan, tidak mengenal sistem dinasti geneologis. Artinya
adalah bahwa masyarakat madani tidak melihat keutamaan atas dasar keturunan, ras, etnis,
dll. di atas prestasi. Bukan prestise tapi prestasi. Karena semua manusia dan warga
masyarakat dihargai bukan atas dasar geneologis di atas melainkan di atas dasar prestasi yang
dalam bahasa Al-Quran adalah takwa.
6. Pluralisme
Pluralisme adalah sikap di mana kemajemukan merupakan sesuatu yang harus
diterima sebagai bagian dari realitas obyektif Pluralisme yang dimaksud tidak sebatas
mengakui bahwa masyarakat itu plural melainkan juga harus disertai dengan sikap yang tulus
bahwa keberagaman merupakan bagian dari karunia Allah dan rahmat-Nya karena akan
memperkaya budaya melalui interaksi dinamis dengan pertukaran budaya yang beraneka
ragam itu. Kesadaran plurralisme itu kemudian diwujudkan untuk bersikap toleran dan saling
menghormati di antara sesama anggota yang berbeda baik berbeda dalam hal etnis, suku
bangsa, maupun agama.
5. Pengawasan Sosial
Yang disebut dengan amal saleh pada dasarnya adalah suatu kegiatan demi kebaikan
bersama. Prinsip-prinsip di atas sebagai dasar pembentukan masyarakat madani merupakan
suatu usaha dan landasan bagi terwujudnya kebaikan bersama. Kegiatan manusia apapun
merupakan suatu konsekuensi logis dari adanya keterbukaan di mana setiap warga memiliki
kebebasan untuk melakukan tindakan.