Anda di halaman 1dari 5

Nama : Rudi K.

Pradana
NIM : 031324168
Kode Mata Kuliah : MKDU4221
Nama Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam
Kelas : 144
Tugas : 1 (satu)

1. a. Q.S. Al- Baqarah (2) : 165

‫اس َم ْن يَّتَّ ِخ ُذ ِم ْن ُد ْو ِن هّٰللا ِ اَ ْن َدادًا يُّ ِحب ُّْونَهُ ْم َكحُبِّ هّٰللا ِ ۗ َوالَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْٓوا اَ َش ُّد‬
ِ َّ‫َو ِم َن الن‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰلِل‬ َ ‫ُحبًّا هّٰلِّل ِ َۙولَ ْو يَ َرى الَّ ِذي َْن‬
َ ‫اب اَ َّن ْالقُ َّوةَ ِ َج ِم ْيعًا ۙ َّواَ َّن‬ َ ۙ ‫ظلَ ُم ْٓوا اِ ْذ يَ َر ْو َن ْال َع َذ‬
ِ ‫َش ِد ْي ُد ْال َع َذا‬
‫ب‬
Artinya :
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai
tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat
zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan
itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka
menyesal).”
Berdasarkan ayat tersebut diatas hubban adalah sikap yang menunjukkan kecintaan
dan kerinduan luar biasa. Dari ayat tersebut bahwa iman adalah sikap (atitude), yaitu
kondisi mental yang menunjukkan kecenderungan atau keinginan luar biasa terhadap
Allah. Orang-orang yang beriman kepada Allah berarti orang yang rela
mengorbankan jiwa dan raganya untuk mewujudkan harapan atau kemauan yang
dituntut oleh Allah kepadanya.
b. Q.S. Al-A’raaf (7):179

ْ
‫ُون بِهَا َولَهُ ْم‬ َ ‫نس ۖ لَهُ ْم قُلُوبٌ اَّل يَ ْفقَه‬ ِ ِ ‫َولَقَ ْد َذ َرأنَا لِ َجهَنَّ َم َكثِيرًا ِّم َن ْٱل ِجنِّ َوٱإْل‬
ٓ
َ ِ‫ُون بِهَٓا ۚ أُ ۟و ٰلَئ‬
‫ك َكٱأْل َ ْن ٰ َع ِم بَلْ هُ ْم‬ َ ‫ان اَّل يَ ْس َمع‬
ٌ ‫ُون بِهَا َولَهُ ْم َءا َذ‬ َ ‫صر‬ ِ ‫أَ ْعي ٌُن اَّل يُ ْب‬
ٓ
َ ُ‫ك هُ ُم ْٱل ٰ َغفِل‬
‫ون‬ َ ِ‫ضلُّ ۚ أُ ۟و ٰلَئ‬
َ َ‫أ‬
Artinya :
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin
dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka
itulah orang-orang yang lalai.”
c. Aqdun artinya ikatan, keterpaduan, kekompakan. Qalbu adalah potensi psikis yang
berfungsi untuk memahami informasi. Ini berarti identik dengan pikiran atau akal.
Iqrar artinya pernyataan atau ucapan. Iqrar bil lisan dapat diartikan dengan
menyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulisan. Amal bil arkan artinya
perilaku gerakan perangkat anggota tubuh. Perbuatan dalam kehidupan keseharian.
d. Pengertian iman kepada Allah SWT menurut ayat Q.S. Al-A’raaf (7) : 179, bahwa
rukun (struktur) iman ada tiga aspek yaitu : kalbu, lisan, dan perbuatan. Tepatlah
jika iman didefenisikan dengan pendirian yang diwujudkan dalam bentuk bahasa dan
perilaku. Jika pengertian ini diterima, maka istilah iman identik dengan kepribadian
manusia seutuhnya, atau pendirian yang konsisten. Orang beriman berarti orang yang
memiliki kecerdasan, kemauan, dan keterampilan.

2. a. Q.S. Ali-Imran (3) : 190-191

‫ب‬ ٍ ‫ار اَل ٰ ٰي‬


ِ ۙ ‫ت اِّل ُولِى ااْل َ ْلبَا‬ ِ َ‫ف الَّي ِْل َوالنَّه‬
ِ ‫اختِاَل‬ ِ ْ‫ت َوااْل َر‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫اِ َّن فِ ْي َخ ْل‬
ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬
Artinya :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal”

‫هّٰللا‬
ِ ‫الَّ ِذي َْن يَ ْذ ُكر ُْو َن َ قِيَا ًما َّوقُع ُْودًا َّو َع ٰلى ُجنُ ْوبِ ِه ْم َويَتَفَ َّكر ُْو َن فِ ْي َخ ْل‬
ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬
‫ت‬
ِ َّ‫اب الن‬
‫ار‬ َ ‫ك فَقِنَا َع َذ‬ َ َ‫اطاًل ۚ ُسب ْٰحن‬
ِ َ‫ت ٰه َذا ب‬ َ ‫ض َربَّنَا َما َخلَ ْق‬
ِ ۚ ْ‫َوااْل َر‬
Artinya :
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam
keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia;
Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.”
Hakikat manusia menurut ayat tersebut diatas adalah Orang yang berpikiranartinya
orang yang tidak pernah lepas dari mengingat Allah, baik dalam keadaan berdiri,
duduk atau berbaring.Kata yadzkurūna berarti ingat berpokok pada kata
dzikir.Disebutkan pula, bahwasanya dzikir hendaklah bertali diantara sebutan dan
ingatan.Kita mampu menyebut Asma Allah dengan mulut karena telah teringat
terlebih dahulu dalam hati.Sesudah pengelihatan atas kejadian langit dan bumi, atau
pergantian siang dan malam, langsungkan ingatan kepada yang
menciptakannya.Karena jelaslah dengan sebab ilmu pengetahuan bahwa semuanya
itu tidaklah ada yang terjadi sia-sia atau secara kebetulan.Kegiatan mengingat
(tadzakkur) itu berhubungan dengan kegiatan memikirkan (tafakkur).
Lanjutan perasaan setelah mengingat dan berpikir, yaitu tawakkal dan ridla, berserah
diri dan mengakui kelemahan.Seyogyanya bertambah tinggi ilmu seseorang
bertambah ingatlah kepada Allah.Sebagai alamat pengakuan atas kelemahannya
dihadapan Allah, timbullah bakti dan ibadat sebagai hamba kepada penciptanya.
b. Q.S. Qaaf (50) : 16

‫ان َونَ ْعلَ ُم َما تُ َوس ِْوسُ بِ ٖه نَ ْف ُسهٗ َۖونَحْ ُن اَ ْق َربُ اِلَ ْي ِه ِم ْن َح ْب ِل‬
َ ‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا ااْل ِ ْن َس‬
‫ْال َو ِر ْي ِد‬
Artinya :
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”
Hakikat manusia menurut ayat tersebut diatas adalah zat yang bersifat lahir dan gaib
itu menentukan postur manusia seabgai makhluk yang paling sempurna. Manusia
mempunyai anggota badan, khususnya otak dan jantung yang berfungsi sebagai
mekanisme biologi, yaitu seperangkat subsistem di dalam sistem tubuh manusia
untuk menunjukkan keberadannya (eksistensinya).
c. Gambaran bahwa manusia merupakan makhluk yang sempurna, mungkin dapat
dilihat dari kemampuannya untuk menentukan tujuan hidup. Tujuan hidup itu
berdasarkan satu tata nilai yang memberikan corak pada seluruh kehidupan manusia
yang terdiri dari proses mengetahui, mengalami, memikirkan, merasakan, dan
membentuk sikap tertentu yang akhirnya tersusun pada suatu pola perilaku yang
dapat menghasilkan karya manusia, baik yang bersifat fisik maupun bersifat non
fisik.
3. a. Pengertian terminologis tentang masyarakat adalah sejumlah individu yang hidup
bersama dalam suatu wilayah tertentu, bergaul dalam jangka waktu yang lama
sehingga menimbulkan kesadaran pada diri setiap anggotanya sebagai suatu
kesatuan.
b. Asal-usul masyarakat menurut fitrah manusia dalam QS. Al-Hujuraat : 13 dan QS.
Az-Zukhruf : 32. Untuk mewujudkan keinginan tersebut manusia harus melakukan
interaksi sosial dengan sesamanya. Dengan adanya pergaulan dan interaksi tersebut
maka akan tercipta suatu pergaulan hidup. Hubungan sosial tersebut menumbuhkan
kesadaran yang lain. Namun demikian, karena individu-individu di dalam hubungan
sosial itu memiliki karakter masing-masing dan karenanya dimungkinkan terjadinya
pertentangan dan konflik, maka untuk menjaga ketertiban dan keajekan, diperlukan
suau aturan atau norma yang mengatur hubungan sosial tersebut. Atas dasar uraian
diatas, maka asal usul pembentukan masyarakat bermula dari fitrah manusia untuk
bersama dengan orang, lalu terbentuklah hubungan sosial yang melahirkan aturan
dan norma. Ada tiga unsur pokok pembentuk masyarakat, yaitu : individu-individu
yang membangun kelompok, hubungan sosial, dan aturan.
c. Kriteria masyarakat beradab dan sejahtera dari sudut pandang masyarakat madani
yang dideklarasikan oleh Nabi adalah masyarakat yang adil, terbuka dan demokratis,
dengan landasan takwa kepada Allah dan taat kepada ajaran-Nya. Takwa kepada
Allah adalah semangat ketuhanan yang diwujudkan dengan membangun hubungan
yang baik dengan Allah dan manusia. Hubungan itu tentu harus dilandasi dengan
berbudi luhur dan akhlak mulia. Dalam konteks ini menjadi lebih jelas masyarakat
madani adalah masyarakat berbudi luhur mengacu kepada kehidupan masyarakat
berkualitas dan beradab.
d. Prinsip-prinsip umum masyarakat beradab dan sejahtera, antara lain :
1. Keadilan adalah tindakan adil terhadap setiap orang dan membebaskan segala
penindasan.
2. Supremasi Hukum adalah menempatkan hukum diatas segalanya dan
menetapkannya tanpa memandang “atas” dan “bawah”.
3. Egalitarianisme (Perasaan) adalah kesamaan tanpa diskriminasi baik etnis,
agama, suku, dll.
4. Pluralisme adalah sikap menghormati kemajemukan dengan menerimanya secara
tulus sebagai sebuah anugrah dan kebijakan.
5. Pengawasan Sosial yang harus berdiri atas dasar asas-asas tidak bersalah sebelum
terbukti sebaliknya.

Sumber referensi :
1. Buku Materi Pokok MKDU4221 – Pendidikan Agama Islam

Anda mungkin juga menyukai