Anda di halaman 1dari 7

Diskusi 8

1)       Coba Anda jelaskan tentang pengertian politik, dan Anda kaitkan dengan agama!

2)       Kontribusi agama Islam dalam kehidupan politik khususnya menyangkut prinsip-
prinsip kekuasaan

          politik cukup banyak, coba Anda jelaskan!

3)       Jelaskan juga kriteria yang diajarkan oleh Islam tentang pemimpin yang ideal!

4)       Jelaskan pandangan saudara tentang kontribusi agama dalam mewujudkan persatuan
dan kesatuan

          bangsa!

5)       Di antara prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Al-quran untuk mewujudkan persatuan
dan kesatuan

          bangsa adalah prinsip persamaan, persatuan dan tolong-menolong. Jelaskan maksud


masing-masing

          prinsip tersebut!

Jawaban:

1). Secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu system politik
atau Negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari system tersebut dan bagaimana
melaksanakan tujuannya. Hubungan politik dengan agama tidak dapat dipisahkan. Dapat
dikatakan bahwa politik berbuah dari hasil pemikiran agama agar tercipta kehidupan yang
harmonis dan tentram dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan,
pertama, oleh sikap dan keyakinan bahwa seluruh aktifitas manusia, tidak terkecuali politik,
harus dijiwai oleh ajaran-ajaran agama; kedua, disebabkan oleh fakta bahwa kegiatan
manusia yang paling banyak membutuhkan legitimasi adalah bidang politik, dan hanya
agamalah yang dipercayai mampu memberikan legitimasi yang paling meyakinkan karena
sifat dan sumbernya yang transcendent.

Agama secara hakiki berhungan dengan politik. Kepercayaan agama dapat


mempengaruhi hukum, perbuatan yang oleh rakyak dianggap dosa, seperti sodomi dan incest,
sering tidak legal. Seringakali agamalah yang memberi legitimasi kepada pemerintahan.
Agama sangat melekat dalam kehidupan rakyat dalam masyarakat industri maupun
nonindustri, sehingga kehadirannya tidak mungkin tidak terasa di bidang politik. Sedikit atau
banyak, sejumlah pemerintahan di seluruh dunia menggunakan agama untuk memberi
legitimasi pada kekuasaan politik.
2). Kontribusi agama Islam dalam kehidupan politik khususnya menyangkut prinsip-prinsip
kekuasaan politik, Agama dalam hal ini adalah Islam, merupakan alat atau seperangkat aturan
dan ajaran yang salah satunya bertujuan mewujudkan persatuan dan kesatuan di tengah
banyaknya perbedaan antara individu yang satu dengan yang lain yang secara naluriah tidak
bisa hidup secara individual. Dalam Islam, Al-Qur’an merupakan pedoman pertama bagi
manusia setelah yang keduanya Hadits, yang merupakan sumber hukum pertama bagi
manusia dimaksudkan untuk menjadi tuntunan.

Beberapa prinsip yang diajarkan Al-quran untuk tujuan tersebut antara lain:
1. Prinsip persatuan dan persaudaraan.
2. Prinsip persamaan.
3. Prinsip kebebasan.
4. Prinsip tolong-menolong.
5. Prinsip perdamaian.
6. Prinsip musyawarah.
Salah satu ayat Al-Quran yang berkaitan langsung dengan prinsip – prinsip dasar kekuasaan
politik terdapat dalam surat QS.004: An-Nisaa’ ayat 58 dan 59,
 
Innallaha ya'murukum an tu'adduul amaanaati ila ahlihaa wa-idzaa hakamtum bainannaasi an
tahkumuu bil 'adli innallaha ni'immaa ya'izhukum bihi innallaha kaana samii'an bashiiran
(58)
Yaa ai-yuhaal-ladziina aamanuu athii'uullaha waathii'uurrasuula wauuliil amri minkum fa-in
tanaaza'tum fii syai-in farudduuhu ilallahi warrasuuli in kuntum tu'minuuna billahi wal
yaumi-aakhiri dzalika khairun waahsanu ta'wiilaa (59)
"Sesungguhnya, Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya, Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya, Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." –
(QS.4:58)
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya), dan ulil-amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya." – (QS.4:59)
 
Dalam kehidupan politik, secara lebih khusus Al-quran mengajarkan harus dilandasi
dengan empat hal yang pokok yaitu:
1. Sebagai bagian untuk melaksanakan amanat.
Amanat merupakan sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan
dikembalikan bila saatnya tiba atau bila diminta oleh pemiliknya. Amanat tersebut meliputi
amanat antara manusia dengan Allah SWT, Manusia dengan manusia lainnya, manusia
dengan lingkungannya, serta manusia dengan dirinya sendiri  Amanat adalah sendi utama
dalam berinteraksi social terutama dalam bidang kekuasaan politik. Bagi pemegang
kekuasaan politik telah diperintahkan untuk menunaikan amanat berupa usaha mencerdaskan
rakyat dan membangun mental dan spiritual. 
 
Kamaa arsalnaa fiikum rasuulaa minkum yatluu 'alaikum aayaatinaa wayuzakkiikum
wayu'allimukumul kitaaba wal hikmata wayu'allimukum maa lam takuunuu ta'lamuun(a)
 
"Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-
ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan
Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui." – (QS.2:151)
 
2. Sebagai bagian untuk menegakkan hukum dengan adil.
Hukum merupakan peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang
dikukuhkan penguasa atau pemerintah untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat.  Salah
satu sumber hukum yang berpengaruh adalah agama. Suatu sistem politik tidak akan dapat
dilaksanakan dengan baik dan tidak akan membawa kemaslahatan bersama apabila tidak
didukung oleh hukum yang baik dan juga penerapan hukum yang adil dan konsisten.
 
Innaa anzalnaa ilaikal kitaaba bil haqqi litahkuma bainannaasi bimaa araakallahu walaa
takul(n)-lilkhaa-iniina khashiiman
 
"Sesungguhnya, Kami telah menurunkan Kitab kepadamu, dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia, dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu,
dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)
orang-orang yang hianat," – (QS.4:105)
 
3. Tetap dalam koridor taat kepada Allah, Rasul-Nya, dan ulil amri.
Ulil Amri adalah orang atau sekelompok orang yang mendapatkan tugas untuk
mengurusi urusan – urusan kaum muslimin baik menyangkut masalah ibadah, pendidikan,
social, ekonomi, bahkan termasuk urusan hubungan luar negeri dan juga pemimpin perang.
Tetap dalam koridor taat pada Allah dan Rasulnya berarti apa yang dilakukan sudah jelas
bahwa harus berdasar Al-Qur’an dan Hadist, sedangkan Ulil Amri bertugas sebagai fasilitator
agar umat dapat menjalankan dengan sebaik – baiknya. Sedangkan yang boleh diatur oleh
Ulil Amri hanyalah hal – hal atau urusan yang belum ditur secara jelas oleh Al-Qur”an dan
As-Sunah.
 
4. Selalu berusaha kembali kepada Al-quran dan Sunnah Nabi SAW.
Al-Qur’an dan Hadist hanya memuat ketentuan – ketentuan pokok bagi kehidupan
manusia.  Setiap permasalahan yang dihadapi terkadang belum ada pemecahannya dalam
kedua sumber suci tersebut. Oleh sebab itu terkadang menimbulkan perbedaan pendapat,
tetapi apapun pendapat atau keputusan yang diambil haruslah berpulang pada Al-Quran dan
Hadist sebagai sumber utama.
 
..yauma akmaltu lakum diinakum wa-atmamtu 'alaikum ni'matii waradhiitu lakumu-islaama
diinan..
 
..Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-redhai Islam itu jadi agamamu…. (QS.5:3)

Islam memberi kontribusi bagaimana seharusnya memilih dan mengangkat seorang


yang akan diberi amanah untuk memegang kekuasaan politik. Yaitu orang tersebut haruslah:
1. Seorang yang benar dalam pikiran, ucapan, dan tindakannya serta jujur.
2. Seorang yang dapat dipercaya.
3. Seorang memiliki keterampilan dalam komunikasi.
4. Seorang yang cerdas.
5. Yang paling penting Anda seorang yang dapat menjadi teladan dalam kebaikan.

3). Dalam konsep Syari’at Islam, kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin telah
dirumuskan dalam suatu cakupan sebagai berikut:

1. Pemimpin haruslah orang-orang yang amanah, amanah dimaksud berkaitan dengan


banyak hal, salah satu di antaranya berlaku adil. Keadilan yang dituntut ini bukan hanya
terhadap kelompok, golongan atau kaum muslimin saja, tetapi mencakup seluruh manusia
bahkan seluruh makhluk.

Dalam al-Qur’an dijelaskan: ِ‫إ‬

َ ‫ ِه ۗ إِ َّن هَّللا‬Mِ‫ ْد ِل ۚ إِ َّن هَّللا َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك ْم ب‬M‫اس أَ ْن تَحْ ُك ُموا بِ ْال َع‬ ِ ‫َّن هَّللا َ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن تُ َؤ ُّدوا اأْل َ َمانَا‬
ِ َّ‫ت إِلَ ٰى أَ ْهلِهَا َوإِ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ الن‬
ِ َ‫َكانَ َس ِميعًا ب‬
‫صيرًا‬

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat." (QS.
an-Nisa’: 58)

Ayat di atas memerintahkan menunaikan amanat, ditekankannya bahwa amanat


tersebut harus ditunaikan kepada ahliha yakni pemiliknya. Ketika memerintahkan
menetapkan hukum dengan adil, dinyatakannya “apabila kamu menetapkan hukum di antara
manusia”. Ini bearti bahwa perintah berlaku adil itu ditunjukkan terhadap manusia secara
keseluruhan.

2. Seorang pemimpin haruslah orang-orang yang berilmu, berakal sehat, memiliki


kecerdasan, kearifan, kemampuan fisik dan mental untuk dapat mengendalikan roda
kepemimpinan dan memikul tanggungjawab.

Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an,

ۗ ‫تَ ْنبِطُونَهُ ِم ْنهُ ْم‬M ‫ هُ الَّ ِذينَ يَ ْس‬M‫ُول َوإِلَ ٰى أُولِي اأْل َ ْم ِر ِم ْنهُ ْم لَ َعلِ َم‬ ِ ‫ف أَ َذاعُوا بِ ِه ۖ َولَوْ َر ُّدوهُ إِلَى ال َّرس‬
ِ ْ‫َوإِ َذا َجا َءهُ ْم أَ ْم ٌر ِمنَ اأْل َ ْم ِن أَ ِو ْال َخو‬
‫َولَوْ اَل فَضْ ُل هَّللا ِ َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمتُهُ اَل تَّبَ ْعتُ ُم ال َّش ْيطَانَ إِاَّل قَلِياًل‬
"Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri
di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri) kalau tidaklah karena karunia dan rahmat
Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di
antaramu)." (QS.An-Nisa’: 83) Maksud ayat di atas adalah kalau mereka menyerahkan
informasi tentang keamanan atau ketakutan itu kepada Rasulullah Saw apabila bersama
mereka, atau kepada pemimpin-pemimpin mereka yang beriman, niscaya akan diketahui
hakikatnya oleh orang-orang yang mampu menganalisis hakikat itu dan menggalinya dari
celah-celah informasi yang saling bertentangan dan tumpang tindih.

3. Pemimpin harus orang-orang yang beriman, bertaqwa dan beramal shaleh, tidak
boleh orang dhalim, fasiq, berbut keji, lalai akan perintah Allah Swt dan melanggar batas-
batasnya. Pemimpin yang dhalim, batal kepemimpinannya.

4. Bertanggung jawab dalam pelaksanaan tatanan kepemimpinan sesuai dengan yang


dimandatkan kepadanya dan sesuai keahliannya. Sebaliknya Negara dan rakyat akan hancur
bila dipimpin oleh orang yang bukan ahlinya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw “Apabila
diserahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya maka tungguhlah kehancuran suatu
saat”.

5. Senantiasa Menggunakan Hukum yang Telah Ditetapkan Allah. Sebagaimana yang


Allah jelaskan dalam al-Qur’an.

ِ ‫ُول َوأُولِي اأْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ْم ۖ فَإ ِ ْن تَنَا َز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ إِلَى هَّللا ِ َوال َّرس‬
‫ُول‬ َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوأَ ِطيعُوا ال َّرس‬
ٰ
‫إِ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۚ َذلِكَ خَ ْي ٌر َوأَحْ َسنُ تَأْ ِوي ًل‬

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya." (QS. An Nisa' : 59)

Ayat di atas merupakan perintah untuk taat kepada Allah, Rasul, dan Ulil Amri
(ulama dan umara). Oleh karena Allah berfirman “Taatlah kepada Allah”, yakni ikutilah
kitab-nya, “dan taatlah kepada Rasul”, yakni pegang teguhlah sunnahnya, “dan kepada Ulim
Amri di antara kamu”, yakni terhadap ketaatan yang mereka perintahkan kepadamu, berupa
ketaatan kepada Allah bukan ketaatan kepada kemaksiatan terhadap-Nya. Kemudian apabila
kamu berselisih tentang suatu hal maka kembalilah kepada al-Qur’an dan hadits.

6. Tidak meminta jabatan, atau menginginkan jabatan tertentu. Sabda Rasulullah Saw
“Sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan ini kepada seseorang yang memintanya,
tidak pula kepada orang yang berambisi untuk mendapatkannya.” (HR. Muslim).
4). Menurut saya, Al-quran mengajarkan bahwa kehidupan politik harus dilandasi dengan
empat hal yang pokok yaitu:
1. Sebagai bagian untuk melaksanakan amanat.
2. Sebagai bagian untuk menegakkan hukum dengan adil.
3. Tetap dalam koridor taat kepada Allah, Rasu-Nya, dan ulil amri.
4. Selalu berusaha kembali kepada Al-quran dan Sunnah Nabi SAW.
Islam memberi kontribusi bagaimana seharusnya memilih dan mengangkat seorang
yang akan diberi amanah untuk memegang kekuasaan politik. Yaitu orang tersebut haruslah:
1. Seorang yang benar dalam pikiran, ucapan, dan tindakannya serta jujur.
2. Seorang yang dapat dipercaya.
3. Seorang memiliki keterampilan dalam komunikasi.
4. Seorang yang cerdas.
5. Yang paling penting Anda seorang yang dapat menjadi teladan dalam kebaikan.
Secara naluriah manusia tidak dapat hidup secara individual. Sifat sosial pada
hakikatnya adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT agar manusia dapat menjalani
hidupnya dengan baik. Dalam faktanya manusia memiliki banyak perbedaan antara satu
individu dengan individu lainnya, di samping tentunya sejumlah persamaan. Perbedaan
tersebut kalau tidak dikelola dengan baik tentu akan menimbulkan konflik dan perpecahan
dalam kehidupan bermasyarakat. Dari kenyataan tersebut perlu dicari sebuah cara untuk
dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan. Pendekatan terbaik untuk melakukan tersebut
adalah melalui agama. Secara normatif agama Islam lebih khusus Al-quran banyak memberi
tuntunan dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan.

5). Prinsip persatuan dan kesatuan bangsa:

Al-Quran menggambarkan persatuan dari berbagai sisi. Pertama, Al-Quran


mengisyaratkan bahwa kecenderungan untuk bersatu, merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari eksistensi manusia. Sejak umat pertama tercipta dan menghuni dunia, saat itu
pula keinginan untuk bersatu muncul. Manusia, dengan tujuan untuk melangsungkan
kehidupan serta mengurangi berbagai kesulitan, saling membantu antara satu dengan yang
lainnya. Tetapi, karena berbagai faktor terjadilah pertikaian dan peperangan. Kedua, Al-
Quran menjelaskan bahwa salah satu tugas kenabian adalah meluruskan perselisihan yang
terjadi di tengah umat serta mengembalikannya kepada seruan Al-Quran. Ketiga, Quran
menyebutkan tentang dampak dan pengaruh persatuan. Misalnya, dengan persatuan, umat
Islam akan mencapai kemenangan serta kemuliaan. Selain itu, masih banyak sisi-sisi lainnya
yang dijelaskan dalam Al-Quran. Dengan terciptanya persatuan maka kemenangan dan
kemuliaan umat Islam akan tercipta sebagaimana yang digambarkan dalam Al-Quran. Oleh
sebab itu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melakukan persatuan, sebab ancaman yang
akan menghancurkan umat Islam sudah didepan mata.

Prinsip tolong-menolong

Diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Dunia ini hanya
untuk empat golongan manusia: (satu di antaranya) hamba Allah yang mendapat harta dan
ilmu, lalu ia bertakwa kepada Allah dalam mengelola hartanya tersebut, dan menyambung
silaturahim, dan ia sadar bahwa hartanya itu adalah hak Allah. Itulah kedudukan yang paling
baik (bagi seorang hamba Allah).”

Islam mengajarkan bahwa harta dan kekayaan mengandung fungsi sosial dan
merupakan sumber kehidupan bagi anggota masyarakat lainnya. Dalam rangka menegakkan
dasar-dasar kehidupan bersama serta mewujudkan tatanan sosial dan ekonomi berkeadilan,
maka sangat diperlukan semangat tolong-menolong di antara seluruh lapisan masyarakat.
Pujangga Islam A Hamid Al Chatib berkata, ”Persaudaraan dalam Islam takkan berdiri
kecuali dengan jalan tolong-menolong.” 

Tolong-menolong yang dimaksud di sini tiada lain dalam konteks kebaikan dan
ketakwaan kepada Tuhan. Sebaliknya, Islam melarang tolong-menolong yang menjurus
kepada dosa dan permusuhan. Guru besar Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, Sayid Sabiq,
ketika menjelaskan makna ayat Alquran surat Al-Hujurat ayat 10 ‘Sesungguhnya orang-orang
mukmin itu bersaudara’, antara lain menulis, ”Arti persaudaraan di sini, yang kuat
melindungi yang lemah, yang kaya bersedia membantu yang miskin. Tidak ada arti lain bagi
persaudaraan yang dimaksudkan oleh Islam kecuali dengan kriteria di atas.” (Anashirul
Quwwah Fil Islam).

Dalam kaitan ini Islam menekankan pentingnya perbuatan kedermawanan atau


filantropi, yaitu kewajiban menunaikan zakat, sedekah sunah, infak, wakaf, hibah, hadiah,
serta wasiat. Infak, sedekah, dan zakat saling terkait satu sama lain. Infak secara umum
artinya pengeluaran. Ini adalah konsep besarnya. Infak terbagi dua, yaitu infak wajib, terdiri
atas nafkah keluarga dan zakat, dan infak sunat, yaitu sedekah.

Dalam surat Al-Baqarah, kewajiban menafkahkan harta di jalan kebajikan dinyatakan


setelah penegasan kebenaran Alquran, keimanan kepada Allah dalam kegaiban, kewajiban
menegakkan shalat, dan diteruskan, ”wa mimma razaqnaahum yun fiquun (dan menafkahkan
sebagian rezeki yang Kami karuniakan).” (Al-Baqarah: 3).

Allah SWT berfirman, ”Dan barang siapa terpelihara dari kekikiran dirinya, maka
merekalah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyar: 9). Seorang sahabat bertanya kepada
Rasulullah SAW mengenai sedekah yang paling utama, Rasulullah menjawab, ”Sedekah
yang paling utama ialah sedekah yang engkau berikan dalam keadaan sehat dan memerlukan
harta, dan ketika engkau khawatir jatuh miskin dan bercita-cita menjadi kaya.” Wallahu
a’lam bis shawab. (M Fuad Nasar)

Anda mungkin juga menyukai