Anda di halaman 1dari 4

-

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : DIO RAMADHAN DAMAR PUTRA

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 043270431

Kode/Nama Mata Kuliah : MKDU4111/ PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Kode/Nama UPBJJ : 21/ JAKARTA

Masa Ujian : 2020/21.1(2020.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Faktor utama mengapa tujuan penyelenggaraan otonomi daerah belum tercapai karena belum
adanya grand design yang pasti. Sehingga banyaknya kebijakan-kebijakan pemerintah daerah
yang kebanyakan tidak berpihak kepada rakyat. Belum adanya grand design ini pula lah yang
membuat otonomi-otonomi di berbagai daerah banyak yang berbeda dengan kebijakan
pemerintah pusat sehingga seakan-akan terlihat seperti terbelit-belit dan rumit. otonomi
daerah yang selama ini berjalan cenderung hanya terfokus pada pelimpahan wewenang
dalam membuat kebijakan, pengelolaan keuangan serta administrasi birokrasi dari pusat ke
daerah. Sistem otonomi daerah yang selama ini berjalan luput menyertakan pembagian
kekuasaan ke masyarakat. Konsekuensinya, peluang untuk mengakses sumber-sumber
ekonomi dan politik daerah hanya terbuka bagi para elite lokal. Hal inilah yang kemudian
menyuburkan praktik kongkalikong antara pengusaha nakal dan penguasa korup. Lalu,
otonomi daerah telah memutus struktur hirarkis pemerintahan, yang memungkinkan kepala
daerah menjalankan kekuasaannya tanpa kontrol pemerintah pusat. Hubungan pusat dan
daerah dalam sistem otonomi yang sekarang ini berjalan ialah hubungan yang bersifat
normatif-fungsional. Situasi ini menyebabkan tidak adanya institusi formal yang mampu
melakukan pengawasan secara efektif terhadap kinerja pemerintahan daerah.
Sumber: - https://beritagar.id/artikel/telatah/korupsi-dan-kegagalan-otonomi-daerah
- https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2641879/penduduk-ri-makin-
banyak-gara-gara-otonomi-daerah
- https://media.neliti.com/media/publications/144724-ID-kewenangan-pemerintah-
daerah-dalam-menge.pdf

2. Monopoli kekuasaan merupakan salah satu faktor mengapa banyak terjadi praktik
KKN di dalam pemerintahan daerah. Monopoli kekuasaan di simpulkan bahwa kepala daerah
memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam pengelolaan anggaran APBD, perekrutan
pejabat daerah, pemberian ijin sumber daya alam, pengadaan barang dan jasa dan
pembuatan peraturan kepala daerah, dan adanya dinasti kekuasaan, hal ini menyebabkan
kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi melalui suap dan gratifikasi.
Faktor selanjutnya adalah diskresi kebijakan. Hak diskresi melekat pada pejabat
publik, khususnya kepala daerah, artinya diskresi di lakukan karena tidak semua tercakup
dalam peraturan sehingga diperlukan kebijakan untuk memutuskan sesuatu, sehingga apa
yang ditarget itu bisa terpenuhi tanpa harus menunggu adanya aturan yang tersedia,
masalahnya kemudian diskresi ini dipahami secara sangat luas, padahal diskresi itu sangat
terbatas, dia hanya bisa diberi ruangnya ketika tidak ada aturan main dan itu dalam situasi
yang sangat mendesak, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu
tahun anggaran yang merupakan rencana pelaksanaan Pendapatan Daerah dan Belanja
Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu.
Pemungutan penerimaan daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam
APBD. Demikian pula pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD.
Dalam pelaksanaannya kepala daerah sering dihadapkan pada kenyataan untuk membiayai
suatu kegiatan yang tidak dianggarkan dalam APBD. Informan 1 menjelaskan adanya situasi
dimana seorang kepala daerah mengeluarkan biaya yang tidak ada dalam APBD, oleh sebab
itu kepala daerah mencari celah untuk menciptakan pengeluaran fiktif untuk menutupi biaya
tersebut sehingga kepala daerah cenderung melakukan korupsi untuk kepentingan dinas
maupun untuk kepentingan pribadi.
Faktor ketiga adalah Lemahnya Akuntabilitas. Kolusi Eksekutif dan Legislatif dalam
Pembuatan Kebijakan yang Koruptif. kolusi antara kepala daerah dengan DPRD terkait
dengan kebijakan yang dibuat oleh kepala daerah misalnya masalah pembuatan perda dan
perijinan.termasuk dalam lemahnya akuntabilitas adalah kurang nya transparansi dalam
pengelolaan anggaran, pengelolaan asset dan dalam pengadaan barang dan jasa, sehingga
menyebabkan kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi.
Beberapa faktor penyebab kepala daerah melakukan korupsi lainnya antara lain
karena biaya pemilukada langsung yang mahal, kurangnya kompetensi dalam pengelolaan
keuangan daerah, kurang pahamnya peraturan, dan pemahaman terhadap konsep budaya
yang salah.
Sumber : - https://nasional.sindonews.com/berita/1419544/13/kpk-beberkan-4-faktor-
penyebab-kepala-daerah-korupsi
- https://nasional.republika.co.id/berita/pvbcz2349/ini-faktor-penyebab-banyak-
pejawat-daerah-kerap-korupsi
- http://www.bpkp.go.id/puslitbangwas/konten/2674/16.050-Faktor-Faktor-
Penyebab-Kepala-Daerah-Korupsi

3. Solusi pertama adalah mengganti kebijakan tentang penarikan pajak yang selama ini
dana hasil pajak langsung diterima oleh pemerintah pusat. Dengan mengganti kebijakan
tentang hasil pajak dengan menitik beratkan penggantian hasil dana yang tidak langsung
diterima pemerintah pusat melainkan diterima pemerintah daerah dapat menjadikan
pemerintah-pemerintah daerah yang wilayahnya kurang mendapat pendapatan daerah bisa
menjadikan hasil pajak menjadi salah satu andalan pendapatan daerah.
Solusi kedua adalah memaksimalkan semua perusahaan daerah agar menaikkan
pendapatan daerah sehingga pemerintah daerah tidak perlu lagi menunggu APBD dari
pemerintah pusat untuk menjalankan segala bentuk pemerintahan secara maksimal.
Solusi selanjutnya adalah menetapkan batas atas belanja pegawai dan batas minimum
belanja modal. Karena kenaikan DAU (Dana Alokasi Umum) dipersepsikan sebagai kenaikan
tanggung jawab yang dibebankan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Oleh karena
itu, penyesuaian belanja pemerintah daerah harus lebih diatur agar tidak terjadi hambatan
ekonomi daerah.Selain itu pemerintah juga harus menetapkan sistem reward and
punishment agar atas setiap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah terdapat
konsekuensi yang harus ditanggung, baik itu hadiah maupun hukuman.
Sumber: - https://news.detik.com/kolom/d-4406834/desentralisasi-dan-ketergantungan-
fiskal-daerah
- https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/ketergantungan-fiskal-
daerah-dalam-pelaksanaan-desentralisasi-fiskal-di-indonesia/
4. Prinsip partipasi, karena ikut berpartipasinya warga batam dalam berbagai kegiatan
masyarakat yang diadakan oleh pemerintahan walikota Rudi
Prinsip Transparansi, karena terbukanya pemerintah batam terhadap menyaluran
APBD daerah
Prinsp Responsif, karena cepatnya respon pemerintah batam dalam menyelesaikan
masalah seperti contoh dalam perbaikan layanan KTP yang dahulu harus melalui Dinas
Pendudukan dan Pencacatan Sipil, kini bisa dilayani melalui kecamatan masing-masing. Dan
juga responsive terhadap pengentasan kemiskinan yang ada di daerah Batam.
Prinsip Akuntabilitas, karena berhasilnya mempertahanakan opini WTP (Wajar Tanpa
Pengecualian) selama 8x berturut-turut mengenai audit hasil laporan keuangan Batam yang
secara tidak langsung memberi tahu kepada wargany bahwa pemerintah batam telah
menjalankan tugasnya dengan benar.
Prinsip visi strategis, karena semua program yang pemerintah Batam lakukan hingga
mendapat predikat walikota terbaik 2019 tidak dapat dilakukan dengan waktu yang singkat.
Predikat walikota terbaik 2019 merupakan perwujudan dari prinsip visi strategis yang
diterapkan pemerintah Batam dari jauh-jauh hari.
Sumber: - https://katabatam.com/2020/06/30/hmr-sampaikan-akuntabilitas-dan-
transparansi-pengelolaan-keuangan-daerah/
- https://batam.tribunnews.com/2019/07/27/rudi-raih-penghargaan-asia-best-
mayor-of-the-year-2019

Anda mungkin juga menyukai