Anda di halaman 1dari 3

Diskusi 5 – Pendidikan Kewarganegaraan

Nama : Nur Syarafina


NIM : 041660888

Didalam kehidupan bernegara, terkadang dipengaruhi beberapa hal yang menghambat proses
demokrasi, seperti yang pernah dialami bangsa ini ketika masa Orde Baru berkuasa.
Sarana yang bersifat membahayakan kekuasaan pemerintah saat itu dibatasi, saluran informasi
ditentukan oleh kebijakan kekuasaan yang memerintah saat itu. Informasi hanya bersifat
menguntungkan kekuasaan tanpa memperdulikan keadaan masyarakat yang sebenarnya.

Terkesan masyarakat tak memiliki hak untuk mengeluarkan pendapat, masyarakat hanya boleh
mengatakan setuju kepada pemerintah saat itu tanpa ada bantahan ataupun penolakan. Namun,
bergulirnya angin reformasi ditanah air ini membuat segala sesuatunya berbeda. Kebebasan
berpendapat mulai hidup di negeri ini. Sarana untuk mendapatkan informasi pun relatif lebih
mudah dari masa Orde Baru.

Dampak dari kekuasaan Orde Baru yang begitu besar terhadap sendi-sendi kehidupan bangsa
adalah pelangaran hukum. Hukum dijadikan alat melegalkan kekuasaan. Siapapun yang
dianggap membahayakan kekuasaan di bumi hanguskan. Campur tangan politik dalam proses
hukum telah merusak tatanan demokrasi saat itu. Berbagai kasus pelanggaran HAM kerap terjadi
bagaikan sesuatu yang dilegalkan.

Ketika refomasi berhembus justru elit politik berusaha mengintervensi hukum demi kepentingan
politik. Kedaulatan rakyat sebagai mainstream (aspek penting) dalam menegakkan reformasi
merupakan jiwa yang menyemangati lahirnya era baru menuju pemerintahan yang bersih.
Pemerintahan dibangun atas kekuataan rakyat yang bertujuan untuk mensejahterakaan rakyat.
Namun saat ini terkesan cita-cita reformasi sudah pudar, jauh dari tujuan yang telah disepakati.

Partai politik menciptakan mala petaka bagi rakyat. Ada satu tesis menarik, bahwa saat politik
menjadi panglima, maka korupsi akan merajalela. Tesis itu terbukti saat ini, dimana korupsi
terjadi hampir di semua lini kenegaraan, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Idealnya di negara demokrasi, hukumlah yang harusnya menjadi panglima, sehingga hukum bisa
menjadi "pemandu" bagi jalannya politik. Namun hal itu belum terwujud.

Penyelewengan kekuasaan

Tumbangnya kekuasaan rezim Orde baru membawa dampak perubahan menonjol ditandai
dengan adanya tuntutan tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Govermance) yang

1
mensyaratkan ditetapkannya prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi
masyarakat dalam setiap proses kebijakan publik.

Saat ini mereka yang seharusnya menjadi panutan rakyat justru menjadi hujatan rakyat. Dari
penyelengara negara tingkat pusat hingga daerah, penegak hukum baik dikepolisian maupun
dipengadilan, sampai politisi yang tergabung dalam wakli rakyat dinegeri ini berbondong-
bondong berurusan dengan hukum. Anehnya tak ada kejerahan bagi yang lain untuk mengakhiri
perbuatan yang tak bermoral ini.

Mengutip survei yang dilakukan Transparency International Indonesia (TII) mendapatkan hasil,
rakyat Indonesia berpandangan bahwa parpol dan DPR merupakan lembaga yang sangat korup.
Maka wajar bila parpol merupakan organisasi yang paling bertanggung jawab atas perilaku
koruptif. Tingkah laku elit politik saat ini menunjukan kebodohan yang ditunjukan dirinya
kepada rakyat. Selama ini DPR hanya bekerja untuk kepentingan partai politik semata tanpa
memeperdulikan rakyat.

Hukum Sebagai Panglima

Kesalahan dari demokratisasi di era reformasi saat ini adalah terbukanya kran kebebasan
menyatakan pendapat serta campur tangan kepentingan politik atas hukum. Siapapun berhak
mengeluarkan pendapat tanpa adanya batasan yang jelas.

Elit politik cenderung mengatas namakan rakyat dalam mengeluarkan pendapat, pendapat
tersebut hanya melahirkan kesengsaraan bagi rakyat.

Demokrasi bukanlah satu-satunya jalan keluar dalam mengatasi krisis yang terjadi, demokrasi
reformasi harus diimbangi dengan meletakan hukum sebagai panglima, bukan menjadikan
hukum dari bagian kepentingan politik.

Penegakan anti korupsi dan berbagai persoalan di Indonesia akan berhasil jika hukum benar-
benar menjadi panglima bukan sebagai alat untuk saling menjatuhkan atau bagian dari alat
kekuasaan.

Menjadikan hukum sebagai panglima di dalam sistem kenegaraan di Indonesia sesuai dengan
harapan sejak era reformasi bergulir yang menyangkut kepentingan rakyat, salah satu pilar
demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekuti,
legislative, yudikatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas
(indefenden) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain.

2
Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and
balances. Kepentingan politik harus dipisahkan dari kekuatan hukum. Hukum harus mampu
dijadikan patokan dasar dalam penyelengaraan negara.

Dalam politea, hukum haruslah menjadi sumber kekuasaan bagi para penguasa agar
pemerintahan para penguasa itu terarah untuk kepentingan, kebaikan, dan kesejahteraan umum.

Untuk mewujudkan penegakan hukum dinegeri ini diperlukan kesadaran dari elit politik untuk
tidak mencampuri hukum dan mengarahkan hukum keranah politik. Hukum harus dipisahkan
dari kepentingan politik.

Secara pribadi saya menilai jika pada masa Orde Baru penguasa menggunakan hukum untuk
melegalkan kekuasaan maka saat ini para politisi menjadikan hukum bagian dari kepentingan
politik yang pada akhirnya hanya melahirkan kesengsaraan bagi masyarakat.

Sumber : https://news.detik.com/opini/d-1657377/

Anda mungkin juga menyukai