Anda di halaman 1dari 9

Diskusi 8

Soal Diskusi

1. Apa makna bahwa agama adalah fitrah dari Allah SWT ?

bahasa, fitrah artinya al khilqah yaitu keadaan asal ketika seorang manusia diciptakan oleh Allah (lihat
Lisaanul Arab 5/56, Al Qamus Al Muhith 1/881). Dan ketahuilah, yang dimaksud dengan agama yang
fitrah ialah Islam. Setiap manusia lahir dalam keadaan berislam, sebagaimana sabda Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam:

ْ ِ‫ُكلُّ َموْ لُو ٍد يُولَ ُد َعلَى ْالف‬


‫ فَأَبَ َواهُ يُهَ ِّودَانِ ِه أَوْ يُنَصِّ َرانِ ِه‬، ‫ط َر ِة‬

“Setiap manusia yang lahir, mereka lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang menjadikannya
Yahudi atau Nasrani” (HR. Bukhari-Muslim)

Allah Ta’ala berfirman:

ِ َّ‫ك الدِّينُ ْالقَيِّ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن‬


َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُمون‬ ِ ‫يل لِخَ ْل‬
َ ِ‫ق هَّللا ِ َذل‬ ْ ِ‫ك لِلدِّي ِن َحنِيفًا ف‬
َ َّ‫ط َرتَ هَّللا ِ الَّتِي فَطَ َر الن‬
َ ‫اس َعلَ ْيهَا اَل تَ ْب ِد‬ َ َ‫أَقِ ْم َوجْ ه‬

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar Ruum: 30)

Seoang ulama pakar tafsir, Imam Ibnu Katsir, menjelaskan ayat ini: “Maksudnya adalah tegakkan
wajahmu dan teruslah berpegang pada apa yang disyariatkan Allah kepadamu, yaitu berupa agama Nabi
Ibrahim yang hanif, yang merupakan pedoman hidup bagimu. Yang Allah telah sempurnakan agama ini
dengan puncak kesempurnaan. Dengan itu berarti engkau masih berada pada fitrahmu yang salimah
(lurus dan benar). Sebagaimana ketika Allah ciptakan para makhluk dalam keadaan itu. Yaitu Allah
menciptakan para makhluk dalam keaadan mengenal-Nya, mentauhidkan-Nya dan mengakui tidak ada
yang berhak disembah selain Allah” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/313)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Islam adalah agama yang fitrah yang pasti akan
diterima oleh semua orang yang memiliki fitrah yang salimah”. Artinya orang yang memiliki jiwa yang
bersih sebagaimana ketika ia diciptakan pasti akan menerima ajaran-ajaran Islam dengan lapang dada.

2. Apa hubungan agama dengan tanggung jawab manusia ?

Untuk melihat keterkaitan antara manusia dengan agama, dapat ditelusuri dari beberapa hal, di
antaranya kodrat manusia beragama, gambaran manusia beragama, dan kebutuhan manusia akan
agama.

1. Kodrat Manusia Beragama

Untuk mengetahui kodrat manusia beragama ini dapat dilihat pada beberapa fenomena berikut:
a. Tentang doa keselamatan.

Setiap orang pasti ingin mendapatkan keselamatan. Ia merasa dirinya selalu terancam. Makin serius
ancamannya, doanya akan makin serius pula. Ia merasa kecil hidup di jagat raya ini seperti perahu kecil
yang terapung di samudra yang amat luas. Karena ancaman tersebut ia ingin berpegangan dan
menyandarkan diri kepada sesuatu yang ia anggap sebagai yang Maha Ghaib dan Maha Kuasa.

b. Tentang kebahagiaan abadi.

Setiap orang ingin mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan yang ia harapkan bukanlah kebahagiaan
yang sementara tetapi kebahagiaan abadi. Anehnya tidak setiap orang mendapatkan kebahagiaan abadi
seperti yang ia harapkan.

c. Memerhatikan tubuh kita sendiri.

Apabila kita merenungkan dan memperhatikan tubuh kita sendiri sebagai manusia dengan kerangka dan
susunan badan yang indah dan serasi dengan indra hati dan otak yang cerdas untuk menanggapi segala
sesuatu di kanan kiri kita, akan sadar bahwa kita bukan ciptaan manusia, tetapi ciptaan Sang Maha
Pencipta, Zat Yang Maha Ghaib dan Maha kuasa.

2. Gambaran Manusia Beragama (Ekspresi Religius)

Gambaran pokok manusia beragama adalah penyerahan diri. Ia menyerahkan diri kepada sesuatu yang
Maha Ghaib lagi Maha Agung. Ia tunduk lagi patuh dengan rasa hormat dan khidmat. Ia berdo'a,
bersembahyang, dan berpuasa sebagai hubungan vertikal (hablun minallah) dan ia juga berbuat segala
sesuatu kebaikan untuk kepentingan sesama umat manusia (hablun minannas), karena ia percaya
bahwa semua itu diperintahkan oleh Zat Yang Maha Ghaib serta Zat Yang Maha Pemurah. Penyerahan
diri itu oleh manusia yang beragama tidak merasa dipaksa oleh sesuatu kekuatan yang ia tidak dapat
mengalahkan.

Penyerahan diri itu dirasakan sebagai pengangkatan terhadap dirinya sendiri karena dengan itu ia akan
mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang abadi. Penyerahan diri itu dilakukan dengan perasaan
hormat dan khidmat dengan iman dan kepercayaan dengan pengertian di luar jangkauan manusia
(metarasional). Penyerahan diri manusia itu bersifat bebas dan merdeka. Dengan rasa kesadaran dan
kemerdekaan ia memeluk agama dan menjalankan peraturan- peraturan yang ia anggap dari Zat Yang
Maha Ghaib itu.

3. Kebutuhan Manusia akan Agama

Kefitrahan agama bagi manusia menunjukkan bahwa manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama,
karena agama merupakan kebutuhan fitrah manusia. Selama manusia memiliki perasaan takut dan
cemas, selama itu pula manusia membutuhkan agama. Kebutuhan manusia akan agama tidak dapat
digantikan dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga dapat memenuhi kebutuhan
manusia dalam aspek material.
Kebutuhan manusia akan materi tidak dapat menggantikan peran agama dalam kehidupan manusia.
Masyarakat Barat yang telah mencapai kemajuan material ternyata masih belum mampu memenuhi
kebutuhan spiritualnya.

Manusia dengan akalnya dapat melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi akal saja tidak
mampu menyelesaikan seluruh persoalan yang dihadapi manusia. Terkait dengan hal ini agama sangat
berperan dalam mempertahankan manusia untuk tetap menjaganya sebagai manusia. Kebutuhan
manusia terhadap agama mendorongnya untuk mencari agama yang sesuai dengan harapan-harapan
rohaniahnya. Dengan agama manusia dituntun untuk dapat mengenal Tuhan dengan segala sifat-sifat-
Nya.

3. Al-Quranmengajarkan bahwa setiap muslim harus menjalin persudaraan, kepada pihak siapa
saja persaudaraan tersebut harus di jalin ? Jelaskan !

Al-Quran menegaskan dalam surat Al-Hujuraat ayat 10 bahwa sesama mukmin adalah bersaudara, ayat
tersebut

‫إِنَّ َما ْال ُم ْؤ ِمنُونَ إِ ْخ َوةٌ فَأَصْ لِحُوا بَ ْينَ أَ َخ َو ْي ُك ْم ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح‬.

artinya, “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”

Persaudaraan yang diperintahkan Al-Quran tidak hanya tertuju kepada sesama muslim, namun juga
kepada warga masyarakat yang non-muslim. Salah satu alasan yang dijelaskan Al-Quran adalah bahwa
manusia itu satu sama lain bersaudara karena mereka berasal dari sumber yang satu seperti yang
ditegaskan dalam surat Al-Hujaraat ayat 13 yang

artinya, “Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengena.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Bentuk persaudaraan yang dianjurkan oleh Al-quran tidak hanya persaudaraan satu aqidah namun juga
dengan warga masyarakat lain yang berbeda aqidah. Hal ini berarti bahwa persaudaraan harus kita jalin
kepada seluruh umat manusia. Namun, ada rambu-rambu yang harus diperhatikan ketika menjalin
persaudaraan dengan warga masyarakat non-muslim.

4. Jelaskan bagaimana langkah kita untuk membangun persaudaraan dan toleransi di antara
Sesama muslim dan Non Muslim ?

Pentingnya Menumbuhkan Sikap Toleransi Antar Umat Beragama

Toleransi merupakan hal yang sering digaungkan dan diimpikan oleh banyak orang dari berbagai pihak,
baik pemerintah, tokoh agama, aparat keamanan, bahkan seluruh masyarakat Indonesia, khususnya diri
kita sendiri. Namun, toleransi akan menjadi mimpi belaka jika kita tak mau berusaha untuk
mewujudkannya.

Langkah pertama yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan atau menumbuhkan sikap toleransi pada
diri sendiri adalah kita mengetahui serta memahami apa itu toleransi. Toleransi secara luas adalah sikap
atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari nilai atau norma-norma agama, hukum, budaya, di
mana seseorang menghargai atau menghormati setiap yang orang lain lakukan. Toleransi juga dapat
dikatakan dalam istilah konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perilaku yang melarang
adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh
mayoritas dalam suatu masyarakat.

Dari definisi di atas kita tahu bahwa sikap toleransi merupakan sikap yang mampu dan mau menerima
serta menghargai segala perbedaan yang ada. Dalam hal ini juga sikap menerima dan menghargai akan
keragaman agama.

Terdapat sebuah hadits dari Ibnu Abbas, ia berkata: Ditanyakan kepada Rasulullah SAW. “Agama
manakah yang paling dicintai oleh Allah?” maka beliau bersabda: Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus
lagi toleran).” Makna As-Samhah dalam konteks ini mengandung afinitas linguistik dengan tasamuh atau
samaha, sebuah terminologi arab modern untuk merujuk pada toleransi. Hadits ini seringkali dipakai
sebagai rujukan islam untuk mendukung toleransi atas agama-agama lain. di mana beliau diutus Allah
SWT, untuk menyebarkan ajaran toleransi tersebut.

Selain itu, dalam kitab suci Umat Islam terdapat Quran Surat Al-Kafirun ayat 6, yang berbunyi “Lakum
diinukum wa liyadiin,” yang artinya adalah “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” Dalam surat ini
sudah cukup untuk menunjukkan bagaimana toleransi dalam beragama. Ini mencerminkan bagaimana
untuk menghormati hak berkeyakinan sesama manusia. Tidak memaksakan kehendak, pun tidak
memkasakan seseorang untuk memeluk suatu agama tertentu dan tidak mendeskreditkan agama
lainnya.

Menjalin Silaturahmi Antar Umat Beragama

Selanjutnya, perlulah kiranya kita untuk saling menjaga silaturahmi antar umat beragama supaya tidak
saling curiga. Saling berkomunikasi anatar satu umat Bergama satu dengan umat beragama lainnya.
Berdiskusi juga penting. Supaya kita tahu seperti apa ajaran dari agama-agama lainnya. Dari situ
wawasan dan pikiran kita terbuka luas. Dengan begitu, rasa saling curiga, perilaku menghakimi orang
atau kelompok lain, serta sikap intoleransi tak terjadi.

Masih banyak hal baik lainnya yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan sikap toleransi. Menumbuhkan
sikap toleransi sangatlah diperlukan oleh umat beragama. Jika tidak, maka yang terjadi adalah timbulnya
perpecahan dan permusuhan. Jangan sampai karena adanya perbedaan, Indonesia menjadi terpecah
belah. Karena pada hakikatnya negara Indonesia adalah negara yang tidak hanya memiliki banyak sekali
keragaman agama, namun juga budaya, bahasa, suku, dan ras.
5. Bagaimana Al-quran menjelaskan tentang toleransi antar agama? Sertakan ayat Al-quran yang
berkaitan dengan hal tersebut !

Islam mengajak kepada umatnya untuk selalu menjalin kehidupan yang harmonis antara sesama umat
manusia. Agama Islam merupakan agama yang penuh dengan toleransi. Toleransi dalam Islam bukan
hanya terdapat dalam ajaran secara tekstual, tetapi juga telah menjadi karakter dan tabiat hampir
seluruh umat Islam dari zaman Muhammad SAW sampai sekarang ini. Toleransi dalam Islam sudah ada
sejak dulu, yaitu sejak zaman nabi Muhammad SAW sampai sekarang. Kebenaran toleransi antar umat
beragama dalam Islam seharusnya tidak diragukan lagi apalagi dengan adanya bukti-bukti yang telah
diuraikan.

Dengan data-data tersebut tergambarlah bahwa sikap lapang dada umat Islam, baik yang ditunjukkan
oleh Rasulullah, para sahabat serta para pejuang Islam ketika menyiarkan agama Islam yang berhadapan
dengan agama lain sangatlah tinggi, sebab meskipun mereka dihina atau disakiti mereka tetap tenang
saja dan selalu bersikap ramah tamah terhadap orang yang menyakitinya itu.

Hal inilah yang membuat orang-orang non Muslim tertarik dan kagum dengan agama Islam, yang
akhirnya membawa mereka untuk ikut dan memeluk agama yang dibawa oleh nabi Muhammad saw.
Dan membuktikan bahwa agama Islam itu tidak disiarkan dengan jalan kekerasan dan peperangan.
Adanya toleransi antar umat beragama dalam Islam ini juga telah dijelaskan dalam al-Qur'an dan al-
Hadits, yang keduanya merupakan pedoman hidup bagi umat Islam, yang berisikan petunjuk dari Allah
SWT berupa larangan yang harus dihindari dan kewajiban yang harus dikerjakan oleh umat Islam.

Setiap agama mempunyai ajaran sendiri-sendiri dan pada dasarnya tidak ada agama yang mengajarkan
kejelekan kepada penganutnya. Salah satu tujuan pokok ajaran agama adalah pemeliharaan terhadap
agama itu sendiri, yang antara lain menuntut peningkatan pemahaman umat terhadap ajaran agamanya
serta membentengi mereka dari setiap usaha pencemaran atau pengaruh lain yang membuat akidah
mereka tidak murni lagi (Quraish Shihab, 1992 : 368). Begitu juga dengan agama Islam, dari Allah SWT
tidak menghendaki adanya pencampuran ajarannya dengan ajaran lain. Oleh karena itu untuk
mengatisipasi hal tersebut Islam telah memberikan batasan-batasan pada umatnya dalam melaksanakan
hubungan antar sesama manusia, apalagi dalam melaksanakan toleransi antar umat beragama.

Allah telah menurunkan kitab suci al-Qur'an kepada nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada
umat manusia, guna dijadikan pegangan dan pedoman hidup. Dalam kitab suci al-Qur'an inilah terdapat
aturan tentang batasan-batasan dalam bertoleransi antar umat beragama bagi umat Islam. Toleransi
antar umat beragama tidak boleh dilaksanakan dengan kaum atau golongan yang memusuhi umat Islam
karena agama dan mengusir orang-orang Islam dari kampung halamannya, kalau yang terjadi demikian
maka umat Islam dilarang untuk bersahabat dengan golongan tersebut. Bahkan dalam situasi dan
kondisi yang demikian itu, Allah memerintahkan dan mewajibkan kepada umat Islam untuk berjihad
dengan jiwa, raga dan harta bendanya untuk membela agamanya, hal ini dijelaskan dalam frman Allah
SWT:
Artinya : "Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu
melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas" (QS.
Al-Baqarah : 190).

Islam sangat menghormati kebebasan dalam beragama dan berkeyakinan. Dalam Surat al-Baqarah ayat
256, Allah mengajarkan Umat Islam untuk menjunjung tinggi prinsip kebebasan beragama. Ayat tersebut
merupakan larangan pemaksaan terhadap orang lain agar memeluk Islam. Ayat tersebut tepatnya
berbunyi:

َ ِ‫ت َوي ُْؤ ِم ْن بِاهَّلل ِ فَقَ ِد ا ْستَ ْمسَكَ بِ ْالعُرْ َو ِة ْال ُو ْثقَ ٰى اَل ا ْنف‬
‫صا َم لَهَا ۗ َوهَّللا ُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬ ِ ‫َي ۚ فَ َم ْن يَ ْكفُرْ بِالطَّا ُغو‬
ِّ ‫اَل إِ ْك َراهَ فِي الدِّي ِن ۖ قَ ْد تَبَيَّنَ الرُّ ْش ُد ِمنَ ْالغ‬

Artinya: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguh- nya telah jelas (perbedaan)
antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar terhadap Thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sungguh ia telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh ia telah berpegang
pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

Asbabun nuzul dari ayat ini adalah, dijelaskan dari riwayat Abu Daud, al-Nasa’i, dan Ibnu Jarir, seorang
lelaki bernama Abu al- Husain dari keluarga Bani Salim Ibnu ‘Auf al- Ansari mempunyai dua orang anak
laki-laki yang telah memeluk agama nasrani, sebelum nabi Muhammad SAW diutus sebagai nabi.
Kemudian anak itu datang ke Madinah setelah datangnya Islam. Ayahnya selalu meminta agar mereka
masuk Islam, dia berkata pada mereka “saya tidak akan membiarkan kamu berdua, ingga kamu masuk
Islam.” Mereka lalu mengadukan hal itu kepada Rasulullah SAW dan ayah mereka berkata “apakah
sebagian tubuhku akan masuk neraka, dan aku hanya melihat saja?” maka turunlah ayat ini, lalu sang
ayah membiarkan anaknya tetap pada agama mereka.

Dalam ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam menganut keyakinan
agama. Allah menghendaki agar setiap orang merasakan kedamaian. Kedamaian tidak akan tercipta jika
suasana jiwa tidak memiliki kedamaian. Jiwa yang damailah yang dapat memunculkan kedamaian.
Paksaan membuat jiwa menjadi tidak damai, oleh karena itu tidak ada paksaan dalam menganut akidah
Islam. Dalam ayat ini pula menunjukkan bahwa tidak diizinkan melakukan kekerasan dan paksaan bagi
umat Islam terhadap yang bukan Muslim untuk memaksanya masuk agama Islam. Ayat ini merupakan
teks fondasi atau dasar penyikapan Islam terhadap jaminan kebebasan beragama.

Abdullah Yusuf Ali di dalam bukunya The Meaning of the Holy Quran, menafsirkan bahwa pemaksaan
tidak sesuai dengan agama, karena Pertama, agama berdasarkan pada keyakinan dan kehendak dan
agama tidak akan ada gunanya apabila dijalankan dengan pikiran dan hati yang terpaksa. Kedua,
kebenaran dan kesalahan telah begitu jelas ditunjukan melalui kasih sayang Tuhan sehingga tidak perlu
ada keraguan. Dan Ketiga, perlindungan Tuhan berlangsung terus menerus dan kasih sayang Tuhan
adalah memberi petunjuk kepada manusia dari kegelapan kepada cahaya kebenaran.

Akan tetapi perlu ditekankan bahwa ayat ini tidak mengajarkan tentang pluralisme agama. Jelaslah
bahwa ayat Q.S. Al-Baqarah ayat 256 menetapkan dan menjelaskan bahwa telah absolut bahwa
kebenaran hanyalah Islam dan kebatilan datangnya dari yang bukan selain Islam. Orang yang berhati
bersih dan memandang dengan jernih akan melihat kebenaran itu dan dengan sendirinya akan menjadi
seorang Muslim tanpa perlu dipaksa. Ibnu Katsir menyatakan bahwa “tidak ada paksaan untuk memeluk
agama Islam karena telah jelas dan tegas tanda dan bukti kebenaran Islam sehingga tidak perlu lagi
memaksa seseorang untuk memeluk agama Islam. Orang yang diberi hidayah oleh Allah untuk
menerima Islam, lapang dadanya dan dicerahkan pandangannya sehingga ia memeluk Islam dengan
alasan yang pasti. Namun orang yang dibutakan hatinya oleh Allah dan ditutup hati serta pandangannya,
tidak ada manfaatnya memaksa mereka untuk masuk Islam.” Maka jelaslah bahwa tidak memaksa non
muslim untuk memeluk agama Islam bukan berarti ridha terhadap kekafiran mereka ataupun bukan
membenarkan semua agama yang ada karena telah jelas sisi kebenaran bagi para pencarinya.

Jadi, jelaslah bahwa yang diinginkan oleh Allah terhadap umat Islam adalah menciptakan suasana yang
penuh dengan kedamaian di bumi-Nya. Kemajemukan yang ada di dunia, termasuk kemajemukan dalam
keyakinan adalah sunatullah yang tidak bisa tampik. Agama, seyakin apapun kita dan sekuat apapun kita
memeluknya, tidak bisa menjadi alasan untuk menghina dan menjatuhkan agama lain. Dan seharusnya
agama menjadi hal yang positif dalam membangun peradaban bumi, dimana setiap insan didunia ini
hidup bersama dalam damai.

Ayat-Ayat mengenai kebebasan beragama

Melalui Al-Qur’an, Allah telah menjelaskan tentang kebebasan beragama. Penjelasan tentang kebebasan
beragama terdapat dalam ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Ayat-ayat tersebut memaparkan tentang
pengakuan beragama selain Islam dan agama yang benar di sisi Allah menurut Al-Qur’an.

Adapun ayat-ayat yang berhubungan dengan kebebasan beragama ini selain Q.S. Al-Baqarah ayat 256
yaitu Q.S. Yunus ayat 99, yang berbunyi:

َ َّ‫ض ُكلُّهُ ْم َج ِميعًا ۚ أَفَأ َ ْنتَ تُ ْك ِرهُ الن‬


َ‫اس َحتَّ ٰى يَ ُكونُوا ُم ْؤ ِمنِين‬ ِ ْ‫ك آَل َمنَ َم ْن فِي اأْل َر‬
َ ُّ‫َولَوْ شَا َء َرب‬

Artinya: Dan jikalau Rabbmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi
seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang
beriman semuanya.

Kedua ayat ini memiliki keterkaitan satu sama lain. Ayat ini pun bermakna tidak ada paksaan dalam
agama Islam karena manusia sudah memiliki akal dan pikiran untuk memilih yang mana yang benar.
Serta bermakna satu-satunya agama yang benar ialah Islam. Manusia memiliki fitrah dan akal. Allah
memberikan kebebasan karena Allah ingin menguji manusia apakah hamba-Nya ini dapat
mendengarkan kata hatinya yang paling dalam atau mengikuti pengaruh ruang dan waktu yang ada
disekitarnya. Kalau seseorang mendapatkan ilmu atau keterangan yang sesuai dengan batinnya, bebas
dari paksaan atau tekanan yang ada dilingkungannya, ia akan mengikuti hal tersebut.

Ayat ini diperjelas lagi dengan Tafsir Ibnu Katsir yang mana Allah adalah yang Mahaadil dalam segala
sesuatu, dalam memberi petunjuk kepada siapa yang berhak ditunjuki dan menyesatkan siapa yang
patut disesatkan . Dengan kata lain, jika Allah SWT berkehendak agar semua makhluknya beriman
kepada-Nya, hal itu pasti bisa saja dilakukan dengan mudah oleh Allah. Ia telah menghendaki seluruh
alam semesta beserta isinya secara seimbang, ada yang hak dan bathil, baik dan buruk, dan lain
sebagainya. Allah memiliki kekuatan untuk melakukan hal tersebut. Akan tetapi, Allah memberikan
kesempatan kepada manusia untuk memilih jalan hidupnya. Jika Allah tidak mengizinkan hal itu terjadi,
sekuat apapun Islam dipaksa untuk dianut, tidak akan hal itu berhasil dan berjalan dengan baik. Dan
misalnya pemaksaan untuk masuk kedalam agama Islam itu berhasil, tetap saja Allah tidak akan
menerima hal itu, karena Allah tidak menghendaki iman yang diawali dengan paksaan.

Manusia dengan rasio dan perasaannya dapat menilai dan menangkap kebenaran-kebenaran yang Allah
sampaikan melalui Nabi dan Rasul yang diutus oleh-Nya. Allah SWT memberikan opsi apakah makhluk-
Nya akan memilih petunjuk yang paling benar yaitu Islam ataupun memeluk agama lain, keseluruhannya
diserahkan kepada Hamba-Nya. Agama yang benar adalah agama yang ajaran-ajarannya tidak
bertentangan dengan kebenaran al-Qur’an dan semua wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad. Agama semacam ini adalah Islam, satu-satunya agama yang telah Allah gariskan kepada
Nabi Nuh as, sampai dengan nabi Muhammad saw. Dan dengan kebebasan memilih opsi tersebut, Allah
akan menghisab pertanggungjawaban dari apa yang telah dipilih oleh manusia. Mereka yang sesat akan
mendapatkan balasan, yaitu dineraka sedangkan mereka yang taat dengan berada dalam agama Islam
akan mendapatkan tempat disurga.

Surat kedua yang mejelaskan lebih lanjut terdapat dalam Q.S. Al-Kahfi ayat 29, yang berbunyi:

ْ‫ق ِم ْن َربِّ ُك ْم ۖ فَ َم ْن شَا َء فَ ْلي ُْؤ ِم ْن َو َم ْن شَا َء فَ ْليَ ْكفُر‬


ُّ ‫َوقُ ِل ْال َح‬

Artinya: Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”.

Dilihat dari tafsiran dari al – Maraghi, barang siapa yang mau beriman kepada-Nya dan masuk kedalam
lingkungan orang-orang yang beriman, dan tidak mengajukan alasan dengan sesuatu yang tidak menjadi
keberatan, maka berimanlah. Dan barang siapa yang mau kafir dan membuangnya kebelakang
punggungnya, maka urusannya diserahkan kepada Allah, dan aku (Muhammad) takkan mengusir orang
yang mengikuti kebenaran dan beriman kepadaAllah; dan kepada apa yang telah diturunkan kepadaku,
hanya karena menuruti keinginan-keinginan nafsumu. Sesungguhnya Rasululah tak perlu mengikuti
kemauan mereka dan ia tak peduli denganmu atau dengan iman mereka. Dan urusan itu terserah pada
tiap manusia, dan ditangan Allah-lah taufik, pengabaian, kehancuran maupun kesesatan. Seseorang
tidak mendapatkan manfaat dari imannya orang beriman, dan takkan mendapatkan bahaya akibat
kekafiran orang-orang kafir.

Pendapat lain dari Ibnu Katsir yaitu, Allah Ta’ala berfirman kepada Rasul-Nya, Muhammad saw,
katakanlah, hai Muhammad kepada ummat manusia , apa yang aku bawa kepada kalian dari Rabb kalian
adalah kebenaran yang tidak terdapat keraguan didalamnya. Penggalan ayat ini merupakan ancaman
keras. Dapat ditarik kesimpulan dari tafsiran-tafsiran diatas bahwa Allah telah memberikan kebenaran,
yang mana kebenaran itu adalah agama Islam.

Solusi Al-Qur’an mengenai Kebebasan Beragama


S. Al-Kafirun ayat 6

‫لَ ُكمۡ ِدينُ ُكمۡ َولِ َي ِدي ِن‬

“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”. (QS al-Kafiruun: 6).

Imam Bukhari mengatakan bahwa dikatakan: Untukmulah agamamu. (Al-Kafirun: 6) Yakni kekafiran. dan
untukkulah agamaku. (Al-Kafirun: 6) Yaitu agama Islam, dan tidak disebutkan dini, karena akhir semua
ayat memakai huruf nun, maka huruf ya-nya dibuang.

Pendapat yang pertama adalah sebagaimana yang telah kami kemukakan di atas. Pendapat yang kedua
adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lain-lainnya dari ulama tafsir, bahwa makna yang
dimaksud dari firman-Nya: aku tidak pernah menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian bukan
penyembah Tuhan yang aku sembah. (Al-Kafirun: 2-3) Ini berkaitan dengan masa lalu, sedangkan firman-
Nya: Dan aku bukan penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian bukanpulapenyembah Tuhan yang
aku sembah. (Al-Kafirun: 4-5) Ini berkaitan dengan masa mendatang. Dan pendapat yang ketiga
mengatakan bahwa hal tersebut merupakan taukid (pengukuhan kata) semata.

Ayat tersebut berisi seruan pada orang-orang musyrik secara terang-terangan bahwa kaum muslimin
berlepas diri dari bentuk ibadah kepada selain Allah yang mereka lakukan secara lahir dan batin. Surat
tersebut berisi seruan bahwa orang musyrik tidak menyembah Allah dengan ikhlas dalam beribadah,
yaitu mereka tidak beribadah murni hanya untuk Allah. Ibadah yang dilakukan orang musyrik dengan
disertai kesyirikan tidaklah disebut ibadah. Kemudian ayat yang sama diulang kembali dalam surat
tersebut. Yang pertama menunjukkan perbuatan yang dimaksud belum terwujud dan pernyataan kedua
menceritakan sifat yang telah ada (lazim). Bahwa perinsip menganut agama tunggal merupakan suatu
keniscayaan. Tidak mungkin manusia menganut beberapa agama dalam waktu yang sama; atau
mengamalkan ajaran dari berbagai agama secara simultan. Oleh sebab itu, al-Qur’an menegaskan
bahwa umat islam tetap berpegang teguh pada system ke-Esaan Allah secara mutlak; sedangkan orang
kafir pada ajaran ketuhanan yang ditetapkannya sendiri. Dalam ayat lain Allah juga menjelaskan tentang
prinsip dimana setiap pemeluk agama mempunyai system dan ajaran masing-masing sehingga tidak
perlu saling hujat menghujat.

Anda mungkin juga menyukai