khotbahjumat.com/5196-memahami-sifat-allah-maha-dekat.html
Khutbah Pertama:
ُﺆ ِﻣﻨِﯿ َ
ْﻦ :أَﻣﱠﺎ ﺑَ ْﻌ ُﺪ ِﻋﺒَﺎ َد اﷲِ َﻣ َﻌ ِ
ﺎﺷ َﺮ اﻟﻤ ْ
ْﺮ أُﻣ ْ
ُﻮ ٍر ِد ْﯾﻨُ ُﻪ َو ُد ْﻧﯿَﺎ ُه َ ُ
.اِﺗﱠﻘ ْﻮا اﷲَ ﺗَ َﻌﺎﻟَﻰ ؛ َﻓﺈِ ﱠن َﻣ ِﻦ اﺗﱠ َﻘﻰ اﷲَ َو َﻗﺎ ُه َوأ ْر َﺷ َﺪ ُه إِﻟَﻰ َﺧﯿ ٍ
Ibadallah,
1/9
Ahlus Sunnah menetapkan sifat-sifat Allah yang ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur’an,
atau ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits-hadits yang
shahih. Mereka menetapkan sifat Allah dengan tanpa tahrif (merobah-robah), tanpa takyif
(menggambarkan hakekatnya), tanpa tamtsil (menyerupakan dengan sifat makhluk), dan
tanpa tafwidh (menyerahkan makna kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Termasuk sifat yang ditetapkan adalah sifat qurb (kedekatan) Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan qurb khas (kedekatan yang khusus, dan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala
mendekat kepada sebagian hamba-Nya dengan sebenarnya, dengan tetap meyakini sifat
fauqiyyah (keberadaan Allah di atas seluruh makhluk) dan istiwa’ ‘alal arsy (keberadaan
Allah di atas Arsy.
Ibadallah,
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut lafazh qurb (dekat) dengan dua bentuk: bentuk
jama’ (banyak) dan bentuk mufrad (tunggal).
Adapun bentuk jama’ (banyak) adalah seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.
[Qaf/50:16]
Maksud qurb (kedekatan) di dalam ayat ini adalah kedekatan para malaikat Allah dan
kedekatan ilmu Allah Azza wa Jalla . Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t berkata, “Adapun
firman Allah Azza wa Jalla :
(maksud kata dekat di atas) adalah kedekatan dzat para Malaikat dan kedekatan ilmu
Allah Azza wa Jalla dari umat manusia. Allah adalah Rabb (Penguasa) Malaikat dan ruh,
sedangkan para Malaikat itu tidak mengetahui apapun kecuali dengan perintah Allah .
Dzat para Malaikat lebih dekat kepada hati manusia daripada kepada urat lehernya. Bisa
jadi sebagian Malaikat lebih dekat kepada hati manusia daripada sebagian yang lain.
Oleh karena itulah Allah Azza wa Jalla berfirman dalam ayat berikutnya:
2/9
“(yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di
sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang
diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”. (QS.
Qaf/50:17-18) (Majmu’ Fatawa, 5/236)
Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat,
dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat. [Al-
Waqi’ah/56: 83-85]
Maksud qurb (kedekatan) di dalam ayat ini adalah kedekatan para Malaikat Allah.
Adapun bentuk mufrad (tunggal) adalah seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku adalah dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku,
maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. [Al-Baqarah/2: 186]
3/9
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata, “Hai kaumku!
Beribadahlah kepada Allah , sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya , karena itu
mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya, sesungguhnya Rabbku
amat dekat lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya).” [Hud/11: 61]
َ َﻮن أ
ﺻ ﱠﻢ َ ارﺑَﻌُﻮا َﻋﻠَﻰ أَ ْﻧ ُﻔ ِﺴ ُﻜ ْﻢ إِﻧﱠ ُﻜ ْﻢ َﻻ ﺗَ ْﺪ ُﻋ
ْ : ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠّ ُﻪ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻮل ﱠ
َ ِاﷲ ُ ﺎل َر ُﺳ
َ اﷲﱠُ أَ ْﻛﺒَ ُﺮ َﻻ إﻟَ َﻪ إ ﱠﻻ اﷲﱠُ ” َﻓ َﻘ
ِ ِ
ﻮن َﺳﻤِﯿ ًﻌﺎ َﻗ ِﺮﯾﺒًﺎ َو ُﻫ َﻮ َﻣ َﻌ ُﻜ ْﻢ
َ )) َو َﻻ َﻏﺎﺋِﺒًﺎ إِﻧﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَ ْﺪ ُﻋ
ﻮل َﻻ َﺣ ْﻮ َل َو َﻻ ُﻗ ﱠﻮ َة إ ﱠﻻ ﺑ ﱠ
َ ﺎﷲِ َﻓ َﻘ
ﺎل ﻟِﻲ)) ﯾَﺎ ُ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠّ ُﻪ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻓ َﺴ ِﻤ َﻌﻨِﻲ َوأَﻧَﺎ أَُﻗ ﻮل ﱠ
َ ِاﷲ َ َوأَﻧَﺎ َﺧ ْﻠ
ِ ﻒ دَاﺑﱠ ِﺔ َر ُﺳ
ِ ِ
ﻮز ْاﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ ُﻗ ْﻠ ُﺖ ُ ْ ِﻦ َﻛ ْﻨﺰ ﻣ اﷲِ ” َﻗ َ َ َ ﱡﻮل ﱠ َ ْﺲ (( ُﻗ ْﻠ ُﺖ” ﻟَﺒﱠﯿ َﻋ ْﺒ َﺪ ﱠ
ِ ُِﻦ ﻛﻨ ٍ ْ أ َﻻ أ ُدﻟ َﻚ َﻋﻠَﻰ َﻛﻠِ َﻤ ٍﺔ ﻣ: ﺎل َ ْﻚ ﯾَﺎ َر ُﺳ ٍ ْﻦ َﻗﯿ
َ اﷲِ ﺑ
Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu anhu, dia berkata: Ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerangi atau menuju Khaibar, orang-orang mendaki sebuah lembah,
lalu mereka mengeraskan suara mereka dengan takbir, “Allahu akbar, Allahu akbar, la
ilaha illa Allah.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rendahkanlah
suara kalian! Sesungguhnya kalian tidak menyeru kepada (Dzat) yang tuli dan tidak hadir.
Bahkan kamu menyeru kepada (Dzat) yang Maha mendengar dan Maha dekat, dan Dia
bersama kamu”.
(Abu Musa berkata:) Dan aku berada di belakang binatang tunggangan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar aku
mengatakan, “La haula wala quwwata illa billah”, lalu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata kepadaku, “Wahai ‘Abdullah bin Qais!” Aku menjawab, “Aku memenuhi
panggilanmu wahai Rasulullah!” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah
aku tunjukkan kepadamu satu kalimat yang termasuk harta simpanan surga”. Aku
menjawab, “Ya, wahai Rasulullah! Bapakku dan ibuku sebagai tebusanmu.” Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “La haula wala quwwata illa billah”. [HR. Al-
Bukhari, no. 4205; Muslim, no. 2704]
ُ اﺣﻠَ ِﺔ أَ َﺣﺪ
ِﻛ ْﻢ ِ ِﻦ ُﻋﻨُ ِﻖ َر ُ َواﻟﱠﺬِي ﺗَ ْﺪ ُﻋﻮﻧَ ُﻪ أَ ْﻗ َﺮ ُب إﻟَﻰ أَ َﺣﺪ
ْ ِﻛ ْﻢ ﻣ ِ
4/9
Dia (Allah ) yang kalian seru itu lebih dekat kepada salah seorang diantara kalian
daripada (kedekatan salah seorang diantara kalian) kepada leher ontanya. [HR. Muslim,
no. 46/2704]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Dia
(Allah) yang kamu seru itu lebih dekat kepada salah seorang diantara kalian”, Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyatakan bahwa Dia Maha Dekat kepada semua
orang”. [Majmu’ Fatawa, 5/493]
Ibadallah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitahukan bahwa ketika seorang hamba
bersujud, maka dia dalam keadaan yang paling dekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
:
ُ أَ ْﻗ َﺮ ُب َﻣﺎ ﯾَ ُﻜ:ﺎل
ْ ﻮن ْاﻟ َﻌ ْﺒ ُﺪ ﻣ
ِﻦ َ ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ – َﻗ َ ﺿ َﻲ اﷲﱠُ َﻋ ْﻨ ُﻪ أَ ﱠن َر ُﺳ
َ – ِﻮل اﷲ َ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻲ ُﻫ َﺮﯾ
ِ ْﺮ َة َر
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Keadaan paling dekat seorang hamba kepada Rabbnya adalah ketika dia
sujud, maka perbanyaklah doa.” [HR. Muslim, no. 482]
Orang yang berdoa dan orang yang bersujud mengarahkan ruhnya kepada Allah, dan ruh
memiliki sifat naik yang sesuai dengan keadaannya, sehingga tanpa diragukan lagi, ruh
mendekat kepada Allah Azza wa Jalla sesuai dengan kesuciannya dari noda-noda,
dengan demikian, Allah Azza wa Jalla menjadi dekat kepada ruh itu dengan sebab
mendekatnya ruh tersebut.
Selain sifat dekat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang merupakan sifat dzatiyah, sifat yang
selalu ada pada diri-Nya, demikian pula Allah Azza wa Jalla memiliki sifat mendekat
kepada sebagian hamba-Nya. Ini merupakan sifat fi’liyyah, yaitu sifat yang dilakukan
dengan hikmah dan kehendak Allah Azza wa Jalla. Hal ini disebutkan dalam banyak dalil.
َ اﻟﺮ ﱡب ﻣ
ِﻦ اﻟ َﻌ ْﺒ ِﺪ ﻓِﻲ ﻮن ﱠُ أَ ْﻗ َﺮ ُب َﻣﺎ ﯾَ ُﻜ: ﻮل
ُ ﯾَ ُﻘ، ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َ أَﻧﱠ ُﻪ َﺳﻤ،ْﻦ َﻋﺒَ َﺴ َﺔ
َ ِﻊ اﻟﻨﱠﺒِ ﱠﻲ ِ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤ ٍﺮو ﺑ
ﺎﻋ ِﺔ َﻓ ُﻜ ْﻦ
َ اﻟﺴ ﱠﻦ ﯾَ ْﺬ ُﻛ ُﺮ ﱠ
اﷲَ ﻓِﻲ ﺗ ِْﻠ َﻚ ﱠ َ اﺳﺘَ َﻄ ْﻌ َﺖ أَ ْن ﺗَ ُﻜ
ْ ﻮن ِﻣﻤ ْ َﻓﺈِ ْن،اﻵﺧ ِﺮ
ِ ْﻞِ ف اﻟﻠﱠﯿ
ِ َﺟ ْﻮ
Dari ‘Amr bin ‘Abasah, bahwa dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Ar-Rabb (Allah) paling dekat kepada seorang hamba di waktu tengah malam
yang akhir, jika engkau bisa menjadi orang yang sedang berdzikir kepada Allah pada saat
5/9
itu maka lakukanlah!” [HR. At-Tirmidzi, no. 3579. Hadits ini dinilai shahih oleh syaikh al-
Albani]
Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa waktu dimana seorang hamba paling dekat
kepada Rabb-nya (Allah ) adalah di waktu tengah malam yang akhir. Kami telah
menjelaskan hadits-hadits ini dan pendapat-pendapat orang tentang makna ini dalam
tulisan ‘Jawabul as-ilah al-Mishriyah ‘alal Futya al-Hamawiyah’. Ini adalah qurb
(kedekatan) ar-Rabb (Allah ), Dzat Allah kepada hamba-Nya, dan ini seperti nuzul-Nya
(turun Allah ) ke langit dunia.
Adapun hadits nuzul (yang menjelaskan bahwa Allah Azza wa Jalla itu turun ke langit
dunia) yang dimaksudkan oleh Syaikhul Islam yaitu
َ َ ” ﯾَ ْﻨ ِﺰ ُل َرﺑﱡﻨَﺎ – ﺗَﺒ:ﺎل
ﺎر َك َ ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ – َﻗ ﻮل ﱠ
َ – ِاﷲ َ أَ ﱠن َر ُﺳ:ﺿ َﻲ اﷲﱠُ َﻋ ْﻨ ُﻪ َ َﻋ ْﻦ أَﺑِﻲ ُﻫ َﺮﯾ
ِ ْﺮ َة َر
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu , bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Rabb kita l turun ke langit dunia setiap malam, pada waktu tinggal sepertiga
malam yang akhir. Dia berfirman, “Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan
mengabulkannya; Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya; Siapa
yang memohon ampun kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya.” [HR. Al-Bukhari,
no. 1145, 6321, 7494 dan Muslim, no. 758]
ِﻦ أَ ْن
ْ ِﻦ ﯾَ ْﻮ ٍم أَ ْﻛﺜَ َﺮ ﻣ َ ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻗ
ْ ” َﻣﺎ ﻣ:ﺎل َ إ ﱠن َر ُﺳ:ِﺸ ُﺔ
َ ِﻮل اﷲ َ َ
ِ َ َﻗﺎﻟ ْﺖ َﻋﺎﺋ: َﻗﺎل،ﱢﺐ َ ْﻦ ْاﻟﻤ
ِ ُﺴﯿ ِ َﻋ ِﻦ اﺑ
َﻣﺎ أَ َرا َد َﻫ ُﺆ َﻻ ِء؟:ﻮل
ُ َﻓﯿَ ُﻘ،ﺎﻫﻲ ﺑﻬﻢ ْاﻟ َﻤ َﻼﺋِ َﻜ َﺔ ُ ُ َ ََُ ﱠ
ِ ِ ِ ِ َ ﺛ ﱠﻢ ﯾُﺒ، َوإِﻧﻪ ﻟﯿَ ْﺪﻧﻮ،ِﻦ ﯾَ ْﻮ ِم َﻋ َﺮﻓﺔ َ ِﻖ اﷲُ ﻓِﯿ ِﻪ َﻋ ْﺒ ًﺪا ﻣ
ِ ِﻦ اﻟﻨﱠ
ْ ﻣ،ﺎر َ “ ﯾُ ْﻌﺘ
Dari Ibnul Musayyib radhiyallahu anhu, dia berkata, “Aisyah radhiyallahu anhuma
berkata, ‘Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada
satu hari pun yang pada hari itu Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih banyak memerdekakan
para hamba-Nya dari api neraka dibandingkan dengan hari Arafah. Sesungguhnya Allah
benar-benar mendekat, kemudian membanggakan mereka kepada para Malaikat, Allah
berfirman, “Apa yang dikehendaki oleh mereka ini?”. [HR. Muslim, no. 1348]
Di dalam hadits shahih disebutkan bahwa Allah mendekat pada sore hari Arafah dan
membanggakan orang-orang yang wukuf di Arafah kepada para Malaikat.
Kedekatan Allah Azza wa Jalla pada sore hari Arafah tidak berlaku untuk selain orang-
orang yang sedang beribadah haji di semua tempat, karena di semua tempat itu tidak
Wukuf yang disyari’atkan dan tidak ada kebanggaan kepada para Malaikat.
6/9
Demikian pula Allah Azza wa Jalla mendekat kepada para hamba-Nya yang mendekat
kepada-Nya.
Dari Anas radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam meriwayatkan dari Rabbnya (Allah ), Dia berfirman, “Jika hamba-Ku
mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika hamba-Ku
mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya satu depa. Jika hamba–Ku
mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku mendatanginya dengan berlari kecil”. [HR. Al-
Bukhari, no. 7536 dan Muslim, no. 2675]
Mendekatnya hamba kepada Allah, dan Allah mendekatkan hamba kepada-Nya, ini
dinyatakan oleh banyak nash, seperti firman Allah Azza wa Jalla :
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka,
siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah )?” [Al-Isra’/17: 57]
Dan ayat-ayat yang semacamnya. Ini adalah mendekatnya Allah Azza wa Jalla dengan
Dzat-Nya kepada para hamba-Nya. Dan ini seperti nuzul (turunnya) Allah ke langit dunia.
َ اﻟ َﻐ ُﻔ ْﻮ ُر.
اﻟﺮ ِﺣ ْﯿ ُﻢ
Khutbah Kedua:
Ibadallah,
7/9
Tentang Allah itu dekat dan juga mendekat kepada sebagian hamba-Nya, maka
keyakinan ini ditetapkan atau diyakini oleh mereka yang meyakini bahwa Allah memiliki
;sifat-sifat ikhtiyariyyah yaitu sifat-sifat yang ada dengan kehendak Allah Azza wa Jalla
juga meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla akan datang pada hari kiamat, juga turun ke
langit dunia pada sepertiga malam terakhir. Ini berarti Allah Azza wa Jalla memiliki sifat
turun; juga meyakini bahwa beristiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy-Nya. Inilah madzhab
(pendapat) para Imam Salaf dan para Imam kaum Muslimin yang terkenal, juga pendapat
Ahli Hadits.
Inilah sedikit pembahasan tentang sifat qurb (Maha Dekat) Allah, semoga menambah
semangat kita untuk selalu mendekat kepada Allah sehingga meraih keberuntungan di
sisi-Nya. Wallah ul Musta’an.
ْﻜ ْﻢ ﺑِ ْﺎﻟ َﺠ َﻤ َ
ﺎﻋ ِﺔ ﺿ َﻼﻟَ ٌﺔَ ،و ُﻛ ﱠﻞ َ
ﺿ َﻼﻟَ ٍﺔ ﻓِﻲ اﻟﻨﱠﺎرَ ،و َﻋﻠَﯿ ُ ُﺤﺪَﺛَ ٍﺔ ﺑِ ْﺪ َﻋ ٌﺔَ ،و ُﻛ ﱠﻞ ﺑِ ْﺪ َﻋ ٍﺔ َ
ُﺤﺪَﺛَﺎﺗُ َﻬﺎَ ،و ُﻛ ﱠﻞ ﻣ ْ
ُﻮ ِر ﻣ ْ و َﺷ ﱠﺮ ُ
اﻷﻣ ْ
ِ َ
ﺎﻋ ِﺔ َ .ﻓﺈِ ﱠن ﯾَ َﺪ اﷲِ َﻋﻠَﻰ َ
اﻟﺠ َﻤ َ
8/9
ُ
.ﺷ ُﺮ ْو ِر ِﻫ ْﻢ
ِﺤ ِﻦ ُﻛﻠﱠ َﻬﺎ َﻣﺎ َﻇ َﻬ َﺮ ِﻣ ْﻨ َﻬﺎ َو َﻣﺎ ﺑَ َﻄ َﻦ َﻋ ْﻦ ﺑَﻠَﺪِﻧﺎَ َﻫ َﺬا ِﻦ اﻟ ِﻔﺘَ ِﻦ َوﻣ َ
ِﻦ اﻟﻤ َ ِﻦ اﻟﺒَ َ
ﻼ َوﻣ َ ُﻮ ُذ ﺑِ َﻚ ﻣ َ
ِﻦ اﻟ َﻐ َﻼ َوﻣ َ اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ إِﻧﱠﺎ ﻧَﻌ ْ
اﻷ ْﺧ َﻼ ِقات َ ُﻮ ُذ ﺑِ َﻚ ﻣ ْ
ِﻦ ُﻣ ْﻨ َﻜ َﺮ ِ ام .اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ إِﻧﱠﺎ ﻧَﻌ ْ ْﻦ َﻋﺎ َﻣ ًﺔ ﯾَﺎ َذا ْاﻟ َﺠ َﻼ ِل َو ْ ِﺮ ﺑِ َﻼ ِد اﻟﻤ ْ
ُﺴﻠِ ِﻤﯿ َ َﺧ ﱠ ً
اﻹﻛ َﺮ ِ
ِ ﺎﺻﺔ َو َﺳﺎﺋ ِ
اﺻ ِﺮ ْف َﻋﻨﱠﺎ َﺳﯿﱢﺌَ َﻬﺎ َﻻ ﻷ ْﺣ َﺴﻨِ َﻬﺎ إِﱠﻻ أَ ْﻧ َﺖَ ،و ْ اﻷ ْﺧ َﻼق َﻻ ﯾَ ْﻬﺪِي ِ َ
ِ
ﻷ ْﺣ َﺴﻦ َ
ِ
اﻫ ِﺪﻧَﺎ ِ َ
اﻷ ْد َوا ِء ،اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ْ
اﻷ ْﻫ َﻮا ِء َو َ
َو َ
اﻫ ِﺪﻧَﺎ َو َﺳ ِﺪ ْدﻧَﺎ ،اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ إﻧﱠﺎ ﻧَ ْﺴﺄَﻟُ ُﻚ اﻟ ُﻬﺪَى َواﻟﺘﱡ َﻘﻰ َواﻟﻌ ﱠ
ِﻔ َﺔ َواﻟ ِﻐﻨَﻰ ف َﻋﻨﱠﺎ َﺳﯿﱢﺌَ َﻬﺎ إِﱠﻻ أَ ْﻧ َﺖ .اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ْ ﺼﺮ ُ
ِ .ﯾَ ْ ِ
[Diadaptasi dari tulisan Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari di majalah As-Sunnah Edisi
01/Tahun XXI/1438H/2017M].
9/9