Anda di halaman 1dari 8

Islam dan Budaya

khotbahjumat.com/5976-islam-dan-budaya.html

February 25, 2022

Khutbah Pertama:

ُ‫ْﻦ َوأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ْن َﻻ إﻟَ َﻪ إ ﱠﻻ اﷲ‬ ْ ‫ْﻦ َوأَﺗَ ﱠﻢ َﻋﻠَ ْﯿﻨَﺎ اﻟﻨِ ْﻌ َﻤ َﺔ َو َﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ﻣ‬
َ ‫ُﺴﻠِ ِﻤﯿ‬ َ ‫ِي أَ ْﻛ َﻤ َﻞ ﻟَﻨَﺎ اﻟ ﱢﺪﯾ‬
ْ ‫ْﻦ اَﻟﱠﺬ‬
َ ‫اَْﻟ َﺤ ْﻤ ُﺪ ِﱠﷲِ َر ﱢب اﻟ َﻌﺎﻟَ ِﻤﯿ‬
ِ ِ
ْ ‫ُﺤﻤﱠﺪاً َﻋ ْﺒ ُﺪ ُه َو َر ُﺳ ْﻮﻟُ ُﻪ اَْﻟ َﻤ ْﺒﻌ‬
‫ُﻮ ُث َر ْﺣ َﻤ ًﺔ‬ َ ‫ْﻦ َو أَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ﱠن ﻣ‬
َ ‫ْﻦ ﻟَ ُﻪ اﻟ ﱢﺪﯾ‬
َ ‫ِﺼﯿ‬ ْ ‫ْﻚ ﻟَ ُﻪ َو َﻻ ﻧَ ْﻌﺒُ ُﺪ إِﱠﻻ إِﯾﱠﺎ ُه ﻣ‬
ِ ‫ُﺨﻠ‬ َ ‫َو ْﺣ َﺪ ُه َﻻ َﺷﺮﯾ‬
ِ
‫ْﻦ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﺗَ ْﺴﻠِ ْﯿ ًﻤﺎ‬
َ ‫ﺎن إِﻟَﻰ ﯾَ ْﻮ ِم اﻟ ﱢﺪﯾ‬ ْ َ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﻋﻠَﻰ آﻟِ ِﻪ َوأ‬
َ ‫ﺻ َﺤﺎﺑِ ِﻪ َواﻟﺘﱠﺎﺑِ ِﻌﯿ‬
ٍ ‫ْﻦ َو َﻣ ْﻦ ﺗَﺒِ َﻌ ُﻬ ْﻢ ﺑِﺈِ ْﺣ َﺴ‬ َ ‫ﻟ ِْﻠ َﻌﺎﻟَ ِﻤﯿ‬
َ ‫ْﻦ‬
ً‫ َﻛﺜِﯿْﺮا‬،

‫أَﻣﱠﺎ ﺑَ ْﻌ ُﺪ‬

ُ ‫أَﯾﱡ َﻬﺎ اﻟﻨﱠ‬


ْ ‫ﺎس اِﺗﱠ ُﻘ‬
‫ﻮا اﷲَ ﺗَ َﻌﺎﻟَﻰ‬

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan
ketakwaan yang sebenar-benarnya. Yaitu dengan mengamalkan apa yang diperintahkan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta

1/8
menjauhi segala yang dilarang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,

Di antara nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mulia, di antara asmaul husna adalah
nama Allah Al-Khaliq. Yang artinya Sang Maha Pencipta. Allah Subhanahu wa Ta’ala
sebagai Sang Maha Pencipta, telah menciptakan banyak makhluk di muka bumi ini. Ada
yang benda mati. Seperti: gunung, laut, dll. Ada juga makhluk hidup. Yaitu malaikat,
manusia, hewan, dsb. Di antara makhluk-makhluk ini, yang paling istimewa adalah
makhluk yang bernama manusia.

Allah Subhanahu wa Taa’ala berfirman,

ْ َ ْ َْ َ
ٍ ‫ﻧﺴ َﻦ ﻓِﻰ أ ْﺣ َﺴ ِﻦ ﺗَﻘ ِﻮ‬
‫ﯾﻢ‬ ِ ‫ﻟ َﻘ ْﺪ َﺧﻠﻘﻨَﺎ‬
َ ‫ٱﻹ‬

“sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”


[Quran At-Tin: 4].

Artinya, di antara semua makhluk yang ada, manusia memiliki bentuk fisik yang paling
sempurna. Apalagi manusia dikarunia Allah suatu nikmat yang istimewa yang tidak Allah
berikan kepada makhluk yang lainnya. Karunia tersebut adalah akal.

Manusia dalam kehidupannya di dunia ini menghadapi begitu banyak masalah. Dan
masalah itu perlu untuk dipecahkan. Salah satu karunia Allah yang Dia berikan untuk
membantu manusia dalam memecahkan masalah yang ia hadapi adalah akal. Dengan
akal manusia bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Mana yang
bersih dan mana yang kotor. Mana yang bermanfaat dan mana berbahaya. Dengan akal,
manusia bisa mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Dan dengan akal
manusia bisa bertafakkur, merenungi kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
menciptakannya. Itulah berbagai contoh keistimewaan akal manusia.

Ibadallah,

Namun ada satu hal yang perlu kita pahami. Akal dengan segala kelebihan yang
dimilikinya ternyata akal juga punya kekurangan. Ternyata akal juga punya kelemahan.
Sebagaimana dijelaskan oleh Imam kita, Imam asy-Syafi’I,

َ َ‫إِ ﱠن ﻟ ِْﻠ َﻌ ْﻘ ِﻞ َﺣ ًﺪا ﯾَ ْﻨﺘَ ِﻬ ْﻲ إِﻟَ ْﯿ ِﻪ َﻛ َﻤﺎ أَ ﱠن ﻟ ِْﻠﺒ‬


‫ﺪا ﯾَ ْﻨﺘَ ِﻬ ْﻲ إِﻟَ ْﯿ ِﻪ‬ ‫ﺼ ِﺮ َﺣ‬

“Akal itu punya batas yang tidak mungkin dia lampaui. Sebagaimana mata juga punya
batas yang tidak mampu dia lampaui.”

2/8
Karena akal memiliki keterbatasan itulah akal bisa benar dan bisa salah. Akal ini bisa
baik dan bisa juga buruk. Sehingga apapun yang diproduksi oleh akal bisa baik bisa juga
buruk. Bisa benar dan bisa juga salah. Di antara produk dari akal adalah pemikiran,
budaya, aturan, undang-undang. Dan semua yang merupakan produk akal pasti ada
kekurangan dan kelebihan. Apalagi akal itu juga dipengaruhi sesuatu yang dinamai
nafsu. Dan nafsu ini selalu mengajak seseorang melakukan hal-hal yang jahat. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ٌ ‫ٱﻟﺴﻮ ِء إِﱠﻻ َﻣﺎ َر ِﺣ َﻢ َرﺑﱢﻰ إِ ﱠن َرﺑﱢﻰ َﻏ ُﻔ‬


‫ﻮر ﱠر ِﺣﯿ ٌﻢ‬ ‫ﱠﺎرٌة ﺑِ ﱡ‬
َ ‫ﻷﻣ‬ََ ‫ﺲ‬
َ ‫إِ ﱠن ٱﻟﻨﱠ ْﻔ‬

“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi
rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang.” [Quran Yusuf: 53].

Lalu bagaimana kita bisa menilai sesuatu yang merupakan produk akal ini baik atau
buruk? Benar atau salah? Adakah alat yang bisa menguji kebenaran produk akal ini?
Dan alat untuk menguji kebenaran ini haruslah jadi standar. Harus tidak boleh salah. Dan
harus lebih tinggi dari akal. Adakah yang lebih tinggi dari akal? Jawabnya ada. Sesuatu
yang lebih tinggi dari akal adalah wahyu. Yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kalau kita ingin mengetahui, produk yang dihasilkan akal kita ini benar atau salah.
Produk tersebut baik atau buruk. Ukurlah produk tersebut dengan Alquran dan sunnah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Alquran dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam ini tidak mungkin salah.

ْ ‫ِﻦ‬
َ ‫ٱﻟ ُﻤ ْﻤﺘَ ِﺮ‬
‫ﯾﻦ‬ َ ‫ﱢﻚ َﻓ َﻼ ﺗَ ُﻜﻮﻧَ ﱠﻦ ﻣ‬
َ ‫ٱﻟ َﺤ ﱡﻖ ﻣِﻦ ﱠرﺑ‬
ْ

“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-
orang yang ragu.” [Quran Al-Baqarah: 147].

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Salah satu yang diproduksi oleh akal adalah budaya. Kebudayaan adalah hasil dari
penciptaan akal budi manusia. Dari sini kita harus memahami, bahwa budaya ini bisa
benar dan bisa salah. Bisa baik dan bisa buruk. Kata pepatah, “Taka da gading yang tak
retak.” Karena itu, Islam datang ke dunia ini bukan untuk menghancurkan budaya. Islam
diturunkan ke bumi ini bukan untuk menghapus budaya. Akan tetapi Islam datang untuk
membimbing budaya agar dia menjadi budaya yang beradab. Budaya yang berkemajuan.
Dan menuju budaya yang mengangkat derajat kemanusiaan.

Oleh karena itu, di dalam Islam, budaya itu dibagi menjadi dua. Pertama: kebudayaan
yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Kedua: kebudayaan yang bertentangan
dengan ajaran Islam.

3/8
Pertama: kebudayaan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Bahkan budaya ini sejalan dengan ajaran Islam. seperti, di nusantara ini ada namanya
budaya gotong royong atau kerja bakti. Budaya ini tidak bertentangan dengan ajaran
Islam. kemudian, di antara budaya orang timur adalah budaya tata krama. Atau dalam
sebutan Jawa unggah-ungguh. Atau dengan bahasa nasionalnya sopan santun. Ini
budaya yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Tentang gotong royong, Allah sempurnakan budaya ini dengan firman-Nya,

ْ ‫ٱﻹ ْﺛﻢ َو‬


‫ٱﻟ ُﻌ ْﺪ َو ِن‬ ْ َ ُ َ َ ْ‫ﱠ‬ ْ َ ُ َ
ِ ِ ‫َوﺗ َﻌﺎ َوﻧﻮا َﻋﻠﻰ ٱﻟﺒِ ﱢﺮ َوٱﻟﺘﻘ َﻮى َوﻻ ﺗ َﻌﺎ َوﻧﻮا َﻋﻠﻰ‬

“Dan tolong-menolonglah (gotong-royonglah) kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan


takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” [Quran Al-
Maidah: 2]

Berarti budaya gotong royong ini sejalan dengan ajaran Islam. Namun Islam
menyempurnakannya. Tolong-menolonglah, gotong-royonglah dalam kebaikan. Dalam
hal-hal yang membawa kemanfaatan bersama. Bukan gotong-royong dan tolong-
menolong dalam kejahatan. Semisal kerja sama dalam korupsi dan sebagainya.

Demikian juga dengan sopan santun dan tata krama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

‫ﱠ‬ َ ‫ْﺲ ِﻣﻨﱠﺎ َﻣ ْﻦ ﻟَ ْﻢ ﯾَ ْﺮ َﺣ ْﻢ‬


َ ‫ﻟَﯿ‬
ِ ‫ َوﯾَ ْﻌ ِﺮ ْف َﺣﻖ َﻛﺒِﯿ‬،‫ْﺮﻧَﺎ‬
‫ْﺮﻧَﺎ‬ َ ‫ﺻ ِﻐﯿ‬

“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil kami dan
mengetahui hak orang dewasa kami.” [HR. Al-Hakim].

Ini adalah jenis budaya yang pertama. Yaitu budaya yang tidak bertentangan dengan
syariat Islam.

Yang kedua: kebudayaan yang bertentangan dengan syariat Islam.

Seperti apa contohnya? Seperti kebudayaan yang berbau kesyirikan. Kebudayaan yang
memiliki asal-usul ritual syirik. Berupa pemujaan atau penyembahan kepada selain Allah.
Seperti apa? Persembahan berupa kepala hewan untuk membangun bangunan. Atau
untuk tempat-tempat yang katanya angker dan keramat. Demikian juga dengan sesaji-
sesaji di tempat keramat. Ini budaya yang bertentangan dengan Islam. Mengapa? Karena
di dalamnya terdapat unsur-unsur kesyirikan. Seorang muslim, tidak boleh menghidupkan
budaya-budaya yang bertentangan dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Demikian juga
berpartisipasi di dalamnya. Karena Allah sudah berpesan.

4/8
ْ ‫ِﻚ أُﻣ‬
‫ِﺮ ُت َوأَﻧَﺎ أَ ﱠو ُل‬ َ ‫ﯾﻚ ﻟَ ُﻪ ۖ َوﺑِ َﺬﻟ‬ َ ‫ﺎي َو َﻣ َﻤﺎﺗِﻲ ِﱠﷲِ َر ﱢب ْاﻟ َﻌﺎﻟَﻤ‬
َ ‫( َﻻ َﺷﺮ‬162) ‫ِﯿﻦ‬
ِ َ ‫ُﻗ ْﻞ إِ ﱠن‬
َ َ‫ﺻ َﻼﺗِﻲ َوﻧُ ُﺴﻜِﻲ َو َﻣ ْﺤﯿ‬
َ ‫ُﺴﻠِﻤ‬
163) ‫ِﯿﻦ‬ ْ
ْ ‫)اﻟﻤ‬

“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah


untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah)”. [Quran Al-An’am: 162-163]

ُ ‫ أَُﻗ ْﻮ ُل َﻗ ْﻮﻟِﻲ َﻫ َﺬا َوأَ ْﺳﺘَ ْﻐﻔ‬،‫اﻟﺤ ِﻜﯿ ِْﻢ‬


‫ِﺮ‬ ‫ﺎن َو ﱢ‬
َ ‫اﻟﺬ ْﻛ ِﺮ‬ َ ‫ َوﻧَ َﻔ ْﻌﻨَﺎ ﺑِ َﻤﺎ ِﻓ ْﯿ ِﻪ ﻣ‬،‫آن اﻟ َﻌ ِﻈﯿ ِْﻢ‬
ِ َ‫ِﻦ اﻟﺒَﯿ‬ ِ ‫اﻟﻘ ْﺮ‬ ْ ‫ﺎر َك اﷲُ ﻟ‬
ُ ‫ِﻲ َوﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻓِﻲ‬ َ َ‫ﺑ‬

َ ‫ِﺮ ْو ُه إِﻧﱠ ُﻪ ُﻫ َﻮ اﻟ َﻐ ُﻔ ْﻮ ُر‬


‫اﻟﺮ ِﺣ ْﯿ ُﻢ‬ ْ ‫ْﻦ َﻓ‬
ُ ‫ﺎﺳﺘَ ْﻐﻔ‬ َ ‫ُﺴﻠِ ِﻤﯿ‬
ْ ‫ْﻊ اﻟﻤ‬ َ ‫اﷲَ ﻟِﻲ َوﻟَ ُﻜ ْﻢ َوﻟ‬.
ِ ‫ِﺠ ِﻤﯿ‬

Khutbah Kedua:

َ ‫ﻀﻠِ ِﻪ َوإ ْﺣ َﺴﺎﻧِ ِﻪ َو أَ ْﺷ ُﻜ ُﺮ ُه َﻋﻠَﻰ ﺗَ ْﻮ ِﻓ ْﯿ ِﻘ ِﻪ َوا ْﻣﺘِﻨَﺎﻧِ ِﻪ َوأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ْن َﻻ إﻟَ َﻪ إ ﱠﻻ اﷲُ َو ْﺣ َﺪ ُه َﻻ َﺷﺮﯾ‬
‫ْﻚ ﻟَ ُﻪ‬ ْ ‫اَْﻟ َﺤ ْﻤ ُﺪ ِﱠﷲِ َﻋﻠَﻰ َﻓ‬
ِ ِ ِ ِ
‫اﻫﺘَﺪَى ﺑِ ُﻬﺪَا ُه‬ ْ َ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﻋﻠَﻰ آﻟِ ِﻪ َوأ‬
ْ ‫ﺻ َﺤﺎﺑِ ِﻪ َو َﻣ ِﻦ‬ َ ‫ِﺸ ْﺄﻧِ ِﻪ َوأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ﱠن ﻣ‬
َ ‫ُﺤﻤﱠﺪاً َﻋ ْﺒ ُﺪ ُه َو َر ُﺳ ْﻮﻟُ ُﻪ‬ َ ‫ﺗَ ْﻌ ِﻈﯿْﻤﺎً ﻟ‬
ً‫ َوﺗَ َﻤ ﱠﺴ َﻚ ﺑِ ُﺴﻨﱠﺘِ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﺗَ ْﺴﻠِﯿْﻤﺎً َﻛﺜِﯿْﺮا‬.

ُ ‫أَﻣﱠﺎ ﺑَ ْﻌ ُﺪ أَﯾﱡ َﻬﺎ اﻟﻨﱠ‬،


‫ﺎس‬

Ibadallah,

Dalam sebuah kitab yang berjudul al-Bidayah wa an-Nihayah, Imam Ibnu Katsir, salah
seorang imam besar Madzhab Syafi’I, membawakan suatu kisah. Ketika negeri Mesir
dikuasai kaum muslimin di masa pemerintahan Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu.
Umar menugaskan salah seorang sahabat untuk menjadi gubernur di sana. Sahabat
tersebut adalah Amr bin al-Ash radhiallahu ‘anhu.

Di awal-awal pemerintahannya di Mesir, Amr bin al-Ash didatangi oleh penduduk Mesir.
Suatu ketika penduduk Mesir datang menemui Amr bin Ash pada saat sudah masuk
salah satu bulan yang dianggap sakral oleh penduduk setempat.

Amr bin Al-Ash berkata: “tradisi apakah itu?”

“Jika masuk tanggal sebelas bulan ini, kami akan mencari seorang perawan ke rumah
orang tua mereka. Lalu kami minta kedua orang tuanya untuk memberikan perawan itu
kepada kami dengan suka rela. Kami hiasi perawan itu dengan baju dan hiasan yang
paling indah, kemudian kami lemparkan dia ke sungai Nil ini,” jawab penduduk.

5/8
Ini tidak mungkin dilakukan dalam Islam. Karena sesungguhnya Islam mengahpus tradisi
lama,” kata Amr bin Al-Ash.

Lalu mereka mengikuti apa yang dikatakan oleh Amr bin Al-Ash. Ternyta sungai Nil itu
kering dan tidak mengalirkan air sedikit pun. Hingga kebanyakan penduduk berencana
untuk melakukan hijrah.

Tatakala melihat kondisi yang demikian, Amr bin Al-Ash menulis surat kepada Umar bin
Khattab yang berada di Madinah. Dalam surat itu dia menerangkan bahwa mereka
ditimpa musibah akibat apa yang saya katakan. Dan sesungguhnya saya mengatakan
kepada mereka bahwa Islam telah menghapus tradisi masa lalu.

Umar menulis kepada Amr bin Al-Ash yang di dalamnya ada nota kecil. Dalam surat itu
Umar menulis: sesungguhnya saya telah mengirim kepadamu dalam suratku satu nota
kecil maka lemparlah nota kecil itu ke Sungai Nil.

Tatkala surat Umar sampai di tangan Amr bin Al-Ash, dia mengambil nota kecil itu dan
membukanya. Ternyata di dalamnya berisis tulisan sebagai berikut.

ْ ‫ِﻚ َوﻣ‬
‫ِﻦ‬ ْ ‫ َﻓﺈِ ْن ُﻛ ْﻨ َﺖ إِﻧﱠ َﻤﺎ ﺗَ ْﺠ ِﺮ ْي ﻣ‬، ‫ أَﻣﱠﺎ ﺑَ ْﻌ ُﺪ‬: ‫ِﺼ َﺮ‬
َ ‫ِﻦ ِﻗﺒَﻠ‬ ْ ‫ْﻞ أَ ْﻫ ِﻞ ﻣ‬
َ ‫ْﻦ إﻟَﻰ ﻧِﯿ‬
ِ َ ‫ُﺆ ِﻣﻨِﯿ‬
ْ ‫ْﺮ اﻟﻤ‬ َ ْ‫ﻣ‬
ِ ‫ِﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﷲِ ُﻋ َﻤ َﺮ أ ِﻣﯿ‬
َ ‫ِي ﯾَ ْﺠﺮﯾ‬ ‫ﱠ‬ ِ ‫ َوإِ ْن ُﻛ ْﻨ َﺖ إِﻧﱠ َﻤﺎ ﺗَ ْﺠ ِﺮ ْي ﺑِﺄَ ْﻣ ِﺮ اﷲِ اﻟ َﻮ‬،‫ْﻚ‬
َ ‫ﺎﺟ َﺔ ﻟَﻨَﺎ ِﻓﯿ‬ َ ‫ َﻓ‬،‫ َﻓ َﻼ ﺗَ ْﺠ ِﺮ‬:‫أَ ْﻣ ِﺮ َك‬
‫ْﻚ‬ ِ ‫اﺣ ِﺪ اﻟ َﻘﻬ‬
ِ ْ ‫ َو ُﻫ َﻮ اﻟﺬ‬،‫ﱠﺎر‬ َ ‫ﻼ َﺣ‬
‫َﻓﻨَ ْﺴﺄَ ُل اﷲَ ﺗَ َﻌﺎﻟَﻰ أَ ْن ﯾَ ْﺠ ِﺮﯾَ َﻚ‬

Dari salah seorang hamba Allah, Amirul Mukminin, Umar bin Khattab, kepada
Sungai Nil yang ada di Mesir. Amma Ba’du:

Jika kau (sungai Nil) mengalir karena kehendak pribadimu, maka janganlah engkau
mengalir. Dan kami tidak membutuhkanmu. Namun jika engkau mengalir atas
kehendak Allah, Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa, kami manusia meminta kepada
Allah Yang Maha Kuasa untuk mengalirkanmu kembali.

Amr bi Al Ash kemudian melemparkan nota kecil itu ke Sungai Nil. Lalu pada malam
harinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengalirkan air Sungai Nil dengan kadar enam belas
dzira’ (sekitar tuju meter) dalam satu malam. Dengan terjadinya peristiwa itu, Allah telah
menghancurkan tradisi jahiliyah, tradisi primitif atau kuno dari penduduk Mesir hingga
sekarang. Dan sejak saat itu hingga sekarang, Sungai Nil tidak pernah surut.

Dan inilah yang seharusnya kita lakukan. Tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam,
kita berusaha untuk kita tinggalkan. Kita bersihkan. Semampu yang kita bisa lakukan.

6/8
‫ﺎل‪ ﴿ :‬إ ﱠن ﱠ‬
‫اﷲَ َو َﻣ َﻼﺋِ َﻜﺘَ ُﻪ‬ ‫ْﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﷲِ َﻛ َﻤﺎ أَ َﻣ َﺮ ُﻛ ُﻢ اﷲُ ﺑِ َﺬﻟ َ‬
‫ِﻚ ﻓِﻲ ِﻛﺘَﺎﺑِ ِﻪ َﻓ َﻘ َ‬ ‫ﺎﻛ ُﻢ اﷲُ َﻋﻠَﻰ ﻣ َ‬ ‫ﺻﻠﱡ ْﻮا َو َﺳﻠﱢﻤ ْ‬
‫ُﻮا َر َﻋ ُ‬
‫ِ‬ ‫ُﺤ ﱠﻤ ِﺪ ﺑ ِ‬ ‫َو َ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ‬ ‫ﺻﻠﱡﻮا َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱢﻤُﻮا ﺗَ ْﺴﻠِﯿﻤﺎً ﴾ ]اﻷﺣﺰاب‪َ ، [٥٦:‬و َﻗ َ‬
‫ﺎل َ‬ ‫ﻮن َﻋﻠَﻰ اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ ﯾَﺎ أَﯾﱡ َﻬﺎ اﻟﱠﺬ َ‬
‫ِﯾﻦ آ َﻣﻨُﻮا َ‬ ‫ُﺼﻠﱡ َ‬
‫ﯾَ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲﱠُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ ﺑِ َﻬﺎ َﻋ ْﺸ ًﺮا‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ َﻋﻠَ ﱠﻲ َ‬
‫ﺻﻼ ًة َ‬ ‫))ﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‪َ )) :‬ﻣ ْﻦ َ‬
‫‪َ .‬‬

‫اﻫ ْﯿ َﻢ إِﻧﱠ َﻚ َﺣ ِﻤ ْﯿ ٌﺪ َﻣ ِﺠ ْﯿ ٌﺪ‪،‬‬


‫ْﺮ ِ‬ ‫اﻫ ْﯿ َﻢ َو َﻋﻠَﻰ ِ‬
‫آل إِﺑ َ‬ ‫ْﺮ ِ‬ ‫ﺻﻠﱠﯿ َ‬
‫ْﺖ َﻋﻠَﻰ إِﺑ َ‬ ‫ُﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َﻛ َﻤﺎ َ‬ ‫ُﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َو َﻋﻠَﻰ ِ‬
‫آل ﻣ َ‬ ‫اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َ‬
‫ﺻ ﱢﻞ َﻋﻠَﻰ ﻣ َ‬
‫اﻫ ْﯿ َﻢ إِﻧﱠ َﻚ َﺣ ِﻤ ْﯿ ٌﺪ َﻣ ِﺠ ْﯿ ٌﺪ‪َ .‬و ْ‬
‫ار َ‬
‫ض‬ ‫ْﺮ ِ‬ ‫اﻫ ْﯿ َﻢ َو َﻋﻠَﻰ ِ‬
‫آل إِﺑ َ‬ ‫ﺎر ْﻛ َﺖ َﻋﻠَﻰ إِﺑ َ‬
‫ْﺮ ِ‬ ‫ُﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َﻛ َﻤﺎ ﺑَ َ‬
‫آل ﻣ َ‬ ‫ﺎر ْك َﻋﻠَﻰ ﻣ َ‬
‫ُﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َو َﻋﻠَﻰ ِ‬ ‫َوﺑَ ِ‬
‫ﺎر ْو ِق‪َ ،‬و ُﻋ ْﺜ َﻤ َ‬ ‫ْﻦ؛ أَﺑِ ْﻲ ﺑَ ْﻜ ِﺮ ﱢ‬ ‫ْﻦ اَ ْ َ‬
‫ﻷﺋِﻤ َ‬ ‫اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َﻋ ِﻦ ُ‬
‫اﻟﺨﻠَ َﻔﺎ ِء ﱠ‬
‫ِي اﻟﻨُ ْﻮ َرﯾ ِ‬
‫ْﻦ‪،‬‬ ‫ﺎن ذ ْ‬ ‫ْﻖ‪َ ،‬و ُﻋ َﻤ َﺮ اﻟ َﻔ ُ‬
‫اﻟﺼ ﱢﺪﯾ ِ‬ ‫ﱠﺔ اﻟ َﻤ ْﻬﺪِﯾِﯿ َ‬ ‫اﺷ ِﺪﯾ َ‬
‫اﻟﺮ ِ‬
‫ﺎن إِﻟَﻰ ﯾَ ْﻮ ِم‬ ‫ْﻦ َو َﻋ ِﻦ اﻟﺘﱠﺎﺑِ ِﻌﯿ َ‬
‫ْﻦ َو َﻣ ْﻦ ﺗَﺒِ َﻌ ُﻬ ْﻢ ﺑِﺈِ ْﺣ َﺴ ٍ‬ ‫اﻟﺼ َﺤﺎﺑَ ِﺔ أَ ْﺟ َﻤ ِﻌﯿ َ‬
‫ض اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َﻋ ِﻦ ﱠ‬
‫ار َ‬
‫ِﻲ‪َ ,‬و ْ‬ ‫ْﻦ َﻋﻠ ﱟ‬ ‫َوأَﺑِ ْﻲ َ‬
‫اﻟﺤ َﺴﻨَﯿ ِ‬
‫ِﻚ ﯾَﺎ أَ ْﻛ َﺮ َم َ‬
‫اﻷ ْﻛ َﺮ ِﻣﯿ َ‬ ‫ِﻚ َوإ ْﺣ َﺴﺎﻧ َ‬
‫َ‬ ‫َ‬
‫ْﻦ‬ ‫ْﻦ‪َ ،‬و َﻋﻨﱠﺎ َﻣ َﻌ ُﻬ ْﻢ ﺑِ َﻤﻨﱢﻚ َو َﻛ َﺮﻣ ِ‬
‫‪.‬اﻟ ﱢﺪﯾ َ‬

‫ْﻦ‪ ،‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ا ْﻧ ُ‬
‫ﺼ ْﺮ‬ ‫اﻹ ْﺳ َﻼ َم َواﻟﻤ ْ‬
‫ُﺴﻠِ ِﻤﯿ َ‬ ‫ُﺴﻠِ ِﻤﯿ َ ﱠ َ‬
‫ْﻦ‪ ،‬اَﻟﻠ ُﻬ ﱠﻢ أ ِﻋ ﱠﺰ ِ‬ ‫اﻹ ْﺳ َﻼ َم َواﻟﻤ ْ‬ ‫ُﺴﻠِ ِﻤﯿ َ ﱠ َ‬
‫ْﻦ‪ ،‬اَﻟﻠ ُﻬ ﱠﻢ أ ِﻋ ﱠﺰ ِ‬ ‫اﻹ ْﺳ َﻼ َم َواﻟﻤ ْ‬ ‫ﱠ َ‬
‫اَﻟﻠ ُﻬ ﱠﻢ أ ِﻋ ﱠﺰ ِ‬
‫ُﺴﻠِ ِﻤﯿ َ‬
‫ْﻦ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‪ ،‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ا ْﻧ ُ‬
‫ﺼ ْﺮ إِ ْﺧ َﻮاﻧَﻨَﺎ اﻟﻤ ْ‬ ‫ُﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َ‬ ‫ﺼ َﺮ ِد ْﯾﻨَ َﻚ َو ِﻛﺘَﺎﺑَ َﻚ َو ُﺳﻨﱠ َﺔ ﻧَﺒِﯿ َ‬
‫ﱢﻚ ﻣ َ‬ ‫َﻣ ْﻦ ﻧَ َ‬
‫ﺎن‪ ،‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ُﻛ ْﻦ ﻟَﻨَﺎ َوﻟَ ُﻬ ْﻢ َﺣﺎﻓِﻈﺎً‬
‫ﺎم َوﻓِﻲ ُﻛ ﱢﻞ َﻣ َﻜ ٍ‬ ‫ﺼ ْﺮ ُﻫ ْﻢ ﻓِﻲ أَ ْر ِ َ‬
‫ﺎن‪ ،‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ا ْﻧ ُ‬
‫ْﻦ ﻓِﻲ ُﻛ ﱢﻞ َﻣ َﻜ ٍ‬ ‫ُﺴﺘَ ْ‬
‫ﻀ َﻌ ِﻔﯿ َ‬
‫ض اﻟﺸ ِ‬ ‫اﻟﻤ ْ‬
‫ُﺴ ﱢﺪداً َو ُﻣ َﺆﯾﱢ ًﺪا‬
‫‪َ ،‬و ُﻣ ِﻌ ْﯿﻨًﺎ َوﻣ َ‬

‫ْﻦ‬ ‫ِﺮ ﻟَﻨَﺎ َوﻟِ َﻮاﻟِ َﺪ ْﯾﻨَﺎ َوﻟ ِْﻠﻤ ْ‬


‫ُﺴﻠِ ِﻤﯿ َ‬ ‫آﺧ َﺮهُ‪ِ ،‬ﺳ ﱠﺮ ُه َو َﻋﻠﱠﻨَ ُﻪ‪ ،‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ْ‬
‫اﻏﻔ ْ‬ ‫ِﻗ ُﻪ َو ِﺟﻠﱠ ُﻪ‪ ،‬أَ ﱠوﻟَ ُﻪ َو ِ‬
‫ِﺮ ﻟَﻨَﺎ ُذﻧُﺒَﻨَﺎ ُﻛﻠﱠ ُﻪ؛ د ﱠ‬ ‫اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َو ْ‬
‫اﻏﻔ ْ‬
‫ُﺤﺒ َ‬
‫ﱡﻚ‪َ ،‬و ُﺣ ﱠﺐ‬ ‫ات‪ .‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ إﻧﱠﺎ ﻧَ ْﺴﺄَﻟُ َﻚ ُﺣﺒ َ‬
‫ﱠﻚ‪َ ،‬و ُﺣ ﱠﺐ َﻣ ْﻦ ﯾ ِ‬ ‫ﻷ ْﺣﯿَﺎ ِء ِﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢ َو ْ َ‬
‫اﻷ ْﻣ َﻮ ِ‬ ‫ﺎت اَ ْ َ‬
‫ُﺆ ِﻣﻨَ ِ‬
‫ْﻦ َواﻟﻤ ْ‬
‫ُﺆ ِﻣﻨِﯿ َ‬
‫ﺎت َواﻟﻤ ْ‬
‫ُﺴﻠِ َﻤ ِ‬
‫َواﻟﻤ ْ‬
‫ِ‬
‫ات ﺑَ ْﯿﻨِﻨَﺎ َوأَﻟﱢ ْﻒ‬
‫ِﺢ َذ َ‬ ‫ْﻦ‪ .‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ أَ ْ‬
‫ﺻﻠ ْ‬ ‫اﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ُﻫﺪَا َة ُﻣ ْﻬﺘَ ِﺪﯾ َ‬
‫ﺎن َو ْ‬
‫اﻹ ْﯾ َﻤ ِ‬
‫َ ﱠ‬ ‫َ‬ ‫اﻟ َﻌ َﻤ َﻞ اﻟﱠﺬ ْ‬
‫ِي ﯾُ َﻘ ﱢﺮﺑُﻨَﺎ إِﻟﻰ ُﺣﺒﱢﻚ‪ .‬اَﻟﻠ ُﻬ ﱠﻢ َزﯾﱢﻨﱠﺎ ﺑِ ِﺰ ْﯾﻨَ ِﺔ ِ‬
‫اﻫﺎ‪َ ،‬و َز ﱢﻛ َﻬﺎ أَ ْﻧ َﺖ‬ ‫ﺎت إِﻟَﻰ اﻟﻨﱡ ْﻮ ِر‪ .‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ِ‬
‫آت ﻧُ ُﻔ ْﻮ َﺳﻨَﺎ ﺗَ ْﻘ َﻮ َ‬ ‫اﻟﻈﻠُ َﻤ ِ‬
‫ِﻦ ُ‬‫اﻟﺴ َﻼ ِم‪َ ،‬وأَ ْﺧ ِﺮ ْﺟﻨَﺎ ﻣ َ‬
‫ُﻞ ﱠ‬ ‫ْﻦ ُﻗﻠُ ْﻮﺑِﻨَﺎ‪َ ،‬و ْ‬
‫اﻫ ِﺪﻧَﺎ ُﺳﺒ َ‬ ‫ﺑَﯿ َ‬

‫اب اﻟﻨﱠ ِ‬
‫ﺎر‬ ‫ﺎﻫﺎ‪ ،‬أَ ْﻧ َﺖ َوﻟِﯿﱡ َﻬﺎ َو َﻣ ْﻮ َﻻ َﻫﺎ‪َ .‬رﺑﱠﻨَﺎ آﺗِﻨَﺎ ﻓِﻲ اﻟ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ َﺣ َﺴﻨَ ًﺔ َوﻓِﻲ ِ‬
‫اﻵﺧ َﺮ ِة َﺣ َﺴﻨَ ًﺔ َو ِﻗﻨَﺎ َﻋ َﺬ َ‬ ‫ْﺮ َﻣ ْﻦ َز ﱠﻛ َ‬ ‫َ‬
‫‪.‬ﺧﯿ َ‬

‫ُﺮ ﺑ ْﺎﻟ َﻌ ْﺪ ِل َواﻹ ْﺣ َﺴﺎن َوإﯾﺘَﺎ ِء ذِي ْاﻟ ُﻘ ْﺮﺑَﻰ َوﯾَ ْﻨ َﻬﻰ َﻋ ْﻦ ْاﻟ َﻔ ْﺤ َﺸﺎ ِء َو ْاﻟﻤُﻨ َﻜﺮ َو ْاﻟﺒَ ْﻐﻲ ﯾَﻌ ُ‬
‫ِﻈ ُﻜ ْﻢ‬ ‫ﱠ ْ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫ﻋﺒﺎد اﷲ‪) ،‬إِ ﱠن اﷲَ ﯾَﺄﻣ ُ ِ‬
‫ْﻜ ْﻢ َﻛﻔ ً‬
‫ِﯿﻼ‬ ‫ِﻫﺎ َو َﻗ ْﺪ َﺟ َﻌ ْﻠﺘُ ْﻢ ﱠ‬
‫اﷲَ َﻋﻠَﯿ ُ‬ ‫ﺎن ﺑَ ْﻌ َﺪ ﺗَ ْﻮﻛِﯿﺪ َ‬ ‫ﻀﻮا َ‬
‫اﻷ ْﯾ َﻤ َ‬ ‫ﺎﻫ ْﺪﺗُ ْﻢ َوﻻ ﺗَ ُ‬
‫ﻨﻘ ُ‬ ‫ون* َوأَ ْو ُﻓﻮا ﺑ َﻌ ْﻬ ِﺪ ﱠ‬
‫اﷲِ إِ َذا َﻋ َ‬ ‫ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَ َﺬ ﱠﻛ ُﺮ َ‬
‫ِ‬
‫اﺷ ُﻜ ُﺮ ْو ُه َﻋﻠَﻰ ﻧِ َﻌ ِﻤ ِﻪ ﯾَﺰ ْد ُﻛ ْﻢ‪َ ،‬وﻟَﺬ ْ‬
‫ِﻛ ُﺮ اﷲِ‬ ‫ِ‬ ‫اﷲَ ﯾَ ْﻌﻠَ ُﻢ َﻣﺎ ﺗَ ْﻔ َﻌﻠُ َ‬
‫ﻮن( ]اﻟﻨﺤﻞ‪َ ،[91-90:‬ﻓ ْﺎذ ُﻛ ُﺮ ْوا اﷲَ ﯾَ ْﺬ ُﻛ ْﺮ ُﻛ ْﻢ‪َ ،‬و ْ‬ ‫إ ﱠن ﱠ‬
‫ِ‬
‫‪.‬أَ ْﻛﺒَ ُﺮ‪َ ،‬واﷲُ ﯾَ ْﻌﻠَ ُﻢ َﻣﺎ ﺗَ ْ‬
‫ﺼﻨَﻌ ْ‬
‫ُﻮ َن‬

‫‪7/8‬‬
Diadaptasi dari khotbah Jumat Ustadz Abdullah Zaen, M.A dengan judul Islam dan
Budaya.

Oleh tim KhotbahJumat.com


Artikel www.KhotbahJumat.com

8/8

Anda mungkin juga menyukai