Anda di halaman 1dari 7

‫‪Rumah Tangga Yang Ideal‬‬

‫‪khotbahjumat.com/5570-rumah-tangga-yang-ideal.html‬‬

‫‪October 21, 2019‬‬

‫‪Khutbah Pertama:‬‬

‫ﻀﺒِ ِﻪ َوأَ ْﺳ َﻜ َﻦ‬


‫َار َﻏ َ‬
‫ﺎر د ُ‬ ‫َار َر ْﺣ َﻤﺘِ ِﻪ َوأَ ْﺳ َﻜ َﻦ ِﻓ ْﯿ َﻬﺎ أَ ْوﻟِﯿَﺎ َءهُ‪ ،‬اَْﻟ َﺤ ْﻤ ُﺪ ِﱠﷲِ اﻟﱠﺬ ْ‬
‫ِي َﺟ َﻌ َﻞ اﻟﻨﱠ َ‬ ‫اﻟﺠﻨﱠ َﺔ د ُ‬ ‫اَْﻟ َﺤ ْﻤ ُﺪ ِﱠﷲِ اﻟﱠﺬ ْ‬
‫ِي َﺟ َﻌ َﻞ َ‬
‫ِي أَ ْر َﺳ َﻞ ﺑَ ِﺸﯿ ً‬
‫ْﺮا َوﻧَ ِﺬﯾ ً‬
‫ْﺮا‬ ‫ﺻ ْﺤﺒِ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ اَﻟﱠﺬ ْ‬
‫اﻟﺴ َﻼ ُم َﻋﻠَﻰ َر ُﺳ ْﻮ ِل اﷲِ َو َﻋﻠَﻰ آﻟِ ِﻪ َو َ‬ ‫‪ِ .‬ﻓ ْﯿ َﻬﺎ أَ ْﻋﺪَا َءهُ‪َ ،‬و ﱠ‬
‫اﻟﺼ َﻼ ُة َو ﱠ‬

‫ﺻ ْﺤﺒِ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﺗَ ْﺴﻠِﯿْﻤﺎً َﻛﺜِﯿْﺮاً‬


‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﻋﻠَﻰ آﻟِ ِﻪ َو َ‬ ‫ْﺮا ﻟِ َﻤ ْﻦ أَ َﻃ َ‬
‫ﺎﻋ ُﻪ ﺑِ ْﺎﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ َوﻧَ ِﺬﯾ ً‬
‫ﺼﺎ ُه ﺑِﺎﻟﻨﱠ ِ‬
‫ﺎر َ‬ ‫ْﺮا ﻟِ َﻤ ْﻦ َﻋ َ‬ ‫ﺑَ ِﺸﯿ ً‬
‫‪:‬أَﻣﱠﺎ ﺑَ ْﻌ ُﺪ‬

‫ُﺤﺪَﺛَﺎﺗُ َﻬﺎ َو ُﻛ ﱠﻞ‬


‫ُﻮ ِر ﻣ ْ‬ ‫ُﺤ ﱠﻤ ًﺪا ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ و َﺳﻠﱠﻢ و َﺷ ﱠﺮ ُ‬
‫اﻷﻣ ْ‬ ‫ْﺮ اﻟ َﻜ َﻼ ِم َﻛ َﻼ ُم اﷲِ َو َﺧﯿ َ‬
‫ْﺮ اﻟ َﻬ ْﺪ ِي َﻫ ْﺪ ُي ﻣ َ‬ ‫َﻓﺈِ ﱠن َﺧﯿ َ‬
‫َ َ َ‬ ‫َ‬
‫ﺿ َﻼﻟَ ٌﺔ‬
‫‪،‬ﺑِ ْﺪ َﻋ ٍﺔ َ‬

‫اﷲَ َﺣ ﱠﻖ ﺗُ َﻘﺎﺗِ ِﻪ َو َﻻ ﺗَﻤُﻮﺗُ ﱠﻦ إِﱠﻻ َوأَ ْﻧﺘُ ْﻢ ﻣ ْ‬


‫ُﺴﻠِﻤ َ‬
‫ُﻮن{‬ ‫ِﯾﻦ آ َﻣﻨُﻮا اﺗﱠ ُﻘﻮا ﱠ‬
‫}ﯾَﺎ أَﯾﱡ َﻬﺎ اﻟﱠﺬ َ‬

‫‪1/7‬‬
ِ ‫ِﺮ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ُذﻧُﻮﺑَ ُﻜ ْﻢ َو َﻣ ْﻦ ﯾ‬
{‫ُﻄ ِﻊ‬ ْ ‫ِﺢ ﻟَ ُﻜ ْﻢ أَ ْﻋ َﻤﺎﻟَ ُﻜ ْﻢ َوﯾَ ْﻐﻔ‬ ْ ‫( ﯾ‬70) ‫اﷲَ َو ُﻗﻮﻟُﻮا َﻗ ْﻮ ًﻻ َﺳﺪِﯾ ًﺪا‬
ْ ‫ُﺼﻠ‬ ‫ِﯾﻦ آ َﻣﻨُﻮا اﺗﱠ ُﻘﻮا ﱠ‬
َ ‫ﯾَﺎ أَﯾﱡ َﻬﺎ اﻟﱠﺬ‬
‫} ﱠ‬
َ ‫اﷲَ َو َر ُﺳﻮﻟَ ُﻪ َﻓ َﻘ ْﺪ َﻓ‬
‫ﺎز َﻓ ْﻮ ًزا َﻋ ِﻈﯿ ًﻤﺎ‬

Ibadallah,

Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Karena hanya orang bertakwa
sajalah yang sukses di dunia dan akhirat.

Kaum muslimin rahimakumullah,

Menurut ajaran Islam, rumah tangga yang ideal adalah rumah tangga yang diliputi
sakinah (ketentraman jiwa), mawaddah (rasa cinta) dan rahmah (kasih sayang). Allah
Ta’ala berfirman.

ٍ َ‫ِﻚ َﻵﯾ‬
‫ﺎت‬ ِ ِ ً ‫ِﻦ أَ ْﻧ ُﻔ ِﺴ ُﻜ ْﻢ أَ ْز َو‬
َ ‫اﺟﺎ ﻟِﺘَ ْﺴ ُﻜﻨُﻮا إﻟَ ْﯿ َﻬﺎ َو َﺟ َﻌ َﻞ ﺑَ ْﯿﻨَ ُﻜ ْﻢ َﻣ َﻮ ﱠد ًة َو َر ْﺣ َﻤ ًﺔ ۚ إ ﱠن ﻓِﻲ َذﻟ‬ ْ ‫ِﻦ آﯾَﺎﺗِ ِﻪ أَ ْن َﺧﻠَ َﻖ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻣ‬
ْ ‫َوﻣ‬

َ ‫ﻟِ َﻘ ْﻮ ٍم ﯾَﺘَ َﻔ ﱠﻜ ُﺮ‬


‫ون‬

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan


untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” [Ar-
Ruum/30:21]

Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami atau isteri harus saling memahami
kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajiban serta memahami
tugas dan fungsinya masing-masing, serta melaksanakan tugasnya itu dengan penuh
tanggung jawab, ikhlas serta mengharapkan ganjaran dan ridha dari Allah Ta’ala.

Sehingga, upaya untuk mewujudkan pernikahan dan rumah tangga yang mendapat
keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla dapat menjadi kenyataan. Akan tetapi, mengingat kondisi
manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan
cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang
sedianya hidup tenang, tenteram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” perselisihan
dan percekcokan.

Apabila terjadi perselisihan dalam rumah tangga, maka harus ada upaya ishlah
(mendamaikan). Yang harus dilakukan pertama kali oleh suami dan isteri adalah lebih
dahulu saling intropeksi, menyadari kesalahan masing-masing, dan saling memaafkan,
serta memohon kepada Allah agar disatukan hati, dimudahkan urusan dalam ketaatan
kepadaNya, dan diberikan kedamaian dalam rumah tangganya. Jika cara tersebut gagal,
maka harus ada juru damai dari pihak keluarga suami maupun isteri untuk mendamaikan
keduanya. Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq kepada pasangan suami isteri
tersebut.

2/7
Apabila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an,
surat An-Nisaa’ ayat 34-35, tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan
terakhir, yaitu “perceraian”.

Syaikh Musthafa Al-‘Adawi berkata, “Apabila masalah antara suami isteri semakin
memanas, hendaklah keduanya saling memperbaiki urusan keduanya, berlindung
kepada Allah dari syaitan yang terkutuk, dan meredam perselisihan antara keduanya,
serta mengunci rapat-rapat setiap pintu perselisihan dan jangan menceritakannya kepada
orang lain.

Apabila suami marah sementara isteri ikut emosi, hendaklah keduanya berlindung
kepada Allah, berwudhu’ dan shalat dua raka’at. Apabila keduanya sedang berdiri,
hendaklah duduk; apabila keduanya sedang duduk, hendaklah berbaring, atau hendaklah
salah seorang dari keduanya mencium, merangkul, dan menyatakan alasan kepada yang
lainnya. Apabila salah seorang berbuat salah, hendaknya yang lainnya segera
memaafkannya karena mengharapkan wajah Allah semata.”

Di tempat lain beliau berkata, “Sedangkan berdamai adalah lebih baik, sebagaimana
yang difirmankan oleh Allah Ta’ala. Berdamai lebih baik bagi keduanya daripada berpisah
dan bercerai. Berdamai lebih baik bagi anak daripada mereka terbengkalai (tidak
terurus). Berdamai lebih baik daripada bercerai. Perceraian adalah rayuan iblis dan
termasuk perbuatan Harut dan Marut”.

Allah Ta’ala berfirman.

‫ِﻦ أَ َﺣ ٍﺪ إ ﱠﻻ ﺑﺈ ْذن ﱠ‬
ِ‫اﷲ‬ ْ ‫ﯾﻦ ﺑِ ِﻪ ﻣ‬
َ ‫ﺎر‬
‫ﻀﱢ‬َ ِ‫ْﻦ ْاﻟ َﻤ ْﺮ ِء َو َز ْو ِﺟ ِﻪ ۚ َو َﻣﺎ ُﻫ ْﻢ ﺑ‬
َ ‫ﻮن ﺑِ ِﻪ ﺑَﯿ‬ َ ‫َﻓﯿَﺘَ َﻌﻠﱠﻤ‬
َ ‫ُﻮن ِﻣ ْﻨ ُﻬ َﻤﺎ َﻣﺎ ﯾُ َﻔ ﱢﺮ ُﻗ‬
ِ ِِ ِ

“Maka mereka mempelajari dari keduanya (Harut dan Marut) apa yang (dapat)
memisahkan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka tidak dapat
mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah.” [Al-Baqarah/2:102]

Di dalam Shahiih Muslim dari Shahabat Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallaahu ‘anhuma, ia
berkata.

ُ َ‫ﻀ ُﻊ َﻋ ْﺮ َﺷ ُﻪ َﻋﻠَﻰ ْاﻟ َﻤﺎ ِء ﺛُ ﱠﻢ ﯾَ ْﺒ َﻌ ُﺚ َﺳ َﺮاﯾَﺎ ُه َﻓﺄَ ْدﻧ‬


‫ﺎﻫ ْﻢ ِﻣ ْﻨ ُﻪ َﻣ ْﻨ ِﺰﻟَ ًﺔ‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲﱠُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ إِ ﱠن إِ ْﺑﻠ‬
َ َ‫ِﯿﺲ ﯾ‬ ‫ﻮل ﱠ‬
َ ِ‫اﷲ‬ ُ ‫ﺎل َر ُﺳ‬
َ ‫َﻗ‬
ُ ‫ﺎل ﺛُ ﱠﻢ ﯾَﺠﻲ ُء أَ َﺣ ُﺪ ُﻫ ْﻢ َﻓﯿَ ُﻘ‬
‫ﻮل َﻣﺎ‬ َ ‫ﺻﻨَ ْﻌ َﺖ َﺷ ْﯿﺌًﺎ َﻗ‬ ُ ‫ﻮل َﻓ َﻌ ْﻠ ُﺖ َﻛ َﺬا َو َﻛ َﺬا َﻓﯿَ ُﻘ‬
َ ‫ﻮل َﻣﺎ‬ ُ ‫أَ ْﻋ َﻈ ُﻤ ُﻬ ْﻢ ِﻓ ْﺘﻨَ ًﺔ ﯾَﺠﻲ ُء أَ َﺣ ُﺪ ُﻫ ْﻢ َﻓﯿَ ُﻘ‬
ِ ِ
‫ﻮل ﻧِ ْﻌ َﻢ أَ ْﻧ َﺖ‬
ُ ‫ﺎل َﻓﯿُ ْﺪﻧِﯿ ِﻪ ِﻣ ْﻨ ُﻪ َوﯾَ ُﻘ‬
َ ‫ْﻦ ا ْﻣ َﺮأَﺗِ ِﻪ َﻗ‬
َ ‫ﺗَ َﺮ ْﻛﺘُ ُﻪ َﺣﺘﱠﻰ َﻓ ﱠﺮ ْﻗ ُﺖ ﺑَ ْﯿﻨَ ُﻪ َوﺑَﯿ‬

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya iblis meletakkan


singgasananya di atas lautan. Kemudian ia mengirimkan balatentaranya. Tentara yang
paling dekat kedudukannya dengan iblis adalah yang menimbulkan fitnah paling besar
kepada manusia. Seorang dari mereka datang dan berkata, ‘Aku telah lakukan ini dan

3/7
itu.’ Iblis menjawab, ‘Engkau belum melakukan apa-apa.’’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam melanjutkan, ‘Lalu datanglah seorang dari mereka dan berkata, ‘Tidaklah aku
meninggalkannya sehingga aku telah berhasil memisahkan ia (suami) dan isterinya.’’
Beliau melanjutkan, ‘Lalu iblis mendekatkan kedudukannya. Iblis berkata, ‘Sebaik-baik
pekerjaan adalah yang telah engkau lakukan.”[HR. Muslim]

Ini menunjukkan bahwa perceraian adalah perbuatan yang dicintai syaitan.

Apabila dikhawatirkan terjadinya perpecahan antara suami isteri, hendaklah hakim atau
pemimpin mengirim dua orang juru damai. Satu dari pihak suami dan satu lagi dari pihak
isteri untuk mengadakan perdamaian antara keduanya. Apabila keduanya damai, maka
alhamdulillaah. Namun apabila permasalahan terus berlanjut antara keduanya kepada
jalan yang telah digariskan dan keduanya tidak mampu menegakkan batasan-batasan
Allah di antara keduanya. Yaitu isteri tak lagi mampu menunaikan hak suami yang
disyari’atkan dan suami tidak mampu menunaikan hak isterinya, serta batas-batas Allah
menjadi terabaikan di antara keduanya dan keduanya tidak mampu menegakkan
ketaatan kepada Allah, maka ketika itu urusannya seperti yang Allah firmankan:

ِ ‫ﺎن اﷲﱠُ َو‬


‫اﺳ ًﻌﺎ َﺣﻜِﯿ ًﻤﺎ‬ ْ ‫ﻼ ﻣ‬ ‫َوإِ ْن ﯾَﺘَ َﻔ ﱠﺮ َﻗﺎ ﯾُ ْﻐ ِﻦ اﷲﱠُ ُﻛ‬
َ ‫ِﻦ َﺳ َﻌﺘِ ِﻪ ۚ َو َﻛ‬

“Dan jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-
masing dari karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya), Mahabijaksana.” [An-
Nisaa’/4:130].

Allah Ta’ala berfirman:

َ ْ ‫ﺾ َوﺑ َﻤﺎ أَ ْﻧ َﻔ ُﻘﻮا ﻣ‬ َ ‫ﻀ َﻞ اﷲﱠُ ﺑَ ْﻌ‬ ُ ‫اﻟﺮ َﺟ‬


ُ ‫ِﺤ‬
‫ﺎت‬ ‫ِﻬ ْﻢ ۚ َﻓ ﱠ‬
َ ‫ﺎﻟﺼﺎﻟ‬ ِ ‫ِﻦ أ ْﻣ َﻮاﻟ‬ ِ ٍ ‫ﻀ ُﻬ ْﻢ َﻋﻠَﻰ ﺑَ ْﻌ‬ ‫ُﻮن َﻋﻠَﻰ اﻟﻨﱢ َﺴﺎ ِء ﺑِ َﻤﺎ َﻓ ﱠ‬
َ ‫ﺎل َﻗ ﱠﻮاﻣ‬ ‫ﱢ‬
َ ‫وﻫ ﱠﻦ ﻓِﻲ ْاﻟ َﻤ‬ ُ ‫ﻮز ُﻫ ﱠﻦ َﻓﻌ‬
َ ‫ﻮن ﻧُ ُﺸ‬ ‫ِﻆ اﷲﱠُ ۚ َو ﱠ‬
َ ‫اﻟﻼﺗِﻲ ﺗَ َﺨ ُﺎﻓ‬
‫ﺎﺟ ِﻊ‬ِ ‫ﻀ‬ ُ ‫اﻫ ُﺠ ُﺮ‬ ْ ‫ﻮﻫ ﱠﻦ َو‬
ُ ‫ِﻈ‬ َ ‫ْﺐ ﺑِ َﻤﺎ َﺣﻔ‬ ِ ‫ﺎت ﻟ ِْﻠ َﻐﯿ‬
ٌ ‫ِﻈ‬ َ ‫ﺎت َﺣﺎﻓ‬
ٌ َ‫َﻗﺎﻧِﺘ‬

‫ِﻬ َﻤﺎ َﻓﺎ ْﺑ َﻌﺜُﻮا‬ َ ‫ﯿﺮا َوإِ ْن ِﺧ ْﻔﺘُ ْﻢ ِﺷ َﻘ‬


ِ ‫ﺎق ﺑَ ْﯿﻨ‬ ً ِ‫ﺎ َﻛﺒ‬‫ﺎن َﻋﻠِﯿ‬ ‫ﯿﻼ ۗ إ ﱠن ﱠ‬
َ ‫اﷲَ َﻛ‬ ً
ِ ِ‫ْﻬ ﱠﻦ َﺳﺒ‬
َ
ِ ‫ُﻮﻫ ﱠﻦ ۖ َﻓﺈِ ْن أ َﻃ ْﻌﻨَ ُﻜ ْﻢ َﻓ َﻼ ﺗَ ْﺒ ُﻐﻮا َﻋﻠَﯿ‬
ُ ‫اﺿ ِﺮﺑ‬
ْ ‫َو‬
‫ﺻ َﻼ ًﺣﺎ ﯾُ َﻮ ﱢﻓﻖ اﷲﱠُ ﺑَ ْﯿﻨَ ُﻬ َﻤﺎ ۗ إ ﱠن ﱠ‬
َ ‫اﷲَ َﻛ‬
ً ِ‫ﺎن َﻋﻠِﯿ ًﻤﺎ َﺧﺒ‬ َ ْ ‫ِﻦ أَ ْﻫﻠِ ِﻪ َو َﺣ َﻜ ًﻤﺎ ﻣ‬
ْ ‫َﺣ َﻜ ًﻤﺎ ﻣ‬
‫ﯿﺮا‬ ِ ِ ِ ‫ِﻦ أ ْﻫﻠِ َﻬﺎ إِ ْن ﯾ‬
ْ ِ‫ُﺮﯾﺪَا إ‬

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka
(laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang
shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak
ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu
khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah
mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika
mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusah-kannya.
Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar. Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan
antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang

4/7
juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud
mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sungguh,
Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” [An-Nisaa’/4:34-35]

Pada hakikatnya, perceraian dibolehkan menurut syari’at Islam, dan ini merupakan hak
suami. Hukum thalaq (cerai) dalam syari’at Islam adalah dibolehkan.

Adapun hadits yang mengatakan bahwa “perkara halal yang dibenci Allah adalah thalaq
(cerai),” yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2178), Ibnu Majah (no.
2018) dan al-Hakim (II/196) adalah hadits lemah. Hadits ini dilemahkan oleh Ibnu Abi
Hatim rahimahullaah dalam kitabnya, al-‘Ilal, dilemahkan juga oleh Syaikh Al-Albani
rahimahullaah dalam Irwaa-ul Ghaliil (no. 2040).

Meskipun thalaq (cerai) dibolehkan dalam ajaran Islam, akan tetapi seorang suami tidak
boleh terlalu memudahkan masalah ini. Ketika seorang suami akan menjatuhkan thalaq
(cerai), ia harus berfikir tentang maslahat (kebaikan) dan mafsadah (kerusakan) yang
mungkin timbul akibat perceraian agar jangan sampai membawa kepada penyesalan
yang panjang. Ia harus berfikir tentang dirinya, isterinya dan anak-anaknya, serta
tanggung jawabnya di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla pada hari Kiamat.

َ ‫ِﺮ ْو ُه إِﻧﱠ ُﻪ ُﻫ َﻮ اﻟ َﻐ ُﻔ ْﻮ ُر‬


‫اﻟﺮ ِﺣ ْﯿ ُﻢ‬ ْ ‫ِﻲ َوﻟَ ُﻜ ْﻢ َﻓ‬
ُ ‫ﺎﺳﺘَ ْﻐﻔ‬ ُ ‫ُﻮ َن َوأَ ْﺳﺘَ ْﻐﻔ‬
ْ ‫ِﺮ اﷲَ ﻟ‬ ْ ‫أَُﻗ ْﻮ ُل َﻣﺎ ﺗَ ْﺴ َﻤﻌ‬

Khutbah Kedua:

َ ‫ َوأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ْن َﻻ إﻟَ َﻪ إ ﱠﻻ اﷲُ َو ْﺣ َﺪ ُه َﻻ َﺷﺮﯾ‬،‫ﺎن‬


،‫ْﻚ ﻟَ ُﻪ‬ ِ ‫ﻀ ِﻞ َو ْاﻟ ُﺠ ْﻮ ِد َوا‬
ْ ‫اﺳ ِﻊ ْاﻟ َﻔ‬ ‫ﱠ‬ ْ
ِ ِ ِ ِ َ‫ﻻ ْﻣﺘِﻨ‬ ِ ‫ﺎن َو‬ ِ ‫اَﻟ َﺤ ْﻤ ُﺪ ِﷲِ َﻋ ِﻈﯿ ِْﻢ‬
ِ ‫اﻹ ْﺣ َﺴ‬
َ ‫ﺻ َﺤﺎﺑِ ِﻪ أَ ْﺟ َﻤ ِﻌﯿ‬
‫ْﻦ‬ ْ َ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﻋﻠَﻰ آﻟِ ِﻪ َوأ‬
َ ‫ُﺤﻤﱠﺪاً َﻋ ْﺒ ُﺪ ُه َو َر ُﺳ ْﻮﻟُ ُﻪ؛‬
َ ‫ َوأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ﱠن ﻣ‬.

‫أَﻣﱠﺎ ﺑَ ْﻌ ُﺪ‬:

‫اﷲَ ِﻋﺒَﺎ َد ﱠ‬
ِ‫اﷲ‬ ‫ َﻓﺎﺗﱠ ُﻘﻮا ﱠ‬،

Ibadallah,

Kemudian bagi isteri, bagaimana pun kemarahannya kepada suami, hendaknya ia tetap
sabar dan janganlah sekali-kali ia menuntut cerai kepada suaminya. Terkadang ada isteri
meminta cerai disebabkan masalah kecil atau karena suaminya menikah lagi
(berpoligami) atau menyuruh suaminya menceraikan madunya. Hal ini tidak dibenarkan
dalam agama Islam. Jika si isteri masih terus menuntut cerai, maka haram atasnya
aroma Surga, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

5/7
‫ِﺤ ُﺔ ْاﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ‬
َ ‫س َﻓ َﺤ َﺮا ٌم َﻋﻠَ ْﯿ َﻬﺎ َراﺋ‬ ْ ْ ‫ﻼ َق ﻣ‬ ‫أَﯾﱡ َﻤﺎ ا ْﻣ َﺮأَ ٍة َﺳﺄَﻟَ ْﺖ َز ْو َﺟ َﻬﺎ ﱠ‬
َ ‫اﻟﻄ‬
ِ ‫ِﻦ َﻏﯿ‬
ٍ ‫ْﺮ َﻣﺎ ﺑَﺄ‬

“Siapa saja wanita yang menuntut cerai kepada suaminya tanpa ada alasan yang benar,
maka haram atasnya aroma Surga.”[HR. Abu Dawud]

Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu berkata,

ُ َ ‫ﻻ ﺗَ ْﺴﺄَ ُل ْاﻟ َﻤ ْﺮأَ ُة َﻃ‬


ْ ‫ﻼ َق أ ْﺧﺘِ َﻬﺎ ﻟِﺘَ ْﻜ َﻔﺄَ َﻣﺎ ﻓ‬
‫ِﻲ إِﻧَﺎﺋِ َﻬﺎ‬ َ ‫ … َو‬:ِ‫ﻧَ َﻬﻰ َر ُﺳ ْﻮ ُل اﷲ‬

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang: … dan janganlah seorang isteri


meminta (suaminya) untuk menceraikan saudara (madu)nya agar memperoleh
nafkahnya.”[HR. al-Bukhari].

Marilah kita berupaya untuk melaksanakan pernikahan secara Islami dan membina
rumah tangga yang Islami, serta berusaha meninggalkan aturan, tata cara, upacara dan
adat istiadat yang bertentangan dengan Islam. Ajaran Islam-lah satu-satunya ajaran yang
benar dan diridhai oleh Allah ‘Azza wa Jalla sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

ْ ‫ﱠ‬
‫اﻹ ْﺳ َﻼ ُم‬
ِ ِ‫ﯾﻦ ِﻋ ْﻨ َﺪ اﷲ‬
َ ‫إِ ﱠن اﻟ ﱢﺪ‬

“Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam.” [Ali ‘Imran/3:19]

َ ‫اﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ﻟ ِْﻠﻤُﺘﱠﻘ‬


‫ِﯿﻦ إِ َﻣﺎ ًﻣﺎ‬ ٍ ‫اﺟﻨَﺎ َو ُذ ﱢرﯾﱠﺎﺗِﻨَﺎ ُﻗ ﱠﺮ َة أَ ْﻋﯿ‬
ْ ‫ُﻦ َو‬ َ ْ ‫َرﺑﱠﻨَﺎ َﻫ ْﺐ ﻟَﻨَﺎ ﻣ‬
ِ ‫ِﻦ أ ْز َو‬

“…Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang
bertaqwa.” [Al-Furqaan/25:74]

Setiap keluarga selalu mendambakan terwujudnya rumah tangga yang bahagia, diliputi
sakinah, mawaddah dan rahmah. Oleh karena itu, setiap suami dan isteri wajib
menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan syari’at Islam dan bergaul dengan
cara yang baik

ُ‫ُﺤ ﱠﻤ ِﺪ ﺑْﻦ َﻋ ْﺒ ُﺪ اﷲِ َﻛ َﻤﺎ أَ َﻣ َﺮ ُﻛ ُﻢ اﷲ‬ َ ‫ْﻦ َو َﺳﯿﱢ ِﺪ َوﻟَ ِﺪ آ َد َم أَ ْﺟ َﻤ ِﻌﯿ‬


َ ‫ْﻦ ﻣ‬ َ ‫ﺎم اﻟﻤُﺘﱠ ِﻘﯿ‬ َ ُ ُ ْ ‫ﺻﻠﱡ ْﻮا َو َﺳﻠﱢﻤ‬
ِ ِ ‫ُﻮا َر َﻋﺎﻛ ُﻢ اﷲ َﻋﻠﻰ إِ َﻣ‬ َ ‫َو‬
ً‫ﺻﻠﱡﻮا َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱢﻤُﻮا ﺗَ ْﺴﻠِﯿﻤﺎ‬ َ ‫ﻮن َﻋﻠَﻰ اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ ﯾَﺎ أَﯾﱡ َﻬﺎ اﻟﱠﺬ‬
َ ‫ِﯾﻦ آ َﻣﻨُﻮا‬ َ ‫ُﺼﻠﱡ‬ ‫ ﴿ إ ﱠن ﱠ‬:‫ﺎل‬
َ ‫اﷲَ َو َﻣ َﻼﺋِ َﻜﺘَ ُﻪ ﯾ‬ َ ‫ِﻚ ﻓِﻲ ِﻛﺘَﺎﺑِ ِﻪ َﻓ َﻘ‬
َ ‫ﺑِ َﺬﻟ‬
ِ
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲﱠُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ ﺑِ َﻬﺎ َﻋ ْﺸ ًﺮا‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ َﻋﻠَ ﱠﻲ‬
َ ‫ﺻﻼ ًة‬ َ ‫ )) َﻣ ْﻦ‬: ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬ َ ‫ َو َﻗ‬،[٥٦:‫ )) ﴾ ]اﻷﺣﺰاب‬.
َ ‫ﺎل‬

6/7
‫اﻫ ْﯿ َﻢ إِﻧﱠ َﻚ َﺣ ِﻤ ْﯿ ٌﺪ َﻣ ِﺠ ْﯿ ٌﺪ‪،‬‬
‫ْﺮ ِ‬ ‫اﻫ ْﯿ َﻢ َو َﻋﻠَﻰ ِ‬
‫آل إِﺑ َ‬ ‫ْﺮ ِ‬ ‫ﺻﻠﱠﯿ َ‬
‫ْﺖ َﻋﻠَﻰ إِﺑ َ‬ ‫ُﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َﻛ َﻤﺎ َ‬ ‫ُﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َو َﻋﻠَﻰ ِ‬
‫آل ﻣ َ‬ ‫اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َ‬
‫ﺻ ﱢﻞ َﻋﻠَﻰ ﻣ َ‬
‫اﻫ ْﯿ َﻢ إِﻧﱠ َﻚ َﺣ ِﻤ ْﯿ ٌﺪ َﻣ ِﺠ ْﯿ ٌﺪ‪َ ،‬و ْ‬
‫ار َ‬
‫ض‬ ‫ْﺮ ِ‬ ‫اﻫ ْﯿ َﻢ َو َﻋﻠَﻰ ِ‬
‫آل إِﺑ َ‬ ‫ﺎر ْﻛ َﺖ َﻋﻠَﻰ إِﺑ َ‬
‫ْﺮ ِ‬ ‫ُﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َﻛ َﻤﺎ ﺑَ َ‬
‫آل ﻣ َ‬ ‫ﺎر ْك َﻋﻠَﻰ ﻣ َ‬
‫ُﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َو َﻋﻠَﻰ ِ‬ ‫َوﺑَ ِ‬
‫ض اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َﻋ ِﻦ ﱠ‬
‫اﻟﺼ َﺤﺎﺑَ ِﺔ‬ ‫ار َ‬ ‫ْﻦ أَﺑِ ْﻲ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ َو ُﻋ َﻤ َﺮ َو ُﻋ ْﺜ َﻤ َ‬
‫ﺎن َو َﻋﻠِﻲ‪َ ،‬و ْ‬ ‫ْﻦ اَ ْ َ‬
‫ﻷﺋِ ﱠﻤ ِﺔ اﻟ َﻤ ْﻬﺪِﯾِﯿ َ‬ ‫اﺷ ِﺪﯾ َ‬
‫اﻟﺮ ِ‬ ‫اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َﻋ ِﻦ ُ‬
‫اﻟﺨﻠَ َﻔﺎ ُء ﱠ‬
‫ِﻚ ﯾَﺎ أَ ْﻛ َﺮ َم‬
‫ِﻚ َوإ ْﺣ َﺴﺎﻧ َ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ﺎن إِﻟَﻰ ﯾَ ْﻮ ِم اﻟ ﱢﺪﯾ ِ‬
‫ْﻦ‪َ ،‬و َﻋﻨﱠﺎ َﻣ َﻌ ُﻬ ْﻢ ﺑِ َﻤﻨﱢﻚ َو َﻛ َﺮﻣ ِ‬ ‫أَ ْﺟ َﻤ ِﻌﯿ َ‬
‫ْﻦ َو َﻋ ِﻦ اﻟﺘﱠﺎﺑِ ِﻌﯿ َ‬
‫ْﻦ َو َﻣ ْﻦ ﺗَﺒِ َﻌ ُﻬ ْﻢ ﺑِﺈِ ْﺣ َﺴ ٍ‬
‫‪َ .‬‬
‫اﻷ ْﻛ َﺮ ِﻣﯿ َ‬
‫ْﻦ‬

‫ْﻦ‪ ،‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َوأَذ ﱠ‬ ‫اﻹ ْﺳ َﻼ َم َواﻟﻤ ْ‬ ‫ُﺴﻠِ ِﻤﯿ َ ﱠ َ‬ ‫ُﺴﻠِ ِﻤﯿ َ ﱠ َ‬ ‫ﱠ َ‬


‫ِل‬ ‫ُﺴﻠِ ِﻤﯿ َ‬ ‫ْﻦ‪ ،‬اَﻟﻠ ُﻬ ﱠﻢ أ ِﻋ ﱠﺰ ِ‬ ‫اﻹ ْﺳ َﻼ َم َواﻟﻤ ْ‬
‫ْﻦ‪ ،‬اَﻟﻠ ُﻬ ﱠﻢ أ ِﻋ ﱠﺰ ِ‬ ‫اﻹ ْﺳ َﻼ َم َواﻟﻤ ْ‬
‫اَﻟﻠ ُﻬ ﱠﻢ أ ِﻋ ﱠﺰ ِ‬
‫ُﻮ ُذ‬
‫ْﻦ َﻓﺈِﻧﱠ ُﻬ ْﻢ َﻻ ﯾُ ْﻌ ِﺠ ُﺰ ْوﻧَ َﻚ‪ ،‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ إِﻧﱠﺎ ﻧَ ْﺠ َﻌﻠُ َﻚ ﻓِﻲ ﻧُ ُﺤ ْﻮ ِر ِﻫ ْﻢ َوﻧَﻌ ْ‬
‫ْﻚ ﺑِﺄَ ْﻋﺪَا ِء اﻟ ﱢﺪﯾ َ‬
‫ْﻦ‪ ،‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َو َﻋﻠَﯿ َ‬ ‫اﻟﺸ ْﺮ َك َواﻟﻤ ْ‬
‫ُﺸ ِﺮ ِﻛﯿ َ‬ ‫ﱢ‬

‫ام‪ .‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َوآ ِﻣﻨﱠﺎ ﻓِﻲ أَ ْو َﻃﺎﻧِﻨَﺎ‪،‬‬ ‫اﻟﺠ َﻼ ِل َو ْ‬


‫اﻹﻛ َﺮ ِ‬
‫ِ‬ ‫اﻟﺴ ْﻮ ِء ﯾَﺎ َذا َ‬
‫ِﺮ َة ُ‬
‫ْﻬ ْﻢ دَاﺋ َ‬ ‫ِﻦ ُﺷ ُﺮ ِر ِﻫ ْﻢ‪ ،‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ْ‬
‫اﺟ َﻌ ْﻞ َﻋﻠَﯿ ِ‬ ‫ﺑِ َﻚ اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ﻣ ْ‬

‫ْﻦ‪ ،‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ‬


‫ﺿﺎك ﯾَﺎ َر ﱠب اﻟ َﻌﺎﻟَ ِﻤﯿ َ‬ ‫اﺟ َﻌ ْﻞ ِو َﻻﯾَﺘَﻨﺎَ ﻓِﻲ َﻣ ْﻦ َﺧﺎ َﻓ َﻚ َواﺗﱠ َﻘ َ‬
‫ﺎك َواﺗﱠﺒَ َﻊ ر َ‬
‫ِ‬ ‫ِﺢ أَﺋِ ﱠﻤﺘَﻨَﺎ َو ُو َﻻ ُة أُﻣ ْ‬
‫ُﻮ ِرﻧَﺎ‪َ ،‬و ْ‬ ‫َوأَ ْ‬
‫ﺻﻠ ْ‬

‫ﺿﺎ ُه َوأَ ِﻋ ْﻨ ُﻪ َﻋﻠَﻰ اﻟﺒِ ﱢﺮ َواﻟﺘﱠ ْﻘ َﻮى َو َﺳ ِﺪ ْد ُه ﻓِﻲ أَ ْﻗ َﻮاﻟِ ِﻪ َوأَ ْﻋ َﻤﺎﻟِﻪِ‪ .‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َو ﱢﻓ ْﻖ َﺟ ِﻤﯿ َ‬
‫ْﻊ‬ ‫ِﻲ أَ ْﻣ ِﺮﻧَﺎ ﻟِ َﻤﺎ ﺗُ ِﺤ ﱡﺐ َوﺗَ ْﺮ َ‬
‫َو ﱢﻓ ْﻖ َوﻟ ﱠ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
‫ُﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َ‬ ‫ْﻦ ﻟ ِْﻠ َﻌ َﻤ ِﻞ ﺑِ ِﻜﺘَﺎﺑِ َﻚ َواﺗﱢﺒَﺎع ُﺳﻨﱠ ِﺔ ﻧَﺒِﯿ َ‬
‫ﱢﻚ ﻣ َ‬ ‫ِ‬ ‫‪ُ .‬و َﻻ َة أَ ْﻣ ِﺮ اﻟﻤ ْ‬
‫ُﺴﻠِ ِﻤﯿ َ‬

‫ﺎﻫﺎ أَ ْﻧ َﺖ َوﻟِﯿﱡ َﻬﺎ َو َﻣ ْﻮ َﻻ َﻫﺎ‪ .‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ إِﻧﱠﺎ ﻧَ ْﺴﺄَﻟُ َﻚ اﻟ ُﻬﺪَى َواﻟﺘﱡ َﻘﻰ‬ ‫اﻫﺎ‪َ ،‬ز ﱢﻛ َﻬﺎ أَ ْﻧ َﺖ َﺧﯿ َ‬
‫ْﺮ َﻣ ْﻦ َز ﱠﻛ َ‬ ‫اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ِ‬
‫آت ﻧُ ُﻔ ْﻮ َﺳﻨَﺎ ﺗَ ْﻘ َﻮ َ‬

‫ِﺢ ﻟَﻨَﺎ‬ ‫ﺎﺷﻨَﺎ‪َ ،‬وأَ ْ‬


‫ﺻﻠ ْ‬ ‫ِﺢ ﻟَﻨَﺎ ُد ْﻧﯿَﺎﻧَﺎ اَﻟﱠﺘِﻲ ِﻓ ْﯿ َﻬﺎ َﻣ َﻌ ُ‬ ‫ﺼ َﻤ ُﺔ أَ ْﻣ ِﺮﻧَﺎ‪َ ،‬وأَ ْ‬
‫ﺻﻠ ْ‬ ‫ِﺢ ﻟَﻨَﺎ ِد ْﯾﻨَﻨَﺎ اَﻟﱠﺬ ْ‬
‫ِي ُﻫ َﻮ ِﻋ ْ‬ ‫َواﻟ ِﻐﻨَﻰ‪ .‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ أَ ْ‬
‫ﺻﻠ ْ‬
‫ِﺢ‬ ‫ِﻦ ُﻛ ﱢﻞ َﺷ ﱟﺮ‪ .‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ أَ ْ‬
‫ﺻﻠ ْ‬ ‫اﺣ ًﺔ ﻟَﻨَﺎ ﻣ ْ‬ ‫ُﱢ‬
‫اﻟﺤﯿَﺎ َة ِزﯾَﺎ َد ًة ﻟَﻨَﺎ ﻓِﻲ ﻛﻞ َﺧﯿ ٍ‬
‫ْﺮ َواﻟ َﻤ ْﻮ َت َر َ‬ ‫آﺧ َﺮﺗَﻨَﺎ اَﻟﱠﺘِﻲ ِﻓ ْﯿ َﻬﺎ َﻣ َﻌﺎ ُدﻧَﺎ‪َ ،‬و ْ‬
‫اﺟ َﻌ ْﻞ َ‬ ‫ِ‬
‫ﺎر ْك ﻟَﻨَﺎ ﻓِﻲ‬ ‫اﻟﻈﻠُ َﻤ ِ َ‬
‫ِﻦ ﱡ‬‫اﻟﺴ َﻼ ِم‪َ ،‬وأَ ْﺧ ِﺮ ْﺟﻨَﺎ ﻣ َ‬ ‫ْﻦ ُﻗﻠُ ْﻮﺑِﻨَﺎ‪َ ،‬و ْ‬
‫اﻫ ِﺪﻧَﺎ ُﺳﺒ َ‬ ‫ات ﺑَ ْﯿﻨِﻨَﺎ‪َ ،‬وأَﻟﱠ َ‬
‫َذ َ‬
‫ﺎت إِﻟﻰ اﻟﻨﱡ ْﻮ ِر‪َ ،‬وﺑَ ِ‬ ‫ُﻞ ﱠ‬ ‫ﻒ ﺑَﯿ َ‬

‫ْﻦ أَ ْﯾﻨَ َﻤﺎ ُﻛﻨﱠﺎ‬ ‫اﺟﻨَﺎ َو ُذ ﱢرﯾَﺎﺗِﻨَﺎ َوأَ ْﻣ َﻮاﻟِﻨَﺎ َوأَ ْو َﻗﺎﺗِﻨَﺎ َو ْ‬
‫اﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ُﻣﺒَ َ‬
‫ﺎر ِﻛﯿ َ‬ ‫َ‬
‫ﺎرﻧَﺎ َوأ ْز َو ِ‬ ‫ﺎﻋﻨَﺎ َوأَﺑ َ‬
‫ْﺼ ِ‬ ‫‪.‬أَ ْﺳ َﻤ ِ‬

‫ات‪ ،‬اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ‬


‫اﻷ ْﻣ َﻮ ِ‬ ‫ﺎت اَ ْ َ‬
‫ﻷ ْﺣﯿَﺎ ِء ِﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢ َو َ‬ ‫ُﺆ ِﻣﻨَ ِ‬
‫ْﻦ َواﻟﻤ ْ‬
‫ُﺆ ِﻣﻨِﯿ َ‬
‫ﺎت َواﻟﻤ ْ‬
‫ُﺴﻠِ َﻤ ِ‬ ‫ِﺮ ﻟَﻨَﺎ َوﻟِ َﻮاﻟِ َﺪ ْﯾﻨَﺎ َوﻟ ِْﻠﻤ ْ‬
‫ُﺴﻠِ ِﻤﯿ َ‬
‫ْﻦ َواﻟﻤ ْ‬ ‫اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ْ‬
‫اﻏﻔ ْ‬
‫آﺧ َﺮ ُه ِﺳ ﱠﺮ ُه َو َﻋﻠﱠﻨَ ُﻪ‬
‫ِﻗ ُﻪ َو ِﺟﻠﱠ ُﻪ أَ ﱠوﻟَ ُﻪ َو ِ‬
‫ِﺮ ﻟَﻨَﺎ ُذﻧُﺒَﻨَﺎ ُﻛﻠﱠ ُﻪ د ﱠ‬ ‫ْ‬
‫‪.‬اﻏﻔ ْ‬

‫ﺎر ْك َوأَ ْﻧ ِﻌ ْﻢ َﻋﻠَﻰ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﷲِ َو َر ُﺳ ْﻮﻟِ ِﻪ ﻧَﺒِﯿﱢﻨَﺎ‬ ‫ْﻦ‪َ .‬و َ ﱠ ُ ﱠ‬


‫ﺻﻠﻰ اﷲ َو َﺳﻠ َﻢ َوﺑَ ِ‬ ‫َﻋ َﻮاﻧَﺎ أَ ِن ْاﻟ َﺤ ْﻤ ُﺪ ِﱠﷲِ َر ﱢب اﻟ َﻌﺎﻟَ ِﻤﯿ َ‬
‫آﺧ ُﺮ د ْ‬
‫َو ِ‬
‫ﺻ ْﺤﺒِ ِﻪ أَ ْﺟ َﻤ ِﻌﯿ َ‬
‫ْﻦ‬ ‫ُﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َوآﻟِ ِﻪ َو َ‬
‫‪.‬ﻣ َ‬

‫ﺣﻔﻈﻪ اﷲ ‪Diadaptasi dari tulisan Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas‬‬

‫‪7/7‬‬

Anda mungkin juga menyukai