Anda di halaman 1dari 10

‫‪Agar Benar Memanfaatkan Harta‬‬

‫‪khotbahjumat.com/4880-agar-benar-memanfaatkan-harta.html‬‬

‫‪November 24, 2017‬‬

‫‪Khutbah Pertama:‬‬

‫ﺎت أَ ْﻋ َﻤﺎﻟِﻨَﺎ َﻣ ْﻦ ﯾَ ْﻬ ِﺪ ِه اﷲُ َﻓ َ‬


‫ﻼ‬ ‫ِﻦ ُﺷ ُﺮ ْو ِر أَ ْﻧ ُﻔ ِﺴﻨَﺎ َو َﺳﯿﱢﺌَ ِ‬
‫ُﻮ ُذ ﺑِﺎﷲِ ﻣ ْ‬ ‫إِ ﱠن ْاﻟ َﺤ ْﻤ َﺪ ﷲِ ﻧَ ْﺤ َﻤ ُﺪ ُه َوﻧَ ْﺴﺘَ ِﻌ ْﯿﻨُ ُﻪ َوﻧَ ْﺴﺘَ ْﻐﻔ ُ‬
‫ِﺮ ُه َوﻧَﻌ ْ‬

‫ْﻚ ﻟَ ُﻪ َوأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ﱠن ﻣ َ‬
‫ُﺤﻤﱠﺪاً َﻋ ْﺒ ُﺪ ُه‬ ‫ﻻ َﺷﺮﯾ َ‬ ‫ِي ﻟَ ُﻪ َوأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ْن َ َ ﱠ ُ‬
‫ﻻ إِﻟ َﻪ إِﻻ اﷲ َو ْﺣ َﺪ ُه َ ِ‬ ‫ِﻞ َﻓ َ‬
‫ﻼ َﻫﺎد َ‬ ‫ُﻀ ﱠﻞ ﻟَ ُﻪ َو َﻣ ْﻦ ﯾ ْ‬
‫ُﻀﻠ ْ‬ ‫ﻣِ‬
‫‪َ .‬و َر ُﺳ ْﻮﻟُ ُﻪ‬

‫ﻻ َوأَﻧﺘُﻢ ﻣ ْ‬
‫ﱡﺴﻠِﻤ َ‬
‫ُﻮن‬ ‫ﻻ ﺗَﻤُﻮﺗُ ﱠﻦ إ ﱠ‬
‫ِ‬
‫ﻮا ﱠ‬
‫اﷲ َﺣ ﱠﻖ ﺗُ َﻘﺎﺗِ ِﻪ َو َ‬ ‫ﻮا اﺗﱠ ُﻘ ْ‬ ‫‪.‬ﯾَﺎ أَﯾﱡ َﻬﺎ اﻟﱠﺬ َ‬
‫ِﯾﻦ آ َﻣﻨُ ْ‬

‫اﺣ َﺪ ٍة َو َﺧﻠَ َﻖ ِﻣ ْﻨ َﻬﺎ َز ْو َﺟ َﻬﺎ َوﺑَ ﱠﺚ ِﻣ ْﻨ ُﻬ َﻤﺎ ر َﺟ ً‬


‫ﺎﻻ َﻛﺜِﯿﺮاً َوﻧ َ‬
‫ِﺴﺎء‬ ‫ِ‬ ‫ﱠﻜ ُﻢ اﻟﱠﺬِي َﺧﻠَ َﻘ ُﻜﻢ ﱢﻣﻦ ﻧﱠ ْﻔ ٍ‬
‫ﺲ َو ِ‬ ‫ﻮا َرﺑ ُ‬ ‫ﯾَﺎ أَﯾﱡ َﻬﺎ اﻟﻨﱠ ُ‬
‫ﺎس اﺗﱠ ُﻘ ْ‬
‫ﺎن َﻋﻠَﯿ ُ‬
‫ْﻜ ْﻢ َرﻗِﯿﺒﺎً‬ ‫اﻷ ْر َﺣﺎ َم إ ﱠن ﱠ‬
‫اﷲ َﻛ َ‬ ‫ﻮن ﺑ ِﻪ َو َ‬‫ُ‬ ‫َواﺗﱠ ُﻘ ْ ﱠ ﱠ‬
‫ِ‬ ‫ﻮا اﷲ اﻟﺬِي ﺗَ َﺴﺎءﻟ َ ِ‬

‫ُﻄ ْﻊ ﱠ‬
‫اﷲَ‬ ‫ِﺮ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ُذﻧُﻮﺑَ ُﻜ ْﻢ َو َﻣﻦ ﯾ ِ‬
‫ِﺢ ﻟَ ُﻜ ْﻢ أَ ْﻋ َﻤﺎﻟَ ُﻜ ْﻢ َوﯾَ ْﻐﻔ ْ‬ ‫اﷲَ َو ُﻗﻮﻟُﻮا َﻗ ْﻮ ً‬
‫ﻻ َﺳﺪِﯾﺪاً ‪ .‬ﯾ ْ‬
‫ُﺼﻠ ْ‬ ‫ِﯾﻦ آ َﻣﻨُﻮا اﺗﱠ ُﻘﻮا ﱠ‬
‫ﯾَﺎ أَﯾﱡ َﻬﺎ اﻟﱠﺬ َ‬
‫ﺎز َﻓ ْﻮزاً َﻋ ِﻈﯿﻤﺎً‬
‫َو َر ُﺳﻮﻟَ ُﻪ َﻓ َﻘ ْﺪ َﻓ َ‬

‫‪1/10‬‬
‫أَﻣﱠﺎ ﺑَ ْﻌ ُﺪ‬

Ibadallah,

Marilah kita bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Agama Islam yang
sempurna telah mengatur dan menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh kaum
Muslimin untuk menyelenggarakan semua urusan dalam hidup mereka, demi
kemaslahatan dan kebaikan mereka dalam urusan dunia maupun agama. Allâh Azza wa
Jalla berfirman,

ْ ‫ُﺸ َﺮى ﻟ ِْﻠﻤ‬


َ ‫ُﺴﻠِﻤ‬
‫ِﯿﻦ‬ ْ ‫ِﻜ ﱢﻞ َﺷ ْﻲ ٍء َو ُﻫ ًﺪى َو َر ْﺣ َﻤ ًﺔ َوﺑ‬
ُ ‫ﺎب ﺗِ ْﺒﯿَﺎﻧًﺎ ﻟ‬
َ َ‫ْﻚ ْاﻟ ِﻜﺘ‬
َ ‫َوﻧَ ﱠﺰ ْﻟﻨَﺎ َﻋﻠَﯿ‬

Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri [An-Nahl/16:89].

Demikian juga penggunaan dan pemanfaatan harta diatur dan dijelaskan dalam syariat
Islam yang mulia dan sempurna ini. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫ِﻦ أَﯾ‬
‫ْﻦ‬ ْ ‫ُﺴﺄَ َل َﻋ ْﻦ ُﻋ ْﻤ ِﺮ ِه ﻓِﯿ َﻤﺎ أَ ْﻓﻨَﺎ ُه َو َﻋ ْﻦ ِﻋ ْﻠ ِﻤ ِﻪ ﻓِﯿ َﻤﺎ َﻓ َﻌ َﻞ َو َﻋ ْﻦ َﻣﺎﻟِ ِﻪ ﻣ‬ ُ ‫ﻻ ﺗَ ُﺰ‬
ْ ‫ول َﻗ َﺪ َﻣﺎ َﻋ ْﺒ ٍﺪ ﯾَ ْﻮ َم ْاﻟ ِﻘﯿَﺎ َﻣ ِﺔ َﺣﺘﱠﻰ ﯾ‬ َ

َ ‫اﻛﺘَ َﺴﺒَ ُﻪ َوﻓِﯿ َﻤﺎ أَ ْﻧ َﻔ َﻘ ُﻪ َو َﻋ ْﻦ ِﺟ ْﺴ ِﻤ ِﻪ ﻓِﯿ َﻤﺎ أَ ْﺑ‬


‫ﻼ ُه‬ ْ

Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia
ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang
ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan
ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya. [HR. At-
Tirmidzi, no. 2417; Ad-Dârimi, no. 537; dan Abu Ya’la, no. 7434. Hadits ini dinilai sebagai
hadits shahih oleh at-Tirmidzi dan al-Albani dalam as-Shahîhah, no. 946 karena banyak
jalurnya yang saling menguatkan].

Hadits yang agung ini menunjukkan wajibnya mengatur pembelanjaan harta dengan
menggunakannya untuk hal-hal yang baik dan diridhai oleh Allâh Azza wa Jalla , karena
pada hari kiamat nanti manusia akan dimintai pertanggungjawaban tentang harta yang
mereka belanjakan sewaktu di dunia. [Lihat Bahjatun Nâzhirîn Syarhu Riyâdhish Shâlihîn:
1/479]

Dari sudut pandang Islam, pertanggungjawaban seseorang atas harta yang pernah
“dimiliki” akan dilihat dari dua sudut: Darimana dan bagaimana ia mendapatkannya lalu
kemana dan bagaimana penggunaannya. Oleh karena itu, cara kita mendapatkan dan
mengelolanya perlu memperhatikan prinsip-prinsip syariah, agar kita bisa melakukan
pertanggungjawaban kelak di akhirat atas harta yang dititipkan tersebut.

Ibadallah,

2/10
Pemanfaatan penggunaan harta dalam Islam dipandang sebagai kebaikan. Kegiatan ini
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun ruhani sehingga mampu
memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allâh Azza wa Jalla dalam
menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Kebahagiaan di dunia berarti terpenuhinya
segala kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk ekonomi. Sedang kebahagiaan di
akhirat kelak berarti keberhasilan manusia dalam memaksimalkan fungsi
kemanusiaannya (ibadah) sebagai hamba Allâh Azza wa Jalla sehingga mendapatkan
kenikmatan ukhrawi (surga). Seseorang yang ingin mendapatkan kebahagian dunia
akhirat dituntut harus mampu tunduk dan patuh pada peraturan dan ketentuan yang telah
Allâh Azza wa Jalla ciptakan bersamaan dengan pelaksanaan segala aktifitas ekonomi
manusia, termasuk di dalamnya ketentuan mengenai pemanfaatan harta yang dilakukan
oleh umat Muslim.

Allâh Azza wa Jalla menjadikan dunia dan harta sebagai ladang akhirat dan memberikan
kesempatan menggunakan harta dan dunia ini sebagai sarana menggapai surga. Apabila
kita menanam biji kebaikan di dunia ini, akan menuai pohon dan buah kebaikan di akhirat
nanti dan bila menanam bibit keburukan akan mendapatkan pohon dan buah keburukan
tersebut. Demikianlah balasan sesuai dengan amalan dan buah pun sesuai dengan
pohonnya. Nabi n pernah bersabda menggambarkan hal ini,

َ ‫ﯿﻢ َوﺑِ َﺤ ْﻤ ِﺪ ِه ُﻏ ِﺮ َﺳ ْﺖ ﻟَ ُﻪ ﻧَ ْﺨﻠَ ٌﺔ ﻓِﻲ‬


‫اﻟﺠﻨﱠ ِﺔ‬ ‫ْﺤ َ ﱠ‬ َ ‫َﻣ ْﻦ َﻗ‬
ِ ‫ﺎن اﷲِ اﻟ َﻌ ِﻈ‬ َ ‫ ُﺳﺒ‬:‫ﺎل‬

Siapa yang mengucapkan” Subhanallah al-‘Azhim wa Bihamdihi” maka ditanamkan


untuknya satu pohon kurma di syurga. [HR. At-Tirmidzi, no. 2757. Hadits ini shahih
menurut syaikh al-Albani dalam Shahîh Sunan at-Tirmidzi].

Jelaslah pahala dan hukuman atau adzab Allâh Azza wa Jalla sesuai dengan amalan
yang dilakukan manusia di dunia. Hal ini dijelaskan Allâh Azza wa Jalla dalam firman-
Nya,

‫ﺲ ﺑ َﻤﺎ َﻛ َﺴﺒَ ْﺖ ۚ َﻻ ُﻇ ْﻠ َﻢ ْاﻟﯿَ ْﻮ َم ۚ إ ﱠن ﱠ‬ ‫ﱡ‬


ِ ‫ﯾﻊ ْاﻟ ِﺤ َﺴ‬
‫ﺎب‬ ُ ‫اﷲَ َﺳ ِﺮ‬ ِ ِ ٍ ‫ْاﻟﯿَ ْﻮ َم ﺗُ ْﺠ َﺰى ُﻛﻞ ﻧَ ْﻔ‬

Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya.Tidak ada
yang dirugikan pada hari ini.Sesungguhnya Allâh amat cepat hisabnya. [Ghâfir/40:17]

Semua amalan akan ditulis dalam kitab amalan setiap orang. Tidak ada satu amalanpun
baik kecil ataupun besar kecuali tertulis dan tercatat di kitab yang akan dibaca di akhirat
nanti. Allâh Azza wa Jalla berfirman,

‫ِﯿﺮ ًة َو َﻻ‬
َ ‫ﺻﻐ‬ ِ َ‫ﺎل َﻫ َﺬا ْاﻟ ِﻜﺘ‬
ُ ‫ﺎب َﻻ ﯾُ َﻐﺎد‬
َ ‫ِر‬ َ ُ‫ِﯿﻦ ِﻣﻤﱠﺎ ﻓِﯿ ِﻪ َوﯾَ ُﻘﻮﻟ‬
ِ ‫ﻮن ﯾَﺎ َوﯾْﻠَﺘَﻨَﺎ َﻣ‬ ْ ‫ِﯿﻦ ﻣ‬
َ ‫ُﺸ ِﻔﻘ‬ ْ ‫ﺎب َﻓﺘَ َﺮى ْاﻟﻤ‬
َ ‫ُﺠ ِﺮﻣ‬ ُ َ‫ﺿ َﻊ ْاﻟ ِﻜﺘ‬
ِ ‫َو ُو‬
‫ﱡﻚ أَ َﺣ ًﺪا‬ ِ ‫ﺎﻫﺎ ۚ َو َو َﺟ ُﺪوا َﻣﺎ َﻋﻤِﻠُﻮا َﺣ‬
َ ‫ﺎﺿ ًﺮا ۗ َو َﻻ ﯾَ ْﻈﻠِ ُﻢ َرﺑ‬ َ‫ﺼ‬ َ ‫ﯿﺮ ًة إِﱠﻻ أَ ْﺣ‬
َ ِ‫َﻛﺒ‬

3/10
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan
terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata:”Aduhai celaka kami, kitab
apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia
mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis).
Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang juapun”. [Al-Kahfi/18:49]

Oleh karena itu orang yang menggunakan dan memanfaatkan hartanya sesuai petunjuk
Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka balasan
sempurna ia dapatkan di hari kiamat, seperti dijelaskan dalam firman Allâh Azza wa Jalla,

‫ْﻜ ْﻢ َوأَ ْﻧﺘُ ْﻢ َﻻ‬


ُ ‫ف إﻟَﯿ‬
‫ِﻦ َﺧﯿ ٍ ﱠ‬
ِ ‫ْﺮ ﯾُ َﻮ‬
‫ﻮن إ ﱠﻻ ا ْﺑﺘِ َﻐﺎ َء َو ْﺟ ِﻪ ﱠ‬
ْ ‫اﷲِ ۚ َو َﻣﺎ ﺗُ ْﻨﻔ ُِﻘﻮا ﻣ‬ ُ ُ ُ ُ َ ‫ِﻦ َﺧﯿ‬ ُ
ٍ ْ ‫َو َﻣﺎ ﺗُ ْﻨﻔِﻘﻮا ﻣ‬
ِ َ ‫ْﺮ َﻓ ِﻸ ْﻧﻔ ِﺴﻜ ْﻢ ۚ َو َﻣﺎ ﺗ ْﻨﻔِﻘ‬
َ ‫ﺗُ ْﻈﻠَﻤ‬
‫ُﻮن‬

Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allâh), maka pahalanya itu
untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena
mencari keridhaan Allâh. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya
kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya.
[Al-Baqarah/2:272].

Agar dapat memanfaatkan dan penggunaan harta dengan baik dan sesuai petunjuk Allâh
Azza wa Jalla, diperlukan kiat atau tips, diantaranya:

Pertama: Menentukan Prioritas Pemanfaatan Harta

Islam mengajarkan seorang Muslim mengenai mekanisme menentukan pemanfaatan


harta untuk mencapai tujuan kebahagian hidupnya. Ini akan tercapai dengan dengan
terpeliharanya lima kemashlahatan yang meliputi (a) dien (agama), (b) nafs (jiwa/hidup),
(c) nasl (keluarga/keturunan), (d) mâl (harta/kekayaan), dan (e) aql (intelektual/akal).
Kelima hal ini dikenal dengan Dharuriyat al-Khams.

Untuk memelihara ke-5 perkara ini, para Ulama menjelaskan adanya 3 Maslahat; yaitu
(1) kebutuhan mendesak (dharuriyyat), (2) kesenangan dan kenyaman (hajiat), dan (3)
kemewahan (tahsiniyat).

Kunci dari pemeliharaan kemaslahatan manusia terletak pada maslahat dharuriyyat yang
mencakup kebutuhan-kebutuhan utama yang bersifat mendasar (basic needs) dan
cenderung bersifat fleksibel mengikuti tempat, waktu dan dapat menyangkut kebutuhan
sosiopsikologis. Kemudian kepada kemaslahatan berikutnya (hajiat) yang merupakan
hal-hal yang tidak begitu vital, akan tetapi penting untuk menghilangkan kesukaran dan
rintangan dalam hidup. Setelah itu adalah tahsiniyat, yang merupakan hal-hal yang
berhubungan dengan kenyamanan saja, yang meliputi pelengkap dan penghias hidup.
Misalnya, gelas kristal untuk minum dan Pulpen emas untuk belajar. Ketika seorang
Muslim hendak memanfaatkan hartanya, maka ia harus melihat apakah tindakan tersebut

4/10
benar-benar kebutuhan dharuriyyat dan hajiat bagi dirinya atau hanya sebatas ‘pemanis’
saja tahsiniat. Seorang Muslim yang bijak akan mendahulukan kebutuhan dharuriiyat-nya
dibandingkan tahsiniyat-nya.

Kedua: Prinsip Halal dan Thayyib Dalam Konsumsi

Islam mendorong penggunaan barang dan jasa yang halal dan baik serta bermanfaat.
Semua barang yang tidak memiliki kebaikan dan tidak bisa membantu meningkatkan
manusia, maka menurut Islam, barang itu tidak dapat dianggap sebagai milik atau aset
umat Muslim. Oleh sebab itu, semua barang yang dilarang (untuk dikonsumsi) tidak
dianggap barang dalam Islam.

Penggunaan prinsip halal dan thayyib (bermanfaat) dimaksudkan untuk memberikan


kebebasan bagi setiap Muslim untuk menggunakan segala barang yang baik, bermanfaat
bagi dirinya, menyenangkan, lezat dan lain sebagainya, selama barang itu halal dan
thayyib.

Kebebasan yang diberikan Islam kepada setiap Muslim dalam berkonsumsi tak terlepas
dari pandangan Islam itu sendiri bahwa pemanfaatan barang dan jasa merupakan suatu
kebaikan. Konsumsi dan pemuasan (kebutuhan) tidak disalahkan dalam Islam selama
keduanya tidak melibatkan segala yang tidak baik atau merusak.

Seorang Muslim harus senantiasa mengkonsumsi barang yang halal dan thayyib
(bermanfaat) baginya seperti ikan, daging, dan lain sebagainya. Seorang Muslim yang
baik tidak akan pernah mengkonsumsi khamr, daging babi serta akan senantiasa
menjauhi perjudian dan spekulasi (Intangible goods) dalam penggunaan hartanya.

Ketiga: Menghindari Tabdzir dan Israf serta Tidak Kikir dalam Menggunakan Harta.

Ajaran Islam membolehkan umatnya menikmati kebaikan duniawi selama tidak melewati
batas kewajaran. Seperti tidak melakukan perbuatan tabzîr dan Isrâf. Tabzîr artinya
menghambur-hamburkan harta tanpa ada kemaslahatan yang terwujud. Ketika
seseorang membeli sesuatu melebihi kadar kebutuhannya maka pada saat itu ia dapat
dikategorikan sedang melakukan tabdzîr.

Islam melarang seorang Muslim membelanjakan hartanya dan menikmati kehidupan


duniawi ini secara boros. Larangan ini cukup beralasan. Tabdzîr dilihat dari pandangan
ekonomi dapat menyebabkan harta menyusut secara cepat. Ketiadaan harta akan
berdampak pada rendahnya daya beli (low purchasing power) seseorang terhadap
barang dan jasa. Hasilnya, berbagai macam kebutuhan manusia tidak akan terpenuhi
secara maksimal.

Allâh Azza wa Jalla mengibaratkan orang-orang yang melakukan tabdzîr dengan saudara
syaitan, sebagaimana terdapat pada ayat al-Qur’an mengenai larangan untuk bersikap
boros,

5/10
ۖ ‫ﯿﻦ‬
ِ ‫ﺎﻃ‬ ‫ان ﱠ‬
ِ َ‫اﻟﺸﯿ‬ َ ‫﴾ إِ ﱠن ْاﻟ ُﻤﺒَ ﱢﺬ ِر‬٢٦﴿ ‫ِﯾﺮا‬
َ ‫ﯾﻦ َﻛﺎﻧُﻮا إِ ْﺧ َﻮ‬ ً ‫ﯿﻞ َو َﻻ ﺗُﺒَ ﱢﺬ ْر ﺗَ ْﺒﺬ‬
ِ ِ‫اﻟﺴﺒ‬
‫ْﻦ ﱠ‬َ ‫ِﯿﻦ َواﺑ‬ ْ ‫آت َذا ْاﻟ ُﻘ ْﺮﺑَﻰ َﺣ ﱠﻘ ُﻪ َو ْاﻟﻤ‬
َ ‫ِﺴﻜ‬ ِ ‫َو‬

ً ‫ِﺮﺑﱢ ِﻪ َﻛ ُﻔ‬
‫ﻮرا‬ ُ ‫ْﻄ‬
َ ‫ﺎن ﻟ‬ ‫ﺎن ﱠ‬
َ ‫اﻟﺸﯿ‬ َ ‫َو َﻛ‬

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan dan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
setan, dan setan itu adalah sangat ingkar kepada tuhannya. [Al-Isrâ’/17:26-27].

Demikian juga lawan sikap ini dilarang dalam Islam. Sikap bakhil dan pelit dalam harta
sehingga tidak mengeluarkannya sebagaimana petunjuk Allâh Azza wa Jalla dan
menyangka itu adalah kebaikan adalah sikap yang salah dan buruk sekali. Oleh karena
itu Allâh Azza wa Jalla mengancam orang-orang yang bakhil ini dengan firman-Nya,

‫ﻮن َﻣﺎ ﺑَ ِﺨﻠُﻮا ﺑِ ِﻪ‬


َ ‫ُﻄ ﱠﻮ ُﻗ‬
َ ‫ْﺮا ﻟَ ُﻬ ْﻢ ۖ ﺑَ ْﻞ ُﻫ َﻮ َﺷ ﱞﺮ ﻟَ ُﻬ ْﻢ ۖ َﺳﯿ‬
ً ‫ﻀﻠِ ِﻪ ُﻫ َﻮ َﺧﯿ‬ ْ ‫ﺎﻫ ُﻢ اﷲﱠُ ﻣ‬
ْ ‫ِﻦ َﻓ‬ َ ُ‫ْﺨﻠ‬
ُ َ‫ﻮن ﺑِ َﻤﺎ آﺗ‬ َ ‫َو َﻻ ﯾَ ْﺤ َﺴﺒَ ﱠﻦ اﻟﱠﺬ‬
َ ‫ِﯾﻦ ﯾَﺒ‬

ٌ ِ‫ﻮن َﺧﺒ‬
‫ﯿﺮ‬ َ ُ‫ض ۗ َواﷲﱠُ ﺑِ َﻤﺎ ﺗَ ْﻌ َﻤﻠ‬ َ ْ ِ ‫اﻟﺴ َﻤﺎ َو‬ َ ‫ﯾَ ْﻮ َم ْاﻟ ِﻘﯿَﺎ َﻣ ِﺔ ۗ َوِﱠﷲِ ﻣ‬
ُ ‫ِﯿﺮ‬
ِ ‫ات َواﻷ ْر‬ ‫اث ﱠ‬

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allâh berikan kepada
mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.
Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu
akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allâh-lah segala
warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allâh mengetahui apa yang kamu kerjakan.
[Ali-‘Imran/3:180]

Mereka tidak mubazir (berlebihan) dalam membelanjakan harta sehingga melebihi


kebutuhan, dan (bersamaan dengan itu) mereka juga tidak kikir terhadap keluarga
mereka sehingga kurang dalam (menunaikan) hak-hak mereka dan tidak mencukupi
(keperluan) mereka, tetapi mereka (bersikap) adil (seimbang) dan moderat (dalam
pengeluaran), dan sebaik-baik perkara adalah yang moderat (pertengahan). [Lihat Tafsir
Ibnu Katsir:3/433].

Juga dalam firman-Nya,

ً ‫ْﺴ ْﻄ َﻬﺎ ُﻛ ﱠﻞ ْاﻟﺒَ ْﺴ ِﻂ َﻓﺘَ ْﻘ ُﻌ َﺪ َﻣﻠُﻮ ًﻣﺎ َﻣ ْﺤ ُﺴ‬


‫ﻮرا‬ َ ‫َك َﻣ ْﻐﻠُﻮﻟَ ًﺔ إﻟَﻰ ُﻋﻨُﻘ‬
ُ ‫ِﻚ َو َﻻ ﺗَﺒ‬ ِ
َ ‫َو َﻻ ﺗَ ْﺠ َﻌ ْﻞ ﯾَﺪ‬

Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenngu pada lehermu (terlalu kikir) dan
janganlah kamu terlalu mengulurkannya (terlalu boros), karena itu kamu menjadi tercela
dan menyesal [Al-Isrâ’/17:29]

Imam asy-Syaukani rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata, “Arti ayat
ini: larangan bagi manusia untuk menahan (hartanya secara berlebihan) sehingga
mempersulit dirinya sendiri dan keluarganya, dan larangan berlebihan dalam berinfak

6/10
(membelanjakan harta) sampai melebihi kebutuhan, sehingga menjadikannya musrif
(berlebih-lebihan/mubazir). Maka ayat ini (berisi) larangan dari sikap ifrath (melampaui
batas) dan tafrith (terlalu longgar), yang ini melahirkan kesimpulan disyariatkannya
bersikap moderat, yaitu (sikap) adil (seimbang) yang dianjurkan oleh Allâh.” [Lihat Fathul
Qadîr : 3/318]

Inilah yang dinamakan kesederhanaan yang menjauhi pola konsumsi berlebihan


(conspicuous consumption) atau menjauhi prilaku bermewah-mewahan. Kesederhanaan
adalah jalan tengah dari dua cara konsumsi yang ekstrim yaitu boros (tabzîr) dan kikir
(bakhil).

‫ِﺮ ْوهُ؛ إِﻧﱠ ُﻪ ُﻫ َﻮ‬ ْ ‫ َﻓ‬،‫ِﻦ ُﻛ ﱢﻞ َذ ْﻧ ٍﺐ‬


ُ ‫ﺎﺳﺘَ ْﻐﻔ‬ ْ ‫ْﻦ ﻣ‬
َ ‫ُﺴﻠِ ِﻤﯿ‬
ْ ‫ْﻊ اﻟﻤ‬ َ ‫ َوﻟ‬،‫ِﻲ َوﻟَ ُﻜ ْﻢ‬
ِ ‫ِﺠ ِﻤﯿ‬
َ ‫اﻟﺠﻠِﯿ‬
ْ ‫ْﻞ ﻟ‬ ُ ‫ َوأَ ْﺳﺘَ ْﻐﻔ‬،‫أَُﻗ ْﻮ ُل َﻗ ْﻮﻟِﻲ َﻫ َﺬا‬
َ ‫ِﺮ ُه اﻟ َﻌ ِﻈ ْﯿ َﻢ‬

َ ‫اﻟ َﻐ ُﻔ ْﻮ ُر‬
‫اﻟﺮ ِﺣ ْﯿ ُﻢ‬

Khutbah Kedua:

،‫ار‬ َ ‫ َوأَ ْﺷ ُﻜ ُﺮ ُه َﻋﻠَﻰ ﻧِ َﻌ ِﻤ ِﻪ اﻟﻐ‬،‫ار‬


ِ ‫ِﺰ‬ ْ ‫ أَ ْﺣ َﻤ ُﺪ ُه ﺗَ َﻌﺎﻟَﻰ َﻋﻠَﻰ َﻓ‬،‫ﺎر‬
ِ ‫ﻀﻠِ ِﻪ اﻟ ِﻤ ْﺪ َر‬
‫ﱠ‬
ِ ‫اﻟﺮ ِﺣﯿ ِْﻢ اﻟ َﻐﻔ‬
َ ،‫ﱠﺎر‬ ِ ‫ﻟﺤ ْﻤ ُﺪ ِﱢﷲ اﻟ َﻮ‬
ِ ‫اﺣ ِﺪ اﻟ َﻘﻬ‬ َ َ‫ا‬
‫ُﺤﻤﱠﺪاً َﻋ ْﺒ ُﺪ ُه َو َر ُﺳ ْﻮﻟُ ُﻪ‬
َ ‫ َوأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ﱠن ﻧَﺒِﯿﱠﻨَﺎ ﻣ‬،‫ﱠﺎر‬
ُ ‫اﻟﺠﺒ‬
َ ‫ْﺰ‬ َ ‫َوأَ ْﺷ َﻬ ُﺪ أَ ْن ﱠﻻ إﻟَ َﻪ إ ﱠﻻ اﷲ َو ْﺣ َﺪ ُه َﻻ َﺷﺮﯾ‬
ُ ‫ْﻚ ﻟَ ُﻪ اﻟ َﻌ ِﺰﯾ‬ ِ ِ ِ
َ ْ َ‫ َوأ‬،‫ار‬ َ ‫ َوإ ْﺧ َﻮﻧِ ِﻪ‬،‫اﻷ ْﻃ َﻬﺎر‬
َ ‫ْﻦ‬ َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﻋﻠَﻰ آﻟِ ِﻪ‬ ْ ‫ُﺼ َﻄ َﻔﻰ اﻟﻤ‬
ِ َ‫ﺻ َﺤﺎﺑُ ُﻪ اﻷ ْﺧﯿ‬
،‫ﺎر‬ ِ ‫ْﺮ‬
َ ‫اﻷﺑ‬ ِ َ ‫اﻟﻄﯿﱢﺒِﯿ‬ َ ،‫ُﺨﺘَﺎر‬ ْ ‫اﻟﻤ‬
َ ‫ِﺐ اﻟﻠَﯿ‬
‫ْﻞ َواﻟﻨﱠ َﻬﺎر‬ ُ ‫ﺎن َﻣﺎ ﺗُ َﻌﺎﻗ‬
ٍ ‫َو َﻣ ْﻦ ﺗَﺒِ َﻌ ُﻬ ْﻢ ﺑِﺈِ ْﺣ َﺴ‬

Ibadallah,

Keempat: Pemanfaatan Harta Untuk Masa Depan Akhi

Dalam Islam terdapat anjuran untuk memperhatikan kepentingan kehidupan akhirat, Allâh
Azza wa Jalla berfirman,

َ ُ‫ﯿﺮ ﺑِ َﻤﺎ ﺗَ ْﻌ َﻤﻠ‬


‫ﻮن‬ ‫اﷲَ ۚ إ ﱠن ﱠ‬
ٌ ِ‫اﷲَ َﺧﺒ‬ ِ
‫ﺲ َﻣﺎ َﻗ ﱠﺪ َﻣ ْﺖ ﻟِ َﻐ ٍﺪ ۖ َواﺗﱠ ُﻘﻮا ﱠ‬
ٌ ‫اﷲَ َو ْﻟﺘَ ْﻨ ُﻈ ْﺮ ﻧَ ْﻔ‬
‫ِﯾﻦ آ َﻣﻨُﻮا اﺗﱠ ُﻘﻮا ﱠ‬
َ ‫ﯾَﺎ أَﯾﱡ َﻬﺎ اﻟﱠﺬ‬

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allâh dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah
kepada Allâh, sesungguhnya Allâh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.[Al-
Hasyr/59:18]

Ayat tersebut merupakan landasan dari pemanfaatan harta untuk tujuan akhirat. Diantara
penggunaan ini adalah:

a. Berinfaq di Jalan Allâh Azza wa Jalla

7/10
Allâh Azza wa Jalla menganjurkan kita untuk mengeluarkan harta kita untuk kepentingan
dan aspek kebaikan yang ada disekitar kita secara terus menerus seperti dalam firman-
Nya,

‫ﻒ‬ َ ‫ﺎﻫ ُﻞ أَ ْﻏﻨِﯿَﺎ َء ﻣ‬


ِ ‫ِﻦ اﻟﺘﱠ َﻌ ﱡﻔ‬ ِ ‫ض ﯾَ ْﺤ َﺴﺒُ ُﻬ ُﻢ ْاﻟ َﺠ‬ َْ
ِ ‫ﺿ ْﺮﺑًﺎ ﻓِﻲ اﻷ ْر‬
‫ﯿﻞ ﱠ‬
َ ‫اﷲِ َﻻ ﯾَ ْﺴﺘَ ِﻄﯿﻌ‬
َ ‫ُﻮن‬ ِ ‫ِﯾﻦ أُ ْﺣ‬
ِ ِ‫ﺼ ُﺮوا ﻓِﻲ َﺳﺒ‬ َ ‫ﻟ ِْﻠ ُﻔ َﻘ َﺮا ِء اﻟﱠﺬ‬
‫ِﻦ َﺧﯿْﺮ َﻓﺈ ﱠن ﱠ‬
‫اﷲَ ﺑِ ِﻪ َﻋﻠِﯿ ٌﻢ‬ ُ َ ُ‫ﺎﻫ ْﻢ َﻻ ﯾَ ْﺴﺄَﻟ‬
ْ َ ‫ﻮن اﻟﻨﱠ‬ ُ ‫ﺗَ ْﻌ ِﺮ ُﻓ ُﻬ ْﻢ ﺑِ ِﺴﯿ َﻤ‬
ِ ٍ ْ ‫ﺎس إِﻟ َﺤ ًﺎﻓﺎ ۗ َو َﻣﺎ ﺗُ ْﻨﻔِﻘﻮا ﻣ‬

(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allâh; mereka
tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya
karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-
sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta
yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allâh), maka sesungguhnya Allâh Maha
Mengetahui. [Al-Baqarah/2:273]

Semua ini dilakukan untuk mendapatkan ampunan dari semua dosa dan kesalahan agar
menggapai surga.

b. Berjihad dengan Harta

Allâh Azza wa Jalla menjelaskan kepada kaum Mukminin sebuah perniagaan yang tidak
pernah merugi di akhirat, apalagi di dunia dan mensifatkan perniagaan tersebut sebagai
perniagaan terbaik. Perniagaan itu adalah berjihad di jalan Allâh Azza wa Jalla dengan
harta dan jiwanya. Allâh Azza wa Jalla berfirman,

‫ﻮن ﺑ ﱠ‬
ِ ‫ﺎﷲِ َو َر ُﺳﻮﻟِ ِﻪ َوﺗُ َﺠ‬ َ ٍ ‫ِﻦ َﻋ َﺬ‬ ُ ‫ﺎر ٍة ﺗُ ْﻨ ِﺠ‬ َ ‫ِﯾﻦ آ َﻣﻨُﻮا َﻫ ْﻞ أَ ُدﻟﱡ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَﻰ ﺗ‬
َ ‫ﯾَﺎ أَﯾﱡ َﻬﺎ اﻟﱠﺬ‬
َ ‫ﺎﻫ ُﺪ‬
‫ون‬ ِ َ ُ‫﴾ ﺗُ ْﺆ ِﻣﻨ‬١٠﴿ ‫ِﯿﻢ‬
ٍ ‫اب أﻟ‬ ْ ‫ﯿﻜ ْﻢ ﻣ‬ َ ‫ِﺠ‬
ٍ ‫ِﺮ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ُذﻧُﻮﺑَ ُﻜ ْﻢ َوﯾُ ْﺪ ِﺧ ْﻠ ُﻜ ْﻢ َﺟﻨﱠ‬
‫ﺎت‬ َ ‫ْﺮ ﻟَ ُﻜ ْﻢ إِ ْن ُﻛ ْﻨﺘُ ْﻢ ﺗَ ْﻌﻠَﻤ‬
ْ ‫﴾ ﯾَ ْﻐﻔ‬١١﴿ ‫ُﻮن‬ ُ ‫ِﻜ ْﻢ َوأَ ْﻧ ُﻔ ِﺴ ُﻜ ْﻢ ۚ َذﻟ‬
ٌ ‫ِﻜ ْﻢ َﺧﯿ‬ ُ ‫اﷲِ ﺑِﺄَ ْﻣ َﻮاﻟ‬
‫ﯿﻞ ﱠ‬
ِ ِ‫ﻓِﻲ َﺳﺒ‬
ۖ ‫﴾ َوأُ ْﺧ َﺮى ﺗُ ِﺤﺒﱡﻮﻧَ َﻬﺎ‬١٢﴿ ‫ِﻚ ْاﻟ َﻔ ْﻮ ُز ْاﻟ َﻌ ِﻈﯿ ُﻢ‬ ِ ‫ِﻦ َﻃﯿﱢﺒَ ًﺔ ﻓِﻲ َﺟﻨﱠ‬
َ ‫ﺎت َﻋ ْﺪ ٍن ۚ َذﻟ‬ َ ْ ‫ِﻦ ﺗَ ْﺤﺘِ َﻬﺎ‬
ُ ‫اﻷ ْﻧ َﻬ‬
َ ‫ﺎر َو َﻣ َﺴﺎﻛ‬ ْ ‫ﺗَ ْﺠ ِﺮي ﻣ‬

ْ ‫ﯾﺐ ۗ َوﺑَ ﱢﺸ ِﺮ ْاﻟﻤ‬


َ ‫ُﺆ ِﻣﻨ‬
‫ِﯿﻦ‬ ‫ِﻦ ﱠ‬
ٌ ‫اﷲِ َو َﻓ ْﺘ ٌﺢ َﻗ ِﺮ‬ ْ َ‫ﻧ‬
َ ‫ﺼ ٌﺮ ﻣ‬

Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang
dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allâh
dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allâh dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih
baik bagimu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allâh akan mengampuni dosa-dosamu
dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan
(memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di surga ‘Adn. Itulah keberuntungan
yang besar. Dan (ada lagi) karunia lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allâh
dan kemenangan yang dekat (waktunya).Dan sampaikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang beriman. [Ash-Shaff/61:10-13]

8/10
Bahkan Allâh Azza wa Jalla memberikan pahala berperang pada orang yang
memberikan hartanya untuk keperluan tentara yang berperang atau mencukupi
kebutuhan keluarga tentara yang berperang, seperti dijelaskan Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,

‫اﷲِ َﻓ َﻘ ْﺪ َﻏ َﺰا َو َﻣ ْﻦ َﺧﻠَ َﻔ ُﻪ ﻓِﻲ أَ ْﻫﻠِ ِﻪ َﻓ َﻘ ْﺪ َﻏ َﺰا‬


‫ﯿﻞ ﱠ‬
ِ ‫ﱠﺰ َﻏ‬
ِ ِ‫ﺎزﯾًﺎ ﻓِﻲ َﺳﺒ‬ َ ‫َﻣ ْﻦ َﺟﻬ‬

“Siapa yang mencukupi kebutuhan tentara yang berperang dijalan Allâh Azza wa Jalla
maka telah berperang dan siapa yang menanggung kebutuhan keluarga tentara tersebut
maka dia telah berperang juga.” [HR. Al-Bukhâri]

c. Sedekah Dengan Harta

Setiap orang tidak ingin merasakan siksaan neraka dan ingin selamat darinya. Untuk itu
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk bersedekah dengan
harta agar dilindungi dari neraka, seperti dijelaskan dalam sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam ,

‫ﺎر َوﻟَ ْﻮ ﺑِ ِﺸ ﱠﻘ ِﺔ ﺗَ ْﻤ َﺮ ٍة َﻓ َﻤ ْﻦ ﻟَ ْﻢ ﯾَ ِﺠ ْﺪ ِﺷ ﱠﻘ َﺔ ﺗَ ْﻤ َﺮ ٍة َﻓﺒِ َﻜﻠِ َﻤ ٍﺔ َﻃﯿﱢﺒَ ٍﺔ‬


َ ‫اﺗﱠ ُﻘﻮا اﻟﻨﱠ‬

“Takutlah kalian (selamatkanlah diri kalian) dari api nereka walaupun dengan
(bersedekah dengan) separuh buah kurma, siapa yang tidak mendapatkan separuh buah
kurma maka dengan kata-kata yang baik.” [HR. Al-Bukhari (no. 1351) dan Muslim (no.
1016)].

Orang yang bersedekah di dunia dengan hartanya baik sedikit atau banyak akan
mendapatkan perlindungan dari neraka di hari kiamat nanti. Bahkan tidak hanya itu saja,
sedekah harta yang halal walaupun sedikit akan dikembangkan Allâh Azza wa Jalla
menjadi seperti gunung. Hal inilah yang dijelaskan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,

َ ‫ ﺛُ ﱠﻢ ﯾ‬،ِ‫اﷲَ ﯾَﺘَ َﻘﺒﱠﻠُ َﻬﺎ ﺑِﯿَﻤِﯿﻨِﻪ‬


‫ُﺮﺑﱢﯿ َﻬﺎ‬ ‫ َوإ ﱠن ﱠ‬،‫ﱢﺐ‬ ‫ َو َ ْ ُ ﱠُ ﱠ ﱠ‬،‫ﱢﺐ‬
ِ َ ‫ﻻ ﯾَﻘﺒَﻞ اﷲ إِﻻ اﻟﻄﯿ‬ ٍ ‫ِﻦ َﻛ ْﺴ ٍﺐ َﻃﯿ‬
ْ ‫ﺼ ﱠﺪ َق ﺑِ َﻌ ْﺪ ِل ﺗَ ْﻤ َﺮ ٍة ﻣ‬
َ َ‫َﻣ ْﻦ ﺗ‬
‫اﻟﺠﺒَ ِﻞ‬ َ ‫ َﺣﺘﱠﻰ ﺗَ ُﻜ‬،ُ‫ُﺮﺑﱢﻲ أَ َﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ َﻓﻠُ ﱠﻮه‬
َ ‫ﻮن ﻣ ِْﺜ َﻞ‬ َ ‫ َﻛ َﻤﺎ ﯾ‬،ِ‫ﺎﺣﺒِﻪ‬
ِ ‫ِﺼ‬
َ‫ﻟ‬

“Siapa yang bersedekah dengan separuh buah kurma dari usaha yang bagus dan Allâh
Azza wa Jalla tidak menerima kecuali yang bagus. Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla
menerimanya dengan tangan kanan-Nya kemudian melipatgandakannya untuk
pemiliknya sebagaimana seorang dari kalian mengembangbiakkan anak kudanya hingga
menjadi seperti gunung.” (HR. Al-Bukhari).

Hal ini karena Allâh Azza wa Jalla berfirman:

9/10
‫ِﯿﻢ‬ ‫ُﺤ ﱡﺐ ُﻛ ﱠﻞ َﻛ ﱠﻔ َ‬
‫ﺎت ۗ َواﷲﱠُ َﻻ ﯾ ِ‬
‫اﻟﺼ َﺪ َﻗ ِ‬ ‫ﯾَ ْﻤ َﺤ ُﻖ اﷲﱠُ ﱢ‬
‫ﺎر أﺛ ٍ‬
‫ٍ‬ ‫ُﺮﺑِﻲ ﱠ‬
‫اﻟﺮﺑَﺎ َوﯾ ْ‬

‫‪Allâh memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allâh tidak menyukai setiap‬‬
‫]‪orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. [Al-Baqarah/2:276‬‬

‫‪Demikianlah sebagian pemanfaatan harta dalam kehidupan seorang Muslim agar‬‬


‫‪membawa pemiliknya kepada ridha Allâh Azza wa Jalla.‬‬

‫ﺻﻠﱡﻮا َﻋﻠَ ْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱢﻤُﻮا ﺗَ ْﺴﻠِﯿ ًﻤﺎ‬ ‫ﻮن َﻋﻠَﻰ اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ ﯾَﺂأَﯾﱡ َﻬﺎ اﻟﱠﺬ َ‬
‫ِﯾﻦ َءا َﻣﻨُﻮا َ‬ ‫ُﺼﻠﱡ َ‬ ‫إِ ﱠن اﷲَ َو َﻣ َ‬
‫ﻼﺋِ َﻜﺘَ ُﻪ ﯾ َ‬

‫اﻫ ْﯿ َﻢ‪ ،‬إِﻧﱠ َﻚ َﺣ ِﻤ ْﯿ ٌﺪ َﻣ ِﺠ ْﯿ ٌﺪ‬


‫ْﺮ ِ‬ ‫اﻫ ْﯿ َﻢ‪َ ،‬و َﻋﻠَﻰ ِ‬
‫آل إِﺑ َ‬ ‫ْﺮ ِ‬ ‫ﺻﻠﱠﯿ َ‬
‫ْﺖ َﻋﻠَﻰ إِﺑ َ‬ ‫ُﺤ ﱠﻤﺪٍ‪َ ،‬ﻛ َﻤﺎ َ‬
‫آل ﻣ َ‬ ‫ﺻ ﱢﻞ َﻋﻠَﻰ ﻣ َ‬
‫ُﺤ ﱠﻤﺪٍ‪َ ،‬و َﻋﻠَﻰ ِ‬ ‫اﻟﻠﻬﻢ َ‬

‫اﻫ ْﯿ َﻢ‪ ،‬إِﻧﱠ َﻚ َﺣ ِﻤ ْﯿ ٌﺪ َﻣ ِﺠ ْﯿ ٌﺪ‬ ‫اﻫ ْﯿ َﻢ‪َ ،‬و َﻋﻠَﻰ ِ‬ ‫ﺎر ْﻛ َﺖ َﻋﻠَﻰ إِﺑ َ‬
‫ُﺤ ﱠﻤﺪٍ‪َ ،‬ﻛ َﻤﺎ ﺑَ َ‬ ‫ﺎر ْك َﻋﻠَﻰ ﻣ َ‬
‫ُﺤ ﱠﻤﺪٍ‪َ ،‬و َﻋﻠَﻰ ِ‬ ‫ﱠ‬
‫ْﺮ ِ‬
‫آل إِﺑ َ‬ ‫ْﺮ ِ‬ ‫آل ﻣ َ‬ ‫اَﻟﻠ ُﻬ ﱠﻢ ﺑَ ِ‬

‫ِﻦ ْاﻟ َﺨ ِ‬
‫ﺎﺳ ِﺮﯾ َ‬
‫ْﻦ‬ ‫ﺎت‪َ ،‬رﺑﱠﻨَﺎ َﻇﻠَ ْﻤﻨَﺎ أَ ْﻧ ُﻔ َﺴﻨَﺎ َوإِ ْن ﻟَ ْﻢ ﺗَ ْﻐـﻔ ْ‬
‫ِـﺮ ﻟَﻨَﺎ َوﺗَ ْﺮ َﺣ ْﻤﻨَﺎ ﻟَﻨَ ُﻜﻮﻧَ ﱠﻦ ﻣ َ‬ ‫ْﻦ َو ْاﻟﻤ ْ‬
‫ُﺴﻠِ َﻤ ِ‬ ‫ِـﺮ ﻟ ِْﻠﻤ ْ‬
‫ُﺴﻠِ ِﻤﯿ َ‬ ‫اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ْ‬
‫اﻏـﻔ ْ‬

‫ﺎر‪ .‬اﻟﻠﻬﻢ إِﻧﱠﺎ ﻧَ ْﺴﺄَﻟُ َﻚ ْاﻟ ُﻬﺪَى َواﻟﺘﱡ َﻘﻰ َو ْاﻟ َﻌ َﻔ َ‬


‫ﺎف‬ ‫َرﺑﱠﻨَﺎ آﺗِﻨَﺎ ﻓِﻲ اﻟ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ َﺣ َﺴﻨَ ًﺔ َوﻓِﻲ ْاﻵ ِﺧ َﺮ ِة َﺣ َﺴﻨَ ًﺔ َو ِﻗﻨَﺎ َﻋ َﺬ َ‬
‫اب اﻟﻨﱠ ِ‬
‫َﻋ َﻮاﻧَﺎ‬ ‫ْﻊ َﺳ َﺨ ِﻄ َﻚ‪َ .‬و ِ‬
‫آﺧ ُﺮ د ْ‬ ‫ْ َ‬ ‫َ ُ‬ ‫َ‬
‫ال ﻧِ ْﻌ َﻤﺘِﻚ َوﺗَ َﺤ ﱡﻮ ِل َﻋﺎ ِﻓﯿَﺘِﻚ َوﻓ َﺠﺎ َء ِة ﻧِﻘ َﻤﺘِﻚ َو َﺟ ِﻤﯿ ِ‬ ‫ُﻮ ُذ ﺑِ َﻚ ﻣ ْ‬
‫ِﻦ َز َو ِ‬ ‫َو ْاﻟ ِﻐﻨَﻰ‪ .‬اﻟﻠﻬﻢ إِﻧﱠﺎ ﻧَﻌ ْ‬

‫ﺻ ْﺤﺒِ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬


‫ُﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َو َﻋﻠَﻰ آﻟِ ِﻪ َو َ‬
‫ﺻﻠﻰ اﷲ َﻋﻠَﻰ ﻧَﺒِﯿﱢﻨَﺎ ﻣ َ‬ ‫‪.‬أَ ِن ْاﻟ َﺤ ْﻤ ُﺪ ﷲ َر ﱢب ْاﻟ َﻌﺎﻟَ ِﻤﯿ َ‬
‫ْﻦ‪َ .‬و َ‬

‫‪[Diadaptasi dari tulisan Ustadz Kholid Syamhud di majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun‬‬
‫‪XX/1437H/2016M].‬‬

‫‪10/10‬‬

Anda mungkin juga menyukai