Anda di halaman 1dari 8

‫‪Sifat Qonaah‬‬

‫‪khotbahjumat.com/6114-sifat-qonaah.html‬‬

‫‪July 31, 2022‬‬

‫‪Khutbah Pertama:‬‬

‫ُش ُر و َأْنُفِس َنا َو ِم ْن َس ِّيَئاِت َأْع َم اِلَنا‪َ ،‬م ْن َيْهِدِه اُهلل‬ ‫إَّن الـَح ْم َد ِهّلِل َنـْح َم ُد ُه َو َنْس َتِعْيُنُه َو َنْس َتْغ ِفُر ُه‪َ ،‬و َنُعوُذ ِباِهلل ِم ْن‬
‫ِر‬
‫َّال اهلل َو ْح َدُه اَل َش ْيَك َلُه َو َأْش َه ُد َأَّن ُمـَح َّمدًا‬ ‫َفاَل ُمِض َّل َلُه ‪َ ،‬وَم ْن ُيْض ِلْل َفاَل َه اِد َي َلُه ‪َ ،‬و َأْش َه ُد َأن َّال ِإَلَه‬
‫ِر‬ ‫ِإ‬
‫‪َ.‬ع ْبُد ُه َوَر ُس وُله‬

‫َيا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا اَّتُقوا اَهَّلل َح َّق ُتَقاِتِه َو اَل َتُموُتَّن ِإاَّل َو َأْنُتْم ُمْس ِلُموَن‬

‫َيا َأُّيَه ا الَّناُس اَّتُقوا َر َّبُك ُم اَّلِذي َخ َلَقُك ْم ِم ْن َنْف ٍس َو اِح َدٍة َو َخ َلَق ِم ْنَه ا َز ْو َج َه ا َو َبَّث ِم ْنُه َم ا ِر َج ااًل َك ِثيًر ا َو ِنَس اًء‬
‫َو اَّتُقوا اَهَّلل اَّلِذي َتَس اَء ُلوَن ِبِه َو اَأْلْر َح اَم ِإَّن اَهَّلل َك اَن َع َلْيُك ْم َر ِقيًبا‬

‫َيا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا اَّتُقوا اَهَّلل َو ُقوُلوا َقْو اًل َس ِديًد ا‬

‫‪1/8‬‬
‫ُيْص ِلْح َلُك ْم َأْع َم اَلُك ْم َو َيْغ ِفْر َلُك ْم ُذ ُنوَبُك ْم َوَم ْن ُيِط ِع اَهَّلل َوَر ُس وَلُه َفَقْد َفاَز َفْو ًز ا َع ِظ يًم ا‬

‫ُأل‬ ‫َّل‬ ‫َّل ُهَّلل َل‬ ‫ْل‬ ‫َأ‬ ‫ْل‬ ‫َأ‬


‫ َو َش َّر ا ُموِر‬، ‫ َو ْح َس َن ا َه ْد ِي َه ْد ُي ُم َح َّمٍد َص ى ا َع ْيِه َوَس َم‬، ‫َو ِإَّن َص َد َق ا َح ِديِث ِك َتاُب اِهَّلل‬
‫َل‬ ‫َلٌة ُك َّل‬ ‫ٌة ُك َّل‬ ‫َث‬ ‫ُك َّل‬ ‫َث ُت‬
‫ َو َض ال ٍة ِفي الَّناِر‬، ‫ َو ِبْد َع ٍة َض ال‬، ‫ َو ُمْح َد ٍة ِبْد َع‬، ‫ُمْح َد ا َه ا‬

‫َأَّما َبْع ُد‬

‫معاشر المسلمين أوصيكم ونفسي بتوقوى اهلل فقد فاز المتقون‬

Ibadallah,

Landasan kebahagiaan adalah memiliki sifat qanaah. Yaitu seseorang menerima dengan
apa yang Allah berikan dan anugerahkan kepadanya. Tanpa memandang rezeki dan
kemewahan orang lain. Dia merasa puas dengan apa yang Allah anugerahkan
kepadanya. Barangsiapa yang memiliki sifat qanaah, maka dia adalah orang yang
berbahagia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

‫۟ا‬ ‫َٰص‬
‫َم ْن َع ِم َل ِلًح ا ِّم ن َذ َك ٍر َأْو ُأنَثٰى َو ُه َو ُمْؤ ِم ٌن َفَلُنْح ِيَيَّنُه ۥ َح َيٰوًة َط ِّيَبًة َو َلَنْج ِز َيَّنُه ْم َأْج َر ُه م ِبَأْح َس ِن َم ا َك اُنو‬
‫َيْعَم ُلوَن‬

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [Quran An-Nahl: 97]

Banyak ahli tafsir mengartikan hayatan thayyibah (kehidupan yang baik) adalah sifat
qanaah. Sebagaimana diriwayatkan dari pendapat Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin
Abbas, radhiallahu ‘anhum. Kemudian pendapat para tabi’in semisal Hasan al-Bashri,
Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, Wahb bin al-Munabbih. Mereka mengatakan hayatan
thayyibah yang Allah janjikan bagi orang-orang yang beriman adalah sifat qanaah. Kata
Hasan al-Bashri menafsirkan ayat tersebut:

‫َلَنْر ُز َقَّنُه َقَناَع ًة َيِج ُد َلَّذ َتَه ا ِفي َقْلِبِه‬

“(Siapa yang beriman) akan kami anugerahkan qanaah. Dia merasakan kelezatan di
dalam hatinya.”

2/8
Ma’asyiral muslimin,

Inilah sifat qanaah. Menerima dengan apa yang Allah anugerahkan. Jika sifat
qanaah meresap dalam hati seseorang, maka otomatis dia Bahagia. Dan ketika sifat
qanaah ini dicabut, ia akan menjadi seorang yang sengsara. Karena dia tidak akan
pernah merasa puas, meskipun Allah telah memberikannya anugerah yang begitu
banyak. 

Inilah pendapat yang juga dipilih oleh Imam ath-Thabari dalam tafsirnya. Hayatan
thayyibah adalah qanaah. Mengapa? Ketika kita melihat orang-orang yang beriman, di
antara mereka ada yang diberikan harta yang banyak. Ada yang mendapat harta yang
sedikit. Ada yang sedang dan ada yang susah. Namun ada satu hal yang mereka
sepakat di dalamnya, yaitu sama-sama qanaah. Baik dia kaya, sedang, atau miskin,
mereka semua qanaah. 

Karena itu, jangan menyangka bahwa kehidupan yang baik itu artinya banyaknya harta.
Banyak harta tidak menjamin seseorang menjadi Bahagia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

‫ َﻭ َﻟِﻜ َّﻦ اﻟِﻐ َﻨﻰ ِﻏ َﻨﻰ اﻟَّﻨْﻔ ِﺲ‬، ‫َﻟْﻴَﺲ اﻟﻐﻨﻰ َﻋ ْﻦ َﻛ ْﺜَﺮ ِﺓ اﻟَﻌَﺮ ِﺽ‬

“Hakikat kaya bukan dari banyaknya harta. Namun kekayaan hati.” [HR. al-Bukhari].

Ketika seseorang qanaah, apapun kondisinya dia akan bahagia. Seandainya seseorang
memiliki harta yang banyak tidak memiliki sifat qanaah, maka dia tidak akan bahagia.
Lihatlah orang-orang kaya yang tidak dianugerahi dengan qanaah, mereka hidup dalam
kesengsaraan. Terkadang di hadapan mereka ada makanan yang terlezat, ada tempat
tidur yang paling nyaman, namun mereka sulit untuk makan dan sulit untuk tidur. Pikiran
mereka selalu mengikuti perkembangan dunia. Apa yang tengah terjadi. Si fulan sudah
sampai tahap apa. Selalu tidak pernah puas.

Terkadang kita bertemu dengan orang kaya, lalu dia bercerita. Dia akan menyampaikan
tentang kesulitan kehidupan dunia. Berbicara tentang kondisi perusahaannya yang repot.
Keuangannya yang sulit. Tentang masalah ini dan itu. Banyak dia ceritakan. Karena dia
orang kaya. Seakan dia sedang sengsara, padahal dia kaya raya. Kita akan melihat
bagaimana kesulitan yang terkumpul di dalam kepalanya.

Sebaliknya, terkadang kita bertemu dengan seorang yang miskin. Rumahnya sederhana.
Motornya butut. Tapi kalau kita bertanya dia senantiasa mengatakan, “Alhamdulillah..
alhamdulillah.. alhamdulillah..” Mulai dia menceritakan baru punya ini. Baru pergi dari
sana. Padahal dia miskin. Kalau kita mendengar ceritanya seakan-akan dia memiliki
segalanya. Dia raja yang tinggal di istana. Imam asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan,

‫إَذ ا َم ا ُك ْنَت َذ ا َقْلٍب َقُنْو ٍع ** َفَأْنَت َوَم اِلُك الُّدْنَيا َس َو اُء‬

3/8
“Manakala sifat Qanâ’ah senantiasa ada pada dirimu ** Maka antara engkau dan raja
dunia, sama saja.”

Mengapa? Karena kalau seseorang qanaah, dia sudah puas. Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ َو َقَّنَع ُه اُهَّلل بما آَتاُه‬،‫ َو ُر ِز َق َكَفاًفا‬، ‫َقْد َأْفَلَح َم ن َأْس َلَم‬.

“Sungguh beruntung seseorang yang memeluk Islam. Lalu ia diberi rezeki yang tidak
berlebihan. Dan dia menerima dengan apa yang Allah anugerahkan kepadanya.” [HR.
Muslim].

Barangsiapa yang telah meraih sifat qanaah. Ia akan merasakan banyak kelezatana. Di
antarnaya:

Pertama: dia akan Bahagia. Hatinya menjadi tentram. Apa yang Allah berikan kepadanya
dia syukuri.

Kedua: dia tidak akan hasad. Dia lihat orang lain punya kekayaan, dia santai tidak
terpengaruh. Ketika ada seseorang yang cerita kepadanya, “Si Fulan, sudah punya ini
dan itu.” Dia komentari, “Alhamdulillah, semoga dia menjadi seorang yang bersyukur.”
Dia doakan. Tidak ada hasad. Tidk ada jengkel. Mengapa? Dia qanaah.

Dia tidak sibuk memperhatikan kondisi orang lain sudah sampai tahap mana. Dia santai.
Focus dengan dirinya. Dia Bahagia. Dia qanaah. Dia memperoleh kebahagiaan yang di
harapkan. 

Ketiga: dia ridha dengan apa yang Allah berikan kepadanya. Apa yang Allah berikan
kepadanya dia ridha. Dan dengan apa yang Allah berikan kepada orang lain pun dia
ridha dengan pembagian tersebut. Inilah qanaah.

Syarat untuk mendapatkan qanaah ini, seseorang harus beriman dan beramal shaleh.
Barulah Allah akan memberikan sifat qanaah ke dalam dirinya. 

‫ َو َأْس َتْغ ِفُر اَهلل ِلي َو َلُك ْم ِم ْن ُكِّل َذ ْنٍب ؛ َفِإَّنُه ُه َو اْلَغ ُفوُر الَّر ِح يُم‬،‫َأُقوُل َقْو ِلي َه َذ ا‬.

Khutbah Kedua:

‫ َو َأْش َه ُد َأَّن‬،‫ َو َأْش َه ُد َأَّال ِإَلَه ِإَّال اُهَّلل َتْعِظ يًم ا ِلَش اِنِه‬،‫ َو الُّش ْك ُر َلُه َع َلى َتْو ِفيِقِه َو اْمِتَناِنِه‬،‫اْلَح ْم ُد ِهلل َع َلى ِإْح َس اِنِه‬

‫ َوَس َّلَم‬،‫ َص َّلى اُهلل َع لْيِه َو َع َلى آِلِه َو َأْص َح اِبِه َو َأْع َو اِنِه‬،‫َنِبَّيَنا ُم َح َّم ًد ا َع ْبُد ُه َوَر ُس وُلُه الَّد اِع ي ِإَلى ِر ْض واِنِه‬
‫َتْس ِليًم ا َك ِثيًر ا‬..

4/8
‫ َأُّيَه ا اْلُمْس ِلُموَن ِاَّتُقْو ا اَهلل َتَع اَلى‬: ‫َأَّما َبْع ُد‬:

Ma’asyiral muslimin sidang shalat Jumat yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Setelah kita mengetahui keutamaan qanaah dan terpujinya sifat tersebut. Mungkin kita
bertanya bagaimana cara meraih sifat tersebut? 

Pertama: qanaah diraih dengan beriman dan beramal shaleh. 

Sebagaiman firman Allah yang mempersyaratkan demikian,

‫َٰص‬
‫َم ْن َع ِم َل ِلًح ا ِّم ن َذ َك َأْو ُأنَثٰى َو ُه َو ُمْؤ ِم ٌن َفَلُنْح َيَّنُه ۥ َح َيٰوًة َط ِّيَبًة‬ 
‫ِي‬ ‫ٍر‬

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya qanaah.” [Quran
An-Nahl: 97]

Kedua: dia berusaha menghitung-hitung nikmat Allah yang ada pada dirinya. 

Nikmat Allah yang dia kecap sangatlah banyak. Nikmat kesehatan, nikmat keluarga,
nikmat anak-anak, nikmat keluarga, nikmat pergi ke masjid, nikmat bisa beribadah, dll.
banyak kenikmatan yang dia rasakan. Sebagaimana yang Allah sampaikan,

‫َٰس‬ ‫۟ا‬
‫َو ِإن َتُع ُّد و ِنْعَم َت ٱِهَّلل اَل ُتْح ُص وَه آ ِإَّن ٱِإْلن َن َلَظ ُلوٌم َك َّفاٌر‬

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” [Quran
Ibrahim: 34].

Bahkan bisa kita katakana, seandainya penduduk dunia semuany berkumpul untuk
menghitung nikmat Allah yang ada pada diri kita, mereka tidak akan mampu. Karena
nikmat Allah tidak ada penghujungnya. Kalian tidak akan mampu menghitung-hitungnya.

Jangan kita menjadi seseorang yang hanya ingat dengan musibah namun lupa dengan
nikmat-nikmat Allah. 

‫َٰس‬
‫ِإَّن ٱِإْلن َن ِلَر ِّبِهۦ َلَكُنوٌد‬

“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya.”
[Quran Al-Adiyat: 6]

5/8
Kata Hasan al-Bashri tatkala menafsirkan ayat ini, 

‫َيْذُك ُر الَمَص اِئَب َو َيْنَس ى الِنَعَم‬

“Manusia banyak mengingat-ingat musibah dan melupakan nikmat-nikmat.”

Kedua: selalu melihat ke bawah dalam urusan dunia. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫اْنُظ ُر وا ِإَلى َم ْن ُه َو أْس َفَل ِم ْنُك ْم َو َال َتْنُظ ُر وا ِإَلى َم ْن ُه َو َفْو َقُك ْم ؛ َفُه َو أْج َدُر أْن َال َتْز َدُر وا ِنْعَم َة اهلل‬

‫))َع َلْيُك ْم‬.

“Lihatlah siapa yang berada di bawah kalian, dan jangan melihat orang yang berada di
atas kalian. Sebab yang demikian lebih patut agar kalian tidak memandang remeh nikmat
Allah atas kalian.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

Betapapun kondisi kita, pasti ada yang lebih para dari kita. seandainya seseorang hanya
bisa melihat dengan satu mata, ketahuilah ada orang yang buta. Seandainya ada
seseorang yang masih ngontrak rumah, maka ada orang yang tidak jelas tinggal dimana.
Bahkan ada orang tinggal di pengungsian. Kalau kita hanya berjalan kaki karena tidak
memiliki kendaraan, maka ada orang yang tidak mampu untuk berjalan. Karena tak
memiliki kaki. Dan masih banyak lagi ketika kita melihat ke bawah.

Kalau seandainya seseorang yang penghasilannya kecil, masih banyak orang yang
penghasilannya lebih kecil bahkan tidak memiliki penghasilan. Dengan senantiasa
melihat ke bawah, kita akan memiliki sifat qanaah dan senantiasa bersyukur kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketiga: hal lainnya yang membantu kita untuk qanaah adalah meyadari bahwa dunia ini
hanyalah sementara. Bukan tempat tinggal selama-lamanya.

Apa yang akan kita kejar di dunia ini? Itu semua akan kita tinggalkan selama-lamanya.
Lihatlah sebagian orang, tatkala mereka sudah berhasil mengumpulkan harta yang
sangat banyak kemudian dia tinggalkan. Dia letih mengumpulkan harta. Namun
perhatikan, kita tidak dilarang mencari harta, tapi yang jadi pembahasan kita adalah kita
qanaah. Berapapun kita dapatkan kita merasa puas dengan pembagian Allah. Dialah
yang lebih mengetahui apa yang terbaik untuk kemaslahatan kita.

Bisa jadi tatkala kita diberikan harta yang banyak kita akan lupa diri, kita akan sombong.
Dan itu menyebabkan kita masuk ke dalam neraka. Bisa jadi kita bermaksiat, karena
memiliki harta yang banyak. Kita terima apa yang takdirkan dan anugerahkan kepada
kita.  

6/8
Keempat: menyadari bahwasanya balasan yang sesungguhnya adalah di surga bukan di
dunia. 

Balasan yang sesungguhnya diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman adalah
nanti di surga di akhirat kelak. Itulah balasan yang sesungguhnya. Bergaullah dengan
orang-orang yang qanaah. Jangan bergaul dengan orang-orang yang selalu bercerita
tentang dunia. Tentang tas brandit. Jam brandit. Tentang mobil mewah. Pembicaraan
selalu tentang dunia. 

Hati kita lemah, tatkala kita selalu berbicara dengan orang yang selalu membahas dunia,
hati kita akan terpengaruh. Akhirnya kita tidak pernah bahagia dengan apa yang Allah
anugerahkan kepada kita.

Sebagian orang kaya, mungkin kita lihat dia kaya raya, tapi betapa banyak bagian yang
Allah ambil dari dirinya. Sebagian orang bisa jadi dia kaya raya, tapi bisa jadi istrinya
tidak taat. Istri kita taat pada kita, misalnya. Bisa jadi anak-anaknya tidak berbakti
sementara anak-anak kita berbakti. Orang hanya melihat dari sisi dunia. Karena itu,
jangan hanya melihat dari sisi apa yang Allah berikan padanya, tapi juga perhatikan apa
yang Allah ambil darinya. Bisa jadi yang Allah ambil darinya lebih banyak dari apa yang
Allah berikan kepadanya. 

Seseorang tidak perlu melirik sana-sini, tapi jadilah orang yang menerima dengan apa
yang Allah berikan kepadanya. 

﴿،]56 :‫ِإَّن اَهلل َوَم الِئَك َتُه ُيَص ُّلوَن َع َلى الَّنِبِّي َيا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا َص ُّلوا َع َلْيِه َوَس ِّلُموا َتْس ِليًم ا﴾ [األحزاب‬
‫ «َم ْن َص َّلى َع َلَّي َص الًة َو اِح َد ًة َص َّلى اُهلل َع َلْيِه ِبَه ا َع ْش ًر ا» [َر َو اُه ُمْس ِلم‬: ‫]َو َقاَل ‏َص َّلى اُهَّلل َع َلْيِه َوَس َّلَم‬.

، ‫َالَّلُه َّم َص ِّل َع َلى ُم َح َّمٍد َو َع َلى آِل ُم َح َّمٍد َك َم ا َص َلْيَت َع َلى ِإْبَر اِه ْيَم َو َع َلى آِل ِإْبَر اِه ْيَم ِإَّنَك َح ِمْيٌد َم ِج ْيٌد‬
‫ َو اْر َض‬. ‫َو َباِر ْك َع َلى ُم َح َّمٍد َو َع َلى آِل ُم َح َّمٍد َك َم ا َباَر ْك َت َع َلى ِإْبَر اِه ْيَم َو َع َلى آِل ِإْبَر اِه ْيَم ِإَّنَك َح ِمْيٌد َم ِج ْيٌد‬

، ‫ َو ُع ْثَم اَن ِذْي الُنْو َر ْيِن‬، ‫ َو ُع َمَر الَفاُر ْو ِق‬، ‫الَّلُه َّم َع ِن الُخ َلَفاِء الَّر اِش ِدْيَن اَألِئَّمِة الَم ْهِد ِيْيَن َأِبْي َبْك ِر الِّص ِّد ْيِق‬
‫َل‬ ‫َت‬ ‫َت‬ ‫َأ‬ ‫َّل‬ ‫َأ‬
‫ َو َع ِن ال اِبِعْيَن َوَم ْن ِبَع ُه ْم ِبِإْح َس اٍن ِإ ى َيْو ِم‬، ‫ َو اْر َض ال ُه َّم َع ِن الَّص َح اَبِة ْج َم ِعْيَن‬،‫َو ِبي الَح َس َنْيِن َع ِلي‬
‫ َو َع َّنا َمَع ُه ْم ِبَم ِّنَك َو َك َر ِم َك َو ِإْح َس اِنَك َيا َأْك َر َم اَألْك َر ِمْيَن‬، ‫الِّد ْيِن‬.

‫ َو َأِذ َّل‬، ‫ َالَّلُه َّم َأِع َّز ا ْس اَل َم َو اْلُمْس ِلِمْيَن‬، ‫ َالَّلُه َّم َأِع َّز ا ْس اَل َم َو اْلُمْس ِلِمْيَن‬، ‫َالَّلُه َّم َأِع َّز ا ْس اَل َم َو اْلُمْس ِلِمْيَن‬
‫ِإل‬ ‫ِإل‬ ‫ِإل‬
‫ َالَّلُه َّم آِم َّنا ِفي َأْو َط اِنَنا‬، ‫ َو اْح ِم َح ْو َز َة الِّد ْيِن َيا َر َّب الَع اَلِمْيَن‬، ‫ َو َد ِّمْر َأْع َداَء الِّد ْيَن‬، ‫الِش ْر َك َو الُم ْش ِر ِكْيَن‬
‫ َالَّلُه َّم َو ِّفْق‬، ‫َو َأْص ِلْح َأِئَّم َتَنا َو ُو اَل َة ُأُم ْو َنا َو اْج َع ْل ِو اَل َيَتَنا ِفْيَم ْن َخ اَفَك َو اَّتَقاَك َو اَّتَبَع َض اَك َيا َر َّب الَع اَلِمْيَن‬
‫ِر‬ ‫ِر‬

7/8
‫ْك‬ ‫َذ اَل‬ ‫َأ‬ ‫َأْق‬ ‫َتْق‬ ‫َأ ْنُه َل‬ ‫َت‬ ‫ُت‬ ‫َأ‬
‫َو ِلَي ْم ِر َنا ِلَم ا ِح ُّب َو ْر َض ى َو ِع َع ى الِبِّر َو ال َو ى َوَس ِد ْد ُه ِفي َو اِلِه َو ْع َم اِلِه َيا ا الَج ِل َو اِإل َر اِم‬
‫‪َ ،‬الَّلُه َّم َو ِّفْق َج ِمْيَع ُو اَل َة َأْم ِر الُمْس ِلِمْيَن ِلْلَعَم ِل ِبِك َتاِبَك َو اِّتَباِع ُس َّنَة َنِبِّيَك صلى اهلل عليه وسلم ‪َ ،‬و اْج َع ْلُه ْم‬
‫َر ْأَفًة َع َلى ِع َباِد َك الُمْؤ ِمِنْيَن‬

‫‪َ  .‬و َلِذ ْك ُر اِهَّلل َأْك َبُر َو اُهَّلل َيْع َلُم َم ا َتْص َنُعوَن ‪ِ ،  ‬ع َباَد اِهلل ‪ُ :‬اْذُك ُر ْو ا اَهلل َيْذُك ْر ُك ْم ‪َ ،‬و اْش ُك ُر ْو ُه َع َلى ِنَع ِمِه َيِز ْد ُك ْم‬

‫‪Ditranskrip dari Khotbah Jumat Ustadz DR. Firanda Andrija hafizhahullah‬‬

‫‪Artikel www.KhotbahJumat.com ‬‬

‫‪8/8‬‬

Anda mungkin juga menyukai