Anda di halaman 1dari 4

،‫الد ْنيَا َوالدِّيْ ِن‬ ُّ ‫ َوبِِه نَ ْستَعِنْي ُ َعلَى ُُأم ْو ِر‬، َ ‫ب الْ َعالَ ِمنْي‬ ِّ ‫احْلَ ْم ُد لِٰلّ ِه َر‬

‫ نَبِِّينَا حُمَ َّم ٍد‬، َ ‫ف اَأْلنْبِيَ ِاء َوالْ ُم ْر َسلِنْي‬ِ ‫الساَل م علَى َأ ْشر‬
َ َ ُ َّ ‫َوالصَّاَل ةُ َو‬
‫َأص َحابِِه َوالتَّابِعِنْي َ َو َم ْن تَبِ َع ُه ْم‬ ِِ ِ
ْ ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َو َعلَى اٰله َو‬ َ
ِ ٍ ‫بِِإحس‬
َ ْ‫ َأ ْش َه ُد َأ ْن اَل ِإٰلهَ ِإاَّل اهللُ َو ْح َدهُ اَل َش ِري‬،‫ان ِإىَل َي ْوم الدِّيْ ِن‬
‫ك‬ َْ
 ُ‫َأن َسيِّ َدنَا حُمَ َّم ًدا َعْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬ َّ ‫ َوَأ ْش َه ُد‬. ‫ك احْلَ ُّق اْملبِنْي‬ ِ
ُ ‫لَهُ الْ َمل‬
ِ ُِ ِ
‫ اَّت ُقوا اهللَ َح َّق‬.‫ ََّأما َب ْع ُد َفيَاَأيُّ َها احْلَاضُر ْو َن‬  ُ ‫ص ِاد ُق الْ َو ْعد اَْألمنْي‬
ِ
َ
‫ال اهللُ َت َعاىَل َواِ ْن َتعُد ُّْوا‬ َ ‫ َف َق‬.‫ُت َقاتِِه َواَل مَتُْوتُ َّن ِإاَّل َوَأْنتُ ْم ُم ْسلِ ُم ْو َن‬
‫ص ْو َهاۗ اِ َّن ال ٰلّهَ لَغَ ُف ْوٌر َّر ِحْي ٌم‬ ِٰ ِ
ُ ْ‫ ن ْع َمةَ اللّه اَل حُت‬ 
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Adalah sebuah kewajiban bagi khatib di setiap khutbahnya untuk senantiasa


berwasiat dan mengingatkan jamaah, wabil khusus kepada diri khatib sendiri,
untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Takwa akan
menjadi seperti pagar yang mencegah kita dari perbuatan melanggar perintah-
Nya sekaligus akan menjadi motivator kita untuk senantiasa menaati dan
mengerjakan segala perintah-Nya. Takwa itu sendiri adalah:
ِ ِ
ِ ‫اهرا وب‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫اهلل و‬ ِ ِ ُ َ‫ امتِث‬ 
  ‫اطنًا‬ ْ َ ‫ال ََأوام ِر‬
َ َ ً َ‫اجتنَاب َن َواهْيه سًّرا َو َعاَل نيَّةً ظ‬ ْ
“Kita mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, baik
dalam suasana sunyi maupun ramai, dalam dhahir maupun dalam batin.”  
Pada momentum mulia kali ini juga, mari kita senantiasa meningkatkan rasa
syukur kepada Allah swt yang telah memberi karunia hidup dan nikmat rezeki
yang tidak bisa dihitung satu per satu. Rasa syukur ini merupakan satu bentuk
tahu diri dan terima kasih kepada Allah sekaligus akan semakin menguatkan
kesadaran bahwa hanya Allah swt lah sang pemberi rezeki dan dzat yang paling
kuasa atas kehidupan kita selama di dunia ini. Semua yang kita miliki di dunia ini
sejatinya adalah titipan yang sewaktu saat akan diambil oleh sang pemilik yang
hakiki dan abadi yakni Allah swt.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Syukur ini tidak hanya diwujudkan melalui ucapan kata-kata saja. Namun lebih
dari itu, harus mampu kita wujudkan secara nyata dalam kehidupan kita sehari-
hari. Karena memang sudah menjadi tuntunan agama Islam agar umatnya
mewujudkan syukur dengan tiga hal yakni syukur bil janan (syukur dalam hati),
syukur bil lisan (syukur dengan ucapan), dan syukur bil arkan (syukur dengan
tindakan). Kita tak boleh menjadi insan yang kufur terhadap nikmat nyata yang
telah dianugerahkan-Nya. Allah pun telah mengingatkan kita dalam Al-Qur’an
Surat Ar-Rahman melalui sebuah ayat yang diulang-ulang sebanyak 31 kali agar
kita tidak ingkar kepada nikmatnya yang agung. Ayat tersebut berbunyi:

‫ي اٰاَل ۤ ِء َربِّ ُك َما تُ َك ِّذ ٰب ِن‬


ِّ َ‫ فَبِا‬ 
Artinya: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”  
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Di antara wujud syukur bil arkan atau syukur dalam tindakan bisa kita lakukan
dengan cara berbagi nikmat yang kita dapatkan kepada orang atau pihak lain.
Seperti saat kita bahagia mendapatkan nikmat rezeki berupa harta benda, kita
bisa mengambil sebagian dari rezeki tersebut untuk kemudian diberikan kepada
orang lain. Langkah ini tentu akan membuat orang lain bahagia dan juga akan
semakin menjadikan diri kita bertambah lebih bahagia lagi.  

Kita pun sebenarnya tak perlu khawatir jika berbagi rezeki dengan orang lain,
rezeki kita akan berkurang. Kita perlu sadari bahwa rezeki bukanlah matematika
yang secara logika 1 - 1 = 0. Namun justru sebaliknya, rezeki adalah kehendak
Allah semata yang terkadang kita alami sendiri 1 - 1 bisa menjadi 11.

Rasulullah saw pun telah bersabda yang diriwayatkan HR Muslim:

‫ص َدقٍَة‬ ِ ُ ‫ ما َن َقص م‬ 


َ ‫ال م ْن‬ َ َ َ
Artinya: “Harta tidak berkurang karena bersedekah.”  
Dalam hadits lain disebutkan:  

 ‫َأح َس َن اهللُ َعَّز َو َج َّل اخْلِاَل فَةَ َعلَى‬


ْ ‫الص َدقَةَ ِإاَّل‬
َّ ‫َأح َس َن َعْب ٌد‬
ْ ‫َما‬
‫تِْر َكتِ ِه‬
Artinya: “Tidaklah seorang hamba memperbaiki sedekahnya kecuali Allah
memperbaiki pengganti atas harta tinggalannya.” (HR Ibnu al-Mubarak).  

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Kekhawatiran berkurangnya rezeki, jika dibagikan pada orang lain, tentu sangat
tidak beralasan. Hal ini karena Allah swt pun telah menyebutkan dalam Al-Qur’an
bahwa rezeki yang ia berikan bukan hanya dari kita bekerja saja. Allah memberi
rezeki kepada siapa saja yang dikehendakinya dari jalan yang tidak disangka-
sangka. Sebagaimana disebutkan dalam Surat At-Thalaq ayat 3:

  ۗٗ‫بۗ َو َم ْن يََّت َو َّك ْل َعلَى ال ٰلّ ِه َف ُه َو َح ْسبُه‬ ِ ُ ‫و ََّي ْر ُزقْهُ ِم ْن َحْي‬


ُ ‫ث اَل حَيْتَس‬
‫ اِ َّن ال ٰلّهَ بَالِ ُغ اَْم ِرهٖۗ قَ ْد َج َع َل ال ٰلّهُ لِ ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ْد ًرا‬ 
Artinya : “Dan Dia (Allah) memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-
sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya.
Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu,”.  

Ayat ini menjadi pegangan kita untuk menghilangkan kekhawatiran tentang


rezeki di dunia. Allah lah sejatinya yang memiliki skenario rezeki dalam hidup
kita. Kita tetap diperintahkan untuk berusaha dan kemudian menyerahkan
hasilnya kepada Allah swt. Hasil yang kita dapatkan pun sejatinya bukan melulu
karena hasil kerja keras kita. Semua itu sejatinya adalah kehendak dari Allah swt.
Buktinya bisa kita lihat dan amati bersama-sama dalam kehidupan nyata.
Terkadang kita melihat ada orang yang bekerja keras, siang malam, pergi pagi,
pulang sore, namun hasil yang didapatkan masih kalah dengan seseorang yang
terlihat santai dalam bekerja. Ini merupakan bukti bahwa rezeki adalah hak
prerogatif Allah swt.  
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dalam ayat lain di Al-Qur’an, Allah swt juga sudah menegaskan bahwa jika kita
memiliki harta dan menginfakkannya, terlebih infak di jalan Allah, maka akan
diganti oleh Allah dengan berlipat ganda. Hal ini termaktub dalam Surat al-
Baqarah ayat 261:

ٍ ِٰ ِ ِ
  ‫ت َسْب َع‬ ْ َ‫َمثَ ُل الَّذيْ َن يُْنف ُق ْو َن اَْم َواهَلُ ْم يِف ْ َسبِْي ِل اللّه َك َمثَ ِل َحبَّة اَنْۢبَت‬
‫ف لِ َم ْن يَّ َشاۤءُۗ َوال ٰلّ ُه‬ ِ ٰ ٍ ٍ
ُ ‫َسنَابِ َل يِف ْ ُك ِّل ُسْنُۢبلَة ِّماَئةُ َحبَّةۗ َواللّهُ يُضٰع‬
‫ َو ِاس ٌع َعلِْي ٌم‬ 
Artinya : “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti
sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus
biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas,
Maha Mengetahui.”  

Oleh karenanya, di penghujung khutbah ini, mari kita budayakan untuk saling
berbagi, bersedekah, dan berinfak dari rezeki yang telah Allah berikan agar kita
senantiasa mendapatkan keberkahan. Sekali lagi, jangan khawatir untuk berbagi
karena hakikat memberi adalah menerima.

  ‫ َو َن َف َعيِن ْ َوِإيَّا ُك ْم مِب َا فِْي ِه ِم َن‬، ِ‫بَ َار َك اهللُ يِل ْ َولَ ُك ْم يِف ْ الْ ُق ْراٰ ِن الْ َك ِرمْي‬
‫ َوَت َقبَّ َل اهللُ ِميِّن ْ َو ِمْن ُك ْم تِاَل َوتَهُ ِإنَّهُ ُه َو‬،‫الذ ْك ِر احْلَ ِكْي ِم‬ ِّ ‫ات و‬ ِ ‫ااْل ٰي‬
َ َ
‫الر ِحْي ُم‬َّ ‫اسَت ْغ ِفُر ْوهُ ِإنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬ ِ ِ َّ  
ْ ‫ َو‬،‫السمْي ُع الْ َعلْي ِم‬

Anda mungkin juga menyukai