Anda di halaman 1dari 10

KHUTBAH IDUL ADHA 2023 M/1444 H

KETELADANAN KELUARGA NABI IBRAHIM


Oleh: Departemen Dakwah, Pendidikan dan Advokasi FKAM

‫ َو ْم ْن‬،ُ‫ضلَّ لَه‬ ِ ‫ َم ْن يَ ْه ِد ِه هللا ُ فَال ُم‬،‫ت أ َ ْع َما ِلنَا‬


ِ ‫ور أ َ ْنفُ ِسنَا َو ِم ْن َسيِئ َا‬ ُ ‫ َونَعُوذ ُ بِاهللِ ِم ْن‬،ُ‫ نَ ْح َمدُهُ َونَ ْست َ ِعينُهُ َونَ ْست َ ْغ ِف ُره‬،ِ‫إِ َّن ْال َح ْمد هلل‬
ِ ‫ش ُر‬
َ ‫اَللَّ ُه َّم‬.ُ‫سولُه‬
‫ص ِل َو َس ِل ْم َعلَى نَ ِبيِنَا ُم َح َّم ٍد‬ َ ً ‫ َوأ َ ْش َهد ُ أ َ َّن ُم َح َّمدَا‬،ُ‫يك لَه‬
ُ ‫ع ْبدُهُ َو َر‬ َ ‫ َوأ َ ْش َهد ُ أ َ ْن ال ِإلَهَ ِإ َّال هللاُ َو ْحدُهُ ال ش َِر‬،ُ‫ِي لَه‬ َ ‫ضلُ ُل فَ َال هَاد‬ْ َ‫ي‬
ُ ‫ أ َ َّما َب ْعد‬.‫ان ِإلَى َي ْو ِم ْال ِق َيا َم ِة‬ َ ‫َو َعلَى آ ِل ِه َو‬
ٍ ‫ص ْح ِب ِه َو َم ْن تَبِ َع ُه ْم ِبإ ِ ْح َس‬

ِ ‫ أ ُ ْو‬،ِ‫ِعبَادَ هللا‬
ُ ‫صيْ ُك ْم َونَ ْف ِس ْي بِت َ ْق َوى هللاِ َع َّز َو َج َّل َحي‬
:‫ْث قَا َل‬

‫هللا َح َّق تُقَاتِ ِه َوالَ ت َ ُم ْوت ُ َّن ِإالَّ َوأ َ ْنت ُ ْم ُّم ْس ِل ُم ْو َن‬
َ ‫َيا أَيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬

‫سولَهُ فَقَدْ فَازَ فَ ْو ًزا َع ِظي ًما‬ َ َّ ‫ص ِل ْح لَ ُك ْم أ َ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغ ِف ْر لَ ُك ْم ذ ُنُوبَ ُك ْم َو َم ْن ي ُِط ِع‬
ُ ‫َّللا َو َر‬ َ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬
ْ ُ‫َّللا َوقُولُوا قَ ْو ًال َسدِيدًا ي‬

َ ْ‫ َو ُكل ُمحْ دَث َ ٍة بِد‬،‫ َوشَر اْأل ُ ُم ْو ِر ُم ْحدَثَات ُ َها‬،‫صلى هللا َعلَ ْي ِه َو َسل َم‬
‫عةٌ َو ُكل‬ ِ ‫ َو َخي َْر ْال َهد‬،ِ‫َاب هللا‬
ُ ْ‫ْى َهد‬
َ ‫ى ُم َحم ٍد‬ ِ ‫صدَقَ ْال َح ِد ْي‬
ُ ‫ث ِكت‬ ْ َ ‫فَأِن أ‬
‫ أ َ َّما بَ ْعد‬.‫ار‬ َ ‫ َو ُكل‬،ً‫ضالَلَة‬
ِ ‫ضالَلَ ِة فِي الن‬ َ ‫بِدْ َع ٍة‬

Jama'ah Shalat Idul Adha Rahimani Wa Rahimakumullah..

Segala puji bagi Allah ‫ﷻ‬, Rabb semesta alam, yang telah mencurahkan kenikmatan dan karunia-
Nya yang tak terhingga dan tak pernah putus sepanjang zaman kepada makhluk-Nya. Baik yang
berupa kesehatan, kesempatan sehingga pada kali ini kita dapat menunaikan ibadah shalat iedul
Adha pada tahun ini 1444 H.

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada pemimpin dan suri tauladan kita Nabi
Muhammad ‫ﷺ‬, dengan perjuangan beliau, cahaya Islam ini sampai kepada kita, sehingga kita
terbebas dari kejahilan, dan kehinaan. Dan semoga shalawat serta salam juga tercurahkan kepada
keluarganya, para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Pada kesempatan berbahagia kali ini tidak lupa khatib wasiatkan kepada diri khatib pribadi dan
kepada kaum muslimin sekalian, agar kita selalu meningkatkan kualitas iman dan takwa kita,
karena iman dan takwa adalah sebaik-baik bekal untuk menuju kehidupan hakiki di akhirat
kelak.

ُ‫َّللاُ أ َ ْكبَ ُر َو ِ ََّلِلِ ْال َح ْمد‬


َّ ‫َّللاُ أ َ ْكبَ ُر‬ َّ ‫َّللاُ أ َ ْكبَ ُر َّللاَّ ُ أ َ ْكبَ ُر َّللاَّ ُ أ َ ْكبَ ُر َال إلَهَ َّإال‬
َّ َ ‫َّللاُ َو‬ َّ ‫َّللاُ أ َ ْكبَ ُر‬
َّ ‫َّللاُ أ َ ْكبَ ُر‬
َّ ‫َّللاُ أ َ ْكبَ ُر‬
َّ ‫َّللاُ أ َ ْكبَ ُر‬
َّ

Jama'ah Shalat Iedul Adha Rahimani Wa Rahimakumullah..

Keluarga Nabi Ibrahim adalah keluarga yang shalih. Sang ayah, yaitu Ibrahim, serta istri dan
kedua putranya, semuanya adalah hamba-hamba yang shalih. Shalih artinya memenuhi hak Allah
dan hak sesama hamba. Keshalihan tidak akan dicapai kecuali dengan ilmu dan amal. Tanpa
ilmu, seseorang tidak akan mampu beramal dengan benar sesuai tuntunan syariat. Dan ilmu
tanpa amal tidak akan mendekatkan diri kepada Allah dan tidak akan mengantarkan seseorang
menjadi pribadi yang shalih.

Ada banyak sekali sisi keshalihan keluarga Nabi Ibrahim yang dapat kita teladani. Di antaranya
adalah hal-hal sebagai berikut.

Pertama, Nabi Ibrahim sangat kuat memegang teguh akidah dan syariat.

Allah ta’ala berfirman:

َ‫ص َرانِيًّا َّو ٰل ِك ْن َكانَ َحنِ ْيفًا ُّم ْس ِل ًم ۗا َو َما َكانَ ِمنَ ْال ُم ْش ِر ِكيْن‬
ْ َ‫َما َكانَ اِب ْٰر ِه ْي ُم يَ ُه ْو ِديًّا َّو َال ن‬

“Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, melainkan dia adalah
seorang yang memegang teguh Islam. Dia bukan pula termasuk (golongan) orang-orang
musyrik.” (QS Ali ‘Imran: 67)

Nabi Ibrahim sebagaimana nabi-nabi yang lain adalah ma’shum (selalu dijaga oleh Allah) dari
kufur atau syirik, dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil yang menunjukkan kehinaan jiwa, baik
sebelum maupun setelah diangkat menjadi nabi.

Nabi Ibrahim tidak pernah sedikit pun meragukan ketuhanan Allah. Beliau tidak pernah
menyembah selain Allah, tidak pernah menyembah bulan, bintang dan matahari. Nabi Ibrahim
tidak pernah menjual berhala bersama ayahnya. Nabi Ibrahim tidak pernah memintakan ampunan
dosa kepada Allah untuk ayahnya yang musyrik. Dan Nabi Ibrahim tidak pernah meragukan sifat
qudrah (Mahakuasa) Allah ta’ala. Beliau juga tidak pernah berdusta dalam setiap ucapannya.

Kedua, berdakwah dengan penuh hikmah.

Hal itu tercermin tatkala Nabi Ibrahim mengajak ayahnya untuk masuk ke dalam agama Islam
sebagaimana diceritakan dalam QS Maryam:

‫ت ِإنِي قَدْ َجا َءنِي ِم َن ْال ِع ْل ِم َما لَ ْم‬ ِ َ‫ يَا أَب‬.‫ش ْيئًا‬
َ ‫ع ْن َك‬ َ ‫ْص ُر َو َال يُ ْغنِي‬ ِ َ‫ِإذْ قَا َل ِأل َ ِبي ِه يَا أَب‬
ِ ‫ت ِل َم ت َ ْعبُدُ َما َال يَ ْس َم ُع َو َال يُب‬
ُ ‫ت ِإنِي أَخ‬
‫َاف‬ ِ َ‫ يَا أَب‬.‫صيًّا‬ َ ‫لرحْ ٰ َم ِن‬
ِ ‫ع‬ َّ ‫طانَ َكانَ ِل‬ َ ‫ش ْي‬ َ ‫ش ْي‬
َّ ‫طانَ ۖ ِإ َّن ال‬ ِ َ‫ يَا أَب‬.‫س ِويًّا‬
َّ ‫ت َال ت َ ْعبُ ِد ال‬ َ ‫طا‬ ً ‫ص َرا‬ ِ ‫ِك‬ َ ‫يَأْتِ َك فَات َّ ِب ْعنِي أ َ ْهد‬
‫ان َو ِليًّا‬
ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬
َّ ‫الر ْح ٰ َم ِن فَت َ ُكونَ ِلل‬ ٌ َ ‫عذ‬
َّ َ‫اب ِمن‬ َّ ‫أ َ ْن يَ َم‬
َ ‫س َك‬

Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah
sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?.
Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak
datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang
lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu
akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan.”
(QS Maryam ayat 42-45.)

Nabi Ibrahim dengan menjaga adab seorang anak kepada orang tuanya menjelaskan dengan
santun kepada ayahnya yang menyembah berhala bahwa berhala tidaklah dapat mendengar doa
penyembahnya dan tidak dapat melihat penyembahnya. Yang demikian itu, bagaimana mungkin
ia dapat memberi manfaat kepada penyembahnya, memberi rezeki kepadanya atau menolongnya.
Ibrahim mengajak ayahnya untuk menyembah kepada Allah semata, satu-satunya Tuhan yang
berhak dan wajib disembah.

Ketiga, berilmu, memiliki hujjah yang kuat dan ber-amar ma’ruf nahi munkar dengan penuh
keberanian.
Nabi Ibrahim telah diberi hujjah yang kuat oleh Allah ta’ala sehingga selalu dapat mematahkan
berbagai dalih yang dilontarkan oleh musuh-musuh Islam ketika berdebat. Allah ta’ala
berfirman:

‫ع ٰلى قَ ْو ِم ۗه‬
َ ‫َوتِ ْل َك ُح َّجت ُنَا ٓ ٰات َ ْي ٰن َها ٓ اِب ْٰر ِهي َْم‬
“Itulah hujjah yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya” (QS al-
An’am: 83).

Karena memiliki hujjah yang kuat inilah, Nabi Ibrahim berhasil membungkam para penduduk
daerah Harraan yang menganggap bulan, bintang dan matahari sebagai tuhan. Ibrahim
menjelaskan kepada mereka bahwa bulan, bintang, dan matahari tidak layak disembah karena
mereka adalah makhluk yang mengalami perubahan, terbit lalu tenggelam. Sesuatu yang berubah
dari satu keadaan ke keadaan yang lain pasti bukan tuhan. Karena sesuatu yang berubah pasti
membutuhkan kepada yang mengubahnya. Sesuatu yang membutuhkan kepada yang lain, berarti
ia lemah. Dan sesuatu yang lemah tidak mungkin disebut tuhan yang layak disembah. Perkataan
Nabi Ibrahim kepada kaumnya: ‫ هذا ربي‬seperti dikisahkan dalam Al Qur’an adalah dalam konteks
mendebat kaumnya dan menjelaskan bahwa bulan, bintang, dan matahari tidak layak disembah.
Allah ta’ala berfirman:

َ‫علَ ْي ِه اللَّ ْي ُل َرأَى ك َْو َكبًا قَا َل َهذَا َر ِبي فَلَ َّما أَفَ َل قَا َل َال أ ُ ِحبُّ ْاْل ِفلِين‬
َ ‫فَلَ َّما َج َّن‬

َ‫غا قَا َل َهذَا َربِي فَلَ َّما أَفَ َل قَا َل لَئِ ْن لَ ْم يَ ْه ِدنِي َربِي َأل َ ُكون ََّن ِمنَ ْالقَ ْو ِم الضَّالِين‬ ِ َ‫فَلَ َّما َرأَى ْالقَ َم َر ب‬
ً ‫از‬

ْ َ‫ازغَةً قَا َل َهذَا َر ِبي َهذَا أ َ ْكبَ ُر فَلَ َّما أَفَل‬


َ‫ت قَا َل يَا قَ ْو ِم ِإ ِني بَ ِري ٌء ِم َّما ت ُ ْش ِر ُكون‬ ِ َ‫س ب‬ َّ ‫فَلَ َّما َرأَى ال‬
َ ‫ش ْم‬

َ‫ض َحنِيفًا َو َما أَنَا ِم َن ْال ُم ْش ِركِين‬


َ ‫ت َو ْاأل َ ْر‬
ِ ‫اوا‬
َ ‫س َم‬ َ َ‫ي ِللَّذِي ف‬
َّ ‫ط َر ال‬ َ ‫ِإنِي َو َّج ْهتُ َو ْج ِه‬

“Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”,
tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam.
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan
itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku,
pastilah aku termasuk orang yang sesat. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia
berkata: “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”. Maka tatkala matahari itu terbenam, dia
berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi,
dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan.” (QS. Al-An’am: 76-79)

Perkataan tersebut tidak berarti Ibrahim menetapkan bulan, bintang, dan matahari sebagai tuhan.
Karena Nabi Ibrahim tidak pernah mengalami fase kebingungan mencari-cari Tuhan. Sebelum
perdebatan itu, bahkan sebelum diangkat menjadi nabi, beliau telah mengetahui dan meyakini
bahwa satu-satunya Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah. Dialah satu-satunya pencipta
segala sesuatu, Tuhan yang menghendaki terjadinya segala sesuatu dan yang berbeda dengan
segala sesuatu. Allah ta’ala berfirman:

َ‫َولَقَدْ ٰات َ ْينَا ٓ اِب ْٰر ِهي َْم ُر ْشدَ ٗه ِم ْن قَ ْب ُل َو ُكنَّا بِه ٰع ِل ِميْن‬
“Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum
(Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya.” (QS. Al Anbiya’: 51)

Perkataan Nabi Ibrahim: ‫ هذا ربي‬ketika melihat bulan, bintang dan matahari adalah bermakna
istifham inkari, yakni beliau bertanya kepada kaumnya dengan maksud mengingkari bukan
dengan tujuan menetapkan: “Inikah Tuhanku?”. Seakan-akan beliau ingin mengatakan: “Wahai
kaumku, inikah tuhanku seperti yang kalian sangka?. Ini jelas bukan tuhanku karena ia berubah,
terbit lalu terbenam. ”Demikianlah yang dikatakan oleh para ulama tafsir. Ibrahim adalah
seorang nabi yang ma’shum dari kemusyrikan sebelum maupun setelah menjadi nabi.

Keempat, dalam berjuang menegakkan agama Allah, tidak ada yang perlu ditakuti dan
dikhawatirkan. Rezeki telah diatur. Ajal sudah termaktub.

Hal itu dibuktikan ketika Raja Namrud hendak melemparkannya ke dalam api yang berkobar-
kobar, Nabi Ibrahim tidak gentar sedikit pun. Sebagaimana firman Allah ta’ala:

َ ‫س ٰلَ ًما‬
َ ‫علَ ٰ ٓى ِإب ٰ َْره‬
‫ِيم‬ ُ ‫قُ ْلنَا ٰيَن‬
َ ‫َار ُكونِى بَ ْردًا َو‬
“Kami berfirman: Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim” (Al
Anbiya’: 69)
Ia yakin sepenuhnya bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang memperjuangkan agama-
Nya.

Kelima, tawakal sepenuhnya kepada Allah tanpa meninggalkan ikhtiar.

Hal itu tercermin pada peristiwa di mana Nabi Ibrahim meninggalkan Ibunda Hajar dan Ismail
yang masih bayi di Makkah yang tandus dan tiada sumber air. Karena takwa dan tawakal yang
tertanam kuat di hati Ibrahim dan Hajar, akhirnya Ibrahim meninggalkan keduanya karena
menjalankan perintah Allah, dan Hajar rela ditinggal di tempat itu.

Keenam, bersegera menjalankan perintah Allah, seberat dan sebesar apapun resikonya.

Setelah penantian yang begitu panjang, akhirnya Allah mengaruniakan kepada Ibrahim seorang
putra yang kemudian diberi nama Ismail. Putra yang sangat dicintainya itu setelah tumbuh
menjadi seorang remaja, Ibrahim diperintahkan Allah untuk menyembelihnya.

Dengan ketundukan yang total kepada Allah, Ibrahim bersegera menjalankan perintah itu tanpa
ada keraguan sedikit pun. Sang putra juga menyambut perintah itu dengan kepasrahan yang total
tanpa ada protes sepatah kata pun. Maa syaa Allah!. Sebuah potret keluarga shalih yang lebih
mengutamakan perintah Allah dibandingkan dengan apa pun selainnya. Ayah dan anak saling
menolong dan menyemangati untuk melaksanakan perintah Allah. Dialog indah antara keduanya
terekam dalam al-Qur’an sebagaimana dikisahkan oleh Allah:

ُ ‫ي اِنِ ْٓي ا َ ٰرى فِى ْال َمن َِام اَنِ ْٓي اَذْبَ ُح َك فَا ْن‬
‫ظ ْر َماذَا ت َٰر ۗى‬ َّ َ‫قَا َل ٰيبُن‬
“..... Ibrahim berkata: “Duhai putraku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?” (QS ash-Shaffat: 102).

Sebagaimana kita tahu bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Sedangkan perkataan Nabi
Ibrahim kepada putranya, “Maka pikirkanlah apa pendapatmu?,” bukanlah permintaan pendapat
kepada putranya apakah perintah Allah itu akan dijalankan ataukah tidak, juga bukanlah sebuah
keragu-raguan. Nabi Ibrahim hanya ingin mengetahui kemantapan hati putranya dalam
menerima perintah Allah subhanahu wa ta’ala.
Lalu dengan kemantapan dan keteguhan hati, Nabi Ismail menjawab dengan jawaban yang
menunjukkan bahwa kecintaannya kepada Allah jauh melebihi kecintaannya kepada jiwa dan
dirinya sendiri:

َ‫ص ِب ِريْن‬ ‫ست َِجدُنِ ْٓي ا ِْن ش َۤا َء ه‬


‫َّللاُ ِمنَ ال ه‬ َ ‫ت ا ْفعَ ْل َما تُؤْ َم ۖ ُر‬
ِ َ‫قَا َل ٰيٓاَب‬

Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu
akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. As Shaffat: 102)

Jawaban Ismail yang disertai “In syaa Allah” menunjukkan keyakinan sepenuh hati dalam
dirinya bahwa segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allah. Apa pun yang dikehendaki Allah
pasti terjadi, dan apa pun yang tidak dikehendaki Allah pasti tidak akan terjadi.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamdu..

Jama'ah Shalat Iedul Adha Rahimani Wa Rahimakumullah..

Demi mendengar jawaban dari sang putra tercinta, Nabi Ibrahim lantas menciumnya dengan
penuh kasih sayang sembari menangis terharu dan mengatakan kepada Ismail:

‫علَى أ َ ْم ِر ه‬
ِ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ َ ‫نِ ْع َم ْالعَ ْو ُن أ َ ْن‬
َّ َ‫ت يَا بُن‬

“Engkaulah sebaik-baik penolong bagiku untuk menjalankan perintah Allah, duhai putraku.”

Nabi Ibrahim kemudian mulai menggerakkan pisau di atas leher Ismail. Akan tetapi pisau itu
sedikit pun tidak dapat melukai leher Ismail. Hal ini dikarenakan pencipta segala sesuatu adalah
Allah subhanahu wa ta’ala. Pisau hanyalah sebab terpotongnya sesuatu. Sedangkan pencipta
terpotongnya sesuatu dan pencipta segala sesuatu tiada lain adalah Allah ta’ala. Sebab tidak
dapat menciptakan akibat. Baik sebab maupun akibat, keduanya adalah ciptaan Allah subhanahu
wa ta’ala.

Berkat takwa, sabar dan tawakal serta ketundukan total yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan
Ismail serta Hajar, Allah kemudian memberikan jalan keluar dan mengganti Ismail dengan
seekor domba jantan yang besar dan berwarna putih yang dibawa malaikat Jibril dari surga. Hal
itu dikisahkan dalam Al Qur’an:

‫ع ِظ ٍيم‬ ٰ ُ ‫ِإ َّن ٰ َهذَا لَ ُه َو ٱ ْلبَ ٰلَٓؤُا ٱ ْل ُم ِب‬


ٍ ‫ َوفَدَ ْينَهُ بِ ِذب‬.‫ين‬
َ ‫ْح‬

“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar.” (QS ash-Shaffat: 106-107)

Demikinlah kisah potret ke-shalihan keluarga Nabi Ibrahim yang Allah ta’ala abadikan di dalam
Al Qur’an. Kisah tersebut sesungguhnya untuk kita pelajari dan kita renungi daripada
hikmahnya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamdu..


Jama'ah Shalat Iedul Adha Rahimani Wa Rahimakumullah..

Sebelum kita tutup khutbah `ied Adha pagi hari ini, saya wasiatkan kepada kaum wanita agar
menjadi wanita yang shalihah, taat kepada suami, mendidik anak-anaknya dengan sebaik-
baiknya, menjadikan contoh teladan ibunda Hajar dalam kehidupan, serta menjauhkan diri dan
keluarga dari berbagai kemaksiatan kepada Allah.

Untuk sempurnanya rangkaian ibadah Idul Adha kita pada pagi hari ini marilah kita bersama-
sama menengadahkan tangan untuk memohon doa kepada Allah. Semoga Allah
menganugerahkan kepada kita kekuatan untuk meneladani keshalihan Nabi Ibrahim dan
keluarganya.

َ ‫صلُّوا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
‫س ِل ُموا ت َ ْس ِلي ًما‬ َ ‫ يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا‬،ِ‫علَى النَّ ِبي‬
َ َ‫صلُّون‬ َ ُ‫َّللاَ َو َم َالئِ َكتَهُ ي‬
َّ ‫ِإ َّن‬
‫علَى‬ ِ َ‫ َوب‬.ٌ‫ ِإنَّ َك َح ِم ْيدٌ َم ِج ْيد‬،‫علَى آ ِل ِإب َْرا ِهي َْم‬
َ ‫ار ْك‬ َ ‫علَى ِإب َْرا ِهي َْم َو‬ َ ‫صلَّي‬
َ ‫ْت‬ َ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما‬ ِ ‫علَى‬َ ‫علَى ُم َح َّم ٍد َو‬ َ ‫ص ِل‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
ِ ‫علَى‬
ٌ‫ ِإنَّ َك َح ِم ْيدٌ َم ِجيْد‬،‫آل ِإب َْرا ِهي َْم‬ َ ‫علَى ِإب َْرا ِهي َْم َو‬ َ ‫ار ْك‬
َ ‫ت‬ َ َ‫علَى آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما ب‬
َ ‫ ُم َح َّم ٍد َو‬.
‫‪Ya Allah, pada hari ini kami baru saja menunaikan salah satu perintah-Mu, menunaikan shalat‬‬
‫‪Idul Adha sambil memuji kebesaran-Mu dan mensyukuri nikmat-Mu.‬‬

‫‪Kami menyadari sepenuhnya bahwa kami mempunyai kekurangan, kekhilafan, dan dosa‬‬
‫‪terhadap-Mu. Karena itu, ya Allah Yang Maha Pengampun, ampunilah segala dosa kami, yang‬‬
‫‪besar maupun yang kecil, yang disengaja maupun tidak, yang tampak maupun yang tersembunyi,‬‬
‫‪yang baru maupun yang lama, sehingga kami menjadi orang yang bersih, tanpa dosa, karena‬‬
‫‪Engkaulah Yang Maha Mengetahui apa yang kami lakukan.‬‬

‫‪Ya Allah, perkuatlah iman dan takwa kami, karena kami yakin, tidak ada yang dapat memberi‬‬
‫‪kekuatan kepada kami selain Engkau. Perkenankanlah segala permohonan kami, Aamiin yaa‬‬
‫‪Mujibassaa-ilin..‬‬

‫ْب الدَّع َْوةِ‬ ‫س ِم ْي ٌع قَ ِري ٌ‬


‫ْب ُم ِجي ُ‬ ‫اء ِم ْن ُه ْم َواأل َ ْم َوا ِ‬
‫ت ِإنَّ َك َ‬ ‫ت األَحْ يَ ِ‬ ‫الل ُه َّم ا ْغ ِف ْر ِل ْل ُم ْس ِل ِميْنَ َوالم ْس ِل َما ِ‬
‫ت َوالمؤْ ِمنِ ْينَ َوالمؤْ ِمنَا ِ‬

‫ش َما‬
‫اح َ‬‫ور‪َ ،‬و َج ِن ْبنَا ا ْلفَ َو ِ‬
‫ت ِإلَى النُّ ِ‬ ‫س َال ِم‪َ ،‬ون َِجنَا ِمنَ ُّ‬
‫الظلُ َما ِ‬ ‫سبُ َل ال َّ‬ ‫صلِحْ ذَ َ‬
‫ات بَ ْي ِننَا‪َ ،‬وا ْه ِدنَا ُ‬ ‫ف بَيْنَ قُلُو ِبنَا‪َ ،‬وأ َ ْ‬‫اللَّ ُه َّم أ َ ِل ْ‬
‫علَ ْينَا ِإنَّ َك أ َ ْن َ‬
‫ت‬ ‫ارنَا‪َ ،‬وقُلُو ِبنَا‪َ ،‬وأ َ ْز َو ِ‬
‫اجنَا‪َ ،‬وذُ ِريَّا ِتنَا‪َ ،‬وتُبْ َ‬ ‫ص ِ‬ ‫ار ْك لَنَا ِفي أ َ ْس َما ِعنَا‪َ ،‬وأ َ ْب َ‬
‫طنَ ‪َ ،‬وبَ ِ‬ ‫ظ َه َر ِمنْ َها َو َما بَ َ‬ ‫َ‬
‫علَ ْينَا‬ ‫الر ِحي ُم‪َ ،‬واجْ عَ ْلنَا شَا ِك ِرينَ ِل ِنعَ ِم َك ُمثْ ِنيْنَ بِ َها َ‬
‫علَ ْي َك‪ ،‬قَا ِبلِينَ لَ َها‪َ ،‬وأ َ ِت ِم ْم َها َ‬ ‫الت َّ َّو ُ‬
‫اب َّ‬

‫اب‬
‫س ُ‬‫ى َو ِل ْل ُمؤْ ِمنِينَ يَ ْو َم يَقُو ُم ٱ ْل ِح َ‬ ‫صلَ ٰوةِ َو ِمن ذُ ِريَّتِى ۚ َربَّنَا َوتَقَب َّْل دُ َ‬
‫عا ٓ ِء‪َ ،‬ربَّنَا ٱ ْغ ِف ْر ِلى َو ِل ٰ َو ِلدَ َّ‬ ‫ب ٱ ْجعَ ْلنِى ُم ِق َ‬
‫يم ٱل َّ‬ ‫َر ِ‬

‫اجنَا َوذُ ِريَّاتِنَا قُ َّرة َ أ َ ْعي ٍُن َواجْ عَ ْلنَا ِل ْل ُمتَّقِينَ ِإ َما ًما‬
‫َربَّنَا هَبْ لَنَا ِم ْن أ َ ْز َو ِ‬

‫اللَّ ُه َّم إنَّا نَسْأَلُ َك ال ُهدَى‪ ،‬والتُّقَى‪ ،‬والعَفَ َ‬


‫اف‪ ،‬وال ِغنَى‬

‫اب النَّ ِ‬
‫ار‬ ‫سنَةً َوقِنَا َ‬
‫عذ َ َ‬ ‫سنَةً َوفِي ْاْل ِخ َرةِ َح َ‬
‫َربَّنَا آتِنَا فِي الدُّ ْنيَا َح َ‬

‫ان ِإلَى يَ ْو ِم الديْن‬


‫س ٍ‬ ‫علَى آ ِل ِه َو َ‬
‫صحْ ِب ِه و َ َم ْن ت َ ِبعَ ُه ْم ِبإِحْ َ‬ ‫صلَّى هللاُ َ‬
‫علَى نَ ِب ِينَا ُم َح َّم ٍد َو َ‬ ‫َو َ‬

‫ب ْالعَالَ ِمينَ‬ ‫سلِينَ َو ْال َح ْمدُ ِ َّ ِ‬


‫َلِل َر ِ‬ ‫علَى ْال ُم ْر َ‬ ‫صفُونَ َو َ‬
‫سال ٌم َ‬ ‫ب ْال ِع َّزةِ َ‬
‫ع َّما يَ ِ‬ ‫س ْب َحانَ َربِ َك َر ِ‬
‫ُ‬

‫الص َّحةَ َو ْالعَافِيَةَ‪َ ،‬و َوفَّقَ ُك ْم ِل َخي ِْري الدُّ ْنيَا َو ْاْل ِخ َرةِ‬
‫علَ ْي ُك ُم ِ‬ ‫ال‪َ ،‬وأَدَ َ‬
‫ام َ‬ ‫صا ِل َح ْاأل َ ْع َم ِ‬
‫تَقَبَّ َل هللاُ ِمنَّا َو ِمنْ ُك ْم َ‬

Anda mungkin juga menyukai