Anda di halaman 1dari 4

َّ ‫ َوالَ عُدْ َوانَ ِإالَّ َعلَى‬، َ‫العاقِ َب ُة لِ ْل ُم َّتقِيْن‬

َ‫الظالِ ِميْن‬ َ ‫ َو‬، َ‫العالَ ِميْن‬


َ ‫ب‬ ِّ ‫ا ْل َح ْم ُد هللِ َر‬
َ‫الصالِ ِحيْن‬ َ َ‫ش َه ُد َأنْ الَ ِإلَ َه ِإالَّ هللاُ َو ْح َدهُ ال‬
َّ ‫ش ِر ْي َك لَ ُه َول ُِّي‬ ْ ‫َو َن‬

،ِ‫سالَ ُم ُه َعلَ ْيه‬ َ ‫صلَ َواتُ هللاِ َو‬ َ ، َ‫هللا َأ ْج َم ِعيْن‬


ِ ‫ضل ُ َخ ْل ِق‬ َ ‫س ْولُ ُه ِإ َما ُم اَألنبِيَاءِ َوا ْل ُم ْر‬
َ ‫ َوَأ ْف‬، َ‫سلِيْن‬ َ َّ‫ش َه ُد َأن‬
ُ ‫س ِّي َد َنا َو َنبِ َّي َنا ُم َح َّمداً َع ْب ُدهُ َو َر‬ ْ ‫َو َن‬
‫َأ‬ َ ُ َ ‫َأ‬
ِ ‫ ف َيا عِ َبا َد‬: ‫ َّما َب ْع ُد‬ .‫ان ِإلَى َي ْو ِم ال ِّد ْي ِن‬
‫ ِا َّتق ْواهللاَ َحقَّ ُتقاتِه َوالَ َت ُم ْو ُتنَّ ِاالَّ َو ْنـ ُت ْم‬   ‫هللا‬ ٍ ‫س‬ َ ‫ص ْح ِب ِه َوال َّت ِاب ِعيْنَ لَ ُه ْم بِِإ ْح‬ َ ‫َو َعلَى آلِ ِه َو‬
َ‫ُم ْسلِ ُم ْون‬
Sidang Jumat yang berbahagia

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Yang Maha Kuasa. Kita dapat berjumpa kembali
dengan “Sayyidul Ayyam” (induk dari segala hari), yakni hari Jumat ini. Bukan hanya usia yang
bertambah, Allah juga telah memberikan nikmat kesehatan, pekerjaan, keluarga dan nikmat-
nikmat lainnya yang tidak dapat kita hitung satu demi satu. Wabil khusus adalah nikmat
istiqamah dalam Islam dan Iman yang bersemayam di dalam jiwa kita.

Dengan nikmat Iman dan Islam itulah kita merasa ringan untuk melangkahkan kaki menyambut
seruan azan, datang memenuhi panggilan Allah, menunaikan shalat fardhu berjamaah. Dengan
nikmat Iman dan Islam itu pula, kita gemar melakukan amal kebajikan, bersedekah di jalan Allah
dan menolong sesama yang membutuhkan.

Untuk itulah marilah kita terus tingkatkan rasa syukur kita kepada Allah dengan senantiasa
istiqamah dalam takwa, dalam melaksanakan segala perintah Allah dan sunnah-sunah Nabi-Nya,
serta menjauhi segala larangan-Nya dan hal-hal yang tidak disukai Nabi-Nya.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Waktu berjalan begitu sangat cepat berlalu. Baru tahun kemarin berjalan, sekarang sudah akan
berganti tahun lagi. Seolah baru saja kita kecil, masa sekolah, sekarang sudah bekerja,
berkeluarga dan punya anak kecil.

Kita pun sebenarnya kesempatan waktu yang sama dari Allah, 24 jam dalam sehari semalam, 7
hari dalam sepekan, dan 12 bulan dalam setahun.

Hanya pertanyaannya adalah apakah hari-hari yang kita lalui itu membawa perubahan yang
lebih baik pada diri kita? Ataukah justru semakin hari malah semakin buruk, terutama dalam
amal ibadah. Sementara umur terus bertambah, batas jatah usia justru semakin berkurang.

Maka, akhir yang baik, atau Husnul Khotimah adalah menjadi harapan terbesar kita. Kita ingin
mengakhiri hidup sementara di dunia ini dalam keadaan bartauhid kepada Allah, dengan
kalimat Laa ilaaha illallaah, walaa tamuutunna illa wa antum muslimuun.

Untuk itu marilah kita melakukan muhasabah menghadapi masa-masa di hadapan.

Hadirin rahimakumullah

Allah mengingatkan kita di dalam ayat-Nya:

َ ‫سـوا هَّللا‬
ُ ‫س َما َقــدَّ َمتْ لِ َغـ ٍد َوا َّتقُــوا هَّللا َ ِإنَّ هَّللا َ َخ ِبــي ٌر ِب َمـا َت ْع َملُـونَ () َواَل َت ُكو ُنــوا َكالَّذِينَ َن‬
ٌ ‫َيا َأ ُّي َها الَّذِينَ َآ َم ُنوا ا َّتقُوا هَّللا َ َو ْل َت ْن ُظ ْر َن ْف‬
ُ َ ْ َ ‫ُأ‬
َ‫س ُه ْم ولِئ َك ُه ُم الفاسِ قون‬ ُ ْ ‫َأ‬
َ ‫سا ُه ْم نف‬ ْ ‫َأ‬
َ ‫ف ن‬  َ
Artinya:  “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah
kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada
mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Hasyr : 18-19).

Tentang pentingnya muhasabah atau evaluasi diri ini, Khalifah Umar bin Khattab pernah
berkata:

َ ‫س ُك ْم َق ْبل َ َأنْ ُت َحا‬


‫س ُب ْوا‬ َ ‫َحاسِ ُب ْوا َأ ْنفُ ْو‬
Artinya: “Hitung-hitunglah diri kalian sebelum kalian dihitung (oleh Allah)”.

Imam Ghazali dalam kitab  Ihya’ Ulûmuddîn menyamakan Muhasabah diri dengan pedagang


yang menghitung kerugian dan laba yang dihasilkan dalam satu rentang waktu tertentu. Ketika
keuntungan yang didapat, ia mensyukuri dan berusaha meningkatkannya. Demikian pun ketika
merugi, ia akan mencari penyebabnya dan berusaha untuk tidak mengulanginya pada masa yang
akan datang.

Begitulah, mukmin yang berakal seharusnya melakukan hal yang sama terhadap amal
perbuatannya di dunia selama ini.

Hal ini diingatkan oleh baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya:

َ ‫والعا ِج ُز مَنْ أ ْت َب َع َن ْف‬


‫س ُه هَواهَا َو َتم َّنى َعلَى هللاِ االَ َمان َِّي‬ َ ،‫ت‬ َ ‫س مَنْ دَ انَ َن ْف‬
ِ ‫ َو َع ِمل َ لِ َما بعدَ ال َمو‬، ‫س ُه‬ ُ ‫ال َك ِّي‬
Artinya: “Orang yang sempurna akalnya ialah yang mengoreksi dirinya dan bersedia beramal
sebagai bekal setelah mati. Dan orang yang rendah akalnya adalah orang yang selalu
memperturutkan hawa nafsunya dan ia mengharapkan berbagai angan-angan kepada Allah.”
(HR At-Tirmidzi).

Jamaah yang berbahagia

Setidaknya ada dua garis besar yang perlu kita jadikan bahan muhasabah yang sangat
menentukan kehidupan kita. Pertama muhasabah hubungan kita dengan Allah (hablum
minallaah). Kedua muhasabah hubungan kita dengan sesama manusia (hablum minannaas).

Allah menyebutkan di dalam ayat-Nya:

ُ ‫ب مِّنَ هَّللا ِ َو‬


‫ض ِر َبتْ َعلَ ْي ِه ُم ا ْل َم ْسـ َك َن ُة َذلِـ َك بِـَأ َّن ُه ْم‬ ٍ ‫ض‬ َ ‫اس َو َبآُؤ وا بِ َغ‬ ِ ‫الذلَّ ُة َأيْنَ َما ُثقِفُو ْا ِإالَّ بِ َح ْب ٍل مِّنْ هَّللا ِ َو َح ْب ٍل مِّنَ ال َّن‬
ِّ ‫ض ِر َبتْ َعلَ ْي ِه ُم‬
ُ
َ‫صوا َّو َكا ُنو ْا َي ْع َتدُون‬ َ
َ ‫نب َياء ِب َغ ْي ِر َحقٍّ ذلِ َك ِب َما َع‬ ِ ‫َأل‬‫ا‬ َ‫ون‬ ُ ‫ل‬ ُ
‫ت‬ ْ
‫ق‬ ‫ي‬
َ ‫و‬
َ ِ ‫هَّللا‬ ِ
‫ت‬ ‫ا‬ ‫ي‬
َ ‫آ‬‫ب‬ِ ‫ر‬
َ‫ُون‬ ُ ‫ف‬‫ك‬ْ ‫ي‬
َ ْ
‫ا‬ ‫و‬ ُ
‫ن‬ ‫ا‬ َ
‫ك‬

Artinya: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang
kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia dan mereka kembali mendapat
kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir
kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu
disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS Ali Imran : 112).

Inilah ajaran Islam yang membentangkan dua bentuk hubungan  harmonis yang akan membawa
kemuliaan dan keselamatan manusia di sisi Allah, yaitu tata hubungan yang mengatur antara
manusia dengan Tuhannya dalam hal ibadah (ubudiyah) dan tata hubungan yang mengatur
antara manusia dengan makhluk yang lainnya dalam wujud amaliyah sosial.

Hablum minallah dalam pengertian syariah sebagaimana dijelaskan di dalam tafsir At-Thabari,
Al-Baghawi, dan tafsir Ibnu Katsir adalah “Perjanjian dari Allah, maksudnya adalah masuk Islam
atau beriman dengan Islam sebagai jaminan keselamatan bagi mereka di dunia dan di akhirat”.

Dengan demikian dapat kita pahami bahwa untuk membangun hubungan kita kepada Allah, kita
mempunyai kewajiban untuk menunaikan hak-hak Allah. Hak-hak Allah ialah mentauhidkan
Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain. Hak Allah adalah menjalankan syariat
Allah, beribadah kepada-Nya dengan tulus ikhlas.

Kita tulus, ikhlas, ridha dan senang, bergembira menyambut seruan azan untu shalat fardhu. Kita
pun merasa ringan untuk menambah ama-amal sunnah, mulai dari shalat qabliyah dan ba’diyah,
shalat Dhuha hingga shalat Tahajud. Kita pun gemar bertadarus Al-Quran, khusyu dalam dzikir
dan doa, serta selalu membahasi lisan kita dengan kalimah istighfar dan shalawat.

Itu semua hak Allah yang pahala, manfaat dan hasilnya adalah untuk kita sendiri. Sebagaimana
Allah menegaskan tentang diciptakannya kita manusia untuk beribadah, di dalam ayat-Nya:

ِ ‫ُون * َما ُأ ِري ُد ِم ْن ُه ْم مِنْ ِر ْز ٍق َو َما ُأ ِري ُد َأنْ ُي ْط ِع ُم‬


‫ون‬ َ ‫و َما َخلَ ْقتُ ا ْل ِجنَّ َواِإْل ْن‬ 
ِ ‫س ِإاَّل لِ َي ْع ُبد‬ َ
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi-Ku makan.” (QS Adz-Dzariyat: 56-57).

Adapun hablum minannaas dilakukan mengingat kita adalah makhluk sosial yang tidak bisa
hidup tanpa peran, bantuan dan kerjasama dengan orang lain.

Maka, di dalam Al-Quran acapkali terdapat ayat-ayat yang menyebutkan tentang perintah
mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan hablum minallaah, sekaligus diiringi juga
dengan hablum minannaas. Di antaranya:

21(‫وعا‬ َّ ‫) َوِإ َذا َم‬20( ‫ش ُّر َج ُزو ًعا‬


ً ‫س ُه ا ْل َخ ْي ُر َم ُن‬ َّ ‫) ِإ َذا َم‬19( ‫وعا‬
َّ ‫س ُه ال‬ ً ُ‫سانَ ُخلِقَ َهل‬
َ ‫ِإنَّ اِإْل ْن‬
24( ‫) َوالَّذِينَ فِي َأ ْم َوالِ ِه ْم َحقٌّ َم ْعلُو ٌم‬23( َ‫صاَل تِ ِه ْم َداِئمُون‬
َ ‫) الَّذِينَ ُه ْم َعلَى‬22( َ‫صلِّين‬
َ ‫ِإاَّل ا ْل ُم‬
Artinya: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir (19), Apabila ia
ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah (20), Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir (21),
Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat (22), Yang mereka itu tetap mengerjakan
shalatnya (23), Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu (24)“. (QS Al-
Ma’arij : 19-24)

Juga pada ayat lain disebutkan:

ِ ‫ار ا ْل ُج ُن‬
‫ب‬ ِ ‫ار ذِي ا ْلقُ ْـر َبى َوا ْل َجـ‬
ِ ‫ِين َوا ْل َجـ‬
ِ ‫سـاك‬ َ ‫سـا ًنا َو ِبـذِي ا ْلقُـ ْـر َبى َوا ْل َي َتـا َمى َوا ْل َم‬َ ‫شـ ْيًئ ا َو ِبا ْل َوالِـ َد ْي ِن ِإ ْح‬ ْ ‫اع ُبدُو ْا هَّللا َ َوالَ ُت‬
َ ‫ش ِر ُكو ْا ِب ِه‬ ْ ‫َو‬
‫ورا‬
ً ُ
‫خ‬ َ
‫ف‬ ً ‫ال‬ ‫ا‬ َ
‫ت‬ ْ
‫خ‬ ‫م‬ َ
‫ك‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ِب‬‫ح‬ ‫ي‬ َ
ُ َ‫ْ َ ْ ِإنَّ َ ُ ُّ َ ان‬ ‫ال‬ ‫هَّللا‬ ‫م‬ ُ
‫ك‬ ُ
‫ن‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ي‬‫َأ‬ ْ‫ت‬‫ك‬َ َ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫م‬‫و‬ ‫يل‬ ‫ب‬ ‫الس‬
َ َ َ ِ ِ َّ ِ ْ َ ‫ن‬ ‫ب‬ ‫ا‬‫و‬ ِ
‫ب‬ ‫ن‬ ‫الج‬
َ ِ ‫ب‬ ‫ب‬ِ ِ
‫ح‬ ‫ا‬ ‫ص‬
َّ َ ‫ال‬ ‫و‬

Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan


berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-
banggakan diri.” (QS An-Nisa: 36).

Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa hablum minallah dan  hablum minannas  adalah bagai


dua sisi mata uang yang tidak boleh dipisahkan. Itulah kepribadian seorang mukmin sejati.

Untuk itu, marilah kita adakan musahabah dri sejauh mana hubungan baik kita dengan Allah,
dan hubungan baik kita dengan sesama manusia.

Pepatah mengatakan, “Tak kenal maka tak cinta”. Koreksinya adalah jika hubungan kita dengan
Allah masih renggang, shalat berjamaah masih belum rutin, bertadarus Al-Quran belum terbiasa,
shalat Dhuha dan Tahajud belum terbiasa. Itu tandanya kita belum kenal Allah, belum paham
pahalanya, dan belum menghayati hakikatnya. Dan itu bermakna pula kita belum cinta kepada
Allah.

Koreksi hubungan kita dengan sesama manusia juga adalah bermakna, mari perbaiki hubungan
bakti kita kepadaorang tua, kita sambungikatan silaturrahim yang terputus, kita bantu yang
memerlukan, dan kita doakan kebaikan semuanya.

Saling memaafkan, saling menguatkan dan hidup berjamaah di antara kaum Muslimin, bagai
satu anggota badan yang saling melengkapi, bagai bangunan yang kokoh tak tergoyahkan. Allah
menyebutnya dengan:

ً ‫اع َتصِ ُموا ِب َح ْب ِل هَّللا ِ َجم‬


‫ِيعا َوال َت َف َّرقُوا‬ ْ ‫َو‬
Artinya: “Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan
janganlah kalian berpecah-belah”(QS. Al-Baqarah 103).

 ‫ َو َن َف َعن ِْي َوِإ َيا ُك ْم ِب َما ِف ْي ِه مِنَ اآل َيات‬,‫آن ال َعظِ ْي ِم‬
ِ ‫ار َكاهللُ ل ِْي َولَ ُك ْم ف ِْي القُ ْر‬
َ ‫َب‬

Anda mungkin juga menyukai