Anda di halaman 1dari 4

‫ َوَأ َع َّز‬،ُ‫ص َر َع ْب َده‬ َ َ‫ َون‬،ُ‫ق َو ْع َده‬ َ ‫ص َد‬ َ ،ُ‫ الَ ِإلهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َده‬،ً‫ص ْيال‬ ِ ‫هللَا

ِ ‫هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَ ُر َكبِ ْيرًا َو ْال َح ْم ُد ِهللِ َكثِ ْيرًا َو ُس ْب َحانَ هللاِ بُ ْك َرةً َوَأ‬
ْ ‫َأ‬ َّ ْ َ
ُ ‫ هللَا‬،ُ‫ الَ ِإلهَ ِإال هللاُ َوهللاُ كبَر‬، َ‫ص ْينَ لهُ ال ِّد ْينَ َولوْ َك ِرهَ ال َكافِرُوْ ن‬ َ ِ ِ‫د ِإالَّ ِإيَّاهُ ُم ْخل‬1ُ ُ‫ الَ ِإلهَ ِإالَّ هللاُ َوالَ نَ ْعب‬،ُ‫اب َوحْ َده‬ َ ‫ َوهَ َز َم اَْألحْ َز‬،ُ‫ُج ْن َده‬
‫َأ ْكبَ ُر َوهللِ ْال َح ْم ُد‬
َ
‫ نَحْ َم ُدهُ َعلى تَوْ فِ ْيقِ ِه‬.‫اس‬ َّ ْ ْ ‫ُأ‬ ‫ُأ‬ َ ْ َ ‫َأ‬ َ ‫اَ ْل َح ْم ُد ِهللِ الَّ ِذيْ َوفقنَا ِِإل ت َم ِام َشهْر َر َم‬
ْ َ َّ
ِ ‫صيَ ِام َوالقِيَ ِام َو َج َعلنَا خَ ْي َر َّم ٍة خ ِر َجت للِن‬ ِّ ‫ضانَ َو عَانَنا عَل َى ال‬
ُ‫صالَة‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬
َّ ‫ َو ْشهَ ُد َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ خَاتَ ُم النَّبِيِّ ْينَ َوال‬، ُ‫ق ال ُمبِيْن‬ ْ ْ
ُ ‫ك ال َح‬ ْ
ُ ِ‫ك لَهُ ال َمل‬ َ ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي‬.‫َو ِهدَايَتِ ِه‬
‫ َأ َّما بَ ْع ُد‬، َ‫صحْ بِ ِه َوالتَّابِ ِع ْينَ َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َسا ٍن ِإلَى يَوْ ِم ال ِّد ْين‬ َ ‫َوال َّسالَ ُم َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬
ْ َّ ‫َأ‬ ْ
ِ ْ‫ َو ُح ُّس ُك ْم َعلَى طَا َعتِ ِه لَ َعل ُك ْم تُرْ َح ُموْ نَ قَا َل هللاُ تَ َعالَى فِي القُر‬، َ‫ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللاِ فَقَ ْد فَا َز ال ُمتَّقُوْ ن‬
‫آن‬ ِ ْ‫ ُأو‬،ِ‫فَيَا ِعبَا َد هللا‬
‫ َأعُو ُذ بِاهللِ ِمنَ ال َّش ْيطَا ِن ال َّر ِج ِيم‬:‫ْال َع ِظي ِْم‬

Allahu Akbar, wa lillahilh hamd,


Maasyiral muslimin rahimakumulloh,..
Lebaran atau momen Idul Fitri hampir selalu diwarnai dengan gegap gempita kegembiraan umat
Islam di berbagai penjuru. Gema takbir dikumandangkan di malam harinya, kadang disertai sejumlah
aksi pawai. Pada pagi harinya pun, mayoritas dari mereka mengenakan pakaian serba baru, makan
makanan khas dan istimewa, serta bersiap bepergian untuk silaturahim ke sanak kerabat hingga
berkunjung ke beberapa wahana liburan yang menarik. Umat Islam merayakan sebuah momen yang
mereka sebut-sebut sebagai “hari kemenangan”. Tapi kemenangan atas apa?
Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah, Idul Fitri tiba ketika umat Islam telah selesai menjalankan
ibadah wajib puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Sepanjang bulan suci tersebut, mereka
menahan lapar, haus, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga matahari
terbenam. Secara bahasa, shaum (puasa) memang bersinonim dengan imsâk yang artinya menahan.
Ramadhan merupakan arena kita berlatih menahan diri dari segala macam godaan material yang bisa
membuat kita lupa diri. Proses latihan tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan terhadap hal-hal
yang sebelumnya halal, seperti makan dan minum. Inilah proses penempaan diri. Targetnya: bila
manusia menahan diri dari yang halal-halal saja mampu, apalagi menahan diri dari yang haram.
Puasa itu ibarat pekan ujian nasional bagi siswa sekolah. Selama seminggu itu para murid digembleng
untuk belajar lebih serius, mengurangi jam bermain, dan menghindari hal-hal lain yang bisa
mengganggu hasil ujian tersebut. Ramadhan tentu lebih dari sekadar latihan. Ia wahana penempaan
diri sekaligus saat-saat dilimpahkannya rahmat (rahmah), ampunan (maghfirah), dan pembebasan dari
api neraka (itqun minan nâr). Aktivitas ibadah sunnah diganjar senilai ibadah wajib, sementara ibadah
wajib membuahkan pahala berlipat-lipat. Selayak siswa sekolah yang mendapatkan rapor selepas
melewati masa-masa krusial ujian, demikian pula orang-orang yang berpuasa. Setelah melewati
momen-momen penting sebulan penuh, umat Islam pun berhak mendapatkan hasilnya. Apa hasil itu?
Jawabannya tak lain adalah predikat “takwa”, sebagaimana terdapat di al-Baqarah ayat 183:

َ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬


َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬ َ ِ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Takwa merupakan standar paling tinggi tingkat kemuliaan manusia. Seberapa tinggi derajat mulia
manusia tergantung pada seberapa tinggi takwanya. Inna akramakum ‘indallâhi atqâkum. Dalam
konteks puasa Ramadhan, tentu takwa tak bisa digapai dengan sebatas menahan lapar dan dahaga.
Ada yang lebih substansial yang perlu ditahan, yakni tergantungnya manusia kepada hal-hal selain
Allah, termasuk hawa nafsu. Orang yang berpuasa dengan sungguh-sungguh akan mencegah dirinya
dari segala macam perbuatan tercela semacam mengubar syahwat, berbohong, bergunjing,
merendahkan orang lain, riya’, menyakiti pihak lain, dan yang lainnya. Tanpa itu, puasa kita mungkin
sah secara fiqih, tapi belum tentu berharga di mata Allah subhanahu wata’ala. Rasulullah sendiri
pernah bersabda:
‫صيَا ِم ِه ِإاَّل ْالجُوع‬
ِ ‫ْس لَهُ ِم ْن‬
َ ‫صاِئ ٍم لَي‬
َ ‫َك ْم ِم ْن‬
Artinya: “Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari puasanya selain rasa
lapar saja.” (HR Imam Ahmad)
Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah, Karena puasa sudah kita lewati dan tak ada jaminan kita
bakal bertemu Ramadhan lagi, pertanyaan yang lebih relevan bukan saja “kemenangan atas apa yang
sedang kita rayakan saat ini?” tapi juga “apa tanda-tanda kita telah mencapai kemenangan?”. Jangan-
jangan kita seperti yang disabdakan Nabi, termasuk golongan yang sekadar mendapatkan lapar dan
dahaga, tanpa pahala?
Jika standar capaian tertinggi puasa adalah takwa, maka tanda-tanda bahwa kita sukses melewati
Ramadhan pun tak lepas dari ciri-ciri muttaqîn.
Semakin tinggi kualitas takwa kita, indikasi semakin tinggi pula kesuksean kita berpuasa. Demikian
juga sebaliknya, semakin hilang kualitas takwa dalam diri kita, pertanda semakin gagal kita sepanjang
Ramadhan. Lantas, apa saja ciri-ciri orang bertakwa? Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan
ciri-ciri orang takwa. Salah satu ayatnya terdapat dalam Surat Ali Imran:

َ‫ــاس َوهَّللا ُ يُ ِحبُّ ْال ُمـحْ ِسنِــين‬


ِ َّ‫ضرَّا ِء َو ْال َكا ِظ ِمينَ ْال َغ ْيظَ َو ْال َعـــافِينَ ع َِن الن‬
َّ ‫الَّ ِذينَ يُ ْنفِقُونَ فِي ال َّسرَّا ِء َوال‬
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada saat sarrâ’ (senang) dan pada saat dlarrâ’
(susah), dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134).
Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah, Ayat tersebut memaparkan tiga sifat yang menjadi ciri
orang bertakwa.
Pertama, gemar menyedekahkan sebagian hartanya dalam kondisi senang ataupun sulit. Orang
bertakwa tidak akan sibuk hanya memikirkan diri sendiri. Ia mesti berjiwa sosial, menaruh empati
kepada sesama, serta rela berkorban untuk orang lain dalam setiap keadaan. Bahkan, ia tidak hanya
suka memberi kepada orang yang dicintainya, tapi juga kepada orang-orang memang membutuhkan.
Dalam konteks Ramadhan dan Idul Fitri, sifat takwa pertama ini sebenarnya sudah mulai didorong
oleh Islam melalui ajaran zakat fitrah. Zakat fitrah merupakan simbol bahwa “rapor kelulusan” puasa
harus ditandai dengan mengorbankan sebagian kekayaan kita dan menaruh kepedulian kepada mereka
yang lemah. Ayat tersebut menggunakan fi’il mudhari’ yunfiqûna yang bermakna aktivitas itu
berlangsung konstan/terus-menerus. Dari sini, dapat dipahami bahwa zakat fitrah hanyalah awal atau
“pancingan” bagi segenap kepedulian sosial tanpa henti pada bulan-bulan berikutnya.
Ciri kedua orang bertakwa adalah mampu menahan amarah. Marah merupakan gejala manusiawi.
Tapi orang-orang yang bertakwa tidak akan mengumbar marah begitu saja. Al-kâdhim (orang yang
menahan) serumpun kata dengan al-kadhîmah (termos). Kedua-duanya mempunyai fungsi
membendung: yang pertama membendung amarah, yang kedua membendung air panas.
Selayak termos, orang bertakwa semestinya mampu menyembunyikan panas di dadanya sehingg
orang-orang di sekitarnya tidak tahu bahwa ia sedang marah. Bisa jadi ia tetap marah, namun
ketakwaan mencegahnya melampiaskan itu karena tahu mudarat yang bakal ditimbulkan. Termos
hanya menuangkan air panas pada saat yang jelas maslahatnya dan betul-betul dibutuhkan. Patutlah
pada kesempatan lebaran ini, umat Islam mengontrol emosinya sebaik mungkin. Mencegah amarah
menguasai dirinya, dan bersikap kepada orang-orang pernah membuatnya marah secara wajar dan
biasa-biasa saja. Ramadhan semestinya telah melatih orang untuk berlapang dada, bijak sana, dan
tetap sejuk menghadapi situasi sepanas apa pun.
Ciri ketiga orang bertakwa adalah memaafkan kesalahan orang lain. Sepanjang Ramadhan, umat
Islam paling dianjurkan memperbanyak permohonan maaf kepada Allah dengan membaca:

‫ك َعفُ ٌّو تُ ِحبُّ ْال َع ْف َو فَاعْفُ َعنِّي‬


َ َّ‫اللَّهُ َّم ِإن‬
“Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta ampunan, ampunilah aku.”
Kata ‘afw (maaf) diulang tiga kali dalam kalimat tersebut, menunjukkan bahwa manusia memohon
dengan sangat serius ampunan dari Allah SWT. Memohon ampun merupakan bukti kerendahan diri di
hadapan-Nya sebagai hamba yang banyak kesalahan dan tak suci. Cara ini, bila dipraktikkan dengan
penuh pengahayatan, sebenarnya melatih orang selama Ramadhan tentang pentingnya maaf. Bila diri
kita sendiri saja tak mungkin suci dari kesalahan, alasan apa yang kita tidak mau memaafkan
kesalahan orang lain? Maaf merupakan sesuatu yang singkat namun bisa terasa sangat berat karena
persoalan ego, gengsi, dan unsur-unsur nafsu lainnya. Amatlah arif ulama-ulama di Tanah Air yang
menciptakan tradisi bersilaturahim dan saling memaafkan di momen lebaran. Sempurnalah, ketika
kita usai membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan kepada Allah, selanjutnya kita saling
memaafkan kesalahan masing-masing di antara manusia. Sudah berapa kali puasa kita lewati
sepanjang kita hidup? Sudahkah ciri-ciri sukses Ramadhan tersebut melekat dalam diri kita?
Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah,

Akhirnya, marilah berdo’a kepada Allah SWT agar seluruh amal ibadah kita diterima Allah, diampuni
dosa dan kesalahan, serta selalu berada di jalan Allah yang lurus untuk meraih ridla dan karunia-Nya.

‫بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ِن ال َّر ِحيْم‬

ِ َ‫ت فيَا ق‬
‫اض َي‬ ِ ‫ت اِنَّكَ َس ِم ْي ٌع قَ ِريْبٌ ُم ِجيْبُ ال َّد ْع َوا‬ ِ ‫ت االَحْ يِا ِء ِم ْنهُ ْم َواالَ ْم َوا‬ ِ ‫ت َوال ُمْؤ ِمنِ ْينَ َوال ُمْؤ ِمنَا‬ ِ ‫اللّهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْينَ َوال ُم ْسلِ َما‬
‫ت‬
ِ ‫الحا َجا‬ َ
ِ ْ‫ت َو َرحْ َمةً ِع ْن َد ْال َمو‬
‫ت‬ ِ ْ‫ق َوتَوْ بَةً قَ ْب َل ْال َمو‬
ِ ‫ك َسالَ َمةً فِى ال ِّد ْي ِن َوعَافِيَةً فِى ْال َج َس ِد َو ِزيَا َدةً فِى ْال ِع ْل ِم َوبَ َر َكةً فِى الرِّ ْز‬ َ ُ‫اَللهُ َّم اِنَّا نَسَْئل‬
َ
َ‫ك يَا ارْ َح َم الرَّا ِح ِم ْين‬ ِ ْ‫َو َم ْغفِ َرةً بَ ْع َد ْال َمو‬
َ ِ‫ت بِ َرحْ َمت‬
َ‫ق يَا َربَّ ْال َعلَ ِمين‬ ِّ ‫اللَّهُ َّم َأ ِع َّزاِإْل ْساَل َما َو ْال ُمسلِ ِمين َوجْ َم ْع َكلِ َمةَ ْال ُم ْسلِ ِمينَ َعلَى ْال َح‬
‫ار‬
ِ ‫ص‬ َ ‫ف بَ ْينَ قُلُوبِنَا َك َما َألَّ ْفتَ بَ ْينَ ْال ُمهَا ِج ِرينَ َواَْأل ْن‬ ْ ِّ‫اَللَّهُ َّم َأل‬
ِ ‫ك َأ ْنتَ التَّوَّابُ الر‬
‫َّح ْي ُم‬ َّ َ‫ك َأ ْنتَ التَّوَّابُ ال َّر ِح ْي ُم َوتُبْ َعل‬
َ َّ‫ي ِإن‬ َ َّ‫ي ِإن‬
َّ َ‫صالَتَنَا… َوتُبْ َعل‬ َ ‫اَللَّهُ َّم َربَّنَا تَـقَـبَّلْ ِمنَّا‬
‫َربَّنَا هَبْ لَنَا ِم ْن َأ ْز َوا ِجنَا َو ُذ ِّريَّاتِنَا قُ َّرةَ َأ ْعيُ ٍن َواجْ َع ْلنَا لِ ْل ُمتَّقِينَ ِإ َما ًما‬
ُ‫ك َأنتَ ْٱل َوهَّاب‬
َ َّ‫ك َرحْ َمةً ۚ ِإن‬ َ ‫َربَّنَا اَل تُ ِز ْغ قُلُوبَنَا بَ ْع َد ِإ ْذ هَ َد ْيتَنَا َوهَبْ لَنَا ِمن لَّدُن‬
ِ َّ‫اب الن‬
‫ار‬ َ ‫َربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي اآْل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ‬
َ‫صفُونَ َو َساَل ٌم َعلَى ْال ُمرْ َسلِينَ َو ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمين‬ ِ َ‫ُس ْب َحانَ َربِّكَ َربِّ ْال ِع َّز ِة َع َّما ي‬
ُ‫َوال َّسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َوبَ َر َكاتُه‬

Anda mungkin juga menyukai