Anda di halaman 1dari 8

1.

Pengertian Al Quran
Al-Qur'an atau Qur'an, adalah sebuah kitab suci utama dalam Agama
Islam kalam Allah SWT, yang dipercayai Muslim bahwa kitab ini diturunkan oleh
Allah, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kitab ini terbagi ke
dalam beberapa surah 114 surah dan setiap surahnya terbagi ke dalam beberapa
ayat.

Isi kandungan Al Quran:


1.Akidah dan Tauhid
Akidah Islam adalah keyakinan berdasarkan ajaran Islam yang bersumber dari Al
Quran dan hadits. Seorang yang menyatakan diri berakidah Islam tidak hanya
cukup mempercayai dan meyakini keyakinan dalam hatinya, tetapi harus
menyatakannya dengan lisan dan harus mewujudkannya dalam bentuk amal
perbuatan (amal shalih) dalam kehidupannya sehari-hari. Inti pokok ajaran akidah
adalah masalah tauhid, yakni keyakinan bahwa Allah Maha Esa. Setiap Muslim
wajib meyakini ke-Maha Esa-an Allah. Orang yang tidak meyakini ke-Maha Esa-
an Allah Swt. berarti ia kafir, dan apabila meyakini adanya Tuhan selain Allah
SWT. Al Quran banyak menjelaskan tentang pokok-pokok ajaran akidah yang
terkandung di dalamnya. Di antaranya surat Al Ikhlas 1-4:
)4( ‫) َولَ ْم يَ ُك ْن لَهُ ُكفُ ًوا َأ َح ٌد‬3( ‫) لَ ْم يَلِ ْد َولَ ْم يُولَ ْد‬2( ‫ص َم ُد‬
َّ ‫) هَّللا ُ ال‬1( ‫قُلْ هُ َو هَّللا ُ َأ َح ٌد‬

Katakanlah, "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula-diperanakkan, dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”(QS. Al Ikhlas: 1-4)

2.Ibadah
Ibadah merupakan bentuk kepatuhan dan ketundukan yang ditimbulkan oleh
perasaan yakin terhadap kebesaran Allah SWT, sebagai satu-satunya Tuhan yang
berhak disembah. Karena keyakinan bahwa Allah Swt. mempunyai kekuasaan
mutlak.
Firman Allah SWT:

‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِجنَّ َوااْل ِ ْن َساِاَّل لِيَ ْعبُ ُدوْ ِن‬
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.” (QS. Adz Dzariyaat [51] : 56).

3.Akhlak
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq (yang berarti perangai, tingkah
laku, tabiat, atau budi pekerti. Dalam pengertian terminologis, akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa manusia yang muncul spontan dalam tingkah laku
hidup sehari-hari. Akhlak merupakan satu fundamen penting dalam ajaran Islam,
sehingga Rasulullah SAW menegaskan dalam sebuah hadis bahwa tujuan
diutusnya Nabi SAW adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak
mulia.

‫ار َم اَأل ْخالَق‬ ‫ِإنَّ َما بُ ِع ْث ُ ُأل‬


ِ ‫ت تَ ِّم َم َم َك‬
Rasulullah saw. bersabda: “Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang baik. (HR. Ahmad).

4. Hukum
Hukum sebagai salah satu isi pokok ajaran Al Quran berisi kaidah-kaidah dan
ketentuan-ketentuan dasar dan menyeluruh bagi umat manusia. Tujuannya adalah
untuk memberikan pedoman kepada umat manusia agar kehidupannya menjadi
adil, aman, tenteram, teratur, sejahtera, bahagia, dan selamat di dunia maupun di
akhirat kelak. Sebagai sumber hukum ajaran Islam, Al Quran banyak memberikan
ketentuan-ketentuan hukum yang harus dijadikan pedoman dalam menetapkan
hukum baik secara global (mujmal) maupun terperinci (tafsil). Beberapa ayat-ayat
Al Qur an yang berisi ketentuan hukum antara lain adalah:
َ‫صابُ َوااْل َ ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِّم ْن َع َم ِل ال َّشي ْٰط ِن فَاجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن‬
َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِنَّ َما ْالخَ ْم ُر َو ْال َم ْي ِس ُر َوااْل َ ْن‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi,


(berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah
perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-
perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. al-Maidah [5]: 90)

5. Sejarah atau Kisah Umat Masa Lalu


Sejarah atau kisah-kisah tersebut bukan hanya sekedar cerita atau dongeng
semata, tetapi dimaksudkan untuk menjadi ‘ibrah (pelajaran) bagi umat Islam.
Ibrah tersebut kemudian dapat dijadikan dapat menjadi petunjuk untuk dapat
menjalani kehidupan agar senantiasa sesuai dengan petunjuk dan keridhaan Allah
SWT.

ِّ‫ص‡ ْي َل ُك‡‡ل‬ ِ ‫ق الَّ ِذيْ بَ ْينَ يَ َد ْي‡ ِه َوتَ ْف‬ ْ ‫ب َم‡‡ا َك‡‡انَ َح‡ ِد ْيثًا يُّ ْفتَ‡ ٰ‡رى َو ٰل ِك ْن ت‬
َ ‫َص‡ ِد ْي‬ ِ ۗ ‫ص ِه ْم ِع ْب َرةٌ اِّل ُولِى ااْل َ ْلبَا‬ َ َ‫لَقَ ْد َكانَ فِ ْي ق‬
ِ ‫ص‬
َ‫َش ْي ٍء َّوهُدًى َّو َرحْ َمةً لِّقَوْ ٍم يُّْؤ ِمنُوْ ن‬

“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang
mempunyai akal. (al-Qur’an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan
(sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yusuf [12]:
111).\

6. Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan (Sains) dan Teknologi


Allah SWT yang Maha memberi ilmu telah mengajarkan kepada umat manusia
untuk dapat menjalani hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. Al
Qur an menekankan betapa pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hal itu diisyaratkan pada saat ayat Al Quran untuk pertama kalinya
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yaitu QS. al-‘Alaq: 1-5.
‫) َعلَّ َم‬4( ‫‡القَلَ ِم‬ َ ُّ‫) ا ْق‡ َرْأ َو َرب‬2( ‫ق‬
ْ ِ‫) الَّ ِذي َعلَّ َم ب‬3( ‫ك اَأْل ْك‡ َر ُم‬ ٍ ‡َ‫ق اِإْل ْن َس‡انَ ِم ْن َعل‬ َ ِّ‫ا ْق َرْأ بِاس ِْم َرب‬
َ َ‫ك الَّ ِذي خَ ل‬
َ ‡َ‫) خَ ل‬1( ‫ق‬
)5( ‫اِإْل ْن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah


menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-'Alaq: 1-5).

Fungsi Al Qur’an
a. Al-Huda (Petunjuk)

b. Al-Firqon (Pembeda)

c. Al-Asyifa (Penyembuh)

d. Al-Mau'izah (Nasihat)
2. Pengertian Hadist
Hadits adalah satu dari 4 sumber hukum Islam yang disepakati para ulama. Hadits
menjadi rujukan bagi umat muslim untuk menjelaskan hukum-hukum yang terdapat
dalam Al Quran. Definisi hadits dikategorikan menjadi tiga, yaitu perkataan nabi
(qauliyah), perbuatan nabi (fi'liyah), dan segala keadaan nabi (ahwaliyah).Sebagian
ulama seperti at-Thiby berpendapat bahwa hadits melengkapi sabda, perbuatan, dan taqrir
nabi. Hadits juga melengkapi perkataan, perbuatan, dan taqrir para sabahat dan
Tabi'in.Secara umum, macam-macam hadist terbagi menjadi 3 yaitu hadist shahih, hadist
hasan, dan hadist dhaif.

Pembagian hadist
1. Hadist Shahih
Kata shahih menurut bahasa berasal dari kata shahha, yashihhu, suhhan wa shihhatan wa
shahahan, yang menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat, yang benar, yang sah
dan yang benar. Hadist shahih didefinisikan oleh Ibnu Ash Shalah sebagai berikut:
"Hadist yang disandarkan kepada Nabi saw yang sanadnya bersambung, diriwayatkan
oleh (perawi) yang adil dan dhabit hingga sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan
tidak ber'illat."
Terdapat macam-macam hadist shahih. Para ulama dan ahli hadist membaginya menjadi
dua macam yaitu:
a. Hadist Shahih Li-Dzatih
Hadist shahih yang memiliki lima syarat atau kiteria sebagaimana disebutkan di atas atau
“hadist yang melengkapi setinggi-tinggi sifat yang mengharuskan kita menerimanya.”
Dengan demikian penyebutan hadist shahih li-dzatih dalam pemakaian sehari-hari cukup
disebut dengan hadist shahih.

b. Hadist Shahih Li-Ghairih


Adalah hadist yang keshahihannya dibantu oleh keterangan lain. Hadist pada
kategori ini pada mulanya memiliki kelemahan pada aspek ke-
dhabitannya.Sehingga dianggap tidak memenuhi syarat untuk dikategorikan
sebagai hadist shahih.

2. Hadist Hasan
Menurut pendapat Ibnu Hajar, hadist hasan adalah hadist yang dinukilkan oleh
orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttasil sanadnya, tidak cacat
dan tidak ganjil.
Imam Tirmidzi mengartikan hadist hasan sebagai berikut : “Tiap-tiap hadist yang
pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta (pada matan-nya) tidak
ada kejanggalan (syadz) dan (hadist tersebut) diriwayatkan pula melalui jalan
lain”.
Para ulama dan ahli hadist membaginya menjadi dua macam yaitu:

a. Hadist Hasan Li-Dzatih

Adalah hadist hasan dengan sendirinya. Yakni hadist yang telah memenuhi
persyaratan hadist hasan yang lima. Menurut Ibn Ash-Shalah, pada hadist hasan
Li-Dzatih para perawinya terkenal kebaikannya, akan tetapi daya ingatannya atau
daya kekuatan hafalan belum sampai kepada derajat hafalan para perawi yang
shahih.

b. Hadist Hasan Li-Ghairih

Adalah hadist yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur-tak nyata
keahliannya, bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab
yang menjadikannya fasik dan matan hadistnya adalah baik berdasarkan
pernyataan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.

Hadist Hasan Li-Ghairihi adalah hadist hasan yang bukan dengan sendirinya.
Artinya, hadist tersebut berkualitas hasan karena dibantu oleh keterangan hadist
lain yang sanadnya Hasan. Jadi Hadist yang pertama dapat terangkat derajatnya
oleh keberadaan hadist yang kedua.

3. Hadist Dhaif

Kata Dhaif menurut bahasa berarti lemah, sebagai lawan dari Qawiy yang kuat.
Sebagai lawan dari kata shahih, kata dhaif secara bahasa berarti hadist yang
lemah, yang sakit atau yang tidak kuat.

Secara terminologis, para ulama mendefinisikannya secara berbeda-beda. Akan


tetapi pada dasarnya mengandung maksud yang sama. Pendapat An-Nawawi
mengenai hadist dhaif adalah sebagai berikut: “Hadist yang didalamnya tidak
terdapat syarat-syarat Hadist Shahih dan syarat-syarat Hadist Hasan.”

Pembagian Hadist Dhaif

a. Dhaif dari sudut sandaran matannya.

Dhaif dari sudut sandaran matannya terbagi mejadi dua yaitu: a) Hadist Mauquf,
adalah hadist yang diriwayatkan dari para sahabat berupa perkataan, perbuatan
dan taqrirnya. b) Hadist Maqhtu, adalah hadist yang diriwayatkan dari Tabi'in
berupa perkataan, perbuatan atau taqrirnya.

b. Dhaif dari sudut matannya.


Hadist Syadz adalah hadist yang diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah atau
terpercaya, akan tetapi kandungan hadistnya bertentangan dengan (kandungan
hadist) yang diriwayatkan oleh para perawi yang lebih kuat ketsiqahannya.

c. Dhaif dari salah satu sudutnya, baik sanad ataupun matan secara bergantian.

Yang dimaksud bergantian disini adalah ke-dhaifan tersebut kadang-kadang


terjadi pada sanad dan kadang-kadang pada matan, yang termasuk di dalamnya
adalah: a) Hadist Maqlub, adalah hadist yang mukhalafah (menyalahkan hadits
lain), disebabkan mendahulukan dan mengakhirkan. b) Hadist Mudraf, atau
disisipkan. Secara terminologi, hadist mudraf adalah hadist yang didalamnya
terdapat sisipan atau tambahan. c) Hadist Mushahhaf, adalah hadist yang terdapat
perbedaan dengan hadist yang diriwayatkan oleh tsiqah, karena didalamnya
terdapat beberapa huruf yang diubah. Perubahan juga dapat terjadi pada lafadz
atau pada makna, sehingga maksud hadits menjadi jauh berbeda dari makna dan
maksud semula.

d. Dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama.

Yang termasuk hadist dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama
yaitu: a) Hadist Maudhu, yang disanadkan dari Rasululah SAW secara dibuat-
buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, melakukan dan menetapkan. b)
Hadist Munkar, adalah yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah
yang bertentangan dengan hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang
terpercaya/jujur.

e. Dhaif dari segi persambungan sanadnya.

Hadist-hadist yang termasuk dalam kategori Dhaif atau lemah dari sudut
persambungan sanadnya adalah Hadist Mursal, Hadist Mungqathi', hadist
Mu'dhal, dan Hadist Mudallas.

f. Berhujjah dengan Hadits Dhaif.

Ulama hadist yang memperbolehkan berhujjah dengan hadist dhaif untuk


keutamaan amal memberikan 3 syarat: a) Hadist dhaif itu tidak keterlaluan. b)
Dasar amal yang ditunjukan oleh hadist dhaif tersebut masih dibawah suatu dasar
yang dibenarkan oleh hadist yang dapat diamalkan (Shahih atau Hasan) c) Dalam
mengamalkannya tidak mengitikadkan bahwa hadist tersebut benar-benar
bersumber dari Nabi. Tetapi tujuannya ikhtiyath (hati-hati) belaka.
Fungsi hadits
Terdapat 4 macam fungsi hadits terhadap Al Quran yang ditetapkan oleh ulama
Atsar, sebagai berikut:

1. Bayan at-Taqrir

Bayan at-Taqrir disebut juga dengan bayat at-Ta'kid dan bayan at-Isbat. Dalam
hal ini hadits berfungsi untuk menetapkan dan memperkuat apa yang telah
diterangkan dalam Al Quran.

2. Bayan at-Tafsir

Fungsi hadits sebagai bayan at-Tafsir yaitu memberikan rincian dan tafsiran
terhadap ayat-ayat Al Quran yang masih mujmal (samar atau tidak dapat
diketahui), memberikan pesyaratan ayat-ayat yang masih mutlak, dan
memberikan penentuan khusus ayat-ayat yang masih umum.

3. Bayan at-Tasyri

Bayan at-Tasyri adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran yang tidak didapati
dalam Al Quran. Fungsi ini disebut juga dengan bayan za'id ala al kitab al-karim.

4. Bayan an-Nasakh

Secara bahasa, an-naskh memiliki arti yang beragam, di antaranya al ibtal


(membatalkan), al ijalah (menghilangkan), at tahwil (memindahkan) atay at taqyir
(mengubah). Adapun yang disebut dengan bayan an nasakh adalah adanya dalil
syara' (yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada) karena datangnya
dalil berikutnya.

Menurut jumhur ulama, kedudukan hadits menempati posisi kedua setelah


Al Quran. Ditinjau dari segi wurud atau tsubutnya Al Quran bersifat qath'i (pasti)
sedangkan hadits bersifat zhanni al wurud (relatif) kecuali yang berstatus
mutawatir (berturut-turut).
3.Pengertian Ijma & Ijtihad
a. Ijma

Pengertian Ijma adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum-
hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang
terjadi.

b. Ijtihad

ri bahasa Arab jahada yajhadu-jahd yang berarti kemampuan, potensi, ijtihad


berasal dari kata “al-jahd” atau “al-juhd”, yang memiliki arti “al-masyoqot”
(kesulitan atau kesusahan) dan “athoqot” (kesanggupan dan
kemampuan).Berdasarkan asal katanya, arti ijtihad adalah pengerahan segala
kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit. ijtihad berarti bersungguh-
sungguh atau kerja keras untuk mencapai sesuatu.

Perbedaan Ijma & Ijtihad

Ijma itu kesepakatan para ulama yg biasanya memutuskan perkara


kebenaran suatu hadist atau ayat ayat dalam Al Qur'an. Sedangkan ijtihad adalah
sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh
siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara
yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis.

Anda mungkin juga menyukai