KEDUDUKAN QIYAS
Disusun oleh
1. Imam Mudofi
2. Maharani
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan
limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nyalah Penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarga, sahabat dan pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.
ii
DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
BAB II ................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2
A. Pengertian Qiyas ................................................................................................... 2
B. Kedudukan Sebagai Dalil Hukum ....................................................................... 3
C. Rukun Qiyas .......................................................................................................... 4
D. Syarat-Syarat Qiyas .............................................................................................. 5
E. Macam-Macam Qiyas ........................................................................................... 5
PENUTUP.......................................................................................................................... 7
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 7
B. Saran ...................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qiyas
2
Sebenarnya, masih banyak definisi lainnya yang dibuat oleh para
ulama, namun secara umum qiyas ialah suatu proses penyingkapan
kesamaan hukum suatu kasus yang tidak disebutkan dalam
suatu nash, dengan suatu hukum yangg disebutkan dalam nash karena
adanya kesaman dalam illat-nya.
ط ي ع ُ ىا ال َّز س ُ ى َل َو أ ُو ل ِ ي أ
ۖ اْل َ أه ِز ِه ٌ أ ك ُ نأ ِ َ ط ي ع ُ ىا َّللاَّ َ َو أ
ِ َ ي َ ا أ َي ُّ هَ ا ا ل َّ ِذ ي َي آ َه ٌ ُ ىا أ
ي ٍء ف َ ُز د ُّو ٍ ُ إ ِ ل َ ى َّللاَّ ِ َو ال َّز س ُ ى ِل إ ِ أى ك ُ ٌ أ ت ُنأ ت ُ أؤ ِه ٌ ُ ى َىف َ ئ ِ أى ت َ ٌ َا َس عأ ت ُنأ ف ِ ي ش َ أ
ً خ ي أ ٌز َو أ َ أح س َ ُي ت َأ أ ِو
يل َ ك َ ِ اْل ِخ ِز ۚ ذ َٰ َ ل
ب ِ اَّللَّ ِ َو ال أ ي َ أى ِم أ
Artinya :
“Hai orang-orang yng beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya, serta Ulil
Amri di antara kamu. Kemudian, jika kamu berlainan pendapat tentang
ke suatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul
(As-sunnah). Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”. (Q.S. An-Nisa : 59).
3
Dengan demikian dapat diragukan lagi bahwa menghubungkan kejadian
yang tak ada nashnya, yang mengandung arti taat kepada hukum Allah
dan Rasul-Nya.
C. Rukun Qiyas
1. Ashl (pokok), yaitu suatu peristiwa yangg sudah ada nash-nya yangg
dijadikan tempat meng-qiyas-kan. Ini berdasarkan
pengertian ashl menurut fuqaha. Sedangkan ashl menurut hukum
teolog ialah suatu nash syara‟ yangg menunjukkan ketentuan hukum,
dengaan kata lain, suatu nash yangg menjadi dasar hukum. Ashl itu
disebut juga maqis alaih (yangg dijadikan tempat meng-qiyas-
kan), mahmul alaih (tempat membandingkan), atau musyabbah
bih (tempat menyerupakan).
2. Far’u (cabang) yaitu peristiwa yangg tidak ada nash-nya. Far‟u
itulah yang dikehendaki untuk disamakan hukumnya
dengaan ashl. Ia disebut juga maqis (yang dianalogikan)
dan musyabbah (yang diserupakan).
3. Hukum Ashl, yaitu hukum syara’, yang ditetapkan oleh suatu nash.
4. Illat, yaitu suatu sifat yangg terdapat pada ashl. Dengan adanya sifat
itulah, ashl mempunyai suatu hukum. Dan dengan sifat itu pula,
terdapat cabang, sehingga hukum cabang itu disamakanlah dengan
hukum ashl.
Sebagai contoh ialah menjual harta anak yatim ialah suatu peristiwa
yangg perlu ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yangg dapatt
dijadikan sebagai dasarnya. Peristiwa ini far‟u. Untuk menetapkan
hukumnya dicari suatu peristiwa yangg lain yang telah ditetapkan
hukumnya berdasar nash yangg illatnya sama dengan peristiwa pertama.
Peristiwa kedua ini memakan harta anak yatim disebut ashal. Peristiwa
kedua ini telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash yaitu haram (hukum
ashal) berdasarkan firman Allah SWT, QS. An-Nisa ayat 10:
4
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yangg memakan harta anak
yatim secara zalim sebenarnya meraka itu menelan api sepenuh perutnya
dan meraka akan masuk ke dalaam api yangg menyala-menyala (neraka).”
D. Syarat-Syarat Qiyas
Qiyas mempunyai beberapa syarat, di antaranya sebagai berikut:
1. Tidak bertabrakan dengan dalil yangg lebih kuat. Qiyas itu tidak
dianggap jika bertabrakan dengan dalil nash atau ijma‟ atau pendapat
para sahabat. Qiyas yangg bertabrakan dengaan nash dinamakan fasidul
i’tibar.
2. Hukum perkara yangg ashal ditetapkan berdasarkan pada nash atau ijma‟.
Jika hal itu ditetapkan berdasarkan qiyas, tidak sah dijadikan sebagai
sandaran qiyas. Yang dapat dijadikan sandaran qiyas hanya pokok yang
pertama karena kembali kepadanya lebih utama.
3. Hukum pokok tersebut mempunyai alasan yang diketahui supaya dapat
digabungkan antara yang pokok dan yang cabang dalam hal illat tersebut.
Jika hukum pokok tersebut bersifat ibadah murni, maka tidak dapat
dijadikan sandaran qiyas.
E. Macam-Macam Qiyas
a. Qiyas Illat
1) Qiyas jali, ialah qiyas yang illatnya berdasarkan dalil yang pasti,
tidak ada kemungkinan lain selain darii illat yang ditunjukkan oleh
dalil itu.
5
2) Qiyas khafi, ialah qiyas yang illatnya mungkin dijadikan illat dan
mungkin pula tidak dijadikan illat.
b. Qiyas Dalalah
c. Qiyas Syibih
1) Qiyas Aulawi, yaitu qiyas di mana illat yang terdapat pada far‟u
lebih kuat dibanding illat yang terdapat pada ashal, seperti
menqiyaskan keharaman memukul orang tua dengan keharaman
berkata “uff” kepadanya.
2) Qiyas Musawi, yaitu qiyas di mana hukum illat hukum yang
terdapat pada far‟u sama kuatnya dengan illat yang terdapatt
pada ashal. Misalnya mengqiyaskan keharaman membakar harta
anak yatim dengan keharaman memakan harta anak yatim.
d. Qiyas Adna
yaitu qiyas di mana illat yangg terdapat pada far‟u lebih
lemah dibanding illat hukum yang terdapat pada ashal. Misalnya
mengqiyaskan apel kepada gandum dalam menetapkan berlakunya
riba fadhli dalaam hal tukar-menukar barang sejenis.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
7
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad. 2008. Ushul Fiqih. Jogjakarta: Media Hidayah.
Syafe‟i, Rachmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: CV. Pustaka Setia.