Anda di halaman 1dari 10

ISTIHSAN DAN MURSALAH

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah USHUL FIQIH

Oleh :

Muhammad Ilham Saputra (1536200242)

DOSEN :

Cholidi,Prof.Dr.H,.M

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH


PALEMBANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt, sebab karena rahmat dan nikmat-
Nyalah kami dapat menyelesaikan sebuah tugas makalah ini.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas dari dosen yang
bersangkutan agar memenuhi tugas yang telah ditetapkan, dan juga agar setiap mahasiswa
dapat terlatih dalam pembuatan makalah ini.
Adapun sumber-sember dalam pembuatan makalah ini, didapatkan dari beberapa buku
yang membahas tentang materi yang berkaitan .Saya sebagai penyusun makalah ini, sangat
berterima kasih kepada penyedia sumber walau tidak dapat secara langsung untuk
mengucapkannya.
Saya menyadari bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan, begitu pun dengan kami
yang masih seorang mahasiswa.Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih banyak sekali
kekurangan-kekurang yang ditemukan, oleh karena itu saya mengucapkan mohon maaf yang
sebesar-besarnya.Saya mangharapkan ada kritik dan saran dari para pembaca sekalian dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN....................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................
BAB II PEMBAHASAN ............................................................

A. Istihsan .....................................................................................
1. Pengertian Istihsan .....................................................................
2. Dasar Hukum Istihsan ................................................................
3. Pembagian Istihsan dan Contoh Produk Hukumnya.............. ......
B. Maslahah Mursalah ...................................................................
1. Pengertian Maslahah Mursalah ............................................... ...
2. Syarat-syarat Maslahah Mursalah ...............................................
3. Macam-Macam Maslahah Mursalah...........................................
4 Dalil Dalil Maslahah Mursalah................................................

BAB III KESIMPULAN....................................................................


BAB 1
PENDAHULUAN

Ilmu Ushul Fiqih merupakan salah satu instrumen penting yang harus dipenuhi oleh
siapapun yang ingin melakukan mekanisme ijtihad dan istinbath hukum dalam Islam. Itulah
sebabnya dalam pembahasan kriteria seorang mujtahid, penguasaan akan ilmu ini dimasukkan
sebagai salah satu syarat mutlaknya untuk menjaga agar proses ijtihad dan istinbath tetap
berada pada koridor yang semestinya. Meskipun demikian, ada satu fakta yang tidak dapat
dipungkiri bahwa penguasaan Ushul Fiqih tidaklah serta merta menjamin kesatuan hasil
ijtihad dan istinbath para mujtahid. Disamping faktor eksternal Ushul Fiqih itu sendiri, seperti
penentuan keshahihan suatu hadits misalnya, internal Ushul Fiqih sendiri pada sebagian
masalahnya mengalami perdebatan (ikhtilaf) di kalangan para Ushuliyyin. Inilah yang
kemudian dikenal dengan istilah al-Adillah (sebagian ahli Ushul menyebutnya: al-Ushul al-
Mukhtalaf fiha,atau Dalil-dalil yang diperselisihkan penggunaannya dalam penggalian dan
penyimpulan hukum.
Mashadirul Ahkam (sumber-sumber hukum) ada yang disepakati ada yang tidak.
Jelasnya, ada Mashadir Ashliyah (sumber pokok) yaitu: Al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya
dan ada Mashadir Thabiiyah (sumber yang dipautkan kepada sumber-sumber pokok) yang
disepakati oleh jumhur fuqaha yaitu: ijma dan qiyas. Adapula yang di ikhtilafi oleh tokoh-
tokoh ahli ijtihad sendiri yaitu:Istihsan, istishab, Maslahah mursalah, Urf, Saddudzariah,
dan madzhab sahabi.
Makalah ini akan menguraikan tentang hakikat Istihsan, Istishab, dan maslahah
mursalah yang mencakup pengertian, macam-macamnya, kehujjahannya, kaidah-kaidahnya,
dan contoh-contoh produk hukumnya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Istihsan

1.Pengertian Istihsan
Secara etimologi, istihsan berarti menyatakan dan meyakini baiknya sesuatu tidak
ada perbedaan pendapat dikalangan ulama Ushul Fiqih dalam mempergunakan lafal
istihsan. Adapun pengertian istihsan menurut istilah ushul fiqh, yaitu sebagai berikut:
1. Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya Al-mustasfa juz 1 : 137, istihsan adalah semua hal
yang dianggap baik oleh mujtahid menurut akalnya.
2. Al-Muwafiq Ibnu Qudamah Al-Hambali berkata, istihsan adalah suatu keadilan
terhadap hukum dan pandangannya karena adanya dalil yang tertentu dari Al-Quran dan As-
Sunnah.3
3. Menurut Al-Hasan Al-Kurkhi Al-Hanafi, istihsan adalah perbuatan adil terhadap
permasalahan hukum dengan memandang hukum yang lain, karena adanya suatu yang lebih
kuat yang membutuhkan keadilan.
2. Dasar Hukum Istihsan
Para ulama yang mempertahankan istihsan mengambil dalil dari al-Quran dan
Sunnah yang menyebutkan kata istihsan dalam pengertian denotatif (lafal yang seakar dengan
istihsan) seperti Firman Allah Swt dalam surah Az-Zumar: 18
Artinya : Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.
mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang
yang mempunyai akal. (QS. Az-Zumar: 18)

Menurut mereka, dalam ayat ini Allah memerintahkan kita untuk mengikuti yang
terbaik, dan perintah menunjukkan bahwa ia adalah wajib. Dan di sini tidak ada hal lain yang
memalingkan perintah ini dari hukum wajib. Maka ini menunjukkan bahwa Istihsan adalah
hujjah.

Hadits Nabi saw:


Artinya:Apa yang dipandang kaum muslimin sebagai sesuatu yang baik, maka ia di
sisi Allah adalah baik dan apa-apa yang dipandang sesuatu yang buruk, maka disisi Allah
adalah buruk pula.
Hadits ini menunjukkan bahwa apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin dengan
akal-sehat mereka, maka ia pun demikian di sisi Allah. Ini menunjukkan kehujjahan Istihsan.
Contoh istihsan: Menurut Madzhab Hanafi: bila seorang mewaqafkan sebidang tanah
pertanian, maka termasuk yang diwaqafkannya itu hak pengairan, hak membuat saluran air di
atas tanah itu dan sebagainya. Hal ini ditetapkan berdasar istihsan.
Menurut qiyas jali ialah qiyas yang illatnya dinyatakan secara jelas dalam Al-Quran
dan sunnah.
Menurut qiyas khafi ialah qiyas yang illatnya diistinbatkan atau ditarik dari hukum
asal.

3. Pembagian Istihsan dan contoh produk hukumnya


Ulama Hanafiah membagi Istihsan kepada enam macam. Sebagaimana di jelaskan
oleh al-Syatibi, yaitu:
Istihsan bil an-Nash (Istihsan berdasarkan ayat atau hadits). Yaitu penyimpangan
suatu ketentuan hukum berdasarkan ketetapan qiyas kepada ketentuan hukum yang
berlawanan dengan yang ditetapkan berdasarkan nash al-kitab dan sunnah. Contohnya yaitu :
Masalah wasiat. Menurut ketentuan umum wasiat tidak boleh, karena sifat pemindahan hak
milik kepada orang yang berwasiat tidak cakap lagi, yaitu setelah ia wafat.
Istihsan bi al-Ijma (istihsan yang didasarkan kepada ijma).yaitu meninggalkan
keharusan menggunakan qiyas pada suatu persoalan karena ada ijma.Contohnya: Dalam
kasus pemandian umum. Menurut kaidah umum, jasa pemandian umum itu harus jelas, yaitu
harus berapa lamaseseorang harus mandidan berapa liter air yang dipakai. Akan tetapi apabila
hal itu dilakukan maka akan menyulitkan bagi orang. Oleh sebab itu, para ulama sepakat
menyatakan bahwa boleh menggunakan jasa pemandian umum sekalipun tanpa menentukan
jumlah air dan lamanya waktu yang dipakai.
Istihsan bi al-Qiyas al-Khafi (Istihsan berdasarkan qiyas yang tersembunyi). Yaitu
memalingkan suatu masalah dari ketentuan hukum qiyas yang jelas kepada ketentuan qiyas
yang samar, tetapi keberadaannya lebih kuat dan lebih tepat untuk diamalkan. Contohnya :
Dalam wakaf lahan pertanian, dalam qiyas jali wakaf ini sama dengan jual beli, karena
pemilik lahan telah menggugurkan hak miliknya dengan memindah tangankan lahan tersebut.
Istihsan bi al-maslahah (istihsan berdasarkan kemaslahatan). Misalnya kebolehan
dokter melihat aurat wanita dalam proses pengobatan. Menurut kaidah umum seseorang
dilarang melihat aurat orang lain. Tapi, dalam keadaan tertentu seseorang harus membuka
bajunya untuk di diagnosa penyakitnya. Maka, untuk kemaslahatanorang itu, maka menurut
kaidah istihsan seorang dokter dibolehkan melihat aurat wanita yang berobat kepadanya.
Istihsan bi al-Urf ( Istihsan berdasarkan adat kebiasaan yang berlaku umum). Yaitu
penyimpangan hukum yang berlawanan dengan ketentuan qiyas, karena adanya Urf yang
sudah dipraktikkan dan sudah dikenal dalam kehidupan masyarakat. Contohnya seperti
menyewa wanita untuk menyusukan bayi dengan menjamin kebutuhan makan, minum dan
pakaiannya.

Istihsan bi al-Dharurah (istihsan berdasarkan dharurah). Yaitu seorang mujtahid


meninggalkan keharusan pemberlakuan qiyas atas sesuatu masalah karena berhadapan dengan
kondisi dhorurat, dan mujtahid berpegang kepada ketentuan yang mengharuskan untuk
memenuhi hajat atau menolak terjadinya kemudharatan. Misalnya dalam kasus sumur yang
kemasukan najis. Menurut kaidah sumur tersebut sulit dibersihkan dengan mengeluarkan
seluruh air dari sumur tersebut, karena sumur yang sumbernya dari mata air sulit dikeringkan.

B. Maslahah Mursalah

1. Pengertian Maslahah Mursalah


Dari segi bahasa, kata maslahah berarti manfaat baik secara timbangan kata yaitu
sebagai masdar, maupun secara makna dan Maslahah fiil (kata kerja) yang mengandung ash-
Shalah yang bermakna an-nafu.
Dengan demikian, al-maslahah al-mursalah adalah suatu kemaslahatan yang tidak
mempunyai dasar dalil, tetapi juga tidak ada pembatalnya. Jika terdapat suatu kejadian yang
tidak ada ketentuan syariat dan tidak ada illat yang keluar dari syara yang menetukan
kejelasan hukum kejadian tersebut, kemudian ditemukan sesuatu yang sesuai dengan hukum
syara, yakni suatu ketentuan yang berdasarkan pemeliharaan kemudhorotan atau menyatakan
suatu manfaat, maka kejadian tersebut dinamakan al-Maslahah al-Mursalah. Tujuan
utama al-Maslahah al-Mursalah adalah kemashlahatan, yakni memelihara dari kemudhorotan
dan menjaga kemanfaatannya.
Menurut istilah ulama ushul ada bermacam-macam ta`rif yang diberikan di antaranya:
Imam Ar-Razi mendefinisikan mashlahah yaitu perbuatan yang bermanfaat yang telah
ditujukan oleh syari (Allah) kepada hamba-Nya demi memelihara dan menjaga agamanya,
jiwanya, akalnya, keturunannya dan harta bendanya.
Imam Al-Ghazali mendefinisikan sebagai berikut: Maslahah pada dasarnya ialah meraih
manfaat dan menolak mudarat.

Contoh Maslahah Wa Mursalah


Para sahabat nabi bermufakat menetapkan had hukuman atas peminum khamar atau
arak delapan puluh kali dera. Mereka menetapkan demikian itu berdasarkan atas Maslahah
Mursalah, karena di zaman Nabi SAW tidak didapati penetapan hukuman atas peminum
khamar.

2. Syarat-syarat Maslahah Mursalah


Syarat-syarat maslahah mursalah yaitu:
Maslahah itu harus hakikat, bukan dugaan, mereka harus mempunyai disiplin ilmu tertentu
memandang bahwa pembentukan hukum itu harus didasarkan pada maslahah hakikiyah yang
dapat menarik manfaat untuk manusia dan dapat menolak bahaya dari mereka.
Maslahah harus bersifat umum dan menyeluruh, tidak khusus untuk orang tertentu dan tidak
khusus untuk beberapa orang dalam jumlah sedikit.
Maslahah itu harus sejalan dengan tujuan hukum-hukum yang dituju oleh syari`.Maslahah
tersebut harus dari jenis maslahah yang telah didatangkan oleh Syari`. Seandainya tidak ada
dalil tertentu yang mengakuinya, maka maslahah tersebut tidak sejalan dengan apa yang
telah dituju oleh Islam.

3. Macam-macamMaslahah Mursalah
Maslahat segi tingkatan kepadaTiga bagian, yaitu:
a. Maslahah dharuriyah (Primer).
Maslahah dharuriyah adalah perkara perkara yang menjadi tempat tegaknya
kehidupan manusia, yang bila ditinggalkan, maka rusaklah kehidupan manusia,
timbullah fitnah, dan kehancuran yang hebat.
b. Maslahah Hajjiyah (Sekunder).
Maslahah hajjiyah ialah, semua bentuk perbuatan dan tindakan yang tidak terkait dengan
dasar yang lain (yang ada pada maslahah dharuriyah) yang dibutuhkan oleh masyarakat tetap
juga terwujud, tetapi dapat menghindarkan kesulitan dan menghilangkan
kesempitan. Hajjiyah ini tidak rusak dan terancam, tetapi hanya menimbulkan kepicikan dan
kesempitan, dan hajjiyah ini berlaku dalam lapangan ibadah, adat, muamalat, dan dan
bidang jinayat.

C. Maslahah Tahsiniah atau Kamaliyat ( Pelengkap / Tersier )


Maslahah tahsiah ialah mempergunakan semua yang layak dan pantas yang dibenarkan
oleh adat kebiasaan yang baik dan dicakup oleh bagian mahasinul akhlak. Tahsiniah juga
masuk dalam lapangan ibadah, adat, muamalah,dan bidang uqubah. Lapangan ibadah
misalnya kewajiban bersuci dari najis, menutup aurat, memakai pakaian yang baik-baik
ketika akan sholat mendekatkan diri kepada allah melalui amalan-amalan sunnah. Lapangan
adat seperti menjaga adat makan, minum, memilih makanan-makanan yang baik. Dalam
lapangan muamalah misalnya larangan menjual benda-benda yang bernajis, tika memberikan
sesuatu kepada orang lain melebihi dari kebutuhannya. Dalam lapangan uqubah misanya
dilarang berbuat curang dalam timbangan ketika berjual beli, dalam peperangan tidak boleh
membunuh wanita, anak-anak, pendeta, dan oarang-orang yang sudah lanjut usia.

4. Dalil-dalil masalahah Mursalah


Adanya dalil umum yang diungkap oleh ulama, yang menjadi maslahah mursalah sebagai
hujjah, beberpa diantaranaya adalah sebagai berikut
a. Praktek para sahabat yang telah menggunakan maslahah mursalah diantaranaya:
Sahabat mengumpulkan al quran kedalam beberapa mushaf, padahal Rasulullah tidak pernah
menyuruh. Dengan tujuan untuk menjaga kitab ini dari kepunahan.Dan yang lainya adalah
khulaurrasidin menetepkan keharusan menanggung ganti rugi kepada para tukang. Sebab kalu
tidak dibenai dengan ganti rugi maka mereka akan ceroboh dalam memegang amanah dari
majikanya. Kemudian contoh yang lain adalah saat umar bin khattab memerintahkan para
penguasa agar memisahakan antara harta kekayaan pribadi dengan harta diperoleh dari
kekuasaan agara terhindar dari manipulasi.
b. Adanaya maslahah sesuia dengan maqhasaid as syariah artinaya dengan mengambil
masalahah berarti sama dengan merealisasikan maqhasaid as syariah. menggunakan dalil
maslahah atas dasar bahwa ia adalaha sumber hukum pokok yang berdiri sendiri.
c. Seandainya maslahah tidak diambil pada setiap kasus yang jelas mengandung maslahah
selama berada dalam katek maslahah syariah, maka orang-orang mukalaff akan mengalami
kesulitan dan kesempitan.
d. Kemaslahatan uman manusia itu sifatnya selalu actual. Karena itu jika tidak ada syariat
hukumyang berdasarkan maslahah mursalah yang berkenaan dengan maslahah baru sesuia
tuntutan perkembangan, maka pembenttukan hukum hanya akan terkunci berdasarkan
maslahah yang berdasarkan maslahah yang mendapat pengakuan syarI, dengan demikian
kemaslahatan yang dibutuhkan umat manusia disetiap masa dan tempat menjadi terabaikan,
berarti pembentukan hukum tidak melihat kemashatan ummat manusia. Hal ini tidaklah
cocok dan tidaklah sesuai dengan maksud syariat yang selalu ingin mewujudkan maslahatan
bagi kehidupan umat manusia.
Dibawa ini akan di terangkan pendapat beberapa orang ulama didalam kitab ushul tentang
almaslahah al-mursalah
1. Al-amidi berkata dalam kitab al-ihkam, IV: 140, para ulama dari golongan
syafii,hanafi dan lain-lain telah sepakat untuk tidak berpegang kepada istishlah,kecuali imam
malik, dan diapun tidak bersependapat dengan para pengikutnya. Para ulama tersebut sepakat
untuk tidak memakai istishlah dalam setiap kemaslahahan kecuali dalam kemaslahatan yang
penting dan khusus secaraqathI mereka tidak menggunakanaya dalam kemslahatan yang
tidak penting tidak berlaku umum, serta tidak kuat.
2. Menurut ibnu hajib, sesuatu yang tidak ada dalilnya itu disebut mursal. Akan tetapi
kalau gharibatau ada pembatalanya maka dalil itu tertolak secara sepakat. Adapun bila
dalilnya sesuai , maka imam Al-ghazali memakainya, dia menerimanya dari Asy-syafi;idan
malik. Namun yang lebih utama adalah menolaknya.
3. Imam Asy-syatibi berkata dalam kitab Al Istifham, II :111-112 pendapat tentang
adanya maslahah mursalah itu telah diperdebatkan di kalangan para ulama, yang dapat di
bagi dalam empat pendapat:
a. Al- qadhi dan beberapa ahli menolaknya dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak
ada dasarnya.
b. Imam malik menganggapnya ada dan memakainya secara mutlak.
c. Imam Asy-SyafiI dan para pembesar golongan Hanafiyah memakai Al-mashlahah al-
mursalah dalam permasalahan yang tidak di jumpai dasar hukumanya yang shahih. Namun
mereka mensyaratkan dasar hukum yang mendekati hukum yang shahih. Hal itu senada
dengan pendapat Al-juwaini.
d. Imam Al-ghazali berpendapat bahwa bila kecocokannya itu ada dalam tahap tahsim atau
tajayyun (perbaikan), tidaklah dipakai sampai dalil yang lebih jelas, adapun bilaberada pada
martabat penting boleh memakainya, tetapi harus memenuhu beberapa syarat.
Dia pun berkata, jangan samapai para mujtahid menjauhi untuk melaksanakanya.
Namun pendapatnya berbeda-beda tentang derajat pertengahan: Yakni martabat kebutuhan.
Dalam kitam Al-mustasyfa,dia menolaknya, namun dalam kitab Syafau al-ghazalil, dia
menerimanya
BAB III

KESIMPULAN

Istihsan adalah mengambil maslahah yang merupakan bagian dalam dalil yang
bersifat kully(menyeluruh) dengan mengutamakan al-istidlal al-mursal daripada qiyas. Dari
Tarif di atas, jelas bahwa al-istihsan lebih mementingkan maslahah juziyyah atau maslahah
tertentu dibandingkan dengan dalil kully atau dalil yang umum atau dalam kata lain sering
dikatakan bahwa al-istihsan adalah beralih dari satu qiyas ke qiyas yang lain yang dianggap
lebih kuat dilihat dari tujuan syariat diturunkan. Tegasnya, al-istihsan selalu melihat dampak
sesuatu ketentuan hukum, jangan sampai membawa dampak merugikan tapi harus
mendatangkan maslahah atau menghindari mudarat, namun bukan berarti istihsan adalah
menetapkan hukum atas dasar rayu semata, melainkan berpindah dari satu dalil ke dalil yang
lebih kuat yang kandungannya berbeda. Dalil kedua ini dapat berwujud ijma, urf atau al-
maslahah al-mursalah.
Al-maslahah al-mursalah adalah suatu kemaslahatan yang tidak mempunyai dasar dalil,
tetapi juga tidak ada pembatalnya. Jika terdapat suatu kejadian yang tidak ada ketentuan
syariat dan tidak ada illat yang keluar dari syara yang menetukan kejelasan hukum kejadian
tersebut, kemudian ditemukan sesuatu yang sesuai dengan hukum syara, yakni suatu
ketentuan yang berdasarkan pemeliharaan kemudhorotan atau menyatakan suatu manfaat,
maka kejadian tersebut dinamakan al-Maslahah al-Mursalah. Tujuan utama al-Maslahah al-
Mursalah adalah kemashlahatan, yakni memelihara dari kemudhorotan dan menjaga
kemanfaatannya.

Sedangkan alasan yang dikatakan al-mursalah, karena syara memutlakkannya bahwa


didalamnya tidak dapat kaidah syara yang menjadi penguatnya ataupun pembatalnya

Anda mungkin juga menyukai