Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SYARI’AH/HUKUM ISLAM

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah PENDIDIKAN AGAMA


DOSEN PENGAMPU : YULIZAR BILA M.ED

DISUSUN OLEH :
FADHILAH KHANSA (21026022)

PRODI : ILMU INFORMASI PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN


FAKULTAS : BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan karunianya-Nya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini pada tepat waktunya.Tidak lupa
pula shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah meninggalkan contoh
cemerlang tentang bagaimana seharusnya menjalani hidup dan kehidupan kita di dunia ini.
Penulisan makalah “Syari’ah/Hukum Islam” ini diajukan untuk memenuhi tugas mandiri
pada mata kuliah Pendidikan Agama.Penulis menyadari memiliki keterbatasan pengetahuan
dan wawasan dalam menyusun kalimat,atau tata bahasa dan ejaan yang dipakai dalam
menyelesaikan makalah ini.Penulis juga menyadari baik isi maupun penyajian makalah ini
masih belum sempurna.

Penulis meminta maaf apabila dalam penulisan makalah ini banyak ditemukan berbagai
kekurangan dan kelemahan,karena kesempurnaan itu adalah milik Allah SWT.Oleh karena itu
saran pada kritik pendapat yang sehat dan membangun sangatlah penulis harapkan agar
makalah ini menjadi hasil karya ilmiah yang baik.Tidak lupa pula penulis mohon ampunan
kepada Allah SWT atas segala dosa yang pernah penulis lakukan.Aamiin.

Padang,8 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………………………………………………..i
Daftar Isi……………………………………………………………………………………………………………………………………………ii
BAB 1…………………………………………………………………………………………………………………………………………….1
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………………………………………………….1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………………………………….2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………………………………………………………………...2

BAB II…………………………………………………………………………………………………………………………………………………….3

PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………………………………………………….3

2.1 Pengertian Syaria’h………………………………………………………………………………………………………………….3

2.2 Dasar-dasar hukum Islam…………………………………………………………………………………………………………4

2.3 Dimensi hukum Islam……………………………………………………………………………………………………………… 5

2.4 Implementasi syaria’h/hukum islam dalam kehidupan…………………………………………………………… 6

BAB III……………………………………………………………………………………………………………………………………………………7

3.1 Simpulan…………………………………………………………………………………………………………………………………7

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………………………………8

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT.Dengan


segala pemebrian-Nya manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa
dirasakan oleh dirinya.Tapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan
dzat Allah SWT yang telah memberikannya.Untuk hal tersebut manusia harus
mendapatkan suatu bimbingan sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai
dengan bimbingan Allah SWT.Hidup yang dibimbing syaria’h akan melahirkan
kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Allah dan
Rasulnya yang tergambar dalam hukum Allah SWT yang normative dan deskriptif
(Quraniyah dan Kauniyah).
Sebagian dari syaria’h terdapat aturan tentang ibadah,baik ibadah khusus
maupun ibadah umum.Sumber syaria’h adalah Al-quran dan As-sunnah,sedangkan hal-
hal yang belum diatur secara pasti di dalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu
(ijtihad).Syaria’ah dapat dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah tertanam
Aqidah atau keimanan.Semoga dengan bimbingan syaria’h hidup kita akan selamat
dunia dan akhirat

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Syaria’h ?

2.Apa saja dasar hukum Islam ?

3.Bagaimana dimensi hukum Islam ?

4.Apa saja implementasi syaria’h/hukum dalam kehidupan ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian syaria’ah ?
2. Untuk mengetahui dasar hukum Islam ?
3. Untuk mengetahui bagaimana dimensi hukum Islam ?
4. Untuk mengetahui apa saja implementasi syaria’h/hukum dalam kehidupan ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Syari’ah


Syari`ah Secara bahasa kata syari`ah merupakan kata yang berasal dari bahasa
Arab yang asal katanya adalah syara`a yang berarti metode atau jalan. Secara istilah adalah
segala sesuatu yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw berupa hukum yang dapat
memperbaiki kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Hukum-hukum tersebut mencakup
aspek keyakinan, perbuatan dan tingkah laku. Namun dalam pembahasan ini, syari`ah
maknanya lebih mengerucut kepada hukum yang mengatur tentang perbuatan manusia.
Perbuatan manusia yang ditujukan kepada Allah Swt sebagai Sang Pencipta yang dinamakan
dengan hablumminallah dan kepada sesama manusia yang dinamakan dengan
hablumminannas.

Syariah memiliki banyak arti, salah satu di antaranya berarti ketetapan dari
Allah bagi hamba-hamba-Nya atau segala hal yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW dalam bentuk wahyu yang ada dalam Alquran dan sunnah. Semula kata
syariah berarti "jalan menuju ke sumber air", yakni jalan ke arah sumber kehidupan.
Semula kata syariah diartikan dengan agama dan pada akhirnya syariat ditunjukkan khusus
untuk praktik agama. Penunjuk ini dimaksudkan untuk membedakan antara agama dan
syariah. Pada akhirnya, agama itu satu dan berlaku secara universal, sedangkan syariah
berbeda antara umat yang satu dengan umat lainnya.

Sedangkan dalam perkembangan selanjutnya, kata syariah digunakan untuk menunjukkan


hukum-hukum Islam, baik yang ditetapkan langsung oleh Alquran dan Sunnah, maupun yang
telah dicampuri pemikiran manusia (ijtihad).

3
2.2 Dasar-dasar hukum Islam (hakim, mahkum alaih, mahkum bih)
1) Hakim Al-Hakim maksudnya adalah penetap hukum, maka yang dimaksud
dengan al-Hakim adalah Allah Swt. Sebab Allah Swt yang telah menciptakan segala-
galanya, termasuk menciptakan hukum bagi manusia. Wewenang Allah Swt sebagai
al-Hakim adalah sebagai penetap atau penafi sebuah hukum. Hal ini ditegaskan
dalam firman Allah Swt: Al-Ra`du: 41 Yusuf: 40. Meyakini Allah Swt sebagai al-Hakim
merupakan bagian dari keimanan seorang muslim. Jika seseorang berkeyakinan
bahwa Allah Swt bukanlah penetap hukum dan bahkan menentang setiap hukum
disyariatkan, maka orang tersebut dinyatakan kafir.

2) Hukum Kata hukum berasal dari kata al-Hukmu yang secara bahasa berarti Al-
Man`u yaitu menahan atau melarang. Secara istilah, ulama Fikih dengan ulama
Ushul Fikih berbeda pendapat. Ulama fikih mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan hukum adalah pengaruh yang muncul dari khitab al-Syari yang berkaitan
dengan perbuatan seperti, wajib, haram, mubah, makruh dan mubah. Sedangkan
ulama Ushul Fikih berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hukum adalah khitab
Allah Swt yang bersinggungan dengan perbuatan mukallaf bebentuk tuntutan,
pilihan atau ketentuan. Maka dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa hukum
menurut ulama Ushul Fikih dapat dibagi kepada dua bentuk, yaitu: Hukum Taklifi
dan Hukum Wadh`i.
Hukum Taklifi adalah tuntutan bagi mukallaf melakukan sebuah perbuatan atau
tuntutan untuk meninggalakan sebuah perbuatan atau tuntutan untuk memilih
antara melakukan atau meninggalkan.

Hukum Wadh`i adalah sebuah ketentuan yang menjadi sebab atau syarat yang
melahirkan hukum, atau penghalang yang menghambat sehingga tidak berlakunya
sebuah hukum.
3) Mahkum Fihi Mahkum fihi adalah perbuatan mukallaf yang berkaitan
dengan khitab alSyari` yang bersifat tuntutan, pilihan atau wada`. Seperti firman
Allah Swt: al-Baqrah 43 terdapat tuntutan melaksanakan yang bersifat tegas dalam
shalat sehingga shalat menjadi wajib untuk dilaksanakan bagi mukallaf. Begitu juga
dalam firman Allah Swt, al-An`am 151 ada tuntutan untuk meninggalkan
pembunuhan secara tegas maka membunuh menjadi terlarang atau haram.

4
Dalam hukum taklifi, mahkum fihi mesti perbuatan yang mampu dilakukan oleh
mukallaf. Maka perbuatan tersebut bisa berbentuk wajib, mandub, haram, makruh
atau mubah.

Oleh sebab itu lahirlah ketetapan bahwa tidak ada taklif kecuali pada perbuatan.
Artinya adalah hukum syara’ yang berbentuk taklif hanya pada perbuatan mukallaf.
Sedangkan pada hukum wadh`i, mahkum fihi bisa saja bersumber dari perbuatan
mukallaf atau diluar kemampuan mukallaf. Pada perbuaan yang bersumber dari
mukallaf seperti mmbunuh secara sengaja merupakan sabab diberlakukannya
qishahs.
4) Mahkum Alaih Mahkum alaih adalah manusia yang memiliki perbuatan yang
bersinggungan dengan khitab al-Syari` atau hukum al-Syari`. Selain mahkum alaih,
istilah ini juga dikenal dengan mukallaf atau yang dibebani hukum.
2.3 Dimensi hukum Islam
1) Ibadah Mahdhah Penghambaan yang murni hanya merupakan hubungan
antara hamba dengan Allah Swt secara langsung. Dalam pelaksanaannya harus berdasarkan
kepada perintah al-Quran dan mencontoh pada pelaksanaan Rasulullah Saw. Tidak boleh
dibuat-buat dan jika dibuat-buat atau diadaadakan. Jika seseorang melakukan yang demikian
maka apa yang ia lakukan tidak ada artinya. Ibadah mahdhah memeliki beberapa karakteristik,
yaitu:
a) Berdasarkan kepada dalil
b) Mengikuti ketentuan Rasulullah Saw

c) Bersifat suprarasional (ghairu al-mu`alalah) dan


d) Ketaatan kepada Allah Swt.

2) Ibadah Gairu Mahdhah Penghambaan yang tidak saja mengatur hubungan


hamba dengan Allah Swt tapi juga mengatur hubungan atau interaksi antara hamba dengan
makhluk lainnya. Contoh: bersedekah, tolong-menolong, jual-beli, dll. Pada ibadah gairu
mahdhah tidak ada ketentuan pasti tentang pelaksanaannya. Yang terpenting adalah, segala
amalan yang dilakukan dengan iman dan ikhlas maka bernilai ibadah disisi Allah Swt.
Karakteristik ibadah ghairu mahdhah:

a) Dijelaskan oleh dalil global dan tidak ada dalil yang melarang
b) Tidak mesti meniru Rasulullah Saw
c) Bersifat rasional (mu`allalah) dan
d) Azasnya “mashalahah atau manfa`ah”

5
2.4 Implementasi syaria’h/hukum Islam dalam kehidupan
Syari`ah ataupun seperangkat hukum yang diturunkan Allah Swt kepada
manusia yang mengatur tentang perbuatan mereka memiliki fungsi dan tujuan. Fungsinya itu
adalah untuk mengatur segala tindak tanduk manusia agar sesuai dengan ketentuan yang telah
digariskan Allah Swt. Jika manusia tidak diatur oleh Allah Swt maka manusia akan menjadi
makhluk yang lebih rendah derajatnya dari makhluk yang lain. Tujuan yang ingin diwujudkan
dibalik penetapan hukum tersebut adalah agar terciptanya kemashlatan bagi manusia itu
sendiri pada kehidupan dunia dan akhirat nanti. Oleh sebab itu Imam al-Syathiby menyebutkan
dalam kitab alMuwafaqat bahwa,

‫“ العاجيل و األجيل معا ى رشائع لمصالح الناس ف إنما وضع ال‬Sesungguhnya


ditetapkannya syariat bagi manusia agar terciptanya kemashalahatan bagi mereka pada
kehidupan dunia dan akhirat secara bersamaan.”
Dari penyataan di atas dapat dipahami pada dua kehidupan manusia, yaitu
dunia dan akhirat memiliki kemashalatan yang berbeda. Oleh sebab itu, apa saja yang menjadi
kemashalatan dunia dan kemashlahatan akhirat, berikut akan dijelaskan:
1) Kemashlahatan Dunia Ulama sepakat bahwa kemashalahatan dalam
kehidupan dunia dapat dibagi kepada tiga tingkatan, yaitu: dharuriyah (primer), hajiyah
(sekunder) dan tahsiniyah (tersier). Pada masing-masing tingkatan memiliki karakteristik dan
standar yang berbeda. Berikut penjelasan masing-masing tingkatan tersebut lebih rinci.
1) Daruriyyah (Primer) Dharuriyah (pimer) merupakan tingkatan yang paling
mendasar. Segala yang dibutuhkan pada tingkatan ini mesti terwujud. Jika tidak maka
kehidupan di dunia ini tidak akan berjalan dengan semestinya. Manusia akan menghadapi
permasalahan ataupun kesengsaraan yang menghantarkan umat manusia pada kesengsaraan
dan berujung pada kebinasaan. Untuk terpenuhinya kemashlahatan manusia pada tingkatan
ini, ada lima hal yang mesti ada dalam kehidupan, yaitu: agama, jiwa, akal, harta dan
keturunan. Syariat Islam sagat menjaga lima hal ini sehigga disyariatkanlah atau ditetapkanlah
seperangkat hukum untuk menjaganya. Menjaga agar tetap eksis dan menjaga agar tidak
hilang atau binasa.
2) Hajiyyah - Sekunder Kemaslhahatan hajiyyah (sekunder) adalah
kemashlahatan yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang bila mana tidak terwujud
maka tidak sampai mengancam kehidupan manusia, akan tetapi hanya menyebabkan manusia
dalam kesusahan atau kesulitan.

6
Agar manusia terhindar dari kesusahan-kesusahan tersbut, maka Islam mensyariatkan
rukhsah. Rukhshah adalah keringanan hukum yang diberikan oleh Allah Swt kepada manusia
jika mereka menghadapai kondisi yang susah untuk melakukan perintah sesuai dengan
ketentuannya. Seperti Islam mensyriatkan rukhsah dengan kebolehan men-jama`
(menggabungkan) shalat pada perjalanan. Begitu juga dengan menqashar (meringkas) rakaat
shalat jika seandanya perjalanan yang ditempuh cukup jauh sesuai dengan batasan yang telah
ditentukan oleh syara’. Ataupun kebolehan jual beli salam yang barang dagannyannya belum
ada tapi sudah dilakukan transaksi. Dibolehkan jual beli dalam bentuk ini untuk memudahkan
bagi para pihak dalam melakukan aktivitas dagang mereka. Sebab pada hakikatnya, jual beli
harus dihadirkan barang dagangan yang merupakan rukun jual beli. Tapi karena lain sistuasi,
jual beli salam dibolehkan dengan tujuan memberikan kemdahan bagi manusia.
3) Tahsiniyyah - Tersier Mashlahat tahsiniyah adalah kemashalatan dalam
tingkatan kemewahan. Keberadaannya merupakan pelengkap bagi kemashalatan lain, jika
tidak terpenuhi maka tidak akan mengancam kehidupan manusia dan juga tidak akan
menyebabkan mereka kesusahan dalam kehidupan. Hal ini biasanya adalah kepatutan
menurut adat istiadat, menghindarkan hal-hal yang tidak enak dipandang mata dan berhias
dengan keindahan yang sesuai dengan tuntuan norma dan akhlak yang berlaku. Mashlahat
tahsiniyah terdapat dalam berbagai bidang kehidupan, seperti ibadah, muamalah dan lain
sebagainya. Allah Swt. telah menyariatkan hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan
tahsiniyyah. Dalam perkara ibadah, Islam menyariatkan bersuci baik dari najis atau dari hadas,
baik dari badan maupun pada tempat dan lingkungan. Islam menganjurkan berhias ketika
hendak ke mesjid, menganjurkan memperbanyak ibadah sunat. Masalah muamalah, Islam
melarang boros, kikir, menaikkan harga, monopoli dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Syariah memiliki kedudukan yang kuat dalam ajaran islam. Ia seperti tiang
yang membuat kokoh sebuah bangunan. Tanpa tiang maka bangunan tidak akan berdiri. Maka
begitu juga dengan syariah yang menadi tiang dari agama islam.
Syariat Islam (Arab: ‫ شيعة إسالمية‬Syariat Islamiyyah) adalah hukum atau peraturan Islam yang
mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam
juga berisi penyelesaian persoalan seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam,
syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup
manusia dan kehidupan dunia ini.

7
DAFTAR PUSTAKA

https://elearning2.unp.ac.id/pluginfile.php/100000001701225/mod_label/intro
/Modul%207%20PAI.pdf

Anda mungkin juga menyukai