Anda di halaman 1dari 13

IPTEKNI

dalam ISLAM
Oleh :
Tim Penyusun Modul PAI UNP

Lisensi Dokumen:
Copyright © 2020 Universitas Negeri Padang
Seluruh dokumen di e-Learning Universitas Negeri Padang, hanya digunakan untuk kalangan
Internal Universitas, untuk kebutuhan Perkuliahan Online. Penggunaan dokumen ini di luar UNP tidak
diizinka dan tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang, kecuali mendapatkan ijin terlebih dahulu
dari Penulis dan Universitas Negeri Padang.

1. Deskripsi
Program Learning Outcome 2:
Mahasiswa menunjukkan sikap cinta tanah air dan setia kepada NKRI
Program Learning Outcome 3:
Mahasiswa mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan
antarumat beragama
Program Learning Outcome 5:
Mahasiswa terbiasa berpikir kritis dan menyelesaikan persoalan berbasis nilai
agama
Course Outcome (CO):
Mahasiswa mampu menganalisis Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni dalam
Islam dan menyelesaikan persoalan konteks yang terkait

Pokok Bahasan: IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM /IPTEKNI dalam ISLAM
Materi Bahasan: .
a. Konsep IPTEKNI dalam Islam: pengertian, unsur, tujuan
b. Islam dan seni
c. Islam dan Kebudayaan
d. Etos kerja dalam Islam
2. Petunjuk
Silahkan anandamembacadan memahami materi pada bagian C. Selanjutnya,
ananda dapat menjawab pertanyaan dan menyelesaikan tugas yang termuat pada tes
di berikutnya. Selamat belajar, semoga Allah memberikan rahmat dan hidayah
ilmu. Aamiin..

3. Materi
a. Konsep Iptekni dalam Islam
1) Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKNI) adalah tiga ranah yang
berbeda tapi tidak dapat dipisahkan. Secara sederhana, ilmu adalah
pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh melalui pengematan dengan
menggunakan metode berfikir ilmiah (scientific metode) dan disusun secara
sistematis. Ilmu bukan pengetahuan biasa yang mencakup segenap bentuk
yang diketahui dalam istilah Inggris disebut knowledge. Menurur Soekarto
(200: 6), “ciri-ciri ilmu pengetahuan itu adalah (1) pengetahuan/knowledge
(2) sistematis (3) menggunakan pemikiran (4) dapayt dikontrol secara kritis
(objektif)”.
Secara garis besar objek ilmu itu tebagi dua yakni objek material dan objek
forma. Objek material ilmu adalah yang membedakan antara satu bidang
ilmu dengan yang lainnya. Sedangkan objek forma sdalah proses yang
dilalui untuk mendapatkan sebuah ilmu. Berkaitan dengan ini seorang
ilmuan biasanya menggunakan tiga landasan pokok yaitu: “pertama,
antologi yakni yang berkaitan dengan pertanyaan apa. Kedua, epistemology
yakni yang berkaitan dengan pertanyaan bagaimana. Ketiga, aksiologi yakni
berkaitan dengan pertanyaan untuk apa”. (Suriasumantri, 1986: 105)
Berdasarkan ini, ilmu bukanlah pengetahuan biasa yang mengandalkan
peengamatan indra semata tapi adalah pengetahuan yang diperoleh dari
hasil kerjasama antara akal dan panca indra. Dengan kata lain, suatu ilmu
dihasilkan dari perpaduan antara pengetahuan ynagbersifat ideal dan
pengetahuan yang bersifat empiri.
Dari segi subjeknya, ilmu pengetahuan dapat dikelompokkan ke dalam dua
kelompok besar, yaitu ilmu pengetahuan eksak dan non eksak. Yang
termasuk ke dalam ilmu pengetahuan adalah ilmu-ilmu kedalaman (natural
science). Yang termasuk ilmu pengetahuan non eksak adalah ilmu-ilmu non
kealaman seperti ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Dagi segi kegunaannya,
ilmu pengetahuan dapat pula dibedakan ke dalam dua kelompok yaitu
ilmum-ilmu murni (pure sciences) dan ilmu-ilmu terapan (oplied science).
Seorang ilmuwan yang beriman perlu melakukan reorientasi tentang tujuan
hidup. Hidup harus diisi dengan ilmu pengetahuan dan berkarya (amal).
Ilmu dan karya adalah penting, namun lebih penting menyadara untuk apa
ilmu dan karya itu. Kerja bukan semata untuk kerja tetapi bekerja untuk
memelihara eksistensi dan meningkatkan martabat manusia bukan malah
sebaliknya. Hal itu hanya dapat dicapai bila semua itu dilandasi pada
kesadaran iman. Kemudian dengan memelihara hubungan vertikal dengan
yang maha kuasa (habmminallah) dan memelihara hubungan horizontal
dengan sesama manusia (hablumminannas) agar tidak dilanda pada
sebahagian masyarakat modern saat ini. “hanya dengan menyerahkan drii
dan mengikuti diri dengan Tuhan, dan berdiri di depan Tuhan manusia
mempunyai eksistensi yang autenti” (Drijarkara, 1978: 68). Demikian
ungkapan Kierkegaard, seorang tokoh eksistensialis. Sebaliknya sikap
angkuh dan membelakngi Tuhan disertai pemujaan yang berlebihan kepada
makhluk, termasuk iptek, justru akan membuat manusia berada dalam
keterkurungan dan kehilangan arah yang membawa petala luar biasa bagi
kemanusiaannya.
Sebagai seorang ilmuwan muslim atau muslim yang berilmu hendaklah
mempunyai tanggung jawab moral terhadap ilmunya. Ilmuwna yang
bertanggung jawab adalah ilmuwan yang memiliki pertimbangan moral dan
penerapan ilmunya. Seorang ilmuwan muslim tidak hanya berpangan bahwa
ilmu adalah untuk ilmu tetapi ilmu adalah untuk kemaslahatan umat
manusia di jagat raya. Karena manusia adalah sebagai khalifah yang harus
dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada umat manusia dan
sang pencipta, semakin tinggi ilmunya semakin bertambah rasa takutnya
kepada Allah. Itulah ciri ilmuwan yang beriman
2) Teknologi
Teknologi adalah penerapan dari ilmu sebagai alat perpanjangan tangan
bagi manusia dalam mencapai maksudnya. Ilmu mengemukakan sejumlah
prinsip, kaidah, dan teori yang diangkat dari hasil pengamatan serta
pengalaman tentang gejala. Sedangkan teknologi berbicara tentang
bagaimana ilmu itu bisa bisa diaplikasikan ke dalam tindakan yang
menghasilkan manfaat langsung bagi manusia.
Teknologi dapat dibedakan dalam dua bentuk. Pertama, teknologi sebagai
proses yakni pendayagunaan ilmu dan pengetahuan. Kedua, teknologi dalam
bentuk hasil yakni sebagai wujud kongrit dari pendayagunaan ilmu dan
pengetahuan berupa produk-produk tentu seperti peralatan dan perkakas.
Dari sinilah lahirny aungkapan bahwa teknologi itu adalah perpanjangan
tangan manusia. Hal ini dibuktikan oleh terutama dalam kehidupan di
zaman modern saat ini, hampir setiap gerak langkah
kehidupan bersentuhan dengan teknologi, naik langsung maupun tidak. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa ilmu itu berawal dari filsafat dan
berakhir dengan seni.
3) Iptek dalam Al-Qur’an dan Hadis
a) QS Al-Alaq 96/: 1-5
“bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah ynag Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”.
Kata “iqra” terambil dari kata qara‟a yang makna asalnya adalah
“menghimpun, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu
dan membaca baik teks tertulis maupun tidak” (M. Quraish Sihab, 1996:
433). Maka salah satu kunci pokok lahir dan perkembangannya Ilmu
pengetahuan adalah membaca ayat Allah, baik yang tersurat (qur’aiyah)
maupun yang tersirat (kauniyah).
b) QS Al-Ghasyiyah/88: 17-20
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan, dan langit bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gunung
bagaimana ditegakkan? Dan bumi bagaimana dihamparkan”
Ayat ini mengandung isyarat dan perintah agar manusia memperhatikan
serta mempelajari unta, langit, gunung, dan bumi agar sampai kepada
pengetahuan ciptaan Tuhan itu. Perintah tersebut dengan menggunakan
kata yanzhuru yang mengandung pengertian nazhar yang berarti
penglihatan diserati daya fikir atau nalar. Karena pengetahuan itu
berkembang melalui penalaran ilmiah yang dikenal dengan metode
dedukatif dan induktif.
c) QS Al-Baqarah /2: 31
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudia menggemukkan kepada para Malaikat lalu
berfirman: “sebutkanlah kepadaku nama benda-benda itu jika kamu
memang orang-orang yang benarn!””
Menurut mufasir Al-Maragi (2001: 50), ynag dimaksud nama-nama
(asma) di dalam ayat ini adalah sifat-sifat khusus atau karakteristik dan
jenis-jenis ciptaan Tuhan, yang dengan itu dapat diketahui korelasi yang
signifikan antara benda dan sifat-sifatnya.
4) Dorongan Islam tentang Ilmu Pengetahuan
Islam memberikan apresiasi yang tinggi terhadap orang-orang berilmu.
Banyak sekali dijumpai ayat dan hadis yang mengarah kepada hal itu antara
lain:
a) QS Al-Mujadalah/58: 11
“Allah akan meinggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahun beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
b) QS Fathir /35: 28
“sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun”.
c) QS Az-Zumar /39: 9
“Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran”.
d) QS Al-Jatsiyah/45: 13
“Dan dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dana pa yang
ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya
apa ynag demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berfikir”.
e) H.R. Muslim dari Abu Hurairah
“Barang siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah
akan memudahkan baginya jalan menuju surge”.
f) H.R. Turmizi
“Keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan
atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris
para nabi dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan
dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barang siapa
mengambilnya peganglah dengan teguh”.
g) H.R. Ibnu Majah dari Anas bin Malik
“mencari ilmu (belajar) adalah wajib atas setiap orang Islam
(muslim)”
h) H.R. Bukhari dari Ibnu Umar
“Sesungguhny Allah tidak akan mencabut ilmu dengan sekali cabut
dari hamba-Nya melainkan dia akan mencabutnya dengan mengambil
ulama (orang-orang berilmu) sehingga tidak tersisa lagi seorang yang
alin, manusia akan mengambil orang-orang bodoh (tak berilmu)
menjadi pemimpin, maka mereka (orang-orang bodoh) itu akn ditanya
(tentang suatu masalah), maka mereka akan mengeluarkan fatwa tanpa
berdasarkan ilmu, maka mereka telah tersesat dan menyesatkan”.

b. Islam dan Seni


Seni, adalah terjemahan dari kata “art” yang berasal dari bahasa latin “ars”
yang berarti kemahiran. Seni berguna untuk mengembangkan akal dan daya
kreatif manusia untuk menata kehidupan manusia supaya lebih luas, harmoni,
indah, sejuk, dan menyenangkan. Berbeda dengan ilmu, seni tidak hanya
bertumpu pada daya nalar tapi jug apada rasa dan intuisi. Nilai keindahan
sebuah karya seni bersifat subjektif dan relative. Unsur seni juga terdapat pada
ilmu dan teknologi, dan secara epistemology sebenarnta konstruksi sebuah ilmu
inheren dengan seni/keindahan.
Seperti diungkapkan The Liang Gie dalam Gazalba (1988: 64) bahwa di
kalangan pemikir yunani, keindahan dalam pengertian yang luas dibedakan
dalam tiga pengertian. Pertama, indah yang berpadu dengan kebikan (estetika
yang berinteraksi dengan etika). Kedua, indah estetik berdasarkan penglihatan
(symmetria). Ketiga, indah estetik berdasarkan pendengaran seperti music.
Selain itu, keindahan terbagi dalam dua bagian. Pertama, keindahan sebagai
sifat (kualitas) yang sifatnya abstrak. Kedua, keindahan suatu benda yang
bersifat konkrit. Misalnya kata beauty adalah indah yang tidak berwujud dan
beautiful adalah indah yang melekat pada suatu zat tertentu.
Ada sementara kalangan berpandangan bahwa seni tidak ada kaitannya dengan
agama dan sebaliknya, agam tidak ada kaitannya sama sekali dengan kesenian.
Keduanya salingterpisah dan berdiri sendiri. Kedua golongan ini pun sebenarnya
tanpa disadari sudah terjebak ke dalam faham sekuler (sekularisme). Pandangan
semacam ini agaknya terlalu simpel dan merupakan kesimpulan yang gegabah.
Anggapan bahwa seni tidak ada kaitanya dengan agama dapat diduga muncul
karena terbatasnya pengetahuan tentang agama maksudnya Islam. Dan anggapan
sebaliknya bahwa agama (Islam) tidak ada kaitannya dengan seni dapat pula
diduga muncul karena kedangkalan pemahamannya tentang Islam sekaligus
keterbatasan wawasan tentang seni itu sendiri.
Bila kita telusuri ajaran Islam yang berpangkal dari Al-Quran dan Hadis kita
akan menemukan pada kedua sumber tersebut pernyataan-pernyataan dasar
tentang keindahan dan dorongan kepada kebersihan, kerapian, dan keindahan.
Dalam Islam antara keindahan dan kebaikan memang berbeda namun keduanya
tidak dapat dipisahkan. Keindahan yang dinilai atau dihargai adalah keindahan
yang berpadu dengan kebaikan. Menurut Gazalba (1988: 64), Islam mengakui
keindahan yang mengandung moral dan menolak keindahan tanpa moral.
Sedangkan kebaikan itu mesti oula berpadu dengan kebenaran. Suatu perkara
yang dinilai baik oleh suatu masyarakat mungkin di nilai buruk olek masyarakat
lain jika terdapat perpaduan antara keindahan, kebaikan, dan kebenaran. Nilai
yang benar adalah nilai yang digarisi oleh yang Maha Benar yaitu Allah.
Dengan demikian antara kebaikan, kebenaran, dan keindahan terdapat sebuah
perpaduan yang saling mengisi satu sama lain. Islam menolak anggapan bahwa
seni adalah untuk semu yang tidak perlu dicampuradukkan dengan masalah
moral karena itu sebuah pertunjukan seni yang hanya mementingkan keindahan
tanpa mengindahkan nilai-nilai moral dan agama tidak dapat diterima sebagai
seni Islami, semisal pertunjukan yang dengan alasan seni mempertontonkan
aurat (pornoaksi) dan menanyakan gambar-gamar sensual (pornografi) yang
biasa merangsang nafsu birahi. Seni yang Islami adalah seni yang
mempertimbangkan nilai-nilai moral, etika, dan agama serta bertujuan untuk
mendekatkan manusia kepada ynag Maha Pencipta. Di dalam salah satu hadis
disebutkan bahwa ada dua golongan yang akan menghuni neraka salah satu di
antaranya adalah wanita-wanita yang suka mempertontonkan auratnya di depan
umum.
H.R. Muslim dari Abu Hurairah
“ada dua golongan manusia penghuni neraka yang tak pernah aku
menyaksikannya, yaitu: sekelompok orang yang selalu membawa cemeti seperti
ekor sapi. Dengan cemeti itu dia memukuli orang lain. Dan wanita yang
berpakaina tetapi telanjang yang menggoyang-goyangkan pinggulny aserta
menggerak-gerakkan kepalanya bagaikan punuk sapi ynag bergerak-gerak.
Mereka itu tidak masuk surge bahkan tidak akan mencium baunya karena bau
surge hanya bisa dicium dari jarak tertentu sekian dan sekian.” (H.R. Muslim
dari Abu Hurairah, CD Al-Hadis al-Syarif no. 3971).
Sebaliknya, Islam menghargai keindahan dan di dalam setiap ciptaan Allah
terkandung unsur keindahan, bahkan di dalam salah satu hadis riwayat Muslin
dan Ibnu Mas’ud disebutkan, Rasul pernah pada suatu kali berkata bahwa
kesombongan itu walau sekecil apapun akan menghalangi seseorang masuk ke
dalam surga. Maka seseorang berkata bagaimana bila ada orang yang menyukai
pakaian serta terompah yang bagus? Maka Rasul bersabda:
Sesungguhnya Allah itu maha Indah, dan menyukai keindahan. Kesombongan
itu adalah menantang kebenaran dan meremehkan orang lain”. (H.R. Muslim)
Nabi juga menyenangi keindahan suara seseorang dan mengumandangan ayat-
ayat Al-Quran sebagaimana seadanya:
“Dari al-Barra bin „Azib, katanya Rasulullah SAW bersabda: “Hiaslah Al-
Quran itu dengan suaramu (yang indah)”” (H.R. Abu Dawud)
Berdasarkan Hadis inilah ulama membolehkan Al-Quran itu dibaca dengan
suara serta lagu yang indah yang sesuai dengan kesucian dan keagungan Al-
Quran itu sendiri. Maka keindahan lagi Al-Quran termasuk ke dalam khazanah
seni budaya Islam yang dipertahankan sampai hari ini. Bahkan perkembangan
seni baca Al-Quran itu sangat pesat dan kaya dengan jenis lagu (nagam)nya.
Salah satu keistimewaan lagu Al-Quran ialah ketepatan penerapan nada yang
meskipun tidak menggunakan penoman not-not blok pada lazimnya dalam seni
suara. Lagu-lagu itu antara lain adalah lagu-lagu bayyati, shabah, Hijaz,
nahawand, rast, sikka, dan jiharkah. Tidak terhitung pula banyaknya variasi
yang menyertai masing-masing jenis lagu tersebut. Al-Quran yang dibaca
dengan suara dan lagu yang indah selain melahirkan getaran ke dalam hati
pendengarannya untuk mendekatkan kepada Tuhan. Dapat pula berfungsi
sebagai media dakwah, seperti diungkapkan oleh Al-Faruqi (1999: 195), walau
umat Islam tidak pernah menganggapnya sebagai music, lagu Al-Quran adalah
jenis handasah al-shawt (arsitektur suara) yang terdengar hampir setiap konteks,
dengan segala macam hadirin, di setiapsudut, dunia. Bahkan ia merupakan
pengalaman suara yang tidak bisa dihindari bagi non muslim yang tinggal di
daerah yang cukup banyak penduduknya beragama Islam. Dari situ pula
berkembangnya berbagai jenis qasidah yang pada mulanya berasal dari puji-
pujian atau sanjungan kepada Nabi Muhammad sebagai ungpan rasa cinta umat
Islam kepada Rasulnya. Semuanya merupakan bagian dari khazanah kekayaan
seni Islam, seni yang lahir dan berkembang karena diilhami oleh ajaran Islam.
Selain itu, di dunia Islam juga dikenal arsitektur yang terdapat dalam bentuk
bangunan rumah-rumah ibadah seperti masjid dan seni lukis yang biasanya
dalam bentuk kaligrafi Al-Quran yang amat mengagumkan.
c. Islam dan Kebudayaan
Prinsip dasar yang membedakan antara kebudayaan secara umum dengan
kebudayaan Islam terletak pada sumber yang menjadi pijakannya. Kebudayaan
Islam hasil produk manusia ynag prinsip dasarnya ditentukan dan ditetapkan
oleh Allah dan Rasul-Nya di dalam Al-Quran dan Sunnah, contoh dalam surat
Al-Ahzab ayat 59 tentang kewajiban setiap muslimah yang baligh dan berakal
memakai jilbab (pakaian yang lapang) untuk menutup auratnya. Aurat sebagai
prinsip kewajiban berpakaian. Prinsip aurat tidak pernah berubah dari dulu
sampai sekarang, baik di Arab, Indonesia, atau negeri lainnya. Tetapi
bagaimana cara menutup aurat, bahan apa yang dipakai, model dan hiasan apa
yang menghiasi boleh beragam sesuai dengan keadaan dan suhu waktu
memakai.
Sendi perumusan prinsip-prinsip kebudayaan Islam antara lain:
1) Sumber segala sesuatu adalah Allah karena dari-Nya berasal semua ciptaan.
2) Diembankan amanah khalifah kepada manusia.
3) Manusia dilebihkan dari makhluk lainnya.
4) Ditundukkan ciptaan Allah yang lain kepada manusia baik air, angina,
tumbuhan, dan hewan.
5) Dinyatakan bahwa semua fasilitas dan amanah tersebut akan diminta
pertanggungjawabannya kelak.
Lima hal pokok di atas secara eksplisit menjelaskan bahwa manusia sarat ide,
ingin selalu berbuat dan berkarya, ketiga bentuk itu merupakan bagian dari
kbudayaan. Selanjutnya prinsip-prinsip kebudayaan antara lain:
1) Dibangun atas dasar nilai-nilai Ilahiyah.
2) Munculnya sebagai pengembangan dan pemenuhan kebutuhan manusia.
3) Sasaran kebudayaan adalah kebahagiaan manusia, keseimbangan alam, dan
penghuninya.
4) Pengembangan ide, perbuatan, dan karya dituntut sesuai kemampuan
maksimal manusia.
5) Keseimbangan individu, sosial, dan antara makhluk lain dengan alam
merupakan cita tertinggi dari kebudayaan.
Islam dan Kebudayaan di Indonesia
Sistem nilai yang dianut oleh suatu bangsa merupakan sistem nilai dari budaya
sebuah tatanan masyarakatnya. Maksud sistem nilai budaya bangsa itu adalah
rangkaian konsepsi mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, dalam
alam pikiran sebagian besar warga suatu masyarakat atau bangsa. Dengan
demikian fungsi sistem nilai budaya adalah sebagai pedoman dan pendorong
warga masyarakat dalam bertingkah laku, dan juga berfungsi sebagai norma
dalam tingkah laku.
Untuk itu diperlukan usaha mengaktualisasikan ajaran Islam secar amurni
melalui proses pendidikan, dakwah, penyuluhan, dan pengkajian Islam secara
mendalam dan rasional baik perorangan maupun kelompok. Dengan demikian
aktualisasi nilai-nilai Islam akan terwujud dalam budaya umat Islam di Indonesi
sesuai dengan prinsip-prinsip dasar ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran
dan hadis Nabi SAW.
d. Etos kerja dalam Islam
Ilmuwan yang beriman perlu melakukan reorientasi tentang tujuan hidup. Hidup
harus diisi dengan ilmu pengetahuan dan berkarya (amal). Ilmu dan karya
adalah penting, namun lebih penting menyadara untuk apa ilmu dan karya itu.
Kerja bukan semata untuk kerja tetapi bekerja untuk memelihara eksistensi dan
meningkatkan martabat manusia bukan malah sebaliknya. Hal itu hanya dapat
dicapai bila semua itu dilandasi pada kesadaran iman. Kemudian dengan
memelihara hubungan vertikal dengan yang maha kuasa (habmminallah) dan
memelihara hubungan horizontal dengan sesama manusia (hablumminannas)
agar tidak dilanda pada sebahagian masyarakat modern saat ini. “hanya dengan
menyerahkan drii dan mengikuti diri dengan Tuhan, dan berdiri di depan Tuhan
manusia mempunyai eksistensi yang autenti” (Drijarkara, 1978: 68). Demikian
ungkapan Kierkegaard, seorang tokoh eksistensialis. Sebaliknya sikap angkuh
dan membelakngi Tuhan disertai pemujaan yang berlebihan kepada makhluk,
termasuk iptek, justru akan membuat manusia berada dalam keterkurungan dan
kehilangan arah yang membawa petala luar biasa bagi kemanusiaannya.
Sebagai seorang ilmuwan muslim atau muslim yang berilmu hendaklah
mempunyai tanggung jawab moral terhadap ilmunya. Ilmuwna yang
bertanggung jawab adalah ilmuwan yang memiliki pertimbangan moral dan
penerapan ilmunya. Seorang ilmuwan muslim tidak hanya berpangan bahwa
ilmu adalah untuk ilmu tetapi ilmu adalah untuk kemaslahatan umat manusia di
jagat raya. Karena manusia adalah sebagai khalifah yang harus dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada umat manusia dan sang
pencipta, semakin tinggi ilmunya semakin bertambah rasa takutnya kepada
Allah. Itulah ciri ilmuwan yang beriman
Ilmuwan yang beriman perlu melakukan reorientasi tentang tujuan hidup. Hidup
harus diisi dengan ilmu pengetahuan dan berkarya (amal). Ilmu dan karya
adalah penting, namun lebih penting menyadara untuk apa ilmu dan karya
itu. Kerja bukan semata untuk kerja tetapi bekerja untuk memelihara eksistensi
dan meningkatkan martabat manusia bukan malah sebaliknya. Hal itu hanya
dapat dicapai bila semua itu dilandasi pada kesadaran iman. Kemudian dengan
memelihara hubungan vertikal dengan yang maha kuasa (habmminallah) dan
memelihara hubungan horizontal dengan sesama manusia (hablumminannas)
agar tidak dilanda pada sebahagian masyarakat modern saat ini. “hanya dengan
menyerahkan drii dan mengikuti diri dengan Tuhan, dan berdiri di depan Tuhan
manusia mempunyai eksistensi yang autenti” (Drijarkara, 1978: 68). Demikian
ungkapan Kierkegaard, seorang tokoh eksistensialis. Sebaliknya sikap angkuh
dan membelakngi Tuhan disertai pemujaan yang berlebihan kepada makhluk,
termasuk iptek, justru akan membuat manusia berada dalam keterkurungan dan
kehilangan arah yang membawa petaka luar biasa bagi kemanusiaannya.
Sebagai seorang ilmuwan muslim atau muslim yang berilmu hendaklah
mempunyai tanggung jawab moral terhadap ilmunya. Ilmuwan yang
bertanggung jawab adalah ilmuwan yang memiliki pertimbangan moral dan
penerapan ilmunya. Seorang ilmuwan muslim tidak hanya berpangan bahwa
ilmu adalah untuk ilmu tetapi ilmu adalah untuk kemaslahatan umat manusia di
jagat raya. Karena manusia adalah sebagai khalifah yang harus dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada umat manusia dan sang
pencipta, dan sumber ilmu itu adalah ayat Allah
Secara garis besar ayat Allah dapat pula dibagi dalam dua kelompok.
Pertama, ayat yang diturunkan dalam bentuk wahyu-Nya kepada Rasul yang
disebut juga ayat tanziliyah yakni Al-Quran adalah sabda Allah (the words of
Allah) yang berisi sejumlah aturan dan hukum tentang kehidupan semesta dan
kemasyarakatan. Hukum yang berkaitan dengan norma kehidupan manusia
disebut syariat Allah. Sedangkan hukum-hukum ynag berkaitan dengan tingkah
laku dan fisik disebut sunatullah. Sunatullah adalah hukum ketetapan yang
diberlakukan secara pasti oleh Allah pada setiap ciptaan-Nya. Atau yang
dikenal oleh ilmuan (scientist) dengan sebutan “hukum alam” dengan adanya
hukum tersebut manusia dapat melakukan penelitan dan eksperimen secara
berulang-ulang hingga melahirkan sebuah teori. Dari situlah berkembangnya
ilmu pengetahuan.
Kedua, ayat-ayat Allah berupa ciptaan-Nya yang terbentang di seluruh jagat
raya (the words of Allah) dimana manusia disuruh memperhatikan dan
mengamatinya unutk mendapatkan pengetahuan (QS Ali-Imran/3: 190).
Pengetahuan/ilmu yang diperoleh manusia dari hasil pengamatannya tentang
ayat Allah dalam bentuk yang kedua ini melahirkan berbagai bidang serta
cabang ilmu-ilmu kealaman seperti fisika, astronomi, biologi, geologi, botani
dsk. Pengamatan manusia tentang tinhkah laku manusia secara individu
melahirkan ilmu psikologi. Sedangkan pengamatan seorang ilmuan tentang
manusia dalam kehidupan bermasyarakat melahirkan pula ilmu-ilmu sosial
seperti sosiologi, ekonomi, politik, dsk. Maka ilmu dalam perspektif Islam
bersumber dari ayat Allah, dan perkembangan suatu ilmu tergantung pada
kemampuan seseorang dalam “membaca: ayat Allah. Yang dimaksud dengan
membaca dalam hal ini adalah memperhatikan dan meneliti gejala serta tingkah
laku makhluk Allah. Inilah tafsiran lain dari kata iqra (perintah membaca) itu.
Untuk mengetahuan bagaiman sikap Islam terhadap ilmu pengetahuan akan kita
lihat pula bagaimana Al-Quran dan hadis berbincang tentang ilmu.
Ilmuwan yang beriman perlu melakukan reorientasi tentang tujuan hidup. Hidup
harus diisi dengan ilmu pengetahuan dan berkarya (amal). Ilmu dan karya adalah
penting, namun lebih penting menyadara untuk apa ilmu dan karya itu. Kerja
bukan semata untuk kerja tetapi bekerja untuk memelihara eksistensi dan
meningkatkan martabat manusia bukan malah sebaliknya. Hal itu hanya dapat
dicapai bila semua itu dilandasi pada kesadaran iman. Kemudian dengan
memelihara hubungan vertikal dengan yang maha kuasa (habmminallah) dan
memelihara hubungan horizontal dengan sesama manusia (hablumminannas) agar
tidak dilanda pada sebahagian masyarakat modern saat ini. “hanya dengan
menyerahkan drii dan mengikuti diri dengan Tuhan, dan berdiri di depan Tuhan
manusia mempunyai eksistensi yang autenti” (Drijarkara, 1978: 68). Demikian
ungkapan Kierkegaard, seorang tokoh eksistensialis. Sebaliknya sikap angkuh dan
membelakngi Tuhan disertai pemujaan yang berlebihan kepada makhluk, termasuk
iptek, justru akan membuat manusia berada dalam keterkurungan dan kehilangan
arah yang membawa petala luar biasa bagi kemanusiaannya.
Sebagai seorang ilmuwan muslim atau muslim yang berilmu hendaklah
mempunyai tanggung jawab moral terhadap ilmunya. Ilmuwna yang
bertanggung jawab adalah ilmuwan yang memiliki pertimbangan moral dan
penerapan ilmunya. Seorang ilmuwan muslim tidak hanya berpangan bahwa
ilmu adalah untuk ilmu tetapi ilmu adalah untuk kemaslahatan umat manusia di
jagat raya. Karena manusia adalah sebagai khalifah yang harus dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada umat manusia dan sang
pencipta, semakin tinggi ilmunya semakin bertambah rasa takutnya kepada
Allah. Itulah ciri ilmuwan yang beriman (Dakosta).
Seorang ilmuwan yang beriman perlu melakukan reorientasi tentang tujuan
hidup. Hidup harus diisi dengan ilmu pengetahuan dan berkarya (amal). Ilmu
dan karya adalah penting, namun lebih penting menyadara untuk apa ilmu dan
karya itu. Kerja bukan semata untuk kerja tetapi bekerja untuk memelihara
eksistensi dan meningkatkan martabat manusia bukan malah sebaliknya. Hal itu
hanya dapat dicapai bila semua itu dilandasi pada kesadaran iman. Kemudian
dengan memelihara hubungan vertikal dengan yang maha kuasa
(habmminallah) dan memelihara hubungan horizontal dengan sesama manusia
(hablumminannas) agar tidak dilanda pada sebahagian masyarakat modern saat
ini. “hanya dengan menyerahkan drii dan mengikuti diri dengan Tuhan, dan
berdiri di depan Tuhan manusia mempunyai eksistensi yang autenti”
(Drijarkara, 1978: 68). Demikian ungkapan Kierkegaard, seorang tokoh
eksistensialis. Sebaliknya sikap angkuh dan membelakngi Tuhan disertai
pemujaan yang berlebihan kepada makhluk, termasuk iptek, justru akan
membuat manusia berada dalam keterkurungan dan kehilangan arah yang
membawa petala luar biasa bagi kemanusiaannya.
Sebagai seorang ilmuwan muslim atau muslim yang berilmu hendaklah
mempunyai tanggung jawab moral terhadap ilmunya. Ilmuwna yang
bertanggung jawab adalah ilmuwan yang memiliki pertimbangan moral dan
penerapan ilmunya. Seorang ilmuwan muslim tidak hanya berpangan bahwa
ilmu adalah untuk ilmu tetapi ilmu adalah untuk kemaslahatan umat manusia di
jagat raya. Karena manusia adalah sebagai khalifah yang harus dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada umat manusia dan sang
pencipta, semakin tinggi ilmunya semakin bertambah rasa takutnya kepada
Allah. Itulah ciri ilmuwan yang beriman Sikap sebagai Ilmuwan Islam

Apakah ilmu dapat membendung kecurangan atau keserakahan manusai


terhadap sesama manusia dan alam? Jawabannya bisa iya bisa tidak ketika imlu
pengetahuan dan teknologi diterapkan tanpa dipandu oleh moral dan agama
maka yangterjadi adalah keserakan, misalnya ilmu ekonomi yangmenggunakan
prinsip “dengan noral ynag sekecil-kecilnya diperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya”. Prinsip ini bila diterapkan tanpa memperhatikan rambu-
rambu moral dan agama maka seorang yang ahli dalam bidang ilmu ekonomi
akan melakukan cara apa saja guna meraih keuntungan yang berlipat ganda
pengeksploitasian sumber-sumber kekayaan alam tanpa memperhitungkan
risiko bagi generasi berikutnya untuk mencapai tujuan dimaksud akan dianggap
suatu kemajian dalam perkembangan ekonomi bangsa. Ilmu hukum yang apda
awalnya bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan ketentraman masyarakat,
bila jatuh di tangan orang-orang yang tidak peduli pada persoalan moral dan
agama makan pengetahuan di bidang hukum akan berubah fungsi menjadi alat
untuk meraup keuntungan pribadi meskipun dengan melabrak rambu-rambu
moral/etika, agama, dan hukum itu sendiri semisal kejujuan,sifat amanah dan
rasa tanggung jawab kepada Tuha.
Demikian pula dengan ilmu-ilmu eksakta. Tak dapat dipungkiri bahwa
kemajuan dalam bidang kimia dan fisika membawa manfaat yang banyak bagi
kehidupan umat manusia. Namun di samping berkah kemajuan dalam bidang
ilmu sekaligus telah membawa malapetaka yang amat dahsyat bagi kehidupan
manusia di jagat bumi ini. Perang dunia I yang menghadirkan bom kuman
sebagai kutukan ilmu kimia dan perang dunia II memunculkan bom atom dan
meluluhlantakan Nagasaki dan Hiroshima adalah sebagai produk fisika. Dan
tak terhitung korban harta dan nyawa manusia saat terjadi serangan besar-
besaran oleh Amerika Serikat terhadap Irak tahun 1991 dan 2003 karen ailmu
pengetahuan telah disalahgunakan untuk mengitervensi negara orang lain guna
memenuhi ambisi serta keserakahan yang tak terkendali.
4. Kesimpulan
Teknologi dibuat atas dasar ilmu pengetahuan dengan tujuan untuk
mempermudah pekerjaan manusia. Seni adalah hasil ungkapan akal dan budi
manusia dengan segala prosesnya serta merupakan ekspresi jiwa seseorang. Dalam
pandangan Islam, antara iman, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni terdapat
hubungan yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi dalam suatu sistem yang
disebut Dienul Islam yang mengandung tiga unsur pokok yaitu aqidah, syari’ah dan
akhlak, dengan kata lain iman, ilmu dan amal shaleh atau ikhsan.
Bagi orang-orang yang berilmu, Allah menjanjikan akan mengangkat
derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Derajat yang diberikan Allah
berupa kemuliaan pangkat, kedudukan, jabatan, harta dan kelapangan hidup. Jika
manusia ingin mendapatkan derajat yang tinggi dari Allah, manusia harus berupaya
semaksimal mungkin meningkatkan kualitas keimanan dan keilmuannya dengan
keikhlasan dan hanya untuk mencari ridha Allah semata.

5. Daftar Bacaan
Ismail Rafi al-Faruqi. 1999. Seni Tauhid. Yogyakarta: Yayasan Bintang Budaya
Maulana, M.Ali. 1980. Islamologi. Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve
N. Drijarkara, S.J. 1978. Percikan Filsafat. Jakarta: PT. Pembangunan
Quraish Sihab. 1999. Wawasan al-Qur’an. Bandung: Mizan
Sidi Gazalba. 1988. Islam dan Kesenian. Jakarta: Pustaka al-Husna
Yuyun S. Sumantri. 1987. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Anda mungkin juga menyukai