Anda di halaman 1dari 34

KONSEP ISLAM MENGENAI ILMU

Makalah
Disusun :

1. Muh. Arifin (30100120040)

2. Muh. Abdullah Muslimin (30100120036)

3. Sudarmi Arviana (30100120039)

4. Muh Salman Mustari (30100120037)

5. Wiwin (30100120042)

Dosen Pemandu : Prof. Dr. H. Muh. Natsir, M.A.

JURUSAN AKIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS


USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

PERIODE 2021

Page | 1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori ilmu yang berkembang pada abad modern menunjukkan


telah terjadi perceraian antara ilmu dan agama. Akibatnya, berbagai
aliran pemikiran/ideologi muncul yang menentang agama Kristen dan
Yahudi yang dominant di Barat. Ajaran agama semakin terpinggirkan
dan tidak bisa lagi dikaitkan dengan ilmu pengetahuan sebagaimana
yang terjadi pada zaman pertengahan Barat. Makalah ringkas ini akan
memaparkan konsep ilmu dalam Islam dan mengaitkannya dengan
persoalanpersoalan krisis epistemologis sehingga diperlukan solusi-
solusi untuk mengatasi persoalanpersoalan tersebut.
Sebagaimana firman Allah Swt

Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan


kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orangorang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. AlMujaadillah:11)
Rasulullah Saw, bersabda: yang artinya: "Barang siapa yang ingin
sukses dalam kehidupan dunianya, hendaklah (dicapai) dengan ilmu,
barang siapa yang ingin selamat di akhirat nanti hendaklah dengan
ilmu dan barang siapa yang ingin sukses dalam menghadapi kedua-
duanya (dunia dan akhirat) maka hendaklah pula dicapai dengan
ilmu."

Page | 2
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini adalah:

1. Apa Pengertian Ilmu Pengetahuan?

2. Apa Pentingnya ilmu Pengetahuan Dalam Islam?

3. Bagaimana Ilmu Yang Bermanfaat?

4. Bagaimana Sumber dan Konsep Ilmu Dalam Islam?

5. Apa Hubungan Ilmu Pengetahuan Dengan Islam?

6. Bagaimana Islamisasi Ilmu Pengetahuan?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam penulisan makalah ini adalah:

1. Mendeskripsi Pengertian Ilmu Pengetahuan.

2. Mendeskripsi Pentingnya ilmu Pengetahuan Dalam Islam.

3. Mendeskripsi Ilmu Yang Bermanfaat.

4. Mendeskripsi Sumber dan Konsep Ilmu Dalam Islam.

5. Mendeskripsikan Hubungan Ilmu Pengetahuan Dengan


Islam

6. Mendeskripsikan Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Page | 3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ilmu pengetahuan

Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu (alima, ya’lamu, ‘ilman)


yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Ilmu dari segi Istilah
ialah Segala pengetahuan atau kebenaran tentang sesuatu yang datang
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diturunkan kepada Rasul-
rasulnya dan alam ciptaannya termasuk manusia yang memiliki aspek
lahiriah dan batiniah.
Ilmu dalam bahasa Inggris disebut (science) , Pengetahuan
(knowledge) adalah bagian yang esensial- aksiden manusia, karena
pengetahuan adalah buah dari "berpikir". Berpikir ( atau natiqiyyah)
adalah sebagai differentia ( atau fashl) yang memisahkan manusia dari
sesama genusnya,yaitu hewan. Dan sebenarnya kehebatan manusia dan
barangkali
"keunggulannya dari spesies-spesies lainnya karena
pengetahuannya”. Sedangkan pengertian ilmu yang terdapat dalam
kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang
yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang
dapat digunakan untuk menerangkan gejala gejala tertentu di bidang
(pengetahuan) itu. 1
Ilmu ialah deskripsi data pengalaman secara
lengkap dan tertanggung jawabkan dalam rumusan-rumusannya yang
sesederhana mungkin.2
Berfikir pada dasarnya merupakan sebuah proses yang
membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak
pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya
1 diakses melalui situs: http//www, Keutamaan Menuntut Ilmu. com/viewpaper.php? reques
= 32515, 6 Desember 2010 2Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan, (Jakarta: Rineka Cipa,
2004) hal 62.
2 Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001),
hal 1.

Page | 4
sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Gerak
pemikiran ini dalam kegiatannya mempergunakan lambang yang
merupakan abtraksi dari objek yang sedang kita pikirkan. Bahasa
adalah salah satu lambing tersebut dimana objek-objek kehidupan
yang konkrit dinyatakan dengan kata-kata dalam memperoleh ilmu
pengetahuan. Pengetahun ini merupakan produk kegiatan berfikir yang
merupakan obor peradaban dimana manusia menemukan dirinya dan
menghayati hidup dengan lebih sempurna.2
B. Pentingnya Ilmu Pengetahuan Dalam Islam

Sejak Nabi Adam sebagai manusia pertama yang di turunkan di


muka bumi ini, sejatinya telah membawa banyak pengetahuan di
dalam dirinya. Hal itu dibuktikan dengan ayat Allah yang
memerintahkan Nabi Adam menyebutkan nama-nama benda yang ada
di sekitarnya. Sehingga itu juga yang membuat Iblis harus menerima
konsekuensi dikeluarkan dari surga karena tidak mau menyakini atas
kesitimewaan yang diberikan Allah kepada Nabi Adam.

Islam dan Ilmu Pengetahuan

Pada dasarnya, ilmu pengetahuan walaupun banyak yang


membedakan antara keduanya, tetapi pada hakikatnya ilmu dan
pengetahuan adalah satu kesatuan yang utuh. Pada Islam keduanya
merupakan hal yang utama untuk selalu dikembangkan dengan
pendekatan kepada wahyu Allah Swt sehingga tidak kesasar dalam
proses mengarungi luasnya ilmu pengetahuan.

Olehnya itu, secara umum seperti yang dikatakan oleh seorang


Mubaligh bahwa Islam itu dan ilmu pengetahuan sejatinya sudah ada
dalam memori manusia tanpa terkecuali. Hal ini berdasarkan ayat Al-
Quran yang menyeru kepada Adam menmyebutkan nama-nama benda

Page | 5
tersebut

َْ ‫ْقو َو اَ َِْئ ل ل‬ َ َْ ‫انوو َء ُْ لسو ِول َء اء ََْ ْ لسووينَا ُِل‬


َ ‫نألو َ َل‬ َِْ ‫ي ْ ل الصوا َماتَ اعو ول‬
َ ‫َو‬
‫َعووالَ َل َو‬
َ ‫َوو َمل َعو َم َم َه َل اعو َّو‬
‫اء ََْ س َو َو ََْ َوو ََْ َمل َع َو‬

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)


seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu
berfirman: ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
memang orang-orang yang benar’.” (Q.S. Al-Baqarah Ayat 31).

Ayat ini memberikan penegasan bahwa sesungguhnya kita


sebagai manusia sudah memiliki memori tersebut. Tinggal bagaimana
memori dalam otak manusia itu digunakan atau dieksploitasi untuk
pengembangan ilmu pengetahuan. Sekaligus ini pula yang
membedakan antara ilmu pengetahuan yang selama ini dipahami,
bahwa ilmu pengetahuan berasal dari pertanyaan keragu-raguan.
Padahal sesungguhnya ilmu pengetahuan dalam Islam itu sejatinya
sudah membekas didalam otak manusia.

Ilmu Pengetahuan sebagai Alat Pembebas Umat

Diutusnya Rasullah di muka bumi ini, untuk menyempurnakan


ilmu pengetahuan manusia yang sudah dimiliki dalam memori otak
tersebut, sebagaimana penjelasan di atas. Islam memandang ilmu
pengetahuan sebagai senjata umat Islam dalam menjalankan
kehidupan di dunia. Sehingga Nabi Muhammad di utus
menyempurnakan ahklak manusia di zaman itu dengan menggunakan
ilmu pengetahuan secara rasional dengan pendekatan wahyu Allah
Swt.

Page | 6
Nabi berdakwah mengubah tatanan hidup jahiliyah menjadi
Islamiyah agar umat manusia tidak selalu terbelakang, bahkan
memandang manusia lebih hina dibandingkan hewan, akibat tidak
adanya ilmu pengetahuan yang dijadikan sebagai pijakan dalam
kehidupan. Maka tak heran para ulama terdahulu banyak mengajarkan
tentang ilmu pengetahuan yang harus dikuasai oleh umat Islam.

Sebagai contoh di Indonesia, KH. Ahmad Dahlan menjadikan


pendidikan (ilmu pengetahuan) sebagai senjata umat Islam saat itu.
Karena beliau meyakini musuh terberat umat Islam bukanlah penjajah
yang meporak-porandakan negeri, melainkan kebodohanlah musuh
terberat umat Islam.

Ki Hajar Dewantoro seorang Islam yang juga mengajarkan


bagaimana pendidikan menjadi alat dalam perlawanan atas penjajah;
mencerdaskan pendidik dan peserta didik yang terkontaminasi budaya-
budaya yang merusak karakter orang Islam. Inilah kemudian yang
seharusnya kembali diajarkan bahwa, sejak dahulu semangat umat
Islam itu semangat dalam berpengetahuan. Keliru jika mengatakan
bahwa sumber ilmu pengetahuan itu dari Barat.

Itu merupakan kekeliruan berpikir yang selama ini menjadi


dogma dalam hidup manusia. Jika merunut dan meyakini adam
sebagai manusia pertama, maka jelas bahwa Adam yang sebagai orang
Islam (waktu itu bukan Islam namanya) telah membawa risalah ilmu
pengetahuan, dan datangnya dari orang Islam sendiri yaitu Nabi
Adam. Sehingga sejatinya ilmu pengetahuan ialah membebaskan,
bukan sebaliknya. Didalam al-Quran banyak menyebutkan, akan
esensi dari ilmu pengetahuan dengan menyebutkan banyak kata yang
maknanya ialah perintah berpikir, merenungi, memikirkan dan banyak
lagi.

Page | 7
Ilmu Pengetahuan dengan Pendekatan Wahyu

Tentunya untuk mendapatkan esensi ilmu pengetahuan itu, di dalam Kitab

Syahrah Hadis Arbai’in Nawawi dijelaskan adab-adab dalam menuntut


ilmu pengetahuan. Dikisahkan seorang yang baru saja menjalani
perjalanan jauh bertemu dengan Nabi Muhammad dengan pakaian
yang begitu bersih. Rambutnya yang hitam seperti baru saja mandi dan
duduk bersila dengan sopan menghadap Nabi. Artinya bahwa dalam
mendapatkan ilmu pengetahuan sejatinya ada adab yang harus
dilakukan; termasuk pakaian yang bersih dan memakai pakaian terbaik
sehingga ilmu dapat membekas di dalam diri kita. Hal itu pula harus
dilakukan dengan pendekatan wahyu jangan sebaliknya menjauhi
wahyu Allah.

Sehingga ilmu pengetahuan yang didapatkan tidak


menghasilkan keraguraguan, melainkan meyakini dengan iman dan
pengetahuan yang secara empiris. Maka seperti yang dijelaskan di atas
tadi; karena ilmu pengetahuan barat berawal dari keragu-raguan dan
menjauhi wahyu Allah, sehingga yang didapatkan ialah hasil yang
meragukan.

Dalam bahasa Kuntowijoyo mengatakan Islam harus menjadi


Ilmu, bukan lagi mengislamkan Ilmu pengetahuan. Dan pemahaman
ini keliru tentunya. Dan dalam bahasa Mukani dalam bukunya
dinamika pendidikan Islam mengatakan islamisasi ilmu pengetahuan
merupakan proyek yang gagal. Sebab hal ini, sejatinya ilmu
pengetahuan dikembalikan kepada Islam sebagai induk dari
pengetahuan itu.

Page | 8
Menurut Ustad Asep Rahmat Fauzi, seorang mubaligh
Muhammadiyah; ilmu pengetahuan Islam harus dilakukan dengan
pendekatan wahyu, mendekatkan seluruh persoalan dalam
pengetahuan kepada wahyu Allah seperti para ulama terdahulu
lakukan, karena itu ciri dari pengetahuan Islam.

C. Ilmu yang bermanfaat

Ilmu yang dianugerahkan Allah I kepada hamba-Nya ada yang


memberikan manfaat, ada pula yang tidak. Di sisi lain, ada pula ilmu
yang pada asalnya sama sekali tidak memberikan manfaat, sehingga
manusia harus menjauhinya. Allah telah menyebut ilmu dalam Kitab-
Nya Al Qur`an terkadang dengan memujinya seperti dalam firman-
Nya: “Katakanlah, adakah sama antara orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya
orangorang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Az -Zumar:
9)

“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan


yang telah bertemu. Segolongan berperang di jalan Allah dan yang lain
kafir yang dengan mata kepala melihat (seakanakan) orang muslim
dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa
yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” (Ali
‘Imran: 13)

Terkadang Allah menyebutnya dengan celaan. Ilmu yang Allah


I puji itu adalah ilmu yang bermanfaat dan yang Allah I cela adalah
ilmu yang asalnya tidak bermanfaat, atau bisa jadi pada asalnya
bermanfaat, tapi orang yang dikaruniainya tidak bisa mengambil
manfaat darinya. Sebagaimana Allah beritakan tentang sebuah kaum

Page | 9
yang Allah I beri ilmu namun ilmu itu tidak memberi mereka manfaat.
Allah berfirman:

“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat


kemudian mereka tidak memikulnya adalah seperti keledai yang
membawa kitab-kitab yang tebal. Amat buruklah kaum yang
mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada kaum yang dzalim.” (Al-Jumu’ah: 5)

“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami


berikan kepadanya ayatayat Kami. Kemudian dia melepaskan diri dari
ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (hingga dia tergoda), maka
jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.” (Al-A’raf: 175) Ayat ini
menjelaskan, ilmu itu sesungguhnya bermanfaat akan tetapi orang
yang dikaruniainya tidak bisa memanfaatkannya. Adapun ilmu yang
pada dasarnya dicela oleh Allah I adalah seperti tercantum dalam Surat
Al-Baqarah ayat 102 dan Surat Ar-Rum ayat 7. “Dan mereka
mengikuti apa yang dibaca setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman
(dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir),
hanya setan-setan itulah yang kafir (karena mengerjakan sihir).
Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan
pada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut.
Sedang keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seorangpun
sebelum mengatakan: ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu,
karena itu janganlah kamu kafir.’ Maka mereka mempelajari dari dua
malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan
antara seorang suami dengan istrinya. Dan mereka itu tidak memberi
mudharat kepada seorangpun dengan sihirnya kecuali atas izin Allah.
Mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepada mereka
dan tidak memberi manfaat. Sesungguhnya mereka telah meyakini
bahwa barangsiapa menukar kitab Allah dengan sihir itu, tiadalah

Page | 10
keuntungan baginya di akhirat. Dan amat jahatlah perbuatan mereka
menukar dirinya dengan sihir kalau mereka mengetahui.” (Al-Baqarah:
102)

“Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan


dunia, sedangkan mereka lalai tentang kehidupan akhirat.” (Ar-Rum:
7) Karena ilmu itu ada yang terpuji yaitu yang bermanfaat dan ada
yang tercela yaitu yang tidak bermanfaat, maka kita dianjurkan untuk
memohon kepada Allah I ilmu yang bermanfaat dan berlindung
kepada-Nya dari ilmu yang tidak bermanfaat. (Fadhl ‘Ilmis Salaf hal.
11-13)

Ilmu yang Bermanfaat

Ibnu Rajab Al-Hanbali t menjelaskan tentang ilmu yang


bermanfaat. Beliau mengatakan, pokok segala ilmu
adalah mengenal Allah I yang akan menumbuhkan rasa
takut kepada-Nya, cinta kepada-Nya, dekat dengan-
Nya, tenang dengan-Nya, dan rindu pada-Nya.
Kemudian setelah itu berilmu tentang hukum-hukum
Allah, apa yang dicintai dan diridhai-Nya dari
perbuatan, perkataan, keadaan atau keyakinan hamba.
Orang yang mewujudkan dua ilmu ini, maka ilmunya
adalah ilmu yang bermanfaat. Ia, dengan itu, akan
mendapatkan ilmu yang bermanfaat, hati yang khusyu’,
jiwa yang puas dan doa yang mustajab. Sebaliknya
yang tidak mewujudkan dua ilmu yang bermanfaat itu,
ia akan terjatuh ke dalam empat perkara yang Nabi
berlindung darinya. Bahkan ilmunya menjadi bencana
buatnya, ia tidak bisa mengambil manfaat darinya
karena hatinya tidak khusyu’ kepada Allah , jiwanya

Page | 11
tidak merasa puas dengan dunia, bahkan semakin
berambisi terhadapnya. Doanya pun tidak didengar oleh
Allah I karena ia tidak merealisasikan perintah-Nya
serta tidak menjauhi larangan dan apa yang dibenci-
Nya. Lebih-lebih apabila ilmu tersebut bukan diambil
dari Al Qur‘an dan As Sunnah, maka ilmu itu tidak
bermanfaat atau tidak ada manfaatnya sama sekali.
Yang terjadi, kejelekannya lebih besar dari manfaatnya.
Ibnu Rajab juga menjelaskan, ilmu yang bermanfaat
dari semua ilmu adalah mempelajari dengan benar
ayatayat Al-Qur‘an dan hadits Nabi r serta memahami
maknanya sesuai dengan yang ditafsirkan para
shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Lalu mempelajari
apa yang berasal dari mereka tentang halal dan haram,
zuhud dan semacamnya, serta berusaha mempelajari
mana yang shahih dan mana yang tidak dari apa yang
telah disebutkan. Kemudian berusaha untuk mengetahui
maknamaknanya dan memahaminya.

Apa yang telah disebutkan tadi sudah cukup bagi


orang yang berakal dan menyibukkan diri dengan ilmu
yang bermanfaat. (Fadhl ‘Ilmis Salaf ‘Alal Khalaf, hal.
41, 45, 46, 52, 53) Ilmu yang bermanfaat akan nampak
pada seseorang dengan tanda-tandanya, yaitu:
Beramal dengannya,Benci bila disanjung, dipuji, atau
takabbur atas orang lain.

Semakin tawadhu’ ketika ilmunya semakin banyak.

Menghindar dari cinta kepemimpinan, ketenaran dan


dunia.

Page | 12
Menghindar untuk mengaku berilmu.

Ber-su’uzhan (buruk sangka) kepada dirinya dan


husnuzhan (baik sangka) kepada orang lain dalam
rangka menghindari celaan kepada orang lain.

Sebaliknya ilmu yang tidak bermanfaat juga


akan nampak tanda-tandanya pada orang yang
menyandangnya yaitu:

1. Tumbuhnya sifat sombong, sangat berambisi


dalam dunia dan berlomba-lomba padanya,
sombong terhadap ulama, mendebat orang-
orang bodoh, dan memalingkan perhatian
manusia kepadanya. Mengaku sebagai wali
Allah, atau merasa suci diri.
2. Tidak mau menerima yang hak dan tunduk
kepada kebenaran, dan sombong kepada orang
yang mengucapkan kebenaran jika derajatnya di
bawahnya dalam pandangan manusia, serta
tetap dalam kebatilan. Menganggap yang
lainnya bodoh dan mencela mereka dalam
rangka menaikkan derajat dirinya di atas
mereka. Bahkan terkadang menilai ulama
terdahulu dengan kebodohan, lalai, atau lupa
sehingga hal itu menjadikan ia mencintai
kelebihan yang dimilikinya dan berburuk
sangka kepada ulama yang terdahulu.

D. Sumber dan Konsep Ilmu Dalam Islam

Sumber ilmu adalah bahasan fundamental dalam


bahasan epistemology. Dari mana kita mendapatkan

Page | 13
pengetahuan? Adakah suatu sumber ilmu? Dalam hal
ini, tidak sedikit ditemukan ayatayat dalam al-Quran
yang mengisyaratkan bahwa realitas (tampak maupun
tidak) bisa menjadi sumber ilmu. Walau dalam
kedudukannya, realitas sebagai sumber ilmu berada
setelah Allah dan wahyu. Dalam surat al-ghasiyah
misalnya, terdapat isyarat bahwa realitas fisik, jika
diteliti akan menyampaikan informasi yang bisa
dikembangkan jadi sebuah ilmu bagi penelitinya. Atau
dengan kata lain, ayat tersebut juga mengisyaratkan
bahwa dalam proses pencapaian ilmu dibutuhkan proses
penalaran yang melibatkan rasio. Senada dengan hal ini,
Imam al-Bazdawiy menyatakan (cara manusia
mengetahui sesuatu itu) ada tiga; Perspektif
indera,reportase (khabar) dan Pembuktian (akal/rasio).
Al-Attas menyatakan ilmu dapat diperoleh melalui
empat jalan. (1), Panca indera yang sehat (sound
senses). Panca indera kemudian dibagi menjadi dua,
yakni eksternal dan internal.

Islam sangat menghargai sekali ilmu. Allah


berfirman dalam banyak ayat al-Qur’an supaya kaum
Muslimin memiliki ilmu pengetahuan. Al-Qur’an, al-
Hadits Dan para sahabat menyatakan supaya mendalami
ilmu pengetahuan. Allah berfirman yang artinya :
“Katakanlah
“Apakah sama, orang-orang yang mengetahui dengan
orang yang tidak mengetahui?” Hanya orang-orang
yang berakal sajalah yang bisa mengambil pelajaran.”.3
Allah juga berfirman yang artinya : « Allah mengangkat
3 Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), hal 1.

Page | 14
orang-orang yang beriman dari pada kamu dan orang-
orang yang diberi ilmu dengan beberapa derajat.4

Selain al-Qur’an, Rasulullah saw juga


memerintahkan kaum Muslimin untuk menuntut ilmu.
Rasulullah saw juga menyatakan orang yang
mempelajari ilmu, maka kedudukannya sama seperti
seorang yang sedang berjihad di medan perjuangan.

Rasulullah saw bersabda:“Barangsiapa yang


mendatangi masjidku ini, yang dia tidak
mendatanginya kecuali untuk kebaikan yang akan
dipelajarinya atau diajarkannya, maka kedudukannya
sama dengan mujahid di jalan Allah. Dan siapa yang
datang untuk maksud selain itu, maka kedudukannya
sama dengan seseorang yang melihat barang perhiasan
orang lain.” (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
Isnadnya hasan, dan disahihkan oleh Ibnu Hibban. 5

Rasulullah saw juga bersabda:

‫من خرج فى طلب العالم فهو فى سبيل هللا حت ّى يرجع‬

Artinya:“Barangsiapa yang pergi menuntut ilmu, maka


dia berada di jalan Allah sampai dia

kembali.” (HR. Timidzi).6

Rasulullah saw juga bersabda:“Barang siapa


melalui satu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah
akan memasukkannya ke salah satu jalan di antara
jalan surga, dan sesungguhnya malaikat benar-benar
merendahkan sayap-sayapnya karena ridha terhadap
4 QS. Al-Zumar: 9.
5 Dikutip dari buku Syaikh Abdul Qadir Abdul Aziz, Keutamaan Ilmu dan Ahli
Ilmu, Pen. Abu ‘Abida alQudsy (Solo : Pustaka alAlaq, 2005), 59,
6 Ibid.

Page | 15
penuntut ilmu, dan sesungguhnya seorang alim benar-
benar akan dimintakan ampun oleh makhluk yang ada
di langit dan di bumi, bahkan ikan-ikan di dalam air.
Dan sesungguhnya keutamaan seorang alim atas
seorang abid (ahli ibadah) adalah seperti keutamaan
bulan purnama atas seluruh bintang-bintang yang ada.
Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi,
dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan Dinar
ataupun dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Maka
barang siapa mengambilnya, maka hendaklah dia
mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Daud).7
Selain al-Qur’an dan al-Hadist, para sahabat
juga menyatakan bahwa sangat penting bagi kaum
Muslimin memiliki ilmu pengetahuan. Seperti Ali bin
Abi Talib ra., berkata :” “Ilmu lebih baik dari pada
harta, oleh karena harta itu kamu yang menjaganya,
sedangkan ilmu itu adalah yang menjagamu. Harta akan
lenyap jika dibelanjakan, sementara ilmu akan
berkembang jika diinfakkan (diajarkan). Ilmu adalah
penguasa, sedang harta adalah yang dikuasai. Telah
mati para penyimpan harta padahal mereka masih
hidup, sementara ulama tetap hidup sepanjang masa.

Jasa-jasa mereka hilang tapi pengaruh mereka tetap


ada/membekas di dalam hati.”.9 Mu’az bin

Jabal ra. mengatakan:” “Tuntutlah ilmu, sebab


menuntutnya untuk mencari keridhaan Allah adalah
7 Ibn Qayyim al-Jawzi, ‘Awn alMa‘ bud, sharh Sunan Abid Daud, Ed. ‘Isam al-Din alSababati
(Kairo: Dar al-Hadist, 2001), jil. 6, hal.

Syaikh Abdul Qadir Abdul Aziz, Keutamaan Ilmu, 77.

Page | 16
ibadah, mengetahuinya adalah khasyah, mengkajinya
adalah jihad, mengajarkannya kepada orang yang tidak
mengetahuinya adalah sedekah dan mendiskusikannya
adalah tasbih. Dengan ilmu, Allah diketahui dan
disembah, dan dengan ilmu pula Alah diagungkan dan
ditauhidkan. Allah mengangkat (kedudukan) suatu
kaum dengan ilmu, dan menjadikan mereka sebagai
pemimpin dan Imam bagi manusia, manusia mendapat
petunjuk melalui perantaraan
mereka dan akan merujuk kepada pendapat mereka.”

Selain pentingnya ilmu, para ulama kita juga


memadukan ilmu dengan amal, fikir dan zikir, akal dan
hati. Kondisi tersebut tampak jelas dalam contoh
kehidupan para ulama kita seperti Abu Hanifah, Imam
Syafi’i dan Imam Bukhari. Al-Hakam bin Hisyam al-
Tsaqafi mengatakan: “Orang menceritakan kepadaku di
negeri Syam, suatu cerita tentang Abu Hanifah, bahwa
beliau adalah seorang manusia pemegang amanah yang
terbesar. Sultan mau mengangkatnya menjadi pemegang
kunci gudang kekayaan Negara atau memukulnya kalau
menolak. Maka Abu Hanifah memilih siksaan daripada
siksaan Allah Ta’ala.” AlRabi mengatakan: “Imam
Syafi‘i menghkatamkan alQur’an misalnya, dalam
bulan Ramadhan, enam puluh kali. Semuanya itu dalam
shalat.
Imam Bukhari menyatakan:” (Aku tidak menulis
hadist dalam kitab Sahih kecuali aku telah mandi
sebelum itu dan telah shalat dua rakaat). Bukan saja
dalam ilmu-ilmu agama, ulama kita yang berwibawa

Page | 17
telah mewariskan kita berbagai karya yang sehingga
kini masih selalu kita rasakan manfaatnya. Dalam
bidang ilmu pengetahuan umum pun, para pemikir
Muslim terdahulu sangat berperan. Al-Khawarizmi,
Bapak matematika, misalnya, dengan gagasan al-
jabarnya telah sangat mempengaruhi perkembangan
ilmu matematika. Tanpa pemikiran al-Khawarizmi,
tanpa sumbangan angka-angka Arab, maka sistem
penulisan dalam matematika merupakan sebuah
kesulitan. Sebelum memakai angka-angka Arab, dunia
Barat bersandar kepada sistem angka Romawi.
Terbayang oleh kita betapa rumit, dan bertele-
telenya sistem penulisan angka Romawi. Dengan
penggunaan angka-angka Romawi, maka akan banyak
memakan waktu dan tenaga untuk mengoperasikan
sistem hitungan. Seandainya dunia Barat masih berkutat
dengan menggunakan angka Romawi, tentunya mereka
masih mundur. Sebabnya, angka Romawi tidak
memiliki kesederhanaan. Namun, disebabkan
sumbangan angkaangka Arab, disebabkan sumbangan
pemikiran al-Khawarizmi, maka pengerjaan hitungan
yang rumit pun menjadi lebih sederhana dan mudah.
Menarik untuk dicermati, al-Khawarizmi menulis
karyanya dalam bidang matematika karena didorong
oleh motivasi agama untuk menyelesaikan persoalan
hukum warisan dan hukum jual beli.
Selain itu, masih banyak lagi pemikir Muslim
yang sangat berperan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan. Salah seorang diantaranya adalah Ibn
Sina. Ketika baru berusia 21 tahun, beliau telah menulis

Page | 18
al-Hasil wa al-Mahsul yang terdiri dari 20 jilid. Selain
itu, beliau juga telah menulis al-Shifa (Penyembuhan),
18 jilid; al-Qanun fi al-Tibb (KaidahKaidah dalam
Kedokteran), 14 jilid; Al-Insaf (Pertimbangan), 20 jilid;
al-Najat (Penyelamatan), 3 jilid; dan Lisan al’ Arab
(Bahasa Arab), 10 jilid.8
Karyanya al-Qanun fi al-Tibb telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di Toledo Spanyol
pada abad ke12. Buku al-Qanun fi al-Tibb dijadikan
buku teks rujukan utama di universitas-universitas
Eropa sampai abad ke17.9 Disebabkan kehebatan Ibn
Sina dalam bidang kedokteran, maka para sarjana
Kristen mengakui dan kagum dengan Ibn Sina. Seorang
pendeta Kristen, G.C. Anawati, menyatakan: “Sebelum
meninggal, ia (Ibnu Sina) telah mengarang sejumlah
kurang lebih 276 karya. Ini meliputi berbagai subjek
ilmu pengetahuan seperti filsafat, kedokteran, geometri,
astronomi, musik, syair, teologi, politik,matematika,
fisika, kimia, sastra, kosmologi dan sebagainya.”
Disebabkan kehebatan kaum Muslimin dalam
bidang ilmu pengetahuan, maka sebenarnya pada zaman
kegemilangan kaum Muslimin, orang-orang Barat
meniru kemajuan yang telah diraih oleh orang-orang
islam. Jadi, kegemilangan Barat saat ini tidak terlepas
dari pada sumbangan pemikiran kaum Muslimin pada
saat itu. Hal ini telah diakui oleh para sarjana Barat.

8 William E. Gohlman, The Life of Ibn Sina: A Critical Edition and Annotated Translation (New York: State
University of New York
Press), 1974, hal. 47
9 W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam Atas Eropa Abad
Pertengahan (Jakarta: Gramedia, 1997), cet. ke2, hal.
56.

Page | 19
Selain itu, para ulama kita dahulu menguasai beragam
ilmu. Fakhruddin al-Razi, misalnya, menguasai al-
Qur’an, Al-Hadith, tafsir, fiqh, usul fiqh, sastra arab,
perbandingan agama, logika, matematika, fisika, dan
kedokteran. Bukan hanya al-Qur’an dan al-Hadits yang
dihafal, bahkan beberapa buku yang sangat penting
dalam bidang usul fikih seperti al-Shamil fi Usul al-
Din, karya Imam al-Haramain al-Juwayni, al-Mu‘
tamad karya Abu al-Husain al-Basri dan al-Mustasfa
karya al-Ghazali, telah dihafal oleh Fakhruddin al-
Razi.10
E. Hubungan Ilmu Pengetahuan Dengan Al-Qur’an

Pandangan Al-Qur’an terhadap Ilmu


pengetahuan dapat diketahui melalui wahyu yang
pertama diterima oleh Rasulullah SAW yaitu surah
Al-‘Alaq sebagai berikut:
Artinya:

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang


Menciptakan, 2. Dia Telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam 5. Dia mengajar kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya.
Dari ayat pertama tersebut di atas diperoleh
isyarat pula bahwa ada dua cara memperoleh ilmu,
yaitu:
1. Allah mengajarkan dengan pena yang telah diketahui
oleh manusia sebelumnya, dan
10 Adnin Armas, “Fakhruddin al-Razi: Ulama Yang Dokter & filosof Yang Mufassir,” ISLAMIA,
April-Juni 2005, 10613.

Page | 20
2. Mengajarkan kepada manusia tanpa pena yang belum
diketahui oleh manusia sebelumnya.

Cara pertama adalah mengajarkan dengan alat


atau atas dasar usaha manusia dan yang kedua
mengajarkan tanpa alat dan tanpa usaha manusia,
walauoun keduanya berbeda, namum satu sumber dari
Allah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ilmu itu
terdiri dari dua macam:
a. Ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia yang sering
disebut ilmu Ladunni, dan

b. Ilmu yang diperoleh karena usaha manusia itu sendiri


yang disebut ilmu kasbi.

Manusia dengan ilmunya akan mencapai derajat


yang tinggi dan dengan ilmu manusia menjadi unggul
disbanding dengan mahkluk lainnya. Hal ini tercermin
dalam surah Al-Baqarah ayat 31-32 yaitu kisah kejadian
manusia:
Artinya:

31. Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama


(benda-benda) seluruhnya, Kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama bendabenda
itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
32. Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada
yang kami ketahui selain dari apa yang Telah

Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya


Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha

Page | 21
Bijaksana."
Dalam ajaran islam terdapat berbagai aspek
pengetahuan yaitu aqidah, fiqh, ahklak, filsafat, sejarah
dan lain-lain. Semua aspek itu yang oleh pakarnya
disusun secara sistematis, maka dikenallah berbagai
ilmu keislaman seperti ilmu Tauhid, ilmu fiqh, ilmu
tasauf dan lain-lain. Ilmu salah satu dari buah
pemikiran manusia dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan. Untuk menghargai ilmu sebagaimana
mestinya sesungguhnya kita harus mengerti apakah
hakekat ilmu itu sebenarnya. Seperti kata pribahasa
prancis” mengerti berarti memaafkan segalanya” maka
pengertian yang mendalam terhadap hakikat ilmu itu,
bukan saja akan mengengatkan apresiasi kita terhadap
ilmu namun juga membuka mata kita terhadap berbagai
kekurangan. Albert Einstein menyatakan bahwa
hubungan ilmu dengan agama itu sangtlah erat
sebagaimana pernyataannya “ilmu tanpa agama adalah
buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh”.

F. Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan modern yang saat ini


dihasilkan oleh peradaban Barat tidak sertamerta harus
diterapkan di dunia Muslim. Sebabnya, ilmu bukan
bebas nilai (valuefree), tetapi sarat nilai (value laden).
Ilmu bisa dijadikan alat yang sangat halus dan tajam
bagi menyebarluaskan cara dan pandangan hidup
sesuatu kebudayaan.
Syed Muhammad Naquib al-Attas menyadari
terdapatnya persamaan antara Islam dengan filsafat dan

Page | 22
sains modern menyangkut sumber dan metode ilmu,
kesatuan cara mengetahui secara nalar dan empiris,
kombinasi realisme, idealisme dan pragmatism sebagai
fondasi kognitif bagi filsafat sains; proses dan filsafat
sains. Bagaimanapun, ia menegaskan terdapat juga
sejumlah perbedaan mendasar dalam pandangan hidup
mengenai Realitas akhir. Baginya, dalam Islam, Wahyu
merupakan sumber ilmu tentang realitas dan kebenaran
akhir berkenaan dengan makhluk ciptaan dan Pencipta.
Wahyu merupakan dasar kepada kerangka
metafisis untuk mengupas filsafat sains sebagai sebuah
sistem yang menggambarkan realitas dan kebenaran
dari sudat pandang rasionalisme dan empirisesme.
Tanpa Wahyu, ilmu sains dianggap satu-satunya
pengetahuan yang otentik (science is the sole authentic
knowledge). Tanpa Wahyu, ilmu pengetahuan ini hanya
terkait dengan fenomena. Akibatnya, kesimpulan
kepada fenomena akan selalu berubah sesuai dengan
perkembangan zaman. Tanpa Wahyu, realitas yang
dipahami hanya terbatas kepada alam nyata ini yang
dianggap satu-satunya realitas. Islam adalah agama
sekaligus peradaban.[28] Islam adalah agama yang
mengatasi dan melintasi waktu karena sistem nilai yang
dikandungnya adalah mutlak. Kebenaran nilai Islam
bukan hanya untuk masa dahulu, namun juga sekarang
dan akan datang. Nilai-nilai yang ada dalam Islam
adalah sepanjang masa. Jadi, Islam memiliki
pandanganhidup mutlaknya sendiri, merangkumi
persoalan ketuhanan, kenabian, kebenaran, alam
semesta dll. Islam memiliki penafsiran ontologis,

Page | 23
kosmologis dan psikologis tersendiri terhadap hakikat.
Islam menolak ide dekonsekrasi nilai karena
merelatifkan semua sistem akhlak.
Mendiagnosa virus yang terkandung dalam
Westernisasi ilmu, Syed Muhammad Naquib al-Attas
mengobatinya dengan Islamisasi ilmu. Alasannya,
tantangan terbesar yang dihadapi kaum Muslimin
adalah ilmu pengetahuan modern yang tidak netral dan
telah diinfus ke dalam pradugapraduga agama, budaya
dan filosofis, yang sebenarnya berasal dari refleksi
kesadaran dan pengalaman manusia Barat. Jadi, ilmu
pengetahuan modern harus diislamkan.
Mengislamkan ilmu bukanlah pekerjaan mudah
seperti labelisasi. Selain itu, tidak semua dari Barat
berarti ditolak. Sebabnya, terdapat sejumlah persamaan
antara Islam dan filsafat dan sains Barat. Oleh sebab itu,
seseorang yang mengislamkan ilmu, ia perlu memenuhi
prasyarat, yaitu ia harus mampu mengidentifikasi
pandangan hidup Islam sekaligus mampu memahami
budaya dan peradaban Barat. Pandangan hidup dalam
Islam adalah visi mengenai realitas dan kebenaran.
Realitas dan kebenaran dalam Islam bukanlah semata-
mata fikiran tentang alam fisik dan keterlibatan manusia
dalam sejarah, sosial, politik dan budaya sebagaimana
yang ada di dalam konsep Barat sekular mengenai
dunia, yang dibatasi kepada dunia yang dapat dilihat.
Realitas dan kebenaran dimaknai berdasarkan kajian
kepada metafisika terhadap dunia yang nampak dan
tidak nampak. Jadi, pandangan hidup Islam mencakup
dunia dan akhirat, yang mana aspek dunia harus

Page | 24
dihubungkan dengan cara yang sangat mendalam
kepada aspek akhirat, dan aspek akhirat memiliki
signifikansi yang terakhir dan final. Pandangan–hidup
Islam tidak berdasarkan kepada metode dikotomis
seperti obyektif dan subyektif, historis dan normatif.
Namun, realitas dan kebenaran dipahami dengan
metode yang menyatukan (tawhid). Pandangan hidup
Islam bersumber kepada wahyu yang didukung oleh
akal dan intuisi. Substansi agama seperti: nama,
keimanan dan pengamalannya, ibadahnya, doktrinya
serta system teologinya telah ada dalam wahyu dan
dijelaskan oleh Nabi. Islam telah lengkap, sempurna
dan otentik. Tidak memerlukan progresifitas,
perkembangan dan perubahan dalam hal-hal yang sudah
sangat jelas (alma'lum min aldin bi aldarurah).
Pandangan hidup Islam terdiri dari berbagai konsep
yang saling terkait seperti konsep Tuhan, wahyu,
pencipatan, psikologi manusia, ilmu, agama, kebebasan,
nilai dan kebaikan serta kebahagiaan. Konsep-konsep
tersebut yang menentukan bentuk perubahan,
perkembangan dan kemajuan. Pandangan hidup Islam
dibangun atas konsep Tuhan yang unik, yang tidak ada
pada tradisi filsafat, budaya, peradaban dan agama
lain.13
Setelah mengetahui secara mendalam mengenai
pandangan hidup Islam dan Barat, maka proses
Islamisasi baru bisa dilakukan. Sebabnya, Islamisasi
ilmu pengetahuan saat ini (the Islamization of
presentday knowledge), melibatkan dua proses yang
saling terkait:

Page | 25
mengisoliir unsur-unsur dan konsep-konsep
kunci yang membentuk budaya dan peradaban Barat
unsur yang telah disebutkan sebelumnya), dari setiap
bidang ilmu pengetahuan modern saat ini, khususnya
dalam ilmu pengetahuan. Bagaimanapun, ilmu-ilmu
alam, fisika dan aplikasi harus diislamkan juga
khususnya dalam penafsiranpenafsiran akan fakta-fakta
dan dalam formulasi teori-teori.14
Selain itu, ilmu-ilmu modern harus diperiksa
dengan teliti. Ini mencakup metode, konsep, praduga,
simbol, dari ilmu modern; beserta aspek-aspek empiris
dan rasional, dan yang berdampak kepada nilai dan
etika; penafsiran historisitas ilmu tersebut, bangunan
teori ilmunya, praduganya berkaitan dengan dunia, dan
rasionalitas prosesproses ilmiah, teori ilmu tersebut
tentang alam semesta, klasifikasinya, batasannya,
hubung kaitnya dengan ilmu-ilmu lainnya serta
hubungannya dengan sosial harus diperiksa dengan
teliti. ii) memasukkan unsur-unsur Islam beserta
konsepkonsep kunci dalam setiap bidang dari ilmu
pengetahuan saat ini yang relevant.
Jika kedua proses tersebut selesai dilakukan,
maka Islamisasi akan membebaskan manusia dari
mitologi, animisme, tradisi budaya nasional yang
bertentangan dengan Islam, dan kemudian dari kontrol
sekular kepada akal dan bahasanya. Islamisasi akan
membebaskan akal manusia dari keraguan (shakk),
dugaan (zann) dan argumentasi kosong (mira’) menuju
keyakinan akan kebenaran mengenai realitas spiritual,
intelligible dan materi.15 Islamisasi akan mengeluarkan

Page | 26
penafsiran-penafsiran ilmu pengetahuan kontemporer
dari ideologi, makna dan ungkapan sekular. Sebagai
kesimpulan, untuk menjawab tantangan westernisasi
ilmu yang sedang melanda peradaban dunia saat ini,
kaum Muslimin memerlukan sebuah “revolusi
epistemologis” dan itu dapat dilakukan melalui
Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada dua cara memperoleh ilmu, yaitu:

1. Allah mengajarkan dengan pena yang telah diketahui


oleh manusia sebelumnya, dan

2. Mengajarkan kepada manusia tanpa pena yang belum


diketahui oleh manusia sebelumnya.

Cara pertama adalah mengajarkan dengan alat atau


atas dasar usaha manusia dan yang kedua
mengajarkan tanpa alat dan tanpa usaha manusia,
walauoun keduanya berbeda, namum satu sumber
dari Allah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
ilmu itu terdiri dari dua macam:
a. Ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia yang
sering disebut ilmu Ladunni, dan

b. Ilmu yang diperoleh karena usaha manusia itu sendiri


yang disebut ilmu kasbi.

Page | 27
Mengislamkan ilmu bukanlah pekerjaan mudah
seperti labelisasi. Selain itu, tidak semua dari Barat
berarti ditolak mentah-mentah. Sebabnya, terdapat
sejumlah persamaan antara Islam dan filsafat dan sains
Barat. Oleh sebab itu, seseorang yang mengislamkan
ilmu, ia perlu memenuhi prasyarat, yaitu ia harus
mampu mengidentifikasi pandangan hidup Islam
sekaligus mampu memahami dan menyesuaikan dengan
budaya dan peradaban islam itu sendirit. Jadi,
Pandangan hidup dalam Islam adalah visi mengenai
realitas dan kebenaran, tentang dunia dan akhirat, yang
mana aspek dunia harus dihubungkan dengan cara yang
sangat mendalam kepada aspek akhirat, dan aspek
akhirat memiliki signifikansi yang terakhir dan final.
Realitas dan kebenaran dalam Islam bukanlah semata-
mata fikiran tentang alam fisik dan keterlibatan manusia
dalam sejarah, sosial, politik dan budaya sebagaimana
yang ada di dalam konsep Barat sekular mengenai
dunia, yang dibatasi kepada dunia yang dapat dilihat.
B. Saran
Dengan selesainya makalah ini, kami
mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang
telah terlibat dalam pembuatan makalah ini. Tak lupa,
kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan.

Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran


dan usulan yang membangun untuk perbaikan di masa
yang akan datang. Semoga makalah ini dapat

Page | 28
menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya.

Page | 29
DAFTAR PUSTAKA

Adnin Armas, “Fakhruddin al-Razi: Ulama Yang Dokter &


filosof Yang Mufassir,” ISLAMIA, AprilJuni 2005.
Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, Pen. Ismail Yakub,
Jakarta; . Faizan, 1989.

Budi Yuwono, Ilmuwan Islam Pelopor Sains Modern,


Jakarta: Pustaka Qalami, 2005.

diakses melalui situs: http//www, Keutamaan Menuntut Ilmu.


com/viewpaper.php? reques = 32515, 6

Desember 2010

Ibn Hajar al‘ Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh Sahih


alBukhari, Kairo: Maktabah Misr, 1999.

Ibn Qayyim al-Jawzi, ‘Awn alMa‘ bud, sharh Sunan Abid


Daud, Ed. ‘Isam al-Din al-Sababati, Kairo:

Dar al-Hadist, 2001,

Indris Khazali, “Konsep Ilmu”, Bandung: Anjung Ilmu,


2009.

Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Jakarta:


Yayasan Obor Indonesia, 2001.

Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan, Jakarta: Rineka


Cipa, 2004.

QS. Al-Mujadalah, 11. Lihat juga ayat-ayat lain seperti An-


Nisa 83, 113 ; Toha 114 ; al-Kahfi 65-66 ;

Ali Imran 18 ; al-Ra‘ d 19 ; al-Syura 52 ; Yunus 68 ; al-


Maidah 4.

Page | 30
Syaikh Abdul Qadir Abdul Aziz, Keutamaan Ilmu dan Ahli
Ilmu, Pen. Abu ‘Abida al-Qudsy, Solo :

Pustaka alAlaq, 2005.

Syed Muhammad Naquib al-Attas mengenai ‘peradaban


Barat’, Islam and Secularism, Kuala Lumpur:

ISTAC, 1993.

__________, Risalah Untuk Kaum Muslimin, Kuala


Lumpur: ISTAC, 2001.

__________,” Islam & Science, Kuala Lumpur: ISTAC,


2003.
__________, Islam and the Philosophy of Science,
Kuala Lumpur: ISTAC, 1989, __________, The
Concept of Education in Islam, Kuala Lumpur: ISTAC,
2001.
__________, Prolegomena, Kuala Lumpur:
ISTAC,2001.

Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational


Philosophy, Kuala Lumpur: ISTA, 2003..

William E. Gohlman, The Life of Ibn Sina: A Critical Edition


and Annotated Translation (New York: State
University of New York Press,
W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia:
Pengaruh Islam Atas Eropa Abad Pertengahan Jakarta:
Gramedia, 1997.
Yusran Asumsi, Dirasah Islamiyah, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001.

Page | 31
[1] diakses melalui situs: http//www, Keutamaan Menuntut
Ilmu. com/viewpaper.php?

reques = 32515, 6 Desember 2010

[2] Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan, (Jakarta: Rineka


Cipa, 2004) hal 62 [3] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam
Perspektif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), hal 1.
[4] QS. Al-Zumar: 9.

[5] QS. Al-Mujadalah, 11. Lihat juga


ayatayat lain seperti An-Nisa 83, 113 ; Toha 114 ;
al-

Kahfi 65-66 ; Ali Imran 18 ; al-Ra‘ d 19 ; al-Syura 52 ;


Yunus 68 ; al-Maidah 4.

[6] Dikutip dari buku Syaikh Abdul Qadir


Abdul Aziz, Keutamaan Ilmu dan Ahli Ilmu, Pen.

Abu ‘Abida alQudsy


(Solo : Pustaka
alAlaq, 2005), 59,
[7] Ibid.
[8] Ibn Qayyim al-Jawzi, ‘Awn alMa‘ bud, sharh
Sunan Abid Daud, Ed. ‘Isam al-Din alSababati (Kairo:
Dar al-Hadist, 2001), jil. 6, hal. 473.
[9] Syaikh Abdul Qadir Abdul Aziz, Keutamaan
Ilmu, 77.

[10] William E. Gohlman, The Life of Ibn


Sina: A Critical Edition and Annotated Translation
(New York: State University of New York Press), 1974,
hal. 47

Page | 32
[11] W. Montgomery Watt, Islam dan
Peradaban Dunia: Pengaruh Islam Atas Eropa Abad
Pertengahan (Jakarta: Gramedia, 1997), cet. ke2, hal.
56.
[12] Adnin Armas, “Fakhruddin al-Razi:
Ulama Yang Dokter & filosof Yang Mufassir,”
ISLAMIA, April-Juni 2005, 10613.
[13] Lihat uraian komprehensif Syed
Muhammad Naquib al-Attas mengenai pandangan
hidup Islam dalam Prolegomena,…. hal. 139
[14] Wan Mohd Nor Wan Daud, The
Educational Philosophy, … hal. 313.

[15] Ibid . hal 312

[16] Syed Muhammad Naquib al-Attas, The


Concept of Education in Islam, … hal. 4

Page | 33
Page | 34

Anda mungkin juga menyukai