Anda di halaman 1dari 12

HAKIKAT ILMU DAN FIQIH

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Telaah Kitab Pendidikan
Dosen Pengampu : Muhammad Alghiffary, M.Hum.

Disusun oleh:

Khabibatuzzulfa (2117234)

Kelas C

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN

2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Revolusi iptek tidak hanya mampu menghadirkan sejumlah
kemudahan dan kenyataan hidup bagi manusia modern, melainkan
juga mengundang serentetan permasalahan dan kekhawatiran.
Teknologi multimedia misalanya, yang berubah begitu cepat sehingga
mampu membuat informasi cepat didapat, kaya isi, tak terbatas
ragamnya, serta lebih mudah dan enak untuk dinikmati.
Namun di balik semua itu, sangat potensial untuk mengubah
cara hidup seseorang, bahkan dengan mudah dapat merambah ke
bilik-bilik keluarga yang semula sarat norma susila. Perubahan yang
terjadi pada manusia merujuk pada dua hal yaitu perubahan positif
dan perubahan negatif. Dengan hadirnya Iptek yang modern ini
banyak orang-orang yang terjerat dalam perubahan negatif, mereka
mendapatkan pengetahuan justru untuk hal keburukan, ini terjadi
karena mereka lupa akan hakikat ilmu (pengetahuan).
Dalam contoh kasus diatas tentu saja itu menjadikan
kekhawatiran yang besar, apalagi untuk hal-hal negatif bisa saja
mudah tersebar dengan adanya teknologi yang modern ini. Untuk itu
dalam makalah yang berjudul “ Hakikat Ilmu dan Fiqh” ini akan
dijelaskan tentang pengertian, tujuan Ilmu dan Fiqih tersebut. Semoga
dengan disusunnya makalah ini dapat memberikan pengetahuan lebih
tentang hakikat ilmu dan fiqih bagi pembaca pada khususnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Ilmu?
2. Bagaimanakah ciri-ciri dan kedudukan Ilmu?
3. Apa saja sumber-sumber Ilmu?
4. Apakah yang dimaksud dengan Fiqih?
5. Apa saja tujuan dan sumber-sumber Fiqih?
6. Apa saja kegunaan dari Fiqih?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Ilmu
1. Pengertian Ilmu
Asal kata ilmu adalah dari bahasa Arab, ‘alima. Arti dari kata ini
adalah pengetahuan. Dalam bahasa Indonesia, ilmu sering disamakan dengan
sains yang berasal dari Bahasa Inggris “Science”. Berdasarkan kamus besar
Oxford Dictionary bahwa ilmu didefinisikan sebagai aktivitas intelektual dan
praktis yang meliputi studi sistematis tentang struktur dan prilaku dari dunia
fisik dan alam melalui pengamatan dan percobaan.
Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah aktivitas intelektual yang
sistematis untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman
secararasional dan empiris dari berbagai segi kenyataan tentang alam
semesta. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusa-rumusan yang pasti.
Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu bukan
sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merupakan rangkuman dari
sekumpulan pengetahuan atau hasil pengetahuan dan fakta berdasarkan teori-
teori yang disepakati/ berlaku umum, diperoleh melalui serangkaian prosedur
sistematik, diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu
tertentu.
Sekilas tentang keutamaan ilmu, menurut Ahmad Sunarti dalam
bukunya “Etika Menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon
dan Bahasa Indonesia),” tertulis bahwa, keutamaan ilmu tidak asing lagi bagi
siapapun karena ilmu hanyalah dikhususkan bagi manusia sedangkan sifat-
sifat lainnya juga dimiliki oleh manusia dan binatang, seperti keberanian,
kekuatan kemurahan hati, kasih sayang dan sifat-sifat selain ilmu.1

1
Ahmad Sunarto, Etika menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon
dan Bahasa Indonesia), (Surabaya: al-Miftah, 2012), hlm. 25.

3
2. Ciri-ciri ilmu pengetahuan
Ilmu merupakan pengetahuan yang memiliki karakteristik tertentu
sehingga dapat dibedakan dengan pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Adapun ciri-ciri pokok ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut :
a. Sistematis
Sistematis memiliki arti bahwa pengetahuan ilmiah tersusun sebagai
suatu sistem yang didalamnya terdapat pernyataan-pernyataan yang
berhubungan dengan fungsional.
b. Keumuman
Ciri keumuman menunjuk pada kualitas pengetahuan ilmiah untuk
merangkum berbagai fenomena yang senantiasa mungkin liuas
dengan penentuan konsep-konsep yang paling umum pembahasannya.
c. Rasionalitas
Ciri rasionalitas berarti bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah yang
bersumber dari pengetahuan rasio yang mematuhu kaidah-kaidah
logika.
d. Objektivitas
Ciri objektivitas ilmu menunjuk pada keharusan untuk bersikap
objektif dalam mengkaji suatu kebenaran ilmiah tanpa melibatkan
unsur emosi dan kesukaan atau kepentingan pribadi.
e. Veriabilitas
Veriabelitas berarti bahwa pengetahuan ilmiah harus dapat diperiksa
kebenarannya, diteliti kembali, atau diuji ulang oleh masyarakat
ilmuwan.
f. Komunalitas
Ciri komunalitas ilmu mengandung arti bahwa ilmu merupakan
pengetahuan yang menjadi milik umum. Itu berarti hasil penelitian
yang kemudian menjadi khasanah dunia keilmuan tidak akan
disimpan atau disembunyikan untuk kepentingan individu atau
klompok tertentu.2
3. Kedudukan Ilmu

2
Siti Makhmudah, Hakikat Ilmu Pengetahuan dalam Prespektif Modern dan Islam, Al-
Murabbi, Volume 4, Nomor 2, Januari 2018, ISSN 2406-775X. hlm, 210-211.

4
Ilmu merupakan keistimewaan yang menjadikan manusia unggul dari
makhluk Allah lainnya dalam rangka melaksanakan tugas kekhalifahannya.
Nabi Adam as. sebagai khalifah, kehadirannya berbekal ilmu. Al-Qur’an juga
menegaskan kedudukan ilmu (penegetahuan) bagi kehidupan manusia. Hal
itu dapat dilihat dari beberapa hal.
Pertama, sebagai alat pencari kebenaran. Manusia yang diberi
kekuatan bernalar yang dibimbing kesadaran sebagai abdi Tuhan akan
menemukan kebenaran-kebenaran dalam hidupnya, sekalipun kebenaran itu
hasilnya relatif.
Kedua, sebagai prasyarat amal saleh. Manusia yang dibimbing ilmu
dapat berkomitmen melaksanakan ajaran Allah dengan benar dan membawa
kepada kebutuhan tanpa syarat kepada-Nya, karena ia hanya takut kepada-
Nya.
Ketiga, alat untuk mengelola sumber-sumber alam untuk mencapai
rida Allah. Sumber-sumber alam itu mrncangkup air hujan, tumbuhan,
binatang-binatang yang dapat dijadikan sebagai modal kesejahteraan hidup
manusia.
Keempat, alat pengembangan daya nalar. Ilmu dapat dibedakan
sebagai kegiatan dan pengembangan berpikir dan sebagai produk berpikir.
Sebagai pengembangan berpikir, ilmu merupakan alat untuk membiasakan
diri manusia berpikir secara keilmuan yang dapat mempertajam daya
berpikir.
4. Sumber Ilmu
Sumber ilmu (pengetahuan) mencangkup tiga hal yaitu ; akal
(kemampuan bernalar), pancaindra yang berkemampuan melakukan
pengamatan, penelitian, observasi, dan intuisi (wahyu). Hal ini juga telah
dijelaskan secara implisit dalam QS. Al-Nahl ayat 78, yang artinya :
“Allah telah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui apapun. Dia (kemudian) menjadikan untukmu pendengaran,
penglihatan, dan mata hati untuk bersyukur”.(QS. an-Nahl ayat 78)

5
Dibawah ini terdapat skema yang dapat menggambarkan sumber ilmu
(pengetahuan) :

Allah al-‘Alim

Al- Ayat al- Al-Ayat al-


Saling Menjelaskan
Kauniyyah Qauliyyah

Interpretasi
manusia melalui
Observasi,
Penelitian,
Penelaahan

Ilmu (Pengetahuan)

Berdasarkan skema tersebut, Allah itu al-‘Alim, sumber pengetahuan.


Manusia makhluk pencari ilmu (pengetahuan). Pengetahuan tersebut
diperoleh melalui wahyu yang tersurat (al-Ayat al-‘qauliy-yah) dan alam (al-
ayat al-kauniyyah). Pandangan ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an menolak
paham sekularisme yang berkembang di Barat.bagi kaum skuler Barat, ilmu
itu dibentuk atas dasar fakta empiris dengan mengabaikan sumbernya, Allah.3

B. Hakikat Fiqih

3
Karman, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 2018. hlm, 57-
62.

6
Artinya : “setiap orang islam wajib mempelajari rukun maupun syarat
amalan ibadah yang akan dikerjakan untuk memenuhi kewajiban tersebut.
Karena sesuatu yag menjadi perantara untuk melakukan kewajiban, maka
mempelajari wasilah atau perantara tersebut hukumnya wajib. Ilmu agama
adalah wasilah untuk mengerjakan kewajiban agama. Maka, mempelajari
ilmu Agama hukumnya wajib. Misalnya Ilmu tentang puasa, zakat, bila
berharta, haji jika sudah mampu, dan ilmu tentang jual beli jika berdagang”4

Dalam kitab Ta’lim Muta’allim dijelaskan bahwa manusia dalam


melakukan amalan ibadah harus memenuhi syarat dan rukun yang telah ada,
syarat dan rukun tersebut telah dijelaskan dalam fiqih. Lebih lanjut tentang
hakikat fiqih akan dijelaskan pada pembahasan dibawah ini.

Kata fiqih di dalam Al-qur’an tidak kurang dari 19 ayat yang


berkaitan dan semuanya dalam bentuk kata kerja, seperti dalam surat At-
Taubah ayat 122. Didalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
disebutkan :

“Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik di


sisi-Nya niscaya diberikan kepadanya pemahaman (yang mendalam) dalam
pengetahuan agama”.
Dari ayat dan hadits tersebut, dapat ditarik suatu pengertian bahwa
Fiqh itu berarti mengetahui, memahami, dan mendalami ajaran- ajaran agama
secara keseluruhan. Jadi pengertian fiqih dalam arti yang sangat luas sama
dengan pengertian syari’ah dalam arti yang sangat luas. Inilah pengertian
fiqih pada masa sahabat atau pada abad petama Islam.5
1. Pengertian Fiqih
Fiqh terdiri dari pemahaman terhadap teks-teks, dan pemahaman
dalam keadaan tidak ada teks, karena melibatkan daya pikir dan analisis,
maka terdapat lebih dari satu pemahaman terhadap nilai-nilai yang berasal
dari wahyu, kesarjanaan Islam dalam bidang hukum telah melahirkan
berbagai pemahaman dalam bentuk aliran yang disebt madzhab fiqh.

4
Abdul Kadir Al-Jufri, Terjemah Kitab Ta’lim Muta’allim Karya Syeikh Az-Zarnuiji,
(Surabaya: MUTIARA ILMU), 2009. hlm, 5.
5
Djazuli, Ilmu Fiqh, (Jakarta : KENCANA Pernada Media Grup) , 2005. hlm, 4-6.

7
Fiqh menurut bahasa (etimologi) adalah mengetahui sesuatu dengan
mengerti. Menurut Ibnu Qayim, fiqh lebih khusus dari paham, ia adalah
paham akan maksud pembicaraan.6 Al-Ghazali berpendapat bahwa secara
literal, fikih (fiqh) bermakna al-‘ilm wa al-fahm (ilmu dan pemahaman).
Sementara itu para ulama mendefinisikan fikih sebagai berikut : Pertama,
fikih adalah pengetahuan tentang hukum syariat yang bersifat praktis
(‘amaliyyah) yang digali dari dalil-dalil yang bersifat rinci. Kedua,fikih
adalah pengetahuan yang dihasilkan dari sejumlah hukum syariat yang
bersifat cabang yang digunakan sebagai landasan untuk masalah amal
perbuatan dan bukan digunakan landasan dalam masalah akidah.7
2. Tujuan fiqih
Tujuan dari fiqih adalah menerapkan hukum-hukum syari’at terhadap
perbatan dan ucapan manusia. karena itu, ilmufiqih adalah tempat
kembalinya seorang hakim dalam keputusannya, tempat kembalinya mufti
dalam fatwanya, dan tempat kembalinya seorang mukallaf untuk dapat
mengetahui hukum-hukum syara’ yang berkenaan dengan ucapan dan
perbuatan yang muncul dari dirinya. Yang menjadi dasar dan pendorong bagi
umat Islam untuk mempelajari fiqih adalah :
a. Untuk mencari kebiasaan faham dan pengertian dari agama Islam
b. Untuk mempelajari hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan
kehidupan manusia.
c. Kaum muslimin harus bertafaqquh baik dalam bidang aqaid dan
akhlaq maupun dalam bidang muamalat.
Oleh karena demikian sebagai kaum muslimin harus menuntut ilmu
pengetahuan agama islam guna disampaikan kepada saudara-saudaranya.
Fiqih dalam Islam sangat penting fungsinya karena ia menuntut manusia
kepada kebaikan dan bertaqwa kepada Allah. Setiap saat manusia itu mencari
atau mempelajari keutamaan fiqih, karena fiqih menunjukan kepada kita
sunnah Rasul serta memelihara manusia dari bahaya-bahaya dalam
kehidupan.8
6
Syahrul Anwar, Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, (Bogor: GhaliaIndonesia), 2010. hlm, 13.
7
Nurhayati, Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum dan Ushul Fikih,Jurnal Hukum
Ekonomi Syariah, Volume 2, Nomor 2, Juli-Desember 2018, p-ISSN : 2549-4872, e-ISSN: 2654-
4970. hlm, 129.
8
http://pai.ftk.uin-alauddin.ac.id/artikel/detail_artikel/225, diakses pada pukul 14:41 tanggal
16 Februari 2020.

8
3. Sumber-Sumber Fiqh
a. Al-Qur’an
Al Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
kita Muhammad untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan
menuju cahaya yang terang benderang. Ia adalah sumber pertama
bagi hukum-hukum fiqih Islam. Jika kita menjumpai suatu
permasalahan, maka pertamakali kita harus kembali kepada Kitab
Allah guna mencari hukumnya.
b. As-Sunnah
As-Sunnah yaitu semua yang bersumber dari Nabi berupa
perkataan, perbuatan atau persetujuan.
Contoh perkataan/sabda Nabi:
“Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya
adalah kekufuran.” (Bukhari no. 46, 48, muslim no. 64, 97, Tirmidzi
no. 1906,2558, Nasa’i no. 4036, 4037, Ibnu Majah no. 68, Ahmad
no. 3465, 3708)
As-Sunnah adalah sumber kedua setelah al Qur’an. Bila kita
tidak mendapatkan hukum dari suatu permasalahn dalam Al Qur’an
maka kita merujuk kepada as-Sunnah dan wajib mengamalkannya
jika kita mendapatkan hukum tersebut. Dengan syarat, benar-benar
bersumber dari Nabi Muhammad dengan sanad yang sahih.
As Sunnah berfungsi sebagai penjelas al Qur’an dari apa yang
bersifat global dan umum. Seperti perintah shalat; maka bagaimana
tatacaranya didapati dalam as Sunnah. Oleh karena itu Nabi
bersabda:
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (Bukhari
no. 595)
Sebagaimana pula as-Sunnah menetapkan sebagian hukum-
hukum yang tidak dijelaskan dalam Al Qur’an. Seperti pengharaman
memakai cincin emas dan kain sutra bagi laki-laki.
c. Ijma’
Ijma’ bermakna Kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari
umat Muhammad shollallahu’alaihiwasallam dari suatu generasi atas
suatu hukum syar’i, dan jika sudah bersepakat ulama-ulama tersebut

9
baik pada generasi sahabat atau sesudahnya akan suatu hukum
syari’at maka kesepakatan mereka adalah ijma’, dan beramal dengan
apa yang telah menjadi suatu ijma’ hukumnya wajib. Dan dalil akan
hal tersebut sebagaimana sabda Rasulullah, bahwa tidaklah umat ini
akan berkumpul (bersepakat) dalam kesesatan, dan apa yang telah
menjadi kesepakatan adalah hak (benar). Ijma’ merupakan sumber
rujukan ketiga. Jika kita tidak mendapatkan didalam Al Qur’an dan
demikian pula sunnah, maka untuk hal yang seperti ini kita melihat,
apakah hal tersebut telah disepakatai oleh para ulama muslimin,
apabila sudah, maka wajib bagi kita mengambilnya dan beramal
dengannya.
d. Qiyas
Mencocokan perkara yang tidak didapatkan di dalamnya
hukum syar’i dengan perkara lain yang memiliki nash yang sehukum
dengannya, dikarenakan persamaan sebab/alasan antara keduanya.
Pada qiyas inilah kita meruju’ apabila kita tidak mendapatkan nash
dalam suatu hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al
Qur’an, sunnah maupun ijma’. Qiyas memiliki empat rukun:
 Dasar (dalil).
 Masalah yang akan diqiyaskan.
 Hukum yang terdapat pada dalil.
 Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang
diqiyaskan.9
4. Kegunaan Ilmu Fiqh
Tujuan akhir ilmu fiqh adalah untuk mencapai keridhoan Allah SWT.,
dengan melaksanakan syari’ahNya di muka bumi ini, sebagai pedoman
individual, hidup berkeluarga, maupun hidup bermasyarakat.
Untuk itu Imam al-Syatibi telah melakukan istiqra (penelitian) yang
digali dari Al-Qur’an maupun Sunnah, yang menyimpulkan bahwa tujuan
hukum Islam (maqashid al-syari’ah) di dunia ada lima hal, yang dikenal
dengan al-maqashid al-Khamsah yaitu:

9
 https://muslim.or.id/83-fiqih-islam.html . diakses pada pukul 16:00 , tanggal 16 Februari
2020

10
a. Memelihara agama (Hifdz al-Din), yangdimaksud agama disini
adalah agama dalam artian sempit (ibadah-mahdah).
b. Memelihara diri (Hifdz al-Nafs), Termasuk didalam bagian kedua ini,
larangan membunuh diri sendiri dan membunuh orang lain, larangan
menghina danlain sebagainya, dan kewajiban menjaga diri.
c. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifdz al-nas), seperti aturan-
aturan tentang pernikahan, larangan perzinahan dan lain-lain.
d. Memelihara harta (Hifdz al-mal). Termasuk bagian ini, kewajuban
kasb al-halal, larangan mencuri, dan menghasab harta orang lain.
e. Memelihara akal (Hifdz al-‘Aql). Termasuk didalamnya larangan
meminum-minuman keras, dan kewajiban menuntut ilmu.10

10
Djazuli, Ilmu Fiqh..., hlm, 27-28.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya pemakalah mengambil kesimpulan
bahwa, ilmu merupakan rangkuman dari sekumpulan pengetahuan atau hasil
pengetahuan dan fakta berdasarkan teori-teori yang disepakati/ berlaku
umum, diperoleh melalui serangkaian prosedur sistematik, diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dan Fiqih
menurut para ulama’ emiliki dua pengertian yaitu fiqih merupakan
pengetahuan tentang hukum dan fiqih merupakan pengetahuan yang
dihasilkan dari sejumlah hukum syariat.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyaknya
kekurangan, untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun
dari pembaca.

12

Anda mungkin juga menyukai