Anda di halaman 1dari 14

Azzah Sholihah (D91219104)

Tujuan Pendidikan Islam Perspektif Pakar/Ilmuan Klasik dan Kontemporer


A. Tujuan Pendidikan Islam Prespektif Pakar/Ilmuan Klasik
1. Al-Ghazali
Menurut Al-Ghazali untuk memperoleh derajat atau kedudukan yang
paling terhormat diantara sekian banyak makluk di permukaan bumi dan langit
karena pengajaran dan pendidikan, karena ilmu dan amalnya. Sesuai dengan
pandangan al-Ghazali terhadap manusia dan amaliahnya, bahwa amaliah itu
tidak akan muncul dan kemunculannya hanya akan bermakna kecuali setelah
ada pengetahuan.
Tujuan pendidikan menurut Al-Ghazali yaitu:1
a. Tujuan utama dalam menuntut ilmu adalah untuk memperoleh
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, maka yang dijadikan landasan
utama dalam bidang pendidikan adalah Al-Qur-an dan Hadis.
Sementara itu, tujuan akhir kegiatan pendidikan ada dua, yaitu
pertama, tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara pada
pendekatan diri kepada Allah, dan kedua kesempurnaan insani yang
bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena itu, ia bercita-
cita mengajarkan manusia agar mereka sampai pada sasaran-sasaran
yang merupakan tujuan akhir dan maksud pendidikan itu. Tujuan ini
tampak bernuansa religius dan moral, tanpa mengabaikan masalah
duniawi.
b. Seorang pendidik harus mempunyai niat awal dalam mendidik untuk
mendekatkan diri kepada Allah, dapat menjadi teladan bagi murid-
muridnya serta mempunyai kompetensi dalam mengajar ditandai
dengan penguasaan materi, sikap yang objektif, dan memperlakukan
anak didiknya seperti anaknya sendiri.
1
Ary Antony Putra, "Konsep Pendidikan Agama Islam Perspektif Imam Al-Ghazali", Jurnal
Al-Thariqah, Vol. 1, No. 1, Juni 2016. hlm. 51-52. Dikutip dari
http://journal.uir.ac.id/index.php/althariqah/article/download/617/319. (Diakses pada 17
Februari 2020).
c. Anak didik dalam belajar juga harus mempunyai niat untuk
mendekatkan diri kepada Allah, sebisa mungkin menjauhi maksiat
karena ilmu itu suci dan tidak akan deberikan kepada hal yang tidak
suci, menghormati guru dan tentunya rajin belajar dengan mendalami
pelajaran yang telah diberikan gurunya.
d. Kurikulum (alat pendidikan) sebagai alat pendidikan harus disesuaikan
dengan perkembangan anak didik. Anak didik diberikan materi
pelajaran secara bertahap dengan memilihkan materi yang mudah
kemudian menuju materi yang lebih sulit, dan materi ke-tauhidan
hendaknya dijadikan landasan utama sebelum diberikan materi-materi
pelajaran yang lain. Bentuk-bentuk kurikulum pendidikan dapat
dicontohkan seperti perintah larangan, dorongan, hambatan, nasehat,
anjuran, hadiah, hukuman, pemberian kesempatan dan menutup
kesempatan.
e. Lingkungan pendidikan terdiri tiga bagian, yakni: lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. mengenai
lingkungan, anak didik harus dijauhkan dari pergaulan yang tidak baik,
karena lingkungan yang jelek akan mempengaruhi perkembangan anak
didik. Oleh karena itu dari semua lingkungan yang ada disekitar anak
didik hendaknya harus memberikan dorongan ke arah yang lebih baik.
Dari paparan diatas, penulis tidak sepenuhnya sependapat dengan beliau,
bahwa orang yang berilmu akan dihormati banyak orang. Namun, pada
kenyataannya kekayaan dan kekuasaan/jabatan yang yang menjadikan
seseorang itu sangat dihormati, orang kaya dan hidup dengan kegemilangan
harta akan sangat disegani banyak orang. Sedangkan orang yang berilmu tapi
miskin jarang dihormati. Disisi lain penulis sependapat dengan beliau
mengenai tujuan pendidikan Islam yaitu memperoleh kebahagiaan di dunia
dan akhirat, serta menjadikan Al-Qur'an dan Hadis sebagai landasan utama
dalam bidang pendidikan. Dan untuk mencapai kebahagiaan akhirat maka
hendaklah mendekatkan diri kepada Allah tanpa mengabaikan masalah
kehidupan di dunia.
Ketika kita menjadi anak didik hormatilah seorang guru selayaknya kita
menghormati orang tua. Dan jika suatu hari nanti kita menjadi seorang
pendidik maka sayangilah mereka selayaknya anak kita sendiri, jangan
memberi tekanan pada mereka, karena bisa jadi merusak mental anak didik
dan membuatnya putus asa. Seorang pendidik adalah teladan bagi anak
didiknya. Dalam menuntut ilmu hendaknya seseorang memiliki niat untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhi maksiat. Tujuan ini tampak
religius dan moral, tanpa mengabaikan kepentingan duniawi.
2. Ibn Sina
Tujuan pendidikan Islam menurut Ibn Sina adalah untuk membentuk
manusia yang berkepribadian akhlak mulia. Ukuran berakhlak mulia
dijabarkan secara luas yang meliputi segala aspek kehidupan manusia. Tujuan
pembinaan moral melalui pendidikan sangat penting menurut pandangan Ibn
Sina, hal ini dapat dilakukan dengan cara seorang anak harus dijaga dalam
menentang manusia yang buruk dan memiliki budi pekerti yang buruk mereka
juga harus diberikan peluang yang memungkinkan untuk dapat memahami
dan merasakan kehidupan dengan cara berkomunikasi dengan orang-orang
yang saleh. Orang yang memiliki akhlak mulia akan dapat mencapai
kebahagiaan (sa’adah). Kebahagiaan ini akan tercapai jika individu memiliki
akhlak yang mulia. Jika setiap individu yang menjadi anggota rumah tangga
memiliki akhlak mulia maka tercapai pula kebahagiaan rumah tangga. Jika
masing-masing rumah tangga berpegang pada prinsip akhlak mulia maka
tercapailah kebahagiaan dalam masyarakat dan bahkan manusia secara
keseluruhan.2
Ibn Sina menjelaskan bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada
pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangan
yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual, dan budi pekerti.3
2
Miftaku Rohman, "Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Sina dan Relevansinya dengan
Pendidikan Modern", Jurnal Episteme Vol. 8, No. 2, Desember 2013. Dikutip
http://ejournal.iaintulungagung.ac.id/index.php/epis/article/view/47/43, (Diakses pada 17
Februari 2020).
3
Ibn Sina, Al-Siyasah fi al-Tarbiyah (Mesir: Majalah al-Masyrik, 1906), hlm. 1076. Dikutip
http://ejournal.iaintulungagung.ac.id/index.php/epis/article/view/47/43, (Diakses pada 17
Februari 2020).
Selain itu, tujuan pendidikan menurut Ibn Sina harus diarahkan pada upaya
mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-
sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai
dengan bakat, kesiapan, kecenderungan, dan potensi yang dimilikinya.4
Menurut Ibnu Sina tujuan pendidikan Islam lebih ditekankan pada akhlak
dan budi pekerti/pembinaan moral. Penulis sependapat dengan beliau, jika
seseorang memiliki akhlak yang mulia akan dengan mudah mencapai
kebahagiaan dan tercapai pula kebahagiaan rumah tangga. Dan jika setiap
rumah tangga memiliki berpegang pada prinsip akhlak mulia, maka
tercapailah kebahagiaan masyarakat. Selain itu pendidikan juga diarahkan
pada pengembangan potensi, keterampilan, dan bakat yang dimiliki anak didik
dalam mencapai cita-citanya.
3. Ibn Miskawaih
Ibn Miskawaih membangun konsep pendidikan yang bertumpu pada
pendidikan akhlak. Menurut Ibn Miskawaih, akhlak adalah suatu keadaan
jiwa. Keadaan ini menyebabkan jiwa bertindak tanpa dipikir atau
dipertimbangkan secara mendalam. Ibn Miskawaih membagi asal keadaan
jiwa ini menjadi dua jenis. Pertama, alamiah dan bertolak dari watak. Kedua,
tercipta melalui kebiasaan dan latihan. Baginya akhlak itu alami sifatnya
namun akhlak pun dapat berubah cepat atau lambat melalui disiplin serta
nasihat-nasihat yang mulia. Pada mulanya, keadaan ini terjadi karena
dipertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian melalui praktik terus
menerus akan menjadi akhlak.5
Menurut Ibn Miskawaih, tujuan pendidikan akhlak adalah terwujudnya
sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua
perbuatan yang bernilai baik sehingga mencapai kesempurnaan dan
memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna.6 Sehingga manusia itu dapat

4
Ibid, 1218.
5
Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlaq: Buku Daras Pertama Tentang Filsafat
Etika, terj. Helmi Hidayat (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 56-58. Dikutip
http://ejournal.iaintulungagung.ac.id/index.php/epis/article/view/47/43, (Diakses pada 17
Februari 2020).
6
Ibid, 64-65.
berperilaku terpuji dan sempurna sesuai dengan substansinya sebagai manusia,
serta bertujuan mengangkat manusia dari derajat yang paling tercela sebagai
derajat yang dikutuk oleh Allah SWT. Menurut Ibn Miskawaih, kesempurnaan
manusia memiliki tingkatan dansubstansi. Baginya kesempurnaan manusia
ada dua macam, yakni kesempurnaan kognitif dan kesempurnaan praktis.
Kesempurnaan kognitif terwujud jika manusia mendapatkan pengetahuan
sedemikian rupa sehingga persepsinya, wawasannya, dan kerangka
berpikirnya menjadi akurat. Sementara kesempurnaan praktis ialah
kesempurnaan karakter. Menurut Ibn Miskawaih, kesempurnaan teoritis
(kognitif) berkenaan dengan kesempurnaan praktis. Kesempurnaan teoritis
tidak lengkap tanpa kesempurnaan praktis, begitu pula sebaliknya. Hal ini
karena pengetahuan adalah permulaannya dan perbuatan itu akhirnya.
Kesempurnaan sejati tercapai jika keduanya berjalin berkelindan. Di pihak
lain, bagi Ibn Miskawaih bahwa kesempurnaan manusia itu terletak pada
kenikmatan spiritual, bukan kenikmatan jasmani.7
Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa, pendidikan Islam yang
paling penting adalah pendidikan akhlak atau bisa juga disebut pendidikan
karakter. Pendidikan Akhlak sangat diperlukan untuk membentuk kepribadian
yang baik, tidak hanya pandai tapi juga harus berakhlak yang baik. Menurut
penulis orang yang berakhlak sudah pasti berilmu, sedangkan orang yang
berilmu belum tentu berakhlak. Akhlak merupakan sikap atau perilaku yang
dilakukan secara spontan dan berlangsung terus menerus hingga menjadi
sebuah kebiasaan yang bernilai baik/terpuji, sehingga memperoleh
kebahagiaan yang sempurna. Kesempurnaan ada dua macam yaitu pertama,
kesempurnaan kognitif/teoritis (pengetahuan) dan kesempurnaan praktis
(karakter). Kedua hal ini sangat berkaitan karena pengetahuan adalah
permulaannya (hal yang mendasari dalam berbuat sesuatu) dan perilaku adalah
akhirnya (tindakan yang dilakukan setelah memperoleh pengetahuan).
4. Ibnu Khaldun

7
Ibid, 69-70.
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa tujuan pendidikan pertama-tama adalah
memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena dia
memandang aktivitas ini sangat penting bagi terbukanya pikiran dan
kematangan individu, kemudian kematangan ini akan mendapat faedah bagi
masyarakat, pikiran yang matang adalah alat kemajuan ilmu dan industri dan
sistem sosial. Karena ilmu dan industri lahir di dalam masyarakat disebabkan
oleh aktifitas pikiran insani ini. Sedangkan manifestasi terpenting dari aktifitas
pikiran ini adalah usaha mencapai ilmu pengetahuan.
Menurut Ibnu Khaldun tujuan dunia akhirat harus dicapai, selanjutnya
pendidikan menurut Ibnu Khaldun harus sesuai dengan anak didik. Dalam
Kitab Muqaddimahnya Ibnu Khaldun menjelaskan berbagai macam ilmu
pengetahuan. Penulis dapat menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam
menurut Ibnu Khaldun dalam penjelasannya itu dapat dibagi kepada 2 bagian:
a. Tujuan pendidikan yang berorientasi kepada akhirat. Ibnu khaldun
menjelaskan dalam Kitab Muqaddimahnya bahwa anak mendalami Al-
Qur’an merupakan suatu simbol pekerti Islam, orang Islam memiliki
Al-Qur’an dan mempraktekkan ajarannya, dan menjadikan pengajaran,
ta’lim, mereka. Hal ini akan mengilhami hati dengan satu keimanan
dan memperteguh keimanan, serta memperteguh keyakinan kepada Al-
Qur’an dan Hadis.
b. Tujuan pendidikan yang berorientasi kepada duniawi, dalam
Muqaddimahnya juga Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa pendidikan
sebagai salah satu industri yang berkembang di dalam masyarakat.
Ibnu khaldun berpendapat bahwa industri dalam masyarakat manapun
karena ia sangat penting bagi kehidupan inidividu didalamnya.
Pertama-tama berkembang industri yang sederhana asasi dan
dibutuhkan di dalam kehidupan seperti pertanian, pembangunan,
pertukangan, pertukangan kayu dan jahit menjahit. Hal ini merupakan
ilmu praktis yang sifatnya sederhana dan khas, sedangkan pekerjaan
yang bersifat kompleks seperti kedokteran, administrasi, dan kesenian.
Tujuan pendidikan Islam menurut Ibnu Khaldun yang pertama itu
merupakan tujuan paling utama dan pertama yang ditanamkan kepada
individu, karena sesuai dengan Al-Qur’an yang merupakan ajaran bagi seluruh
aspek kehidupan manusia di alam raya ini sekaligus Al-Qur’an dijadikan
kurikulum pendidikan Islam. Ibnu Khaldun dalam konsep pendidikan suatu
masyarakat yang siap menghadapi perubahan sosial yang terjadi, sebab Ibnu
Khaldun tidak mementingkan pengajaran teoritis saja melainkan benar
kecakapan riil kepada masyarakat agar hidup lebih baik.8
Penulis sependapat dengan beliau, bahwa tujuan pendidikan Islam bukan
hanya berorientasi pada kepentingan akhirat saja, melainkan kebutuhan di
dunia juga harus terpenuhi. Artinya seseorang harus bisa menyeimbangkan
antara kepentingan dunia dan akhirat. Yang mana kedua hal tersebut sama-
sama penting. Untuk itu seorang muslim wajib menanamkan nilai budi pekerti
dalam diri sendiri dengan berlandaskan Al-Qur'an yang merupakan ajaran
seluruh aspek kehidupan manusia. Dengan begitu segala tindakan yang
dilakukan pasti terarah, sehingga tercapailah kebahagiaan di dunia dan akhirat.
B. Tujuan Pendidikan Islam Perspektif Pakar/Ilmuan Kontemporer
1. KH. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim Asy'ari menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan
adalah mengamalkannya. Dalam hal belajar, yang menjadi titik penekanannya
adalah pada pengertian bahwa belajar itu merupakan ibadah untuk mencari
ridha Allah yang mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan
dunia dan akhirat. Karenanya, belajar harus diniati untuk mengembangkan dan
melestarikan nilai-nilai Islam, bukan sekadar menghilangkan kebodohan.9
Tujuan pendidikan menurut K.H Hasyim Asy'ari adalah:

8
Lisnawati, "Konsep Ideal Pendidikan Islam Menurut Pandangan Ibnu Khaldun Dan
Hubungannya Dalam Konteks Pendidikan Islam Modern", Jurnal Al-Muta’aliyah STAI Darul
Kamal NW Kembang kerang, Vol. I No.1 Tahun 2017. Dikutip
https://media.neliti.com/media/publications/181415-ID-konsep-ideal-pendidikan-islam-
menurut-pa.pdf. (Diakses pada 17 Februari 2020).
9
Syamsul kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam
(Maguoharjo: Ar Ruzz Media, 2013), hlm. 213.
Menjadikan insan yang bertujuan mendekatkan diri pada Allah. Menjadi
Insan yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.10 Beliau
menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahan adalah mengamalkan. Hal
itu dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal
untuk kehidupan akhirat kelak. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan
dalam menuntut ilmu, yaitu: pertama, bagi murid hendaknya berniat suci
dalam menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan
jangan melecehkannya. Kedua, bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya
meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata.11
Belajar menurut KH. Hasyim Asy-ari merupakan ibadah untuk mencari
ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan
dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan
dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya untuk sekedar menghilangkan
kebodohan.12
Dari ungkapan K.H Hasyim Asy'ari bahwa tujuan pendidikan Islam yaitu
belajar kemudian mengamalkan. Belajar bernilai ibadah, secara otomatis
orang yang menuntut ilmu yaitu orang yang mendekatkan diri kepada Allah.
Dan mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan
akhirat.
2. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan Pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, yaitu alim dalam
agama, luas pandangan, yaitu alim dalam ilmu-ilmu umum dan bersedia
berjuang untuk kemajuan masyarakat, hal ini berarti bahwa pendidikan Islam
merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa baik
sebagai hamba Allah maupun khalifah dimuka bumi. Untuk mencapai tujuan
ini proses pendidikan Islam hendaknya mengakomodasi berbagai ilmu
pengetahuan baik umum maupun agama, untuk mempertajam daya
intelektualitas dan memperkokoh spiritualitas peserta didik.
10
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 158.
11
Ibid, 211-212.
12
Syamsu Rizal, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 155.
Menurut Ahmad Dahlan upaya ini akan terealisasikan manakala proses
pendidikan bersifat integral yang mampu menghasilkan manusia yang lebih
berkualitas. Untuk menciptakan peserta didik yang demikian, maka sumber
ilmu pengetahuan Islam hendaknya dijadikan landasan metodologis dalam
kurikulum dan bentuk pendidikan yang dilaksanakan.
Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan
pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren
dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren
hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mengalami ilmu
agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan
sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali. Akibat dialisme
pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia: lulusan pesantren yang
menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda
yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.
Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa
tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh
menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan
akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-
spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu
sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan
mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah
Muhammadiyah.13
Dari paparan diatas kita tau apa saja tujuan pendidikan Islam antara lain,
membentuk seorang muslim berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas
pandangan, luas ilmu pengetahuan umum, dan bisa berperan aktif di
lingkungan masyarakat. Dengan adanya pendidikan Islam diharapkan
terciptanya anak didik yang berkualitas, berwawasan dan berpedoman hidup
yang kuat berdasarkan Al-Qur'an dan hadis. Bukan hanya pendidikan islam
saja yang diperdalam, seorang muslim juga harus mempelajari ilmu-ilmu

13
Ibid, 107.
umum. Agar orang muslim itu juga bisa maju, seiring dengan perkembangan
zaman, kita jangan hanya konsumtif tapi juga produktif.
3. Harun Nasution
Tujuan pendidikan Islam Harun mengatakan ada hal-hal yang perlu
diredefnisi. Tujuan pendidikan agama di Indonesia untuk membentuk manusia
“bertakwa”. Manusia bertakwa pada umumnya diartinkan sebagai manusia
yang patuh kepada Tuhan dalam menjalankan ibadah. Tujuan ini, kata Harun,
agaknya didasarkan pada pendekatan yang menguatkan ajaran pemujaan dan
penyembahan Tuhan dari pada ajaran-ajaran lainnya. Padahal di samping
ibadah, agama Islam masih mempunyai ajaran-ajaran lainnya, terutama ajaran
mengenai nilai baik dan buruk, tegasnya ajaran moral. Hubungan agama Islam
dengan moral sangatlah cepat, bahkan, dengan merujuk sebuah hadis yang
mengemukakan tujuan diutusnya Rasul, Harun mengatakan bahwa moral
adalah merupakan hal yang essensial dalam agama. Oleh karena itu, agar
tujuan pendidikan Agama Islam tersebut lebih akurat, maka tern “takwa” yang
menjadi titik tekanya perlu diredefinisi, sehingga elaborasi tujuan pendidikan
agama Islam akan lebih komprehensif.14 Mengacu kepada tujuan pendidikan
agama Islam yang telah diredefinisi diatas, Harun mengatakan bahwa
pendidikan agama islam haruslah didasarkan tujuan moral, spiritual, dan
intelektual. Dalam hubungannya dengan hal tersebut, perlu ditegaskan bahwa
Tuhan sebenarnya tidak digambarkan sebagai sebuah sosok yang ditakuti,
sebuah sosok yang pemarah dan suka memasukkan manusia kedalam siksa
neraka atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia. Ajaran agama
yang memberikan gambaran mengenai Tuhan serupa ini, menurut Harun, akan
dipatuhi karena perasaan takut kepada Allah, dan jika perasaan takut itu hilang
maka ajaran itu akan ditinggalkan.15 Mengenai metode yang dapat diterapkan
dalam proses pendidikan Islam, Harun Nasution menyebutkan beberapa
metode, antara lain, pemberian contoh atau teladan, pemberian nasehat,
14
Syaiful Muzani, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1995), hlm.386. Dikutip dari
http://www.iai-agussalimmetro.ac.id/pemikiran-harun-nasution-tentang-pendidikan-di-
perguruan-tinggi-agama-islam/. (Diakses pada 18 Februari 2020).
15
Ibid, 387.
problem solving, partisipasi, dan metode tanya jawab atau diskusi. Sedangkan
mengenai kualitas pendidik, Harun Nasution menetapkan beberapa syarat bagi
para pendidikan agama Islam, yaitu:
a. Sanggup memberi contoh teladan.
b. Menguasai ilmu-ilmu yang erat kaitannya dengan pendidikan,
seperti, peadagogi, psikologi dan yang sejenisnya.
c. Mempunyai pengetahuan yang luas tentang agama.
d. Mempunyai pengetahuan yang minimal sebanding dengan
pengetahuan yang dipelajari oleh peserta didik.16
Penulis sependapat denagn ungkapan Harun Nasution bahwa pendidikan
Islam harus didasarkan tujuan moral, spiritual, dan intelektual. Dengan moral
maka seseorang memiliki martabat dan kehormatan. Dengan spiritual
seseorang lebih terarah dalam menjalani kehidupan, dengan spiritual
seseorang akan merasa dirinya dekan dengan pencipta-Nya. Dengan ilmu
seseorang bisa memperoleh pekerjaan, bisa membedakan antara benar dan
salah, dan lain sebagainya.
4. Muhammad Fadhil Al-Jamaly
Muhammad Fadhil Al-Jamaly merumuskan tujuan pendidikan Islam
dengan 4 macam yaitu:
a. Mengenalkan manusia akan perannya diantara sesama makhluk dan
tanggung jawabnya dalam hidup ini.
b. Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya
dalam tata hidup bermasyarakat.
c. Mengenalkan manusia akan alam dan mengajak mereka untuk
mengetahui hikmah diciptakannya serta memberikan kemungkinan
kepada mereka untuk mengambil manfaat darinya.
d. Mengenalkan manusia akan pencipta alam (Allah) dan menyuruhnya
beribadah kepada-Nya.17
16
Agus Salim, "Pemikiran Harun Nasution Tentang Pendidikan Di Perguruan Tinggi Agama
Islam", Jurnal Al-Nidzom, 17 Oktober 2017. Dikutip dari http://www.iai-
agussalimmetro.ac.id/pemikiran-harun-nasution-tentang-pendidikan-di-perguruan-tinggi-
agama-islam/. (Diakses pada 18 Februari 2020).
17
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2019), hlm. 62-63.
Muhammad Fadhil al-Jamaly menyatakan, bahwa keempat tujuan tersebut
saling berkaitan antar sesama. Namun demikian, menurut tiga tujuan pertama
(tujuan antara) mengantarkan ke pencapaian tujuan yang keempat, yakni
mengenal dan bertakwa kepada Allah. Dengan demikian, tujuan akhir dari
pendidikan Islam adalah mengenal Allah dan bertakwa kepada Allah.18
Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam menurut fadhil Al-
Jamaly yaitu berinteraksi dengan sesama makhluk, interaksi sosial, interaksi
dengan lingkungan, serta mengenal Allah dan bertakwa kepada-Nya. Dari
paparan di atas, dapat diketahui bahwa Muhammad Fadhil Al-Jamaly
mengutamakan pendidikan sosial. Menurut penulis, pendapat beliau masih ada
kekurangan terkait dengan pengetahuan umum. Pengetahuan yang luas sangat
bermanfaat dalam kehidupan untuk menghadapi perkembangan zaman.
5. Abdullah Nashih Ulwan
Menurut Abdullah Nasih Ulwan tujuan pendidikan Islam yang dapat jabarkan
sebagai berikut:19
a. Menjadikan anak didik sebagai orang yang benar imannya.
Tujuan pendidikan pertama yang harus dituntaskan adalah pendidikan
keimanan. Mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan sejak ia
mengerti, membiasakannya dengan rukun Islam sejak usia tamyiz.
Anak didik diberikan pemberitaan yang benar mengenai keimanan
kepada Allah SWT, keimanan kepada para malaikat, keimanan kepada
kitab-kitab samawi, keimanan kepada Rasul, dan keimanan kepada
hari akhir (hari pembalasan).
b. Mempersiapkan anak didik yang bermoral dan berakhlak mulia.
Tujuan pendidikan selanjutnya setelah mengarahkan anak supaya
beriman yang benar adalah membentuk mereka agar berakhlak mulia.
Jika sejak masa kanak-kanak anak didik tumbuh dan berkembang
18
Jalaluddin, Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali pers, 2016) hlm. 144.
19
Edi Iskandar, "Pendidikan Islam Perspektif Abdullah Nashih Ulwan", Jurnal Akademika,
Vol. 14 No. 1, Juni 2018. Hlm. 24-32. Dikutip dari
http://ejournal.kampusmelayu.ac.id/index.php/akademika/article/download/36/36. (Diakses
pada tanggal 3 Maret 2020).
dalam bimbingan agama dan berakhlak mulia, setelah dewasa mereka
akan tumbuh dan berkembang menjadi orang yang berakhlak akibat
dari kebiasaan-kebiasaan baik yang ia lakukan.
c. Menyiapkan anak yang terampil dan sehat jasmaninya.
Tujuan pendidikan selanjutnya yang harus mendapat prioritas setelah
pendidikan moral menurut Abdullah Nashih Ulwan adalah
menyiapkan anak yang terampil, bergairah, sehat, dan kuat fisiknya.
Ada beberapa dasar ilmiah yang digariskan supaya anak tumbuh
dengan fisik yang sehat dan kuat.
d. Menjadikan anak didik yang cerdas intelektualnya.
Setelah pendidikan keimanan, moral, dan fisik maka tujuan pendidikan
selanjutnya menurut Abdullah Nashih Ulwan adalah mempersiapkan
pola pikir anak didik supaya menjadi peserta didik yang cerdas.
e. Menyiapkan anak berjiwa bersih.
Sejak anak dilahirkan, Islam telah memerintahkan kepada para
pendidik untuk menjaga kesucian jiwa anak, yang memungkinkan dia
dapat menjadi seorang yang berjiwa bersih, jauh dari kedengkian,
kebencian, dan keserakahan. Pendidik harus memberikan informasi
yang benar bahwa untuk menjadikan peserta didik yang suci jiwanya
harus menjauhi sifat-sifat di antaranya: minder, penakut, kurang
percaya diri, dengki, dan pemarah.
f. Menyiapkan anak yang cerdas sosialnya.
Mendidik anak sejak dari kecil agar terbiasa menjalankan perilaku
sosial yang utama dan peduli terhadap sesama.
Tujuan pendidikan Islam yang dipaparkan oleh Abdullah Nasih Ulwan
bersifat kompleks, yang mana tujuan pendidikan Islam tidak hanya
mengutamakan pendidikan yang bersifat religi, tapi juga mengutamakan
pendidikan moral, sosial, intelektual, dan juga keterampilan. Artinya tujuan
pendidikan islam tidak hanya condong untuk kepentingan akhirat, namun juga
kepentingan dunia, dan bersosial di lingkungan sekitar.
Daftar pustaka

Antony Putra Ary, "Konsep Pendidikan Agama Islam Perspektif Imam Al-
Ghazali", Jurnal Al-Thariqah, Vol. 1, No. 1, Juni 2016. Hlm. 51-52. Dikutip
dari http://journal.uir.ac.id/index.php/althariqah/article/download/617/319.
(Diakses pada 17 Februari 2020).
Iskandar Edi, "Pendidikan Islam Perspektif Abdullah Nashih Ulwan", Jurnal
Akademika, Vol. 14 No. 1, Juni 2018. Hlm. 24-32. Dikutip dari
http://ejournal.kampusmelayu.ac.id/index.php/akademika/article/download/36/
36. (Diakses pada tanggal 3 Maret 2020).
Jalaluddin, Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali pers, 2016) hlm. 144.
Kurniawan Syamsul dan Mahrus Erwin, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam
(Maguoharjo: Ar Ruzz Media, 2013), hlm. 213.
Lisnawati, "Konsep Ideal Pendidikan Islam Menurut Pandangan Ibnu Khaldun
Dan Hubungannya Dalam Konteks Pendidikan Islam Modern", Jurnal Al-
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang, Vol. I No.1 Tahun
2017. Dikutip https://media.neliti.com/media/publications/181415-ID-konsep-
ideal-pendidikan-islam-menurut-pa.pdf. (Diakses pada 17 Februari 2020).
Miskawaih Ibn, Menuju Kesempurnaan Akhlaq: Buku Daras Pertama Tentang
Filsafat Etika, terj. Helmi Hidayat (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 56-58.
Muzani Syaiful, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1995), hlm.386.
Nata Abudin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2019), hlm. 62-63.
Nizar Samsul, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 158.
Rizal Syamsu, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 155.
Rohman Miftaku, "Konsep Pendidikan Islam Menurut Ibn Sina Dan Relevansinya
Dengan Pendidikan Modern", Jurnal Episteme, Vol. 8, No. 2, Desember 2013.
Dari http://ejournal.iaintulungagung.ac.id/index.php/epis/article/view/47/43,
(Diakses pada 17 Februari 2020).
Salim Agus, "Pemikiran Harun Nasution Tentang Pendidikan Di Perguruan
Tinggi Agama Islam", Jurnal Al-Nidzom, 17 Oktober 2017. Dikutip dari
http://www.iai-agussalimmetro.ac.id/pemikiran-harun-nasution-tentang-
pendidikan-di-perguruan-tinggi-agama-islam/. (Diakses pada 18 Februari
2020).
Sina Ibn, Al-Siyasah fi al-Tarbiyah (Mesir: Majalah al-Masyrik, 1906), hlm. 1076.

Anda mungkin juga menyukai