Anda di halaman 1dari 12

Azzah Sholihah (D91219104)

Tujuan Pendidikan Islam Perspektif Pakar/Ilmuan Klasik dan Kontemporer


A. Tujuan Pendidikan Islam Prespektif Pakar/Ilmuan Klasik
1. Al-Ghazali
Menurut Al-Ghazali untuk memperoleh derajat atau kedudukan yang
paling terhormat diantara sekian banyak makluk di permukaan bumi dan langit
karena pengajaran dan pendidikan, karena ilmu dan amalnya. Sesuai dengan
pandangan al-Ghazali terhadap manusia dan amaliahnya, bahwa amaliah itu
tidak akan muncul dan kemunculannya hanya akan bermakna kecuali setelah
ada pengetahuan.
Tujuan pendidikan menurut Al-Ghazali yaitu:
a) Tujuan utama dalam menuntut ilmu adalah untuk memperoleh
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, maka yang dijadikan landasan
utama dalam bidang pendidikan adalah Al-Qur’an dan Hadis.
Sementara itu, tujuan akhir kegiatan pendidikan ada dua, yaitu
pertama, tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara pada
pendekatan diri kepada Allah, dan kedua kesempurnaan insani yang
bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena itu, ia bercita-
cita mengajarkan manusia agar mereka sampai pada sasaran-sasaran
yang merupakan tujuan akhir dan maksud pendidikan itu. Tujuan ini
tampak bernuansa religius dan moral, tanpa mengabaikan masalah
duniawi.
b) Seorang pendidik harus mempunyai niat awal dalam mendidik untuk
mendekatkan diri kepada Allah, dapat menjadi teladan bagi murid-
muridnya serta mempunyai kompetensi dalam mengajar ditandai
dengan penguasaan materi, sikap yang objektif, dan memperlakukan
anak didiknya seperti anaknya sendiri.
c) Anak didik dalam belajar juga harus mempunyai niat untuk
mendekatkan diri kepada Allah, sebisa mungkin menjauhi maksiat
karena ilmu itu suci dan tidak akan deberikan kepada hal yang tidak
suci, menghormati guru dan tentunya rajin belajar dengan mendalami
pelajaran yang telah diberikan gurunya.
d) Kurikulum (alat pendidikan) sebagai alat pendidikan harus disesuaikan
dengan perkembangan anak didik. Anak didik diberikan materi
pelajaran secara bertahap dengan memilihkan materi yang mudah
kemudian menuju materi yang lebih sulit, dan materi ke-tauhidan
hendaknya dijadikan landasan utama sebelum diberikan materi-materi
pelajaran yang lain. Bentuk-bentuk kurikulum pendidikan dapat
dicontohkan seperti perintah larangan, dorongan, hambatan, nasehat,
anjuran, hadiah, hukuman, pemberian kesempatan dan menutup
kesempatan.
e) Lingkungan pendidikan terdiri tiga bagian, yakni: lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. mengenai lingkungan,
anak didik harus dijauhkan dari pergaulan yang tidak baik, karena
lingkungan yang jelek akan mempengaruhi perkembangan anak didik.
Oleh karena itu dari semua lingkungan yang ada disekitar anak didik
hendaknya harus memberikan dorongan ke arah yang lebih baik.1
Penulis tidak sepenuhnya sependapat dengan beliau, bahwa orang yang
berilmu akan dihormati banyak orang. Namun, pada kenyataannya kekayaan
dan kekuasaan/jabatan yang tinggilah yang menjadikan seseorang itu
terpandang dan sangat dihormati, orang kaya dan hidup dengan kegemilangan
harta akan sangat disegani banyak orang. Sedangkan orang yang berilmu tapi
miskin jarang dihormati. Penulis sependapat dengan beliau mengenai tujuan
pendidikan Islam yaitu memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat dan
menjadikan Al-Qur'an dan Hadis sebagai landasan utama dalam bidang
pendidikan. Dan untuk mencapai kebahagiaan akhirat maka hendaklah
mendekatkan diri kepada Allah tanpa mengabaikan masalah kehidupan di
dunia.
Ketika kita menjadi anak didik hormatilah seorang guru selayaknya kita
menghormati orang tua. Dan jika suatu hari nanti kita menjadi seorang
pendidik maka sayangilah mereka selayaknya anak kita sendiri, jangan

1
Ary Antony Putra, "Konsep Pendidikan Agama Islam Perspektif Imam Al-Ghazali", Jurnal Al-
Thariqah, Vol. 1, No. 1, Juni 2016. hlm. 51-52. Dikutip dari
http://journal.uir.ac.id/index.php/althariqah/article/download/617/319. (Diakses pada 17 Februari
2020).
memberi tekanan pada mereka, karena bisa jadi merusak mental anak didik
dan membuatnya putus asa. Seorang pendidik adalah teladan bagi anak
didiknya. Dalam menuntut ilmu hendaknya seseorang memiliki niat untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhi maksiat. Tujuan ini tampak
religius dan moral, tanpa mengabaikan kepentingan duniawi.
2. Ibn Sina
Tujuan pendidikan Islam menurut Ibn Sina adalah untuk membentuk
manusia yang berkepribadian akhlak mulia. Ukuran berakhlak mulia
dijabarkan secara luas yang meliputi segala aspek kehidupan manusia. Tujuan
pembinaan moral melalui pendidikan sangat penting menurut pandangan Ibn
Sina, hal ini dapat dilakukan dengan cara seorang anak harus dijaga dalam
menentang manusia yang buruk dan memiliki budi pekerti yang buruk mereka
juga harus diberikan peluang yang memungkinkan untuk dapat memahami
dan merasakan kehidupan dengan cara berkomunikasi dengan orang-orang
yang saleh. Orang yang memiliki akhlak mulia akan dapat mencapai
kebahagiaan (sa’adah). Kebahagiaan ini akan tercapai jika individu memiliki
akhlak yang mulia. Jika setiap individu yang menjadi anggota rumah tangga
memiliki akhlak mulia maka tercapai pula kebahagiaan rumah tangga. Jika
masing-masing rumah tangga berpegang pada prinsip akhlak mulia maka
tercapailah kebahagiaan dalam masyarakat dan bahkan manusia secara
keseluruhan.2
Ibn Sina menjelaskan bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada
pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangan
yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. 3 Selain
itu, tujuan pendidikan menurut Ibn Sina harus diarahkan pada upaya
mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-

2
Miftaku Rohman, "KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT IBN SINA DAN
RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN MODERN", Jurnal Episteme, Vol. 8, No. 2,
Desember 2013. Dikutip http://ejournal.iaintulungagung.ac.id/index.php/epis/article/view/47/43,
(Diakses pada 17 Februari 2020).
3
Ibn Sina, Al-Siyasah fi al-Tarbiyah (Mesir: Majalah al-Masyrik, 1906), hlm. 1076.
sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai
dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimilikinya.4
Penulis sependapat dengan Ibnu Sina tujuan pendidikan Islam lebih
ditekankan pada akhlak dan budi pekerti/pembinaan moral. Jika seseorang
memiliki akhlak yang mulia akan mencapai kebahagiaan dan tercapai pula
kebahagiaan rumah tangga. Dan jika setiap rumah tangga memiliki berpegang
pada prinsip akhlak mulia, maka tercapailah kebahagiaan masyarakat. Selain
itu pendidikan juga diarahkan pada pengembangan potensi, keterampilan, dan
bakat yang dimiliki anak didik dalam mencapai cita-citanya.
3. Ibn Miskawaih
Ibn Miskawaih membangun konsep pendidikan yang bertumpu pada
pendidikan akhlak. Menurut Ibn Miskawaih, akhlak adalah suatu keadaan
jiwa. Keadaan ini menyebabkan jiwa bertindak tanpa dipikir atau
dipertimbangkan secara mendalam. Ibn Miskawaih membagi asal keadaan
jiwa ini menjadi dua jenis. Pertama, alamiah dan bertolak dari watak. Kedua,
tercipta melalui kebiasaan dan latihan. Baginya akhlak itu alami sifatnya
namun akhlak pun dapat berubah cepat atau lambat melalui disiplin serta
nasihat-nasihat yang mulia. Pada mulanya, keadaan ini terjadi karena
dipertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian melalui praktik terus
menerus akan menjadi akhlak.5
Menurut Ibn Miskawaih, tujuan pendidikan akhlak adalah terwujudnya
sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua
perbuatan yang bernilai baik sehingga mencapai kesempurnaan dan
memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna.6Sehingga manusia itu dapat
berperilaku terpuji dan sempurna sesuai dengan substansinya sebagai manusia,
serta bertujuan mengangkat manusia dari derajat yang paling tercela sebagai
derajat yang dikutuk oleh Allah SWT. Menurut Ibn Miskawaih, kesempurnaan
manusia memiliki tingkatan dansubstansi. Baginya kesempurnaan manusia
ada dua macam, yakni kesempurnaan kognitif dan kesempurnaan praktis.
Kesempurnaan kognitif terwujud jika manusia mendapatkan pengetahuan
4
Ibid 1218.
5
Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlaq: Buku Daras Pertama Tentang Filsafat Etika,
terj. Helmi Hidayat (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 56-58.
6
Ibid, 64-65.
sedemikian rupa sehingga persepsinya, wawasannya, dan kerangka
berpikirnya menjadi akurat. Sementara kesempurnaan praktis ialah
kesempurnaan karakter. Menurut Ibn Miskawaih, kesempurnaan teoritis
(kognitif) berkenaan dengan kesempurnaan praktis. Kesempurnaan teoritis
tidak lengkap tanpa kesempurnaan praktis, begitu pula sebaliknya. Hal ini
karena pengetahuan adalah permulaannya dan perbuatan itu akhirnya.
Kesempurnaan sejati tercapai jika keduanya berjalin berkelindan. Di pihak
lain, bagi Ibn Miskawaih bahwa kesempurnaan manusia itu terletak pada
kenikmatan spiritual, bukan kenikmatan jasmani.7
Penulis setuju dengan pendapat beliau, pendidikan Islam yang paling
penting adalah pendidikan akhlak atau bias juga disebut pendidikan karakter.
Pendidikan Akhlak diperlukan untuk membentuk kepribadian yang baik, tidak
hanya pandai tapi juga harus berakhlak yang baik. Dengan begitu ilmu yang
didapatkan bisa diimplementasikan dalam hidupnya di manapun dan
kapanpun. Menurut saya orang yang berakhlak sudah pasti berilmu,
sedangkan orang yang berilmu belum tentu berakhlak. Akhlak merupakan
sikap atau perilaku yang dilakukan secara spontan dan berlangsung terus
menerus hingga menjadi sebuah kebiasaan yang bernilai baik/terpuji, sehingga
memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Menurut beliau kesempurnaan ada
dua macam yaitu pertama, kesempurnaan kognitif/teoritis (pengetahuan) dan
kesempurnaan praktis (karakter). Kedua hal ini sangat berkaitan karena
pengetahuan adalah permulaannya (hal yang mendasari dalam berbuat
sesuatu) dan perilaku adalah akhirnya (tindakan yang dilakukan setelah
memperoleh pengetahuan).
4. Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa tujuan pendidikan pertama-tama adalah
memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena dia
memandang aktivitas ini sangat penting bagi terbukanya pikiran dan
kematangan individu, kemudian kematangan ini akan mendapat faedah bagi
masyarakat, pikiran yang matang adalah alat kemajuan ilmu dan industri dan
sistem sosial. Karena ilmu dan industri lahir di dalam masyarakat disebabkan

7
Ibid, 69-70.
oleh aktifitas pikiran insani ini. Sedangkan manifestasi terpenting dari aktifitas
pikiran ini adalah usaha mencapai ilmu pengetahuan.
Menurut Ibnu Khaldun tujuan dunia akhirat harus dicapai, selanjutnya
pendidikan menurut Ibnu Khaldun harus sesuai dengan anak didik. Dalam
Kitab Muqaddimahnya Ibnu Khaldun menjelaskan berbagai macam ilmu
pengetahuan. Penulis dapat menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam
menurut Ibnu Khaldun dalam penjelasannya itu dapat dibagi kepada 2 bagian:
a) Tujuan pendidikan yang berorientasi kepada akhirat. Ibnu khaldun
menjelaskan dalam Kitab Muqaddimahnya bahwa anak mendalami Al-
Qur’an merupakan suatu simbol pekerti Islam, orang Islam memiliki
Al-Qur’an dan mempraktekkan ajarannya, dan menjadikan pengajaran,
ta’lim, mereka. Hal ini akan mengilhami hati dengan satu keimanan
dan memperteguh keimanan, serta memperteguh keyakinan kepada Al-
Qur’an dan Hadis.
b) Tujuan pendidikan yang berorientasi kepada duniawi, dalam
Muqaddimahnya juga Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa pendidikan
sebagai salah satu industri yang berkembang di dalam masyarakat.
Ibnu khaldun berpendapat bahwa industri dalam masyarakat manapun
karena ia sangat penting bagi kehidupan inidividu didalamnya.
Pertama-tama berkembang industri yang sederhana asasi dan
dibutuhkan di dalam kehidupan seperti pertanian, pembangunan,
pertukangan, pertukangan kayu dan jahit menjahit. Hal ini merupakan
ilmu praktis yang sifatnya sederhana dan khas, sedangkan pekerjaan
yang bersifat kompleks seperti kedokteran, administrasi, dan kesenian.
Tujuan pendidikan Islam menurut Ibnu Khaldun yang pertama itu
merupakan tujuan paling utama dan pertama yang ditanamkan kepada
individu, karena sesuai dengan Al-Qur’an yang merupakan ajaran bagi seluruh
aspek kehidupan manusia di alam raya ini sekaligus Al-Qur’an dijadikan
kurikulum pendidikan Islam. Ibnu Khaldun dalam konsep pendidikan suatu
masyarakat yang siap menghadapi perubahan sosial yang terjadi, sebab Ibnu
Khaldun tidak mementingkan pengajaran teoritis saja melainkan benar
kecakapan riil kepada masyarakat agar hidup lebih baik.8
Penulis sependapat dengan beliau, bahwa tujuan pendidikan Islam bukan
hanya berorientasi pada kepentingan akhirat saja, melainkan kebutuhan di
dunia juga harus terpenuhi. Artinya seseorang harus bisa menyeimbangkan
antara kepentingan dunia dan akhirat. Yang mana kedua hal tersebut sama-
sama penting. Untuk itu seorang muslim wajib menanamkan nilai budi pekerti
dalam diri sendiri dengan berlandaskan Al-Qur'an yang merupakan ajaran
seluruh aspek kehidupan manusia di dunia. Dengan begitu segala tindakan
yang dilakukan pasti terarah. Dan Insya Allah, diberikan kebahagiaan di dunia
dan akhirat.
B. Tujuan Pendidikan Islam Perspektif Pakar/Ilmuan Kontemporer
1. KH. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan
adalah mengamalkannya. Dalam hal belajar, yang menjadi titik penekanannya
adalah pada pengertian bahwa belajar itu merupakan ibadah untuk mencari
ridha Allah yang mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan
dunia dan akhirat. Karenanya, belajar harus diniati untuk mengembangkan dan
melestarikan nilai-nilai Islam, bukan sekadar menghilangkan
kebodohan.9Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan menurut K.H
Hasyim Asy’ari adalah:
Menjadikan insan yang bertujuan mendekatkan diri pada Allah. Menjadi
Insan yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.10 Beliau
menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahan adalah mengamalkan. Hal
itu dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal
untuk kehidupan akhirat kelak. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan

8
Lisnawati, "KONSEP IDEAL PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PANDANGAN IBNU
KHALDUN DAN HUBUNGANNYA DALAM KONTEKS PENDIDIKAN ISLAM MODERN",
Jurnal Al-Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang, Vol . I No.1 Tahun 2017. Dikutip
https://media.neliti.com/media/publications/181415-ID-konsep-ideal-pendidikan-islam-menurut-
pa.pdf. (Diakses pada 17 Februari 2020).
9
Syamsul kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
(Maguoharjo: Ar Ruzz Media, 2013), hlm. 213.
10
Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 158.
dalam menuntut ilmu, yaitu: pertama, bagi murid hendaknya berniat suci
dalam menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan
jangan melecehkannya. Kedua, bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya
meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata.11
Belajar menurut KH. Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari
ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan
dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan
dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya untuk sekedar menghilangkan
kebodohan.12
Penulis sependapat dengan pendapat Hasyim Asy'ari tentang tujuan
pendidikan Islam yaitu belajar kemudian mengamalkan. Belajar bernilai
ibadah, secara otomatis orang yang menuntut ilmu yaitu orang yang
mendekatkan diri kepada Allah. Dan mengantarkan manusia untuk
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan Pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, yaitu alim dalam
agama, luas pandangan, yaitu alim dalam ilmu-ilmu umum dan bersedia
berjuang untuk kemajuan masyarakat, hal ini berarti bahwa pendidikan Islam
merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa baik
sebagai hamba Allah maupun khalifah dimuka bumi. Untuk mencapai tujuan
ini proses pendidikan Islam hendaknya mengakomodasi berbagai ilmu
pengetahuan baik umum maupun agama, untuk mempertajam daya
intelektualitas dan memperkokoh spiritualitas peserta didik.
Menurut Ahmad Dahlan upaya ini akan terealisasikan manakala proses
pendidikan bersifat integral yang mampu menghasilkan manusia yang lebih
berkualitas. Untuk menciptakan peserta didik yang demikian, maka sumber
ilmu pengetahuan Islam hendaknya dijadikan landasan metodologis dalam
kurikulum dan bentuk pendidikan yang dilaksanakan.
Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan
pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren

11
Ibid, 211-212.
12
Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 155.
dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren
hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mengalami ilmu
agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan
sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali. Akibat dialisme
pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia: lulusan pesantren yang
menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda
yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.
Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa
tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh
menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan
akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-
spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu
sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan
mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah
Muhammadiyah.13
Penulis sependapat dengan ungkapan beliau. Beliau menjelaskan apa saja
tujuan pendidikan Islam antara lain, membentuk seorang muslim berbudi
pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan, luas ilmu pengetahuan
umum, dan bisa berperan aktif di lingkungan masyarakat. Dengan adanya
pendidikan Islam diharapkan dapat terciptanya anak didik yang berkualitas,
berwawasan dan berpedoman hidup yang kuat berdasarkan Al-Qur'an dan
hadis. Bukan hanya pendidikan islam saja yang diperdalam, seorang muslim
juga harus mempelajari ilmu-ilmu umum. Agar orang muslim itu juga bisa
maju, seiring dengan perkembangan zaman, kita jangan hanya konsumtif tapi
juga produktif.
3. Harun Nasution
Tujuan pendidikan Islam Harun mengatakan ada hal-hal yang perlu
diredefnisi. Tujuan pendidikan agama di Indonesia untuk membentuk manusia
“bertakwa”. Manusia bertakwa pada umumnya diartinkan sebagai manusia
yang patuh kepada Tuhan dalam menjalankan ibadah. Tujuan ini, kata Harun,
agaknya didasarkan pada pendekatan yang menguatkan ajaran pemujaan dan

13
Ibid, 107.
penyembahan Tuhan dari pada ajaran-ajaran lainnya. Padahal di samping
ibadah, agama Islam masih mempunyai ajaran-ajaran lainnya, terutama ajaran
mengenai nilai baik dan buruk, tegasnya ajaran moral. Hubungan agama Islam
dengan moral sangatlah cepat, bahkan, dengan merujuk sebuah hadis yang
mengemukakan tujuan diutusnya Rasul, Harun mengatakan bahwa moral
adalah merupakan hal yang essensial dalam agama. Oleh karena itu, agar
tujuan pendidikan Agama Islam tersebut lebih akurat, maka tern “taqwa” yang
menjadi titik tekanya perlu diredefinisi, sehingga elaborasi tujuan pendidikan
agama Islam akan lebih komprehensif.14 Mengacu kepada tujuan pendidikan
agama Islam yang telah diredefinisi diatas, Harun mengatakan bahwa
pendidikan agama islam haruslah didasarkan tujuan moral, spiritual, dan
intelektual. Dalam hubungannya dengan hal tersebut, perlu ditegaskan bahwa
Tuhan sebenarnya tidak digambarkan sebagai sebuah sosok yang ditakuti,
sebuah sosok yang pemarah dan suka memasukkan manusia kedalam siksa
neraka atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia. Ajaran agama
yang memberikan gambaran mengenai Tuhan serupa ini, menurut Harun, akan
dipatuhi karena perasaan takut kepada Allah, dan jika perasaan takut itu hilang
maka ajaran itu akan ditinggalkan.15 Mengenai metode yang dapat diterapkan
dalam proses pendidikan Islam, Harun Nasution menyebutkan beberapa
metode, antara lain, pemberian contoh atau teladan, pemberian nasehat,
problem solving, partisipasi, dan metode tanya jawab atau diskusi. Sedangkan
mengenai kualitas pendidik, Harun Nasution menetapkan beberapa syarat bagi
para pendidikan agama Islam, yaitu:
1) Sanggup memberi contoh teladan.
2) Menguasai ilmu-ilmu yang erat kaitannya dengan pendidikan,
seperti, peadagogi, psikologi dan yang sejenisnya.
3) Mempunyai pengetahuan yang luas tentang agama.
4) Mempunyai pengetahuan yang minimal sebanding dengan
pengetahuan yang dipelajari oleh peserta didik.16

14
Syaiful Muzani, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1995), hlm.386.
15
Ibid, 387.
16
Agus Salim, "PEMIKIRAN HARUN NASUTION TENTANG PENDIDIKAN DI
PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM", Jurnal Al-Nidzom, 17 Oktober 2017. Dikutip dari
http://www.iai-agussalimmetro.ac.id/pemikiran-harun-nasution-tentang-pendidikan-di-perguruan-
Penulis setuju dengan pendapat beliau. Harun Nasution menyatakan
bahwa pendidikan Islam harus didasarkan tujuan moral, spiritual, dan
intelektual. Dengan moral maka seseorang memiliki martabat dan kehormatan.
Dengan spiritual seseorang lebih terarah dalam menjalani kehidupan, dengan
spiritual seseorang akan merasa dirinya dekan dengan pencipta-Nya. Dengan
ilmu seseorang bisa memperoleh pekerjaan, bisa membedakan antara benar
dan salah, dan lain sebagainya.
4. Muhammad Fadhil Al-Jamaly
Muhammad Fadhil Al-Jamaly merumuskan tujuan pendidikan Islam
dengan 4 macam yaitu:
1) Mengenalkan manusia akan perannya diantara sesama makhluk dan
tanggung jawabnya dalam hidup ini.
2) Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya
dalam tata hidup bermasyarakat.
3) Mengenalkan manusia akan alam dan mengajak mereka untuk
mengetahui hikmah diciptakannya serta memberikan kemungkinan
kepada mereka untuk mengambil manfaat darinya.
4) Mengenalkan manusia akan pencipta alam (Allah) dan menyuruhnya
beribadah kepada-Nya.17
Muhammad Fadhil al-Jamaly menyatakan, bahwa keempat tujuan tersebut
saling berkaitan antar sesama. Namun demikian, menurut tiga tujuan pertama
(tujuan antara) mengantarkan ke pencapaian tujuan yang keempat, yakni
mengenal dan bertakwa kepada Allah. Dengan demikian, tujuan akhir dari
pendidikan Islam adalah mengenal Allah dan bertakwa kepada Allah.18
Penulis sependapat dengan paparan di atas, tujuan pendidikan Islam yaitu
berinteraksi dengan sesama makhluk, interaksi sosial, interaksi dengan
lingkungan, serta mengenal Allah dan bertakwa kepada-Nya. Dari paparan di
atas, dapat diketahui bahwa Muhammad Fadhil Al-Jamaly mengutamakan
pendidikan sosial. Menurut penulis, pendapat beliau masih ada kekurangan
terkait dengan pengetahuan umum. Pengetahuan yang luas sangat bermanfaat
dalam kehidupan untuk menghadapi perkembangan zaman.

tinggi-agama-islam/. (Diakses pada 18 Februari 2020).


17
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2019), hlm. 62-63.
18
Jalaluddin, Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali pers, 2016) hlm. 144.
Daftar pustaka
Antony Putra Ary, "Konsep Pendidikan Agama Islam Perspektif Imam Al-
Ghazali", Jurnal Al-Thariqah, Vol. 1, No. 1, Juni 2016. hlm. 51-52. Dikutip
dari http://journal.uir.ac.id/index.php/althariqah/article/download/617/319.
(Diakses pada 17 Februari 2020).
Rohman Miftaku, "KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT IBN SINA
DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN MODERN", Jurnal
Episteme, Vol. 8, No. 2, Desember 2013. Dikutip
http://ejournal.iaintulungagung.ac.id/index.php/epis/article/view/47/43,
(Diakses pada 17 Februari 2020).
Sina Ibn, Al-Siyasah fi al-Tarbiyah (Mesir: Majalah al-Masyrik, 1906), hlm. 1076.
Miskawaih Ibn, Menuju Kesempurnaan Akhlaq: Buku Daras Pertama Tentang
Filsafat Etika, terj. Helmi Hidayat (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 56-58.
Lisnawati, "KONSEP IDEAL PENDIDIKAN ISLAM MENURUT
PANDANGAN IBNU KHALDUN DAN HUBUNGANNYA DALAM
KONTEKS PENDIDIKAN ISLAM MODERN", Jurnal Al-Muta’aliyah
STAI Darul Kamal NW Kembang kerang, Vol. I No.1 Tahun 2017. Dikutip
https://media.neliti.com/media/publications/181415-ID-konsep-ideal-
pendidikan-islam-menurut-pa.pdf. (Diakses pada 17 Februari 2020).
Kurniawan Syamsul dan Mahrus Erwin, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
(Maguoharjo: Ar Ruzz Media, 2013), hlm. 213.
Nizar Syamsul, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm.
158.
Rizal Samsul, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 155.
Muzani Syaiful, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1995), hlm.386.
Salim Agus, "PEMIKIRAN HARUN NASUTION TENTANG PENDIDIKAN DI
PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM", Jurnal Al-Nidzom, 17 Oktober
2017. Dikutip dari http://www.iai-agussalimmetro.ac.id/pemikiran-harun-
nasution-tentang-pendidikan-di-perguruan-tinggi-agama-islam/. (Diakses
pada 18 Februari 2020).
Nata Abudin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2019), hlm. 62-63.
Jalaluddin, Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali pers, 2016) hlm. 144.

Anda mungkin juga menyukai