Disusun oleh:
Ahmad Saroni 1172020019
PAI - 4A
“PENDAHULUAN”
C. Ruang Lingkup
Pendidikan dalam konteks ini dapat dilihat dari landasan filosofisnya, mencakup
landasan ontologism, epistemologis, dan aksiologisnya. Landasan ontologism
menjelaskan tentang manusia, hakikat dan tugasnya di alam semesta. Landasan
epistemologis menjelaskan tentang ilmu dan pengembangannya. Landasan aksiologis
menjelaskan nilai-nilai penting yang dapat diperoleh dari kehidupan. Berdasarkan
landasan filosofis pendidikan tersebut, manusia dapat mengoperasionalkan pendidikan
dalam lembaga pendidikan (informal, formal, maupun nonformal). Operasional
pendidikan di dalamnya berkaitan dengan : (1) hakikat pendidikan, (2) tujuan pendidikan,
(3) pendidik, (4) peserta didik, (5) materi pendidikan, (6) media/metodologi pendidikan,
(7) evaluasi pendidikan, (8) lingkungan pendidikan.
D. Metode
1. Sumber Data
Sumber data buku ini terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data primer diambil dari Mushaf al-Qur’an yang diterbitkan oleh Mamkalah al-
Su’udiyyah al-‘Arabiyyah. Sumber-sumber lain mencakup kitab tafsir yang mencakup
dibatasi pada kitab-kitab yang dipandang representative.
2. Pendekatan
3. Langkah-Langkah Penulisan
Tafsir ayat-ayat pendidikan ini merupakan karya tematik tentang pendidikan Islam
dengan menggunakan sistematika penyajian tafsir tematik (mawdu’i). sistematika
penyajian tafsir tematik adalah suatu bentuk rangkaian penulisan tafsir yang struktur
paparannya diacukan pada tema tertentu atau pada surat tertentu dan juz tertentu.
Langkah-langkahnya tafsir tematik ini adalah sebagaimana yang berlaku dalam dunia
tafsir al-Qur’an, yang mencakup : (1) menetapkan tema dan subtema kajian, (2) melacak
ayat-ayat terkait dengan tema, termasuk mencari sebab al-nuzul dan relevansi ayat, (3)
menganalisis tema terkait, dan (4) menyusun kesimpulan.
BAB II
Ada tiga kata kunci (keywords) untuk memahami manusia secara komprehensif, baik
dirinya sebagai individu maupun sebaga; agggota masyarakat, yaitu term al-basyar, al-
insdn, dan Banu Adam.
l. AI-Basyar
Term al-basyar menurut makna asalnya “tampak sesuatu dengan baik dan indah”
Dari makna ini terbentuk kata kerja basyar yang berarti 'bergembira, menggembirakan,
dan menguliti, seperti mengullti buah dan 'memerhatikan dan mengurus sesuatu" Kata
kerja ini mengindikasikan aktivitas yang dapat dilihat dipermukaan. Term aI-basyar juga
digunakan untuk menyebut semua makhluk, baik laki-laki maupun perempuan, baik
secara individu maupun kolektif. Term al-basyar dalam ayat lainnya berkaitan dengan
proses kematian. Term tersebut mengklasifikasikan manusia sebagai makhluk biologis
(fisik) yang selalu bergantung untuk makan, minum, bersetubuh, dan akhirnya mati.
2. Al-lnsan
Term lain untuk menunjukkan manusia adalah aI-insan. Term al-insan secara
semantik dapat dilihat dari akar kata ‘anasa, nasiya, aI-‘uns. Term ‘anasa menunjukkan
ada hubungan substansiaf antara manusia dengan kemampuan penalaran. Manusia
dengan penalaran ketika kedinginan dan melihat api, misalnya, maka ia menggunakan api
untuk menghangatkan badannya
Istilah bani Adam dan dzuriyyah Adam memiliki kaitan dengan term Adam,
sebuah nama diri, proper name, dari manusia yang diciptakan Tuhan dan mendapatkan
penghormatan dari makhluk lainnya, seperti malaikat, berdasarkan firman Allah dalam
QS. al-Baqarah ayat34. Kedua istilah tersebut, walaupun memiliki arti “keturunan , tetapi
berbeda konotasi. Term bana diartikan “sesuatu yang lahir dari sesuatu yang lain”“5
sedangkan term dzuriyyah diartikan “kehalusan” dan “tersebar.”16 Kedua term tersebut
ketika disandarkan pada term Adam memberi kesan kesejarahan dan konsep manusia,
sekaligus menunjukkan bahwa manusia itu satu asal.
Manusia yang dapat disaksikan dengan kasatmata adalah salah satu dari karya
Allah yang sangat sempurna (ahsan aI-taqwim). Allah pulalah yang menentukan proses
penciptaan manusia. Al-Quran menjelaskan 'proses penciptaan manusia dengan beberapa
term seperti khaIaqa, ja’ala, dan nasya'a.
a.Term Khalq
Term khalq dan derivasinya disebutkan dalam Al-Quran 261 kali yang tergelar
dalam 75 surat.” Term khglaqa ini asalnya bermakna aI-taqdir al-mustaqim (ukuran atau
ketentuan yang tetap, permanen) Hal ini berarti penciptaan dengan menggunakan term
khalaqa menurut asalnya mengharuskan ada substansi sebagai bahannya.
b. Term Ja'l
Term ja’l berasal dari kata ja'aIa, yang secara umum menunjukkan seluruh
perbuatan. Term ini dan derivasinya terulang sebanyak 346 kali dalam 66 surat.26 Term
ja’ala ini dalam Al-Quran mengandung beberapa pengertian.
Pertama, mengadakan dan menciptakan (ijad dan khalq) sebagaimana dalam QS. al-
An'am Term ini dalam konteks penciptaan bermakna menjadikan sesuatu dari bahan atau
materi yang sudah ada, atau keberadaannya terkait dengan wujud lain.
Kedua, berarti menjadikan atau mengadakan sesuatu (fi ijc’id min sya’i watakw’inih).
Misalnya dalam QS. al-Nahl/16r72. dijelaskan bahwa azwaj (para istri) dijadikan Allah
dari jenis manusia sebagaimana kejadian keturunan Adam.
c. Term Nasy'
Term nasy’ (dari kata kerja nasya’a) menurut al-Régib al-Isfahéni, term nasya'a
dalam bentuk sulasi mujarrad mashdar-nya nasy' dan nasy'ah menunjukkan penciptaan
dari sesuatu (materi) yang sudah ada. Sementara itu, jika term nasya’a dalam bentuk
suldsi mazid (kata kerja tiga huruf dengan mendapat tambahan) satu huruf, ansya'a,
maknanya menunjukkan penciptaan sesuatu; bisa dari ada dan bisa dari tidak ada.
Manusia yang terdiri dari jasmani dan ruhani telah dilengkapi dengan alat-alat
potensial dasar (fitrah), yang harus dikembangkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan
nyata melalui proses Pendidikan.
Alat tersebut berupa al alms, tangan, pendengaran, akal dan qalb. Manusia
menggunakan alat-alat poteensial untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang mereka
pelajari
Manusia sebagai makhluk tuhan dalam kaitan dengan kehidupan memiliki dua
fungsi, sebagai hamba Allah, dan sebagia Khalifah. Manusia dalam konteks hamba Allah
harus mengabdi kepadan-Nya. Tugas ini adalah tuga syang harus dipatuhi. Sedangkan
sebagai Khalifah, manusia bertugas mengelola alam dengan baik. Tugas ini sebagai
bentuk amanah dari Allah untuk bisa mengoptimalkan seluruh alat-alat potensial yang
dimiliki manusia.
BAB III
Allah al-'Alim
Interpretasi Manusia,
melalui Observasi,
Penelitian, Penelaahan
“HAKIKAT PENDIDIAKAN”
B. Tugas Pendidikan
1. Aspek-Aspek Negatif Manusia dan Arti Penting Pendidikan
▪ Manusia diidentifikasikan sebagai amat zalim dan bodoh, sebagai tanda bahwa
manusia makhluk yang pembangkang.
▪ Manusia makhluk yang lemah, manusia dengan kelemahanya ini tidak pantas
berlaku sombong dengan segala yang dimiliki dan digenggamnya.
▪ Dalam al-qur’an surat Al-kahfi ayat 54, manusia sebagai makhluk pembantah .
dimaan ia telah diberi sejumlah potensi dasar untuk hidup, tetapi digunkaan untuk
membantah ajaran Allah.
▪ Q.S Al-Isra ayat 11 manusia sebagai makhluk yanng tergesa-gesa
▪ Q.S Al-ma’aarij ayat 19-20 manusia sebagai makhluk yang mudah gelisah
E. Kompetensi Pendidik
1. Pengertian Kompetensi
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan
sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Berdasarkan definisi kompetensi (al-kafa’ah) tersebut, dimensi-dimensi kompetensi
mencakup lima aspek sebagaimana dijelaskan Gordon: (1) pengetahuan (knowledge), (2)
pemahaman (understanding), (3) kemampuan (skill), (4) nilai (attitude), (5) minat
(interest).
Tuntutan bersikap profesional dalam bekerja berbanding lurus dengan implikasi hasil
kerja (kualitas kerja) seseorang. Jika kompetensi seorang tinggi-baik maka output yang
dihasilkannya tinggi-baik, dan sebaliknya.
2. Hakikat Kompetensi Pendidik
Keberhasilan sebagai pendidik beliau diawali dengan bekal kepribadian yang
berkualitas unggul dan kepekaannya terhadap masalah-masalah sosial-religius dan
semangat serta ketajamannya dalam menelaah realitas (iqra’). Ia mampu
mempertahankan dan mengebangkan kualitas iman, amal saleh, berjuang (jihad) dan
bekerja sama menegakkan kebenaran (Q.S Al-Asr/103:3 dan Al-Kahf/18:20, mampu
bekerja sama dalam kesabaran (Q.S Al-Asr/103:3, Al-Ahqaf/46:35, dan Ali
Imran/103:200).
3. Macam-macam Kompetensi Pendidik
Kompetensi pendidik sebagaimana dikemukakan Muhaimin dan Abdul Mujib
terdiri dari kompetensi personal-religius, kompetensi sosial-religius dan kompetensi
prodesional-religius.
Kompetensi personal-religius, pendidik muslim harus memiliki sifat-sifat yang layak
ditiru oleh peserta didik, seperti jujur, berlaku benar (al-sidq) dalam perkataan perbuatan.
Kompetensi personal-religius juga berkaitan erat dengan sifat-sifat teologis. Kompetensi
personal-religius ini dalam Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) dapat
dikategorikan dalam kompetensi kepribadian.
Kompetensi sosial-religius berkaitan dengan tuntutan pendidik agar memiliki kepedulian
terhadap persoalan-persoalan sosial yang selaras dengan ajaran islam. Kompetensi sosial-
religius ini antara lain ditemukan dalam Q.S Ali-Imran/3:164.
Kompetensi profesional-religius menunjukan guru yang memiliki kemampuan
menjalankan tugasnya secara profesional yang didasarkan atas ajaran islam. Kompetensi
profesional-religius diidentikan dengan kompetensi profesional dan paedagogis.
Kompetensi lain yang harus dimiliki seorang pendidik yang dijelaskan Al-Quran
berkaitan dengan kompetensi jasmani sebagai pendukung kompetensi-kompetensi tadi.
Kompetensi jasmani ini harus dipenuhi dengan cara menjaga kesehatan jasmani.
BAB VII
“PESERTA DIDIK”
Sementara ayat yang berkaitan dengan periode perkembangan peserta didik dijelaskan
dalam Q.S Al-Hadid/57:20
1. Periode la’ib (periode bayi dan anak usia usia dini/anak prasekolah). Periode ini
disebut periode permainan.
2. Periode lahw (periode anak sekolah dasar). Di usia ini anak diharapkan
memperoleh pengetahuan yang dianggap penting bagi keberhasilan penyesuaian diri
di masa dewasa dan mempelajari berbagai keterampilan tertentu, seperti
ekstrakulikuler.
3. Periode zinah (periode remaja). Diawali dengan kematangan organ fisik, puncak
emosionalitas.
4. Periode tafakhkhur (periode dewasa). Periode ini masa menyesuaikan diri
terhadap pola kehidupan dan harapan sosial yang baru.
5. Periode taksur fi al-amwal wa al-awlad (periode tua). Kemunduran dalam aspek
jasmani dan psikologi.
“MATERI PENDIDIKAN”
C. Prinsip-prinsip Komunikasi
3. Prinsip Qawlan Masyura. Term masyura berasal dari kata yasara, berarti
“mudah” sehingga masyura berarti “dimudahkan”. Frasa qawlan masyura berarti
perkataan yang mudah dipahami oleh lawan bicara, audiens. (Q.S al-Isra:28)
ورا
ً سُ ضنَّ َع ْن ُه ُم ا ْبتِ َغا َء َر ْح َم ٍة ِمنْ َربِّ َك ت َْر ُجوهَا فَقُ ْل لَ ُه ْم قَ ْو ًال َم ْي
َ َوإِ َّما تُ ْع ِر
"Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu
yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas".
4. Prinsip Qawlan Ma’rufa. Term ma’rufa secara etimologis berarti “baik”
sehingga frasa qawln ma’rufa berarti perkataan atau komunikasi yang baik. Al-
Qur’an memerintahkan agar manusia melakukan komunikasi yang biasa dikenali
sehingga mudah dipahami oleh lawan bicara sebagaimana terdapat dalam Q.S
al-Baqarah:235 , An-Nisa:5 dan al-Ahzab:32.
5. Prinsip Qawlan Layyina. Term layyin secara etimologis berarti “lunak” dan
“lembut”, frasa qawlan layyina berarti perkataan yang lembut dan lunak; bisa
juga perkataan yang mengandung anjuran, ajakan, pemberian contoh, yang si
pembicara berusaha meyakinkan apa yang disampaikan pihak lain adalah benar
dan rasional dengan tidak bermaksud merendahkan pendapat atau pandangan
orang yang diajak bicara tersebut. Term layyin ditemukan dalam Q.S Taha:44
6. Prinsip Qawlan Syadida. Term Syadid secara etimologis berarti “menyumbat”
atau “menghalangi” frasa qawlan syadida berarti “perkataan yang dapat
menghalangi atau menyumbat sehingga dengan kata tersebut, orang merasa
terhalang melakukan perbuatan yang dilarang. Frasa qawlan syadida ditemukan
dalam Q.S an-Nisa:9”.
7. Prinsip Qawlan ‘Azima. Term ‘azima secara etimologis berasal dari kata
‘azuma, berarti “besar” dan “agung”. Frasa qawlan ‘azima berarti perkataan
yang besar. Frasa qawlan ‘azima disebut satu kali dalam Q.S. al-Isra:40
ْ َ أَفَأ
صفَا ُك ْم َربُّ ُك ْم ِبا ْلبَنِينَ َوات ََّخ َذ ِمنَ ا ْل َم ََلئِ َك ِة إِنَاثًا ۚ إِنَّ ُك ْم لَتَقُولُونَ قَ ْو ًال َع ِظي ًما
"Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki sedang Dia
sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para malaikat?
Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar
(dosanya)".
Frasa qawlan ‘azim merupakan bentuk komunikasi yang tidak baik. Para pendidik
dalam menyampaikan materi pembelajaran, hendaknya menghindarkan diri dari
perkataan yang mengandung dosa, kebohongan, apalagi fitnah. Pendidik hendaknya
mampu mendesain pembelajaran agar tidak hanya terfokus pada mendesain tujuan,
materi, metode, dan evaluasi, melainkan perlu mendesain model komunikasi yang akan
digunakan.
BAB XI
“METODOLOGI PENDIDIKAN”
B. Pendekatan Pendidikan
Pendekatan merupakan titik tolak atau sudut pandang pendidik terhadap proses
pembelajaran. Pendekatan pendidikan secara umum terbagi dua bagian, yaitu.
1. Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pendidik (teacher centered approach)
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pendidik menurunkan strategi
pembelajaran langsung, direct instruction, deduktif atau ekspositori. Jadi,
pendekatan pembelajaran ini menempatkan pendidik lebih dominan dalam kegiatan
pembelajaran.
2. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada peserta didik (student
centered approach)
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menurunkan strategi
pembelajaran inkuiri, induktif, dan discovery. Jadi, pendekatan pembelajaran ini
menempatkan pendidik sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran.
Pendekatan pendidikan dalam Al-Qur'an antara lain dapat dilihat dalm Qs. Al-
Baqarah/2:151 dan Ali-Imran/3:104. Berdasarkan dua ayat tersebut, pendekatan
pendidikan dapat diidentifikasi menjadi enam macam.
a. Pendekatan tilawah
b. Pendekatan tazkiyyah
c. Pendekatan ta'lim al-kitab
d. Pendekatan ta'lim al-hikmah
e. Pendekatan yu'allimukum malam takunu ta'lamun
f. Pendekatan islah melalui pelaksanaan amr al-ma'ruf dan al-nahy 'an al-munkar.
C. Metode Pendidikan
Metode pendidikan berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an dapat diklasifikasikan
dalam enam macam.
1. Metode diakronis
2. Metode sinkronis-analitis
3. Metode penyelesaian masalah
4. Metode empiris
5. Metode induktif
6. Metode deduktif
D. Teknik Pendidikan
Teknik pembelajaran adalah cara yang dilakukan pendidik dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Teknik pembelajaran sebagaimana
dijelaskan dalam Al-Qur'an mencakup beberapa hal sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
1. Teknik informasi dan pertemuan
Teknik ini dilakukan dengan memasang iklan, informasi, pengumuman, brosur, berita,
baik melalui televise, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain. Teknik ini dapat
dilakukan dengan tatap muka langsung antara pendidik dan peserta didik. Adapun
realisasi dari teknik ini informasi dan pertemuan ini mencakup.
a. Ceramah
b. Tulisan
2. Teknik dialog
Dialog dapat diartikan suatu pembicaraan silih berganti antara dua orang atau
lebih yang dilakukan melalui tanya jawab, di dalamnya terdapat kesatuan topik dan
tujuan yang hendak dicapai dalam pembicaraan tersebut. Realisasi teknik ini
mencakup hal-hal berikut.
a. Tanya jawab
b. Diskusi
c. Perbantahan
d. Sumbang saran
3. Teknik berkisah/bercerita
Teknik ini dilakukan dengan cara bercerita, mengungkapkan peristiwa-
peristiwa bersejarah yang mengandung nilai pendidikan moral, ruhani, dan sosial
bagi seluruh manusia di segala tempat dan waktu.
4. Teknik metafora
Teknik ini dapat diartikan mengumpamakan sesuatu yang abstrak dengan
sesuatu yang lain yang lebih konkret untuk mencapai tujuan dan manfaat dari
perumpamaan tersebut. Realisasi teknik ini bisa dalam berbagai bentuk di bawah
ini.
a. Simbolisme verbal
b. Karyawisata
5. Teknik imitasi
Teknik ini dilakukan dengan cara menampilkan teladan yang baik dari
pendidik kepada peserta didik melalui komunikasi transaksi di dalam maupun di
luar kelas. Realisasi teknik ini bisa dalam berbagai bentuk-bentuk teknik sebagai
berikut.
a. Modeling
b. Demonstrasi dan dramatisasi
c. Permainan dan simulasi
6. Teknik drill
Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan tugas kepada peserta didik
secara terus-menerus agar mereka terbiasa karenanya. Realisasi teknik ini bisa
dalam bentuk-bentuk sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini.
a. Kerja kelompok
b. Penemuan
c. Pengajaran mikro
d. Modul belajar
e. Belajar mandiri
7. Teknik ibrah
Ibrah diartikan suatu kondisi yang dapat menghantarkan pengetahuan dari yang
konkret menuju yang abstrak, baik melalui perenungan, maupun pemikiran.
a. Eksperimen
b. Penyajian kerja lapangan
c. Penyajian kasus
d. Penyajian non-direktif
8. Teknik pemberian janji dan ancaman
Targib merupakan janji dan harapan yang diberikan kepada peserta didik
berupa kesenangan dan kenikmatan karena mendapat penghargaan. Sedangkan
tahrib adalah ancaman kepada peserta didik jika ia melakukan suatu tindakan yang
melanggar tata aturan. Kedua teknik ini efektif digunakan karena dapat
menumbuhkan motivasi baru yang bersifat tidak memaksa dan menekan.
9. Teknik kritik
Teknik ini dilakukan dengan cara mengkaji dan menyelidiki suatu topik atau
tema dalam sebuah buku atau pendapat seseorang yang disampaikan kepada peserta
didik kemudian dapat dicari kelemahan-kelemahannya dan dapat dikomprasikan
dengan pendapat atau buku lain. Aplikasi teknik ini dapat berupa resensi buku atau
koreksi terhadap pendapat atau metodologi yang disampaikan oleh pendidik, agar
tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
10. Teknik perlombaan
Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan materi pembelajaran kepada
peserta didik melalui upaya yang bersifat kompetisi, antar peserta didik. Bentuk
teknik pembelajaran ini dapat berupa olah piker seperti cerdas cermat, cepat tepat,
olah tulis seperti menulis karya ilmiah, resensi buku, dan olahraga serta membuat
keterampilan tertentu.
BAB XII
“EVALUASI PENDIDIKAN”
A. Hakikat Evaluasi
Istilah “evaluasi” berasal dari bahasa Inggris evaluation akar katanya value yang
berarti nilai atau harga. Evaluasi dalam bahasa Arab ditunjuk dengan al-taqyim, al-
taqwim dan al-ikhtibar yang maknanya berupa nilai. Sebagian pakar membedakan esensi
evaluasi dalam proses pembelajaran menjadi dua makna. Pertama, pengukuran. Hal ini
berarti membandingkan sesuatu dengan satu ukuran yang nilainya bersifat kuantitatif.
Kedua, penilaian. Hal ini berarti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran
baik atau buruk yang nilainya bersifat kualitatif.
Dalam Al-Quran evaluasi disebutkan secara berulang dalam bentuk ungkapan
yang berbeda-beda. Seperti tedapat sejumlah istilah mengenai makna evaluasi, seperti al-
bala’, al-imtihan’, al-fitnah, al-hisab, al-nazr, al-inba’, al-wazn, dan sebagainya.
1. Term al-Bala
Term al-bala’ secara etimologis berarti “ujian” dan “cobaan”, Ujian dan cobaan
itu dapat berupa kesenangan dan kesulitan hidup, kesungguhan dalam peperangan,
kemuliaan, penderitaan fisik, tanggung jawab, anugrah, kebaikan sempurna. Evaluasi dari
term al-bala’ dalam Al-Quran ini digunakan untuk mengungkapkan bentuk evaluasi yang
disebut nama bahan ujiannya atau nama mata pelajarannya.
2. Term al- Imtihan
Term al-imtihan secara etimologi berarti “mencoba” atau “menguji”. Term ini
terdapat dalam QS. al-Hujurat ayat 3 dan al-Mumtahanah atay 10. Dalam salah satu ayat
tersebut al-Maragi mengatakan bahwa frasa imtahana Allah qulubahum berarti
membersihkan dan menyucikan diri manusia dengan sungguh-sungguh.
3. Term Al-Fitnah
Term al-fitnah secara morfologis berasal dari kata fatana yang merujuk pada
makna “ujian” atau “cobaan”, menurut ensiklopedia bahasa Arab Dirah al-Ma’arif , term
al-fitnah dapat dimaknai ujian, cobaan, kesesatan, dosa dan siksa. Term al-fitnah juga
digunakan dalam arti “menguji”, baik ujian berupa nikmat maupun kesulitan seperti
dalam QS. al-Anbiya ayat 35. yang maknanya terkandung bahwa Allah menimpakan
bencana kepada manusia yang merupakan ujian.
4. Term Al-Hisab
Term al-hisab secara morfologis berasal dari kata kerja hasiba, berarti
“perhitungan”. Term al-hisab dalam Al-Quran yang berarti “evaluasi” lebih banyak
digunakan dalam arti evaluasi yang bersifat teknis dan penyebutannya sering diikuti
dengan lafadz sari (cepat), misalnya sari’al hisab, hisab yang cepat (QS. al-mu’min ayat
17), su’ul hisab, hisab yang buruk (QS ar-Ra’d ayat 18 dan 21).
5. Term al-Nadzhar
Term al-nadzhar secara etimologis berarti “melihat”, “memandang”,
memerhatikan “menghayati”, “merenungkan”, “memikirkan”, “memutuskan”,
“mengadili” dan “mempertimbangkan”. Term al-nadzhar salah stunya terdapat dalam
QS. al-Hasyr ayat 18, kandungannya secara implisit mengajak untuk melakukan evaluasi
tentang diri sendiri.
6. Term al-Inba’
Term al-inba’ berasal dari kata naba’a, berarti “berita”, biasanya berita yang
besar. Term al-inba’ berarti memberitahukan atau menggambarkan hal-hal yang besar,
terutama berkaitan dengan aspek-aspek eskatologis, akhirat. Term al-inba’ disebut dalam
QS. al-Baqarah ayat 31 dan 33, dalam kata anbi’uni dan anba’ahum secara literal
bermakna “beritahukanlah” dan “sebutkanlah” yang dalam kontek pendidikan dipahami
sebagai evaluasi.
7. Term Al-Wazn
Term al-wazn secara literal berarti “timbangan”. Term ini dapat ditemukan dalam
QS. al-Qariah ayat 6-9, terdapat ungkapan yang mengatakan “saqula mizanuh” dimaknai
seakan-akan apabila diletakkan di atas timbangan akan berbobot (berat). Bobot dalam
ayat tersebut berarti memiliki keutamaan dan amal saleh yang banyak sehingga berada
dalam kehidupan yang menyenangkan.
8. Term al-Taqdir
Term al-taqdir secara bahasa berarti “ketentuan”, “jumlah”, “ukuran”. Frasa bi al-
miqdar berarti masa yang tidak dilebihkan dan tidak dikurangi. Term al-taqdir dapat
dilihat dalam QS. al-Hijr ayat 21 dan ar-Ra’d ayat 8, yang didalam ayat tersebut Allah
telah menuntukan manusia, baik jenis kelamin, usia kehidupan dan kematiannya. Ini
berarti seluruh kehidupan manusia telah ditentukan oleh Allah, manusia tidak perlu
menghitung berapa lebih dan kurangnya.