Anda di halaman 1dari 40

RANGKUMAN

TAFSIR AYAT-AYAT PENDIDIKAN

Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi


Dosen pengampu: Dr. M. Karman, M.Ag.

Disusun oleh:
Ahmad Saroni 1172020019
PAI - 4A

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
BAB I

“PENDAHULUAN”

A. Al-Qur’an dan Tuntutan Dinamika Penafsiran

Al-Qur’an mengidentifikasi dirinya dalam berbagai ayat sebagai manual book,


buku petunjuk (guidance book) bagi manusia-manusia berkualitas. Firman Allah dalam
QS. Al-Baqarah/2:2. Salah seorang sarjana tafsir al-Qur’an, Muhammad Rasyid Rida
telah mengidentifikasi sepuluh aspek tujuan al-Qur’an bagi kehidupan manusia, yang
mencakup : (1) penjelasan tentang hakikat agama, yakni iman kepada Allah, iman Hari
Akhir, dan amal-amal saleh (QS. Al-Baqarah/2:62); (2) menjelaskan masalah kenabian
(al-nibuwwah) dan tugas para nabi dan rasul; (3) menjelaskan Islam sebagai agama fitrah
sesuai dengan akal (kemampuan berpikir manusia), sejalan dengan ilmu (pengetahuan).
Dan relevan dengan intuisi dari kata hati; (4) membina dan memperbaiki manusia dalam
satu kesatuan yang meliputi kesatuan umat (kemanusiaan), agama, undang-undang,
persaudaraan, ukhuwah seagama, bangsa, hukum, dan bahasa; (5) menjelaskan
karakteristik dan keistimewaan Islam dalam pembebanan kewajiban-kewajiban kepada
manusia dengan cakupan yang luas meliputi cakupan jasmani dan rohani, material dan
spiritual, dan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat; (6) menjelaskan prinsip-
prinsip dan dasar-dasar berpolitik dan bernegara; (7) menata kehidupan material (harta);
(8) member pedoman umum tentang perang dan tata cara mempertahankan diri dari agresi
dan intervensi musuh; (9) mengatur dan memberikan hak-hak kaum wanita dalam bidang
agama, sosial, dan kemanusiaan umumnya; dan (10) memberikan petunjuk dalam hal
pembebasan dan kemerdekaan budak.

Al-Qur’an dalam upaya merealisasikan tujuan-tujuannya dating dengan petunjuk,


keterangan, aturan, prinsip, dan konsep, baik yang bersifat global (ijmali) maupun yang
bersifat terinci (tafsili), baik yang tersurat (eksplisit) maupun yang tersirat (eksplisit)
dalam berbagai persoalan kehidupan manusia.

B. Al-Qur’an sebagai Kitab Kurikulum

Pendidikan jika dipahami sebagai upaya membangun kesadaran manusia terhadap


Tuhannya dan refleksinya dalam kesadaran kemanusiaan dan kesadaran kesemakhlukan,
merupakan tema penting yang dibicarakan al-Qur’an. Firman Allah dalam QS. Al-
Baqarah/2:29, huwa al-lazi khalaqa lakum ma fi al-ard jamii’an, menegaskan hal itu.
Frasa lakum dalam ayat tersebut menegaskan manusia hanya diberi hak untuk
memberdayakan ala mini, bukan untuk mengeksploitasinya. Ayat ke-30 surat yang sama
menegaskan bahwa membangun generasi membutuhkan pengetahuan, selain kekuatan
fisik.

Al-Qur’an dikatakan sebagai kurikulum pendidikan (Islam), al manhaj al-tarbawi.


Ketika al-Qur’an menjelaskan tentang dialog Allah dengan malaikat dan dialog Allah
dengan Adam ( QS. Al-Baqarah/2:30), yang menurut sebagian penafsir menjelaskan
kelebihan Adam daripada malaikat, justru penafsir lain menjelaskan ayat tersebut sebagai
motivasi untuk bereaksi dan berinovasi, yang keduanya merupakan fitrah pendidikan.
Firman Allah dalam QS. Al-Fatihah/1:5. Selain itu firman Allah dalam QS. Al-‘Alaq/99:1
mempertegas al-Qur;an sebagai sumber pendidikan itu. Frasa iqra’, yangbditerjemahkan
dengan membaca reflektif mendelegasikan para pembacanya untuk melaksanakan
pendidikan. Pendidikan dapat dimulai dari penelitian, kajian, pengamatan dan observasi.

C. Ruang Lingkup

Pendidikan dalam konteks ini dapat dilihat dari landasan filosofisnya, mencakup
landasan ontologism, epistemologis, dan aksiologisnya. Landasan ontologism
menjelaskan tentang manusia, hakikat dan tugasnya di alam semesta. Landasan
epistemologis menjelaskan tentang ilmu dan pengembangannya. Landasan aksiologis
menjelaskan nilai-nilai penting yang dapat diperoleh dari kehidupan. Berdasarkan
landasan filosofis pendidikan tersebut, manusia dapat mengoperasionalkan pendidikan
dalam lembaga pendidikan (informal, formal, maupun nonformal). Operasional
pendidikan di dalamnya berkaitan dengan : (1) hakikat pendidikan, (2) tujuan pendidikan,
(3) pendidik, (4) peserta didik, (5) materi pendidikan, (6) media/metodologi pendidikan,
(7) evaluasi pendidikan, (8) lingkungan pendidikan.

D. Metode
1. Sumber Data
Sumber data buku ini terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data primer diambil dari Mushaf al-Qur’an yang diterbitkan oleh Mamkalah al-
Su’udiyyah al-‘Arabiyyah. Sumber-sumber lain mencakup kitab tafsir yang mencakup
dibatasi pada kitab-kitab yang dipandang representative.

2. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan buku ini interdisipliner. Penggunaan


pendekatan interdisipliner ini karena dalam realitasnya disiplin ilmu dapat berintegrasi-
berinterkoneksi. Al-Qur’an merupakan inspirator kemunculam berbagai disiplin ilmu.

3. Langkah-Langkah Penulisan

Tafsir ayat-ayat pendidikan ini merupakan karya tematik tentang pendidikan Islam
dengan menggunakan sistematika penyajian tafsir tematik (mawdu’i). sistematika
penyajian tafsir tematik adalah suatu bentuk rangkaian penulisan tafsir yang struktur
paparannya diacukan pada tema tertentu atau pada surat tertentu dan juz tertentu.
Langkah-langkahnya tafsir tematik ini adalah sebagaimana yang berlaku dalam dunia
tafsir al-Qur’an, yang mencakup : (1) menetapkan tema dan subtema kajian, (2) melacak
ayat-ayat terkait dengan tema, termasuk mencari sebab al-nuzul dan relevansi ayat, (3)
menganalisis tema terkait, dan (4) menyusun kesimpulan.
BAB II

“HAKIKAT MANUSIA DAN RELASINYA DENGAN PENDIDIKAN”

A. Term Manusia dalam Al-quran

Manusia dalam berbagai literatur merupakan kaijan paling menarik, karena


pribadiannya unik dan hakikat manusia sulit dimengerti oleh manusia. Alexis Carrel
(1873-1944), dokter ahli Bedah Perancis, seorang peletak dasar humaniora, meniehskan
tentang kesulitan yang dihadapi dalam menyelidiki hakikat manusia. la, dalam bukunya
beriudul L’homme, cet inconnu, edisi Arabnya bemiudul al-lnsan Zalika al-Majhiil
(Misteri Manusia), men'yehskan bahwa manusia memang makhluk misterius karena
derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya yang
demikian tinggi terhadap dunia yang ada di luar dirinya.

Ada tiga kata kunci (keywords) untuk memahami manusia secara komprehensif, baik
dirinya sebagai individu maupun sebaga; agggota masyarakat, yaitu term al-basyar, al-
insdn, dan Banu Adam.

l. AI-Basyar

Term al-basyar menurut makna asalnya “tampak sesuatu dengan baik dan indah”
Dari makna ini terbentuk kata kerja basyar yang berarti 'bergembira, menggembirakan,
dan menguliti, seperti mengullti buah dan 'memerhatikan dan mengurus sesuatu" Kata
kerja ini mengindikasikan aktivitas yang dapat dilihat dipermukaan. Term aI-basyar juga
digunakan untuk menyebut semua makhluk, baik laki-laki maupun perempuan, baik
secara individu maupun kolektif. Term al-basyar dalam ayat lainnya berkaitan dengan
proses kematian. Term tersebut mengklasifikasikan manusia sebagai makhluk biologis
(fisik) yang selalu bergantung untuk makan, minum, bersetubuh, dan akhirnya mati.

Beberapa ayat yang dapat menjelaskan manusia dalam konteks al'basyar,


misalnya terdapat dalam qs al hijr : 26-29. Ayat-ayat tersebut berkaitan dengan kejadian
manusia dan jin.

2. Al-lnsan

Term lain untuk menunjukkan manusia adalah aI-insan. Term al-insan secara
semantik dapat dilihat dari akar kata ‘anasa, nasiya, aI-‘uns. Term ‘anasa menunjukkan
ada hubungan substansiaf antara manusia dengan kemampuan penalaran. Manusia
dengan penalaran ketika kedinginan dan melihat api, misalnya, maka ia menggunakan api
untuk menghangatkan badannya

3. Banu Adam dan Dzuriyyah Adam

Istilah bani Adam dan dzuriyyah Adam memiliki kaitan dengan term Adam,
sebuah nama diri, proper name, dari manusia yang diciptakan Tuhan dan mendapatkan
penghormatan dari makhluk lainnya, seperti malaikat, berdasarkan firman Allah dalam
QS. al-Baqarah ayat34. Kedua istilah tersebut, walaupun memiliki arti “keturunan , tetapi
berbeda konotasi. Term bana diartikan “sesuatu yang lahir dari sesuatu yang lain”“5
sedangkan term dzuriyyah diartikan “kehalusan” dan “tersebar.”16 Kedua term tersebut
ketika disandarkan pada term Adam memberi kesan kesejarahan dan konsep manusia,
sekaligus menunjukkan bahwa manusia itu satu asal.

B. Penciptaan Manusia dan Nilai-Nilai Pendidikan

1. Term-Term Penciptaan Manusia

Manusia yang dapat disaksikan dengan kasatmata adalah salah satu dari karya
Allah yang sangat sempurna (ahsan aI-taqwim). Allah pulalah yang menentukan proses
penciptaan manusia. Al-Quran menjelaskan 'proses penciptaan manusia dengan beberapa
term seperti khaIaqa, ja’ala, dan nasya'a.

a.Term Khalq

Term khalq dan derivasinya disebutkan dalam Al-Quran 261 kali yang tergelar
dalam 75 surat.” Term khglaqa ini asalnya bermakna aI-taqdir al-mustaqim (ukuran atau
ketentuan yang tetap, permanen) Hal ini berarti penciptaan dengan menggunakan term
khalaqa menurut asalnya mengharuskan ada substansi sebagai bahannya.

b. Term Ja'l

Term ja’l berasal dari kata ja'aIa, yang secara umum menunjukkan seluruh
perbuatan. Term ini dan derivasinya terulang sebanyak 346 kali dalam 66 surat.26 Term
ja’ala ini dalam Al-Quran mengandung beberapa pengertian.
Pertama, mengadakan dan menciptakan (ijad dan khalq) sebagaimana dalam QS. al-
An'am Term ini dalam konteks penciptaan bermakna menjadikan sesuatu dari bahan atau
materi yang sudah ada, atau keberadaannya terkait dengan wujud lain.

Kedua, berarti menjadikan atau mengadakan sesuatu (fi ijc’id min sya’i watakw’inih).
Misalnya dalam QS. al-Nahl/16r72. dijelaskan bahwa azwaj (para istri) dijadikan Allah
dari jenis manusia sebagaimana kejadian keturunan Adam.

Ketiga, menunjukkan penamaan dusta, sebagaimana terdapat dalam QS. al-Hijr/15:91


dan al-Zukhruf/43ng. Firman Allah dalam QS. al-Hijr/15:91 menyatakan kedustaan kaum
kafir Quraisy terhadap kitab suci Al-Quran untuk menghalangi manusia beriman kepada
Rasulullah.

c. Term Nasy'

Term nasy’ (dari kata kerja nasya’a) menurut al-Régib al-Isfahéni, term nasya'a
dalam bentuk sulasi mujarrad mashdar-nya nasy' dan nasy'ah menunjukkan penciptaan
dari sesuatu (materi) yang sudah ada. Sementara itu, jika term nasya’a dalam bentuk
suldsi mazid (kata kerja tiga huruf dengan mendapat tambahan) satu huruf, ansya'a,
maknanya menunjukkan penciptaan sesuatu; bisa dari ada dan bisa dari tidak ada.

2. Proses Penciptaan Manusia

Pernyataan kebenaran Al-Quran bahwa reproduksi manusia berasal dari air


(sperma) itu telah dibuktikan oleh pakar embriologi.Maurice Bucaille, yang mengatakan
bahwa term nuthfah digunakan untuk menunjukkan air yang ingin tetap dalam wadah
sesudah wadah itu dikosongkan. Allah menjelaskan proses reproduksi manusia dalam QS.
al-Mu'minun/ 23:12-14

C. Potensi-Potensi Dasar Manusia

Manusia yang terdiri dari jasmani dan ruhani telah dilengkapi dengan alat-alat
potensial dasar (fitrah), yang harus dikembangkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan
nyata melalui proses Pendidikan.

1.Al-Fitrah : Artikulasi potensi dasar manusia


Potensi dasar manusia dalam Al-Quran dapat diartikulasikan dengan al-fithrah,
yang penting dibicarakan dalam pendidikan, Term al-fthrah berasal dari kata fathr berarti
al-syaqq, pecahan. Term fithrah ini berarti juga penciptaan. Makna ini terdapat 14 kali
dari 20 kali kata fathr dalam Al-Quran.

2. Alat alat potensi manusia

Alat tersebut berupa al alms, tangan, pendengaran, akal dan qalb. Manusia
menggunakan alat-alat poteensial untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang mereka
pelajari

D. Hakikat Fungsi Manusia dalam Kehidupan

Manusia sebagai makhluk tuhan dalam kaitan dengan kehidupan memiliki dua
fungsi, sebagai hamba Allah, dan sebagia Khalifah. Manusia dalam konteks hamba Allah
harus mengabdi kepadan-Nya. Tugas ini adalah tuga syang harus dipatuhi. Sedangkan
sebagai Khalifah, manusia bertugas mengelola alam dengan baik. Tugas ini sebagai
bentuk amanah dari Allah untuk bisa mengoptimalkan seluruh alat-alat potensial yang
dimiliki manusia.
BAB III

“ILMU PENGETAHUAN DAN RELASINYA DENGAN PENDIDIKAN”

A. Term Ilmu (Pengetahuan) dalam Al-Qur’an


Istilah “ilmu” berasal dari bahasa Arab, al-‘ilm, yang secara etimologis berarti
“sesuatu yang jelas” atau “tidak mengalami kekaburan.” Ini berbeda dengan kata
“Ma’rifat”, sesuatu itu boleh jadi mengalami kekaburan atau ketidakjelasan. ltu pula
alasan Allah Yang Maha Mengetahui tidak dinamai “Arif”, melainkan ”Alim” sehingga
tidak untuk hal-hal yang diketahui-Nya.
Term “ilmu” yang juga dimaknai al-idrak (tangkapan) sering dipakai secara
metaforis dalam dua arti. Pertama, dalam arti ilmu, baik yang menunjuk kepada hakikat
ilmu sebagai satuan pengetahuan yang disebut “ilmu mutlak” maupun sebagai nama bagi
kumpulan ilmu yang dibukukan, baik dalam arti sebagian masalah dan/atau proposisi-
proposisi tentangnya maupun dalam arti disiplin (fan) atau sistem pengetahuan yang
terdiri dari objek bahasan, permasalahan, dan prinsip-prinsip dasar bagi pemecahan
permasalahan tersebut.
Berdasarkan Q.S Maryam/19:42-43, ada tiga kata kunci (keyword) dalam sistem
pengetahuan manusia; al-ilm, al-alim, dan al-ma’lum. Ilmu, al-ilm merupakan gambaran
hakikat sesuatu dalam akal sebagai abstraksi dari sesuatu, baik kualitas, kuantitas,
maupun substansinya. Al-‘Alim, orang yang telah berhasil menangkap hakikat sesuatu itu,
sedangkan al-ma’lum objek yang dikaji dari segala hal yang berkaitan dengannya.
Ini menegaskan bahwa ilmu dalam pandangan Al-Qur’an dapat membentuk sikap
atau sifat-sifat manusia. Ini berarti sikap atau karakter manusia merupakan gambaran
pengetahuan yang dimilikinya.

B. Kedudukan Ilmu (Pengetahuan)


Al-Qur’an juga menegaskan kedudukan ilmu (pengetahuan) bagi kehidupan
manusia. Hal itu, paling tidak dapat dilihat dalam beberapa hal:
1. Sebagai alat pencari kebenaran (QS. Fushilat/4:53)
2. Sebagai prasyarat amal saleh (QS. Fathir/35:28)
3. Alat untuk mengelola sumber-sumber alam untuk mencapai ridha Allah.
4. Alat pengembangan daya nalar.
5. Hasil pengembangan daya nalar (QS. Al-Baqarah/2:30, Al-Zumar/39:9, Al-
Mujadalah/58:11).
C. Pendekatan Perolehan Ilmu (Pengetahuan)
Pengetahuan dapat diperoleh melalui observasi dan kemampuan bernalar terhadap
objek empiris dan perolehan wahyu. Ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan, antara
lain firman Allah dalam QS. al-Gasyiyah/88:17-22. Berdasarkan ayat-ayat tersebut, ada
objek yang dapat dijadikan perolehan ilmu, seperti unta (‘ibil), gunung (jibal), bumi
(‘ardh) sebagai sumber empiris.
Dan menurut al-Qur’an ilmu dapat diperoleh melalui tiga hal, yaitu: rasional,
empiris, dan wahyu atau ilham. Melalui 3 cara tersebut Allah menegaskan fenomena
alam, termasuk kemampuan bernalar manusia, sehingga melahirkan ilmu (pengetahuan),
dan hasil akhirnya berbakti kepada Allah.
D. Sumber Ilmu (Pengetahuan)

Allah al-'Alim

Al-Ayat al-Kauniyyah Al-Ayat al-Qauliyyah (QS.


(QS. al-An'am/6:95-99, al-An'am/6:38, al-
Fusilat/41:53) Nahl/16:89)

Interpretasi Manusia,
melalui Observasi,
Penelitian, Penelaahan

E. Cabang Ilmu (Pengetahuan)


Ilmu Pengetahuan
Ibnu sini memetakan ilmu berdasarkan kualitas dan urgensi ilmu bagi manusia untuk
kehidupan di dunia dan akhirat. Ia memetakan ilmu menjadi 3 macam yang meliputi:
1. Ilmu ketuhanan, metafisika, ilmu ilahiah, atau disebut juga al-‘ilm al-a’la (ilmu yang
tinggi).
2. Ilmu matematika, al-‘ilm al-riyadi disebut juga al-‘ilm awsat (ilmu penengah).
3. Ilmu alam al-‘ilm al-tabi’i disebut juga al-‘ilm al-asfal (ilmu yang rendah).
Al-Ghazali dan Ibn Khaldun mengklasifikasikan ilmu berdasarkan sumbernya,
yaitu:
1. Ushul, Al-Qur’an, al-Sunnah, Ijma’, dan atsar sahabat.
2. Furu’ (ilmu yang dipahami dari ushul), yakni ilmu yang berkaitan dengan kemaslahatan
dunia seperti fikih, dan kemaslahatan akhirat.
3. al-mutaqaddimat, seperti ilmu bahasa, ilmu morfologi, sintaksis, dan sastra.
4. al-mutammimat, seperti ilmu tafsir, ilmu hadis, usul fikih, dll.
5. Ilmu gayr syari’ah merupakan ilmu yang dipelajari oleh sebagian orang saja, bersumber
dari empiris berupa fenomena alam, seperti ilmu hitung, kedokteran, teknik, pertanian,
industri, dan filsafat. Ibn khaldun membagi ilmu syari’ah sebagai ilmu naqliah sedangkan
ilmu gayr syari’ah disebut ilmu ‘aqliah.
BAB IV

“HAKIKAT PENDIDIAKAN”

A. Term Pendidikan dalam Al-Quran


Di dunia mulsim dikenal beberapa istilah seperti al-tarbiyyah, al-ta’lim, al-ta’dib, dan
al-ariyadah, yang digunakan untk menunjuk pendidikan. Istilah-istilah tersebut
digunakan untuk melacak term pendidikan yang digunakan Alqur’an dan implikasinya.
1. Term Al-Tarbiyyah
Secara etimologis merupakan bentuk mashdar dari kata rabba, rabba, raba (fi’il
madhi). Terminologi al-tarbiyyah, kendatipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-
Qur’an, tetapi term keturunnanya secara al-rabb, rabbayaanii, nurabbii, ribbiiyun, dan
rabbaanii berjumlah cukukp banyak. Konotasi makna yang berbeda-beda. Berdasarkan
berbagai komnetar tentanng pendidikan (islam) yang ditunjuk dengan term at-tarbiyah
ini, pendidikan bermakna esensial: (1) menjaga dan memelihara pertumbuhan potensi
peserta didik untuk mencapai kematangan (kedewasaan), (2) mengembangkan seluruh
potensi yang dimiliki peserta didik dengan berbagai sarana pendukung (pendengaran,
penglihatan, pencium, peraba, akal, hati, ruh), (3) mengarahkan seluruh potensi peserta
didik menuju kesempurnaan secra optimal, (4) semua proses tersebuut dilaksankan secara
betahap sesuai perkembangan peserta didik dalam rangka mengabdi kepada Allah.
2. Term Al – Ta’lim
Terminologi Al – Ta’lim merupakan bentuk mashdar dari kata ‘allama, berarti
mengajar, pengajaran, bersifat pemberian pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan.
Jika dilihat dari batasan makna termionologi al-ta’lim, pengertian pendidikan yang
dimaksudkan mencanngkup makna yang kuas. Pendidikan dimaknai sebagai proses
transformasi seperangkat nilai antarmanusia. Ia dituntut untuk menguasai nilai yang
ditransformasikan secara kognitif, afektif, dan psikomotorik.
3. Term Al-Ta’dib

Term al-ta’dib secara etimologis merupakan derivasi (isytiqaaq) dari aduba-


ya’dubu, berarti “melatih” atau “mendisiplinkan diri”. Pendidikan dalam konsep al-ta’dib
adalah sebagai upaya menjamu, melayani, menanam, atau mempraktikkan adab (sopan
santun) kepada seseoranng (peserta didik) agar berperangai baik dan berdisiplin. Term al-
ta’dib ini sebagaimana yang dikemukakan al-Attas, merupakan pengenalan secara
bertahap yang ditanamkan kepada peserta didik tentang wilayah-wilayah yang tepat dari
segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa. Sehingga membimbing kearah
pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Allah dalam tatanan eksistensinya.

B. Tugas Pendidikan
1. Aspek-Aspek Negatif Manusia dan Arti Penting Pendidikan

Penelusuran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an menunjukan bahwa manusia memiliku


sifat-sifat negatif yang sekalilgus menjadi sikap kelemahannya.

▪ Manusia diidentifikasikan sebagai amat zalim dan bodoh, sebagai tanda bahwa
manusia makhluk yang pembangkang.
▪ Manusia makhluk yang lemah, manusia dengan kelemahanya ini tidak pantas
berlaku sombong dengan segala yang dimiliki dan digenggamnya.
▪ Dalam al-qur’an surat Al-kahfi ayat 54, manusia sebagai makhluk pembantah .
dimaan ia telah diberi sejumlah potensi dasar untuk hidup, tetapi digunkaan untuk
membantah ajaran Allah.
▪ Q.S Al-Isra ayat 11 manusia sebagai makhluk yanng tergesa-gesa
▪ Q.S Al-ma’aarij ayat 19-20 manusia sebagai makhluk yang mudah gelisah

Berbagai sifat – sifat tersebuut menunjukan bahwa manusia memiliki ketergantungan


dan menyadarkan diri untuk memerhatikan dirinya yang serba terbatas bila
dibandingkan dengan Allah, pencipta yang tidak terbatas.

2. Pendidikan dan penngembangan Potensi (Tanmiyyah al-fithraat)

Manusia memiliki potensi yang merupakan modal dasar bagi pelaksanaan


pendidikan, karena itu inti pendidikan menumbuh kembangkan potensi-potensi
manusia mencangkup; a) potensi beragama, b)potensi intelek, c) potensi sosial, d)
potensi susila, e) potensi ekonomi, f)potensi seni, g) potensi maju dan berkembang
dan lain-lain.

3. Pendidikan dan Pewarisan Budaya


Ada dua istilah dalam sejarah pendidikan islam yang sama tetapi sering
dipertukarkan dalam penggunaanya , yaitu kebudayaan dan peradaban, kebudayaan
merupakan salah satu yanng memimpin manusia dalam kehidupan baik dalam
lapangan agama, filsafat, politik, ekonomi, sosial, saisns maupun etika. Sementara
itu peradaban adalah hasil olah akal budi dalam bentuk lahiriah.
C. Prinsip-Prinsip Pendidikan
1. Prinsip tauhid (Monoteisme)
2. Prinsip Melaksanakan Misi Allah
3. Prinsip Persamaan (Al-‘Alamiyyah)
4. Prinsip Integralitas, Komprehensif (al-Syumuul)
5. Prinsip Keseimbangan (al-Tawaazun)
6. Prinsip Selaras dengan Hakikat Manusia

Pendidikan merupakan aktivitas yang dilakukan orang dewasa untuk mengubah


peserta didik m,encapai kedewasaanya sesuai dengan fitrah peserta didik yang
meliputi beberapa prinsip. 1) mengembangkan fitrah (potensi diri) yag telah dimiliki
sejak awal penciptaan, 2) memelihara kemuliaan anak, 3) menyadarkan tugas dan
fungsi manusia baik hamba Allah maupun sebagai Khallifah Allah.
BAB V
“TUJUAN PEDIDIKAN”
A. Pengertian Tujuan Pendidikan
Setiap tindakan dan aktivitas harus berorientasi pada tujuan atau rencana yang
telah ditetapkan (‫)االمور بمقاصدها‬. Tujuan berfungsi sebagai setandar untuk mengakhiri
usaha dan mengarahkan titik tolak untuk mencapai tujuan-tujuan lainnya.
Al-Syaibani, bahwa hubungan antara tujuan dan nilai-nilai itu erat sekali, karena tujuan
pendidikan mengandung pilihan bagi perkembangan orientasi peserta didik
diorientasikan. Nilai-nilai yang dipilih sebagai pengarah (al-Muwajjih) dalam
merumuskan tujuan pendidikan tersebut akhirnya akan menentukan corak masyarakat
yang dibina melalui pendidikan itu,
Berdasarkan pengertian etimologi, tujuan berarti sesuatu yang didambakan bagaikan
seorang pemanah yang mendambakan anak panahnya dapat mencapai sasaran atau objek
yang dipanah
B. Kedudukan dan Prinsip Tujuan Pendidikan
Tujuan merupakan apa yang direncanakan oleh manusia, diletakkannya sebagai
pusat perhatian, dan demi merealisasikan tujuan itu ia menata perilakunya. Setiap
tindakan dan aktivitas harus berorientasi pada tujuan atau rencana yang telah ditetepkan
Tujuan pendidikan memiliki prinsip-prinsip tertentu, yaitu: prinsip universal
(Syumuliyah) prinsip keseimbangan, dan kesederhanaan (tawazun dan iqtisadiyyah),
prinsip kejelasan, prinsip tidak bertentangan, prinsip realisme dan dapat dilaksanakan,
prinsip perubahan yang dikehendaki, prinsip menjaga perbedaan-perbedaan individu,
serta prinsip dinamis dan menerima perubahan dan perkembangan dalam rangka metode-
metode keseluruhan yang terdapat dalam agama. Hal ini tidak berbeda dengan yang
dikemukakan oleh Hilda yang mengemukakan prinsip-prinsip pokok dalam perumusan
tujuan pendidikan mencakup: (1) Rumusan tujuan pendidikan hendaknya meliputi aspek
bentuk tingkahlaku yan diharapkan (proses mental) dan bahan yang berkaitan dengannya
(produk), (2) Tujuan-tujuan yang kompleks harus ditata secara mapan, analistis dan
spesifik, sehingga tampak jelas bentuk-bentuk tingkah laku yang diharapkan. (3)
Formulasi harus jelas untuk tingkah laku yang diinginkan dengan kegiatan belajar
tertentu, (4) Tujuan tersebut pada dasarnya bersifat developmental yang mencerminkan
arah yang hendak hicapai, (5) Formulasi harus realistis dan hendaknya memasukkan
terjemahan ke dalam kurikulum dan pengalaman belajar, dan (6) Tujuan harus mencakup
segala aspek perkembangan peserta didik yang menjadi tanggung jawab sekolah.
C. Formulasi Tujuan Pendidikan
1. Tujuan Umum Pendidikan
Al-Quran (dibaca: Islam) memiliki pandangan khusus tentang pardigma pendidikan,
terutama tentang ilmu (pengetahuan), proses, dan tujuan pembelajaran. Alam dan segala
isinya, termasuk hukum alam merupakan ciptaan Allah, sehingga seluruh sistem dan
interaksi yang berlaku tidak dapat dilepaskan dari kemahakuasaan Allah.
2. Pendidikan dan Tujuan Penciptaan Manusia
Arah proses pendidikan harus jelas agar pendidikan tidak keluar dari perencanaan yang
ditetapkan. Perumusan tujuan pendidikan harus berorientasi pada hakikat pendidikan
yang meliputi berbagai aspek, di antaranya tujuan dan tugas hidup manusia.
Tujuan hidup manusia dijelaskan dalam firman Allah QS. Al-Dzariyyah 51: 56-58
menjelaskan,
ْ ُ‫ق َو َما أُ ِري ُد أَنْ ي‬
(57)‫ط ِع ُمو ِن‬ ٍ ‫( َما أُ ِري ُد ِم ْن ُه ْم ِمنْ ِر ْز‬56)‫ُون‬
ِ ‫س إِ َّال لِيَ ْعبُد‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ا ْل ِجنَّ َو‬
َ ‫اْل ْن‬
(58) ُ‫ق ُذو ا ْلقُ َّو ِة ا ْل َمتِين‬ َّ َّ‫إِن‬
ُ ‫َّللاَ ه َُو ال َّر َّزا‬
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka mengabdi kepada-ku.
Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki agar
mereka memberi-ku makan. Sungguh Allah Dialah Maha pemberi rezeki yang memiliki
kekuatan dan sangat kokoh.”
Mengomentari ayat tersebut, Abd al-Fatta Jalan menyatakan pendidikan (Islam)
secara umum bertujuan mempersiapkan sosok pengabdi Allah, manusia yang memiliki
sifat-sifat mulia yang diberikanoleh Allah kepada manusia dengan gelar ‘ibad al-
rahman.
Disamping untuk menjadikan hamba Allah yang mengabdi kepada-Nya tujuan
pendidikan berdasarkan ayat tersebut untuk menciptakan hamba Allah yang memiliki
karakter saleh secara sosial. Firman Allah QS. Al-Furqan 25:63:
ِ ‫َو ِعبَاد ال َّر ْح َٰ َم ِن الَّ ِذينَ يَ ْمشونَ َعلَى ْاْلَ ْر‬
َ ‫ض ه َْونًا َوإِ َذا َخاطَبَهم ا ْل َجا ِهلونَ قَالوا‬
‫س ََل ًما‬
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa
mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.”
Perumusan tujuan pendidikan harus berorientasi pada hakikat pendidikan yang
meliputi bebagai aspek, di antaranya:
❖ Tujuan dan tugas hidup manusia.
❖ Memerhatikan sifat-sifat dasar manusia.
❖ Tuntutan masyarakat.
❖ Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam yang dapat meningkatkan kesejahteraan
hidup manusia di dunia dan di akhirat.
Tujuan pendidikan dalam Al-Quran juga mencakup pendidikan jasmani, pendidikan
ruhani, pendidikan intelektual, akal dan pendidikan sosial.
3. Tujuan Pembelajaran
Pendidikan Qurani dalam aktivitas pendidikan dapat diimplementasikan oleh lembaga
pendidikan dengan memerhatikan empat tujuan pendidkan mancakup: (1) Tujuan
nasional, (2) Tujuan institusional, (3) Tujuan kurikuler, dan (4) Tujuan instruksional.
Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan dari keseluruhan satuan, jenis, dan
kegiatan pendidikan, baik dalam jalur pendidikan formal, pendidikan nonformal,
maupun pendidikan informal dalam konteks pembangunan nasional.

Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan Pendidikan Instruksional

Tujuan Pendidikan Kurikuler

Tujuan Pendidikan Institusional


BAB VI
“PENDIDIK”
A. Pengertian Pendidik
Pendidik dalam khazanah pendidikan islam disebut dalam berbagai identitas,
seperti murabbi, mu’alim, muaddib, dan mudarris. Berdasarkan istilah-istilah tersebut,
pendidik merupakan orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
peserta didik dengan mengpayakan perkembangan seluruh potensi mereka baik potensi
afektif, potensi kognitif, maupun potensi psikomotorik.
Penyebutan pendidik dengan sejumlah identitas tersebut sesuai dengan kompetensinya,
baik kompetensi profesional, kompetensi paedagogis, kompetensi kepribadian, maupun
kompetensi sosial.
B. Kedudukan Pendidik
Al-Gazali, sebagaimana dikutip Atiyah Al-Abrasyi, menjelaskan bahwa pendidik
yang berprestasi akan diberikan kedudukan yang tinggi dihadapan Allah dan diapresiasi
oleh manusia, baik dalam bentuk immaterial seperti sanjungan maupun material seperti
uang dan kedudukan.
C. Tugas Pendidik
Tampak bahwa pendidikan merupakan bagian dari misi profektif Nabi Saw. Al-
Quran dalam banyak ayatnya menjelaskan tugas nabi dan rasul yang juga merupakan
tugas pendidik pada umumnya. Tugas ini dapat dikatakan sebagai tugas estafet
pendidikan dalam rangka mempertahankan eksistensi manusia di bumi.
Wilayah tugas para nabi dan rasul sebagai berikut
1. Tilawah (Yatlu ‘alaykum)
Tilawah di sini adalah membacakan ayat-ayat Allah yang bertujuan memandang
fenomena alam sebagai ayat Allah, memiliki keyakinan bahwa semua ciptaan Allah
memiliki keteraturan yang bersumber dari Allah, dan memandang bahwa segala yang ada
tidak diciptakan secara sia-sia (batilan).
2. Tazkiyyah (Yuzakkikum)
Penanaman ilmu (pengetahuan), memelihara, dan mengembangkan akhlak yang terpuji
(baik) dan menolak akhlak yang tercela (buruk), serta berperan serta dalam memelihara
kebersihan diri dan lingkungan.
3. Ta’lim al-Kitab dan al-Hikmah (Yu’allimuhum al-kitab wa al-Hikmah)
Tugas ini berarti menjelaskan pesan-pesan normatif yang mesti dipatuhi oleh peserta
didik untuk kepentingan hidup mereka sebagai hamba dan khalifah Allah.
4. Yu’allikum Ma lam Takunu Ta lamun
Tugas ini mengajarkan hal-hal yang belum diketahui sehingga peserta didik dibawa pada
alam pemikiran yang benar-benar luar biasa.
5. Islah (al-Amr bi al-Ma’rf dan Nahy‘an al-Munkar)
Tugas yang bertujuan menumbuhkan rasa kepekaan (respect) dan kepedulian terhadap
orang lain. Enam pilar pendidikan yang diadaptasi oleh pemerintah Indonesia ketika
menerapkan Kurikulum Tahun 2013, yaitu: (1) learning to know, (2) learning to do, (3)
learning to be, (4) learning to live together dan (5) learning how to learn.
D. Interaksi Pendidik dengan Peserta Didik
Upaya menciptakan kondisi yang kondusif dalam kegiatan pembelajaran-komunikatif
dan menyenangkan dapat dibentuk sikap positif bagi peserta didik dalam menerima
pelajaran dari seorang pendidik. Kesuksesan Nabi Saw mendidik para sahabat ditunjang
oleh komunikasi yang menyenangkan. Selain itu, Nabi Saw sebagai pendidik memiliki
sikap kepedulian dan tenggang rasa serta tanggung jawab terhadap sahabat.
Nabi Saw sebagai pendidik telah memperlihatkan sikap seorang pendidik yang baik
dalam berinteraksi dengan peserta didik. Pertama, lemah lembut kepada manusia (linta
lahum). Kedua, menampilkan sikap mudah memaafkan (fa’fu ‘anhum) ucapan, tindakan
dan perbuatan orang lain yang dianggap tidak berkenan atau pantas. Ketiga, tidak segan
untuk minta maaf (wastagfir lahum) Keempat, bermusyawarah dan berdialog Kelima,
berserah diri kepada Allah dengan tetap optimis melakukan semua yang telah menjadi
keinginan kuat untuk dilaksanakan.

E. Kompetensi Pendidik
1. Pengertian Kompetensi
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan
sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Berdasarkan definisi kompetensi (al-kafa’ah) tersebut, dimensi-dimensi kompetensi
mencakup lima aspek sebagaimana dijelaskan Gordon: (1) pengetahuan (knowledge), (2)
pemahaman (understanding), (3) kemampuan (skill), (4) nilai (attitude), (5) minat
(interest).
Tuntutan bersikap profesional dalam bekerja berbanding lurus dengan implikasi hasil
kerja (kualitas kerja) seseorang. Jika kompetensi seorang tinggi-baik maka output yang
dihasilkannya tinggi-baik, dan sebaliknya.
2. Hakikat Kompetensi Pendidik
Keberhasilan sebagai pendidik beliau diawali dengan bekal kepribadian yang
berkualitas unggul dan kepekaannya terhadap masalah-masalah sosial-religius dan
semangat serta ketajamannya dalam menelaah realitas (iqra’). Ia mampu
mempertahankan dan mengebangkan kualitas iman, amal saleh, berjuang (jihad) dan
bekerja sama menegakkan kebenaran (Q.S Al-Asr/103:3 dan Al-Kahf/18:20, mampu
bekerja sama dalam kesabaran (Q.S Al-Asr/103:3, Al-Ahqaf/46:35, dan Ali
Imran/103:200).
3. Macam-macam Kompetensi Pendidik
Kompetensi pendidik sebagaimana dikemukakan Muhaimin dan Abdul Mujib
terdiri dari kompetensi personal-religius, kompetensi sosial-religius dan kompetensi
prodesional-religius.
Kompetensi personal-religius, pendidik muslim harus memiliki sifat-sifat yang layak
ditiru oleh peserta didik, seperti jujur, berlaku benar (al-sidq) dalam perkataan perbuatan.
Kompetensi personal-religius juga berkaitan erat dengan sifat-sifat teologis. Kompetensi
personal-religius ini dalam Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) dapat
dikategorikan dalam kompetensi kepribadian.
Kompetensi sosial-religius berkaitan dengan tuntutan pendidik agar memiliki kepedulian
terhadap persoalan-persoalan sosial yang selaras dengan ajaran islam. Kompetensi sosial-
religius ini antara lain ditemukan dalam Q.S Ali-Imran/3:164.
Kompetensi profesional-religius menunjukan guru yang memiliki kemampuan
menjalankan tugasnya secara profesional yang didasarkan atas ajaran islam. Kompetensi
profesional-religius diidentikan dengan kompetensi profesional dan paedagogis.
Kompetensi lain yang harus dimiliki seorang pendidik yang dijelaskan Al-Quran
berkaitan dengan kompetensi jasmani sebagai pendukung kompetensi-kompetensi tadi.
Kompetensi jasmani ini harus dipenuhi dengan cara menjaga kesehatan jasmani.
BAB VII

“PESERTA DIDIK”

A. Pengertian Peserta Didik


Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik fisik maupun
psikis untuk mencapai tujuan pendidikan melalui lembaga pendidikan.
Istilah peserta didik dalam bahasa Arab ditunjuk dengan sejumlah term, antara lain, term
mutarabbi, muta’allim, mutaaddib, dan daris.
Dilihat dari segi kedudukannya, peserta didik itu makhluk yang sedang berada dalam
proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya, yang memerlukan bimbingan
dan pengarahan ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Firman Allah dalam Q.S Al-
Baqarah/2:30-31 menegaskan bahwa peserta didik itu objek, sekaligus subjek pendidikan.

B. Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik


Berkaitan dengan peserta didik, peserta didik bukan miniatur orang dewasa. Salah
satu ayat yang menjelaskan tentang periode pertumbuhan peserta didik dilihat dalam
Q.S Al-Rum/30:54.
‘Ali al-Sabuni menjelaskan periode pertumbuhan manusia meliputi:
1. Tahap lemah yang ditafsirkan terjadi di masa bayi dan anak-anak. Perkembangan
fisik bayi dan anak-anak terjadi dalam fungsi motorik halus dan kasar.
2. Tahap menjadi kuat yang terjadi di masa remaja dan dewasa. Di usia remaja, peserta
didik mengalami kematangan dalam oragn fisik.
3. Tahap masa menjadi lemah kembali, terjadi penurunan kembali dari masa penuh
kekuatan. Pertumbuhan fisik di usia dewasa awal merupakan pertumbuhan fisik yang
prima, sehingga dipandang sebagai usia yang tersehat dari populasi manusia secara
keseluruhan.
4. Tahap masa sudah beruban (masa tua)

Sementara ayat yang berkaitan dengan periode perkembangan peserta didik dijelaskan
dalam Q.S Al-Hadid/57:20

1. Periode la’ib (periode bayi dan anak usia usia dini/anak prasekolah). Periode ini
disebut periode permainan.
2. Periode lahw (periode anak sekolah dasar). Di usia ini anak diharapkan
memperoleh pengetahuan yang dianggap penting bagi keberhasilan penyesuaian diri
di masa dewasa dan mempelajari berbagai keterampilan tertentu, seperti
ekstrakulikuler.
3. Periode zinah (periode remaja). Diawali dengan kematangan organ fisik, puncak
emosionalitas.
4. Periode tafakhkhur (periode dewasa). Periode ini masa menyesuaikan diri
terhadap pola kehidupan dan harapan sosial yang baru.
5. Periode taksur fi al-amwal wa al-awlad (periode tua). Kemunduran dalam aspek
jasmani dan psikologi.

C. Karakteristik Perkembangan Kesadaran Beragama Peserta Didik

Manusia hakikatnya memiliki kecenderungan dan kesadaran beragama sejak


ditiupkan ruh sebagaimana dapat dilihat dalam perjanjian primordial manusia dengan
Allah (Q.S Al-A’raf/7:171). Namun, dalam perkembangannya manusia hidup
dipengaruhi lingkungannya, baik lingkungan informal (keluarga), lingkungan formal
(sekolah), dan lingkungan nonformal.

D. Sikap Peserta Didik kepada Pendidik


Allah mengutus para nabi dan rasul sebagai pendidik manusia bertugas
menyampaikan kabar baik dan buruk (Q.S Al-Baqarah/2:119). Hal tersebut dikuatkan
oleh firman Allah, yang menjelaskan karakteristik orang beriman (peserta didik) dalam
berinteraksi dengan Nabi Saw sebagai pendidik para sahabat.
1. Tidak boleh mendahului ketetapan Allah dan Rasul-Nya.
2. Dilarang meninggikan suara sehingga mengalahkan suara Nabi Saw.
3. Dilarang memanggil Nabi Saw, seperti memanggil teman atau orang lainnya
Pandangan al-Bagdadi tentang etika peserta didik terhadap pendidik meliputi: (1)
memiliki sifat tawadu dan rasa sayang terhadap pendidiknya karena pendidik dengan
pengalamannya mampu memberikan bimbingan dan nasihat. (2) mengagungkan dan
memuliakan penduduk untuk menambah kecintaannya kepada pendidik dan
mendapatkan berkah dari Allah Swt, (3) mengagungkan tanda-tanda kebesaran
pendidik, tidak melakukan perbuatan yang tidak disenangi pendidiknya.
BAB VIII

“MATERI PENDIDIKAN”

A. Pengertian Materi Pendidikan (Pembelajaran)


Materi pembelajaran merupakan isi atau pesan yang diberikan kepada peserta
didik dalam proses pembelajaran. Menurut sebagian ahli, materi ajar adalah segala bahan
(baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan
sosok utuh dari kompetensi yang dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses
pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.
Materi ajar dilihat dari sifatnya, ada yang faktual dan ada yang konseptual. Materi yang
faktual sifatnya konkret dan mudah diingat. Materi yang sifatnya konseptual berisikan
konsep-konsep abstrak dan memerlukan pemahaman.

B. Ragam Materi Pendidikan


Penjelasan Al-Quran tentang ilmu (pengetahuan) mencakup semua bidang kajian
sesuai atributnya, meski demikian Al-Quran tetap berprientasi pada tujuan yang sama,
melahirkan peserta didik yang beriman, beramal saleh (individu dan sosial) sehingga
bermuara menjadi insan-insan bermartabat (muttaqun).
1. Materi Pendidikan Akidah (Keimanan)
Pendidikan akidah dimaksudkan sebagai proses pembinaan dan pemantapan
kepercayaan dalam diri seseorang, sehingga memiliki akidah yang kuat dan benar.
Pemahaman seseorang dengan baik terhadap materi akidah akan menjadikannya
waspada dalam mengejawantahkan tugas hidup manusia, baik dalam konteks tugas
individu, ibadah (abdullah) maupun tugas sosial, muamalah (khalifah).
Materi akidah menjadi bahan ajar terpenting yang diberikan kepada peserta didik
karena semua kebaikan yang berwujud ketaatan beribadah, kepatuhan, kejujuran, dan
akhlak mulia lainnya dapat terbangun dan berkembang hanya melalui penanaman
akidah tauhid ini.
2. Materi Pendidikan Ibadah
Hakikat ibadah itu melaksanakan ajaran Allah dalam nuansa ketauhidan dengan
penuh kerendahan hati. Firman Allah dalam Q.S Luqman/31:12-14 menjelaskan bahwa
ibadah seseorang diukur dari upayanya bersyukur kepada Allah, yakni memberdayakan
seluruh potensi yang telah diberikan oleh Allah untuk tujuan-tujuan positif. Ayat 17 dari
surat yang sama menegaskan bahwa ibadah seseorang harus terwujud dalam shalat,
melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar, serta sabar.
Perintah mendirikan shalat dalam Q.S Al-Baqarah/2:3 menjadi sarana (media) untuk
memperoleh kebahagiaan, al-falah (Q.S Al-Baqarah/2:5), dan bahkan sarana untuk
mennghilangkan rasa takut dan kekhawatiran (Q.S Al-Baqarah/2:177). Q.S Al-
Ankabu/29:45 menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan telah mampe
mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan jahatnya, baik secara lahir maupun secara
batin. Disamping sahalat dan zakat, materi pendidikan yang berkaitan dengan ibadah itu
puasa (al-siyam).
Ibadah merupakan buah dari tauhid yang terhujam dalam jiwa seseorang. Dapat
dikatakan bahwa ibadah dalam islam harus dilandasi ruh tauhid, sehingga semua
aktivitas yang dilakukan manusia bermuara kepada Tuhan bukan kepada yang lain.
3. Materi Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak merupakan proses pembinaan budi pekerti seseorang, sehingga
menjadi insan yang berbudi pekerti baik (akhlaq al-karimah). Pembinaan tersenut dapat
diberikan melalui pemberian contoh dan pembiasaan.
Sejumlah ayat yang menjelaskan materi-materi berkaitan dengan akhlak, diantaranya
Q.S Luqman/31:12-19. Ayat ini menjelaskan perintah bersyukur sebagai
pengejawatahan dari beriman kepada Allah sehingga Lukman, dengan hikmah yang
diberikan kepadanya, menjadi orang yang pandai bersyukur (abdan syakuran) .
Materi akhlak lainnya dapat dilihat dalam Q.S Al-Nisa /3:36-37 yang menjelaskan
tentang refleksi keimanan kepada Allah yang implementasinya berupa kepedulian
terhadap lingkungan sosial.
Materi pendidikan akhlak lainnya dapat dilihat dari profil kehidupan para nabi dan
rasul. Misalnya dalam Q.S Yusuf/12:4-6 dijelaskan upaya Nabi Ya’qub as.
Mengondisikan hubungan harmonis antara Nabi Yusuf as dengan saudara-saudaranya
dengan cara meminta kepada Nabi Yusuf as agar tidak menceritakan mimpinya kepada
saudara-saudaranya yang dinilai dapat menimbulkan kebencian.
Berdasarkan penjelasan ayat-ayat Al-Quran tersebut, materi pendidikan akhlak
mencakup (1) akhlak kepada Allah, (2) akhlak kepada manusia, (3) akhlak kepada
lingkungan.
4. Materi Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani menekankan proses pendidikan yang menggunakan aktivitas
jasmani untuk memperoleh kebugaran dalam berbagai hal. Materi pendidikan jasmani
berkaitan dengan kepedulian terhadap gizi, makanan halal, berobat, pola makan
kebersihan tubuh (wudu, mandi, siwak), dan olahraga
5. Materi pendidikan akal/Intelek dan Sainstek
Pendidikan akal diarahkan untuk menemukan kebenaran dan sebab-sebabnya
dengan menelaah tanda-tanda kekuasaan Allah, dan menemukan pesan-pesan dari ayat-
ayat-Nya yang membawa iman kepada Allah yang tahapannya terdiri dari pencapaian
kebenaran ilmiah, ‘il al-yaqin (Q.S Al-Takatsur/105:5), pencapaian kebenaran empiris,
‘ain al-yaqin (Q.S Al-Takatsur/105:7) dan pencapaian kebenaran meta empiris atau
kebenaran filosofis, haqq al-yaqin (al-Waqiah/56:95 dan al-Haqah/69:51). Upaya
memperoleh tujuan pendidikan intelek ini perlu didukung penguasaan materi yang kuat
berlandaskan iman kepada Allah. Pendidikan akal merupakan proses peningkatan
kemampuan intelektual dalam bidang ilmu alam,teknologi, dan sains modern, sehingga
peserta didik mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu (pengetahuan), dalam
rangka melaksanakan fungsi sebagai hamba dan khalifah-Nya untuk membangun dunia
sesuia konsep yang ditetapkan-Nya.
6. Materi Pendidikan Sosial
Pendidikan sosial ini berkaitan dengan pendidikan akhlak. Materi pendidikan
sosial ini diharapkan dapat membentuk kepribadian yang utuh dsri ruh, tubuh dan akal
peserta didik.
Materi yang berkaitan dengan pendidikan sosial antara lain tentang pemeliharaan hak
orang lain, kepemimpinan (leadership), uapaya menghargai persaam derajat (equality)
kemanusian
7. Materi Pendidikan Seks
Pendidikan seks merupakan upaya pembinaan, penyaluran dan penjelasan tentang
masalah-masalah seksual kepada peserta didik sejak ia mengenal masalah-masalah yang
berkaitan dengan naluri seks dan perkawinan.
Materi pendidikan seks merupakan materi penting yang perlu disampaikan dan
ditekankan kepada peserta didik. Materi pendidikan seks misalnya berkaitan dengan
etika meminta izin sebagaimana dijelaskan dalam )Q.S al Nur/24:58-59), melihat,
menghindari anak dari rangsangan seksual perkawinan memlihara kehormatan diri.
BAB IX
“MEDIA PENDIDIKAN”

A. Pengertian Media Pendidikan


Media dapat menjadi penunjang aktivitas pendidikan dalam menghantarkan
materi untuk mempermudah dan merealisasikan metode pendidikan agar tercapai tujuan
pendidikan yang telah direncanakan. Maka dari itu muncul "al-umuur biwasaailiha"
segala sesuatu perlu ditunjang oleh media. Media berasal dari bahasa Latin yang berasal
dari kata medium yang secara bahasa artinya "perantara atau pengantar". Dalam istilah
arab ditnjuk dengan term "al-wasiilah" berarti pengantar pesan dari pengirim kepada
penerima pesan.

B. Landasan Penggunaan Media Pendidikan


Sebenarnya media pembelajaran telah muncul sejak zaman Nabi Adam as yang
digunakan manusia pertama kali terutama sejak pembunuhan oelh Qabil terhadap Habil
sebagaimana dalam QS. Al-Maaidah/5:31 :
َ‫س ْو َءةَ أَ ِخي ِه ۚ قَا َل َيا َو ْيلَتَا أَع ََج ْزتُ أَنْ أَ ُكون‬
َ ‫ض لِيُ ِريَهُ َكيْفَ يُ َوا ِري‬ِ ‫ث فِي ْاْلَ ْر‬ ُ ‫َّللاُ ُغ َرابًا يَ ْب َح‬
َّ ‫فَبَ َع َث‬
ْ َ‫س ْو َءةَ أَ ِخي ۖ فَأ‬
َ‫صبَ َح ِمنَ النَّا ِد ِمين‬ َ ‫ي‬ ِ ‫ِم ْث َل َٰ َه َذا ا ْل ُغ َرا‬
َ ‫ب فَأ ُ َوا ِر‬

“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk


memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat
saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat
seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu
jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.”
Pada peristiwa tersebut menjadi indikasi bahwa telah terjadi proses pembelajaran
yang menggunakan media belajar berupa fenomena alam dengan pengetahuan mengenali
sifat, karakteristik, dan perilaku alam. Selain itu landasan media lainnya dapat dilihat pada
saat Nabi Muhammad SAW diutus kepada manusia untuk menyampaikan Alquran pada
umatnya sehingga manusia membutuhkan media untuk memahami atau untuk
menjelaskan itu dan ada dalam QS. al-'Alaq ayat 4 :
‫الَّ ِذي َعلَّ َم بِا ْلقَلَ ِم‬
"Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam".
Qalam dijadikan sebagai media untuk menjelaskan materinya. Menurut riwayat
lainnya Rasulullah SAW seringkali menggunakan ranting, kerikil, tangan, dan lainnya
yang menegaskan bahwa Rosul pun memanfaatkan media untuk tugas mendidiknya.

C. Urgensi dan Karakteristik Media Pendidikan


Media pembelajaran memiliki tiga peran, yaitu sebagai penarik pehatian
(intentional role), komunikasi (communication role), dan ingatan/penyimpanan (retention
role). Prinsip pendidikan dalam QS. Al-Nahl/16:89, bahwa Al-Qur’an, selain berperan
untuk menjelaskan juga berfungsi sebagai petunjuk, rahmat, dan pemberi kabar gembira
bagi orang yang berserah diri. Media dalam konteks ayat ini harus mampu menjadi
petunjuk untuk melakukan sesuatu yang baik.
Urgensi tentang media pembelajaran dapat juga kita temukan dalam QS. Al-
Maidah/5:16 yang menjelaskan tiga macam kegunaan Al-Qur’an yaitu, petunjuk bagi
orang yang mmengikuti ajaran Allah, mengeluarkan mereka dari kekufuran menuju
keimanan, dan petunjuk bagi mereka ke jalan yang lurus. Berdasarkan ayat tersebut,
dalam konteks media pendidikan media harus:
1. Mewakili setiap pikiran sang pendidik, dalam al ini Allah, sehingga dapat lebih mudah
memahami materi;
2. Setiap media yang diguunnakan oleh seorang pendidik harus dapat memudahkan
peserta didik dalam memahami sesuatu;
3. Mampu mengantarkan peserta didik menuju tujuan pendidikan.
Selanjutnya secara lebih detail, media pembelajaran berperan penting untuk
menigkatkan efektivitas proses pembelajaran, terutama untuk:
1. Memperkaya pengalaman belajar peserta didik
2. Ekonomis
3. Meningkatkan perhatian peserta didik terhadap pelajaran
4. Membuat peserta didik lebih siap belajar
5. Menikutsertakan banyak panca indra dalam proses pembelajaran
6. Meminimalisir perbedaan persepsi antara guru dan peserta didik
7. Menambah kontribusi positif peserta didik dalam memperoleh pengalaman belajar
8. Membantu menyelesaikan perbedaan pribadi antar peserta didik.
D. Ragam Media Pendidikan
Media pendidikan dapat dibedakan dengan media/alat pembelajaran. Media
oembelajaran pada dasarnya merupakan bagian dadi media/alat pendidikan, karena media
pembelajaran salah satu bagian besar dari dua bagian media pendidikan. Media
pendidikan meliputi dua macam, yaitu:
1. Media Hardware (Material). Media ini mencakup media audio, media visual, dan
media audio-visual. Media audio (alwasiilah al-sam'iyyah) adalah media yang hanya
dapat didengar berupa suara dengan berbagai alat penyampai suata baik dari manusia
maupun alat/benda. Beberapa ayat Alquran yang menerangkan media audio ini
diantaranya QS. Al-Isra ayat 14, QS. Alankabut ayat 45, dan yang lainnya. Di era
modern media visual dikategorikan dalam dua kategori yaitu : 1.) Media yang tidak
diproyeksikan, mencakup bahan ajar berupa bacaan atau bahan cetakan. Pada hal ini
peserta didik memperoleh pengetahuan melalui pengalaman membaca. 2.) Media
proyeksi, mencakup transparasi OHP sebagai alat bantu mengajar dengan tatap muka
karna tidak perlu menulis dipapan sehingga membelakangi peserta didik, lalu power
pointberupa slide atau film, dan LCD.
2. Media Software (Immaterial). Alat/media pendidikan yang bukan berupa benda,
diantaranya:
a. Keteladanan (al-uswah)
b. Perintah/Larangan (al'amr wa al-hahy)
c. Ganjaran dan Hukuman (reward and punishment)
BAB X
“KOMUNIKASI PENDIDIKAN”

A. Pengertian Komunikasi Pendidikan

Komunikasi merupakan proses penyampaian ide dari si pengirim (komunikator)


kepada penerima (komunikan, receiver), yang bertujuan untuk mengubah, menambah
atau memperbaiki pengetahuan, sikap, atau tingkah laku si penerima pesan. Setiap
pendidik bertugas untuk menjadikan bahan ajar yang disampaikan bukan sekedar untuk
dikuasai peserta didik, tetapi menjadi bagian dari sikap atau kepribadian peserta didiknya
yang dibarengi dengan penguasaan konsep-konsep komunikasi. Al-Qur'an mengajarkan
manusia berkomunikasi dengan baik agar terciptanya hubungan harmonis antara
komunikator dan komunikan serta pesan-pesan yang disampaikan dapat dipahami, serta
berkomunikasi sesuai dengan situasi dan kondisi lawan bicara.

B. Karakteristik Komunikasi Pendidikan


1. Ungkapan Jelas. Ungkapan-ungkapan dalam al-Qur’an selalu mengungkapkan
ungkapan yang jelas, baik dari segi sasaran, isi, maupun logika sebab akibatnya.
Seperti dicontohkan ayat al-Quran yang berupa ancaman dengan kejelasan sasaran
orang yang ditujunya yaitu bagi orang-orang kafir.
2. Konsentrasi Terfokus dan Terarah . Berfokus wajah terhadap teman lawan
bicara dapat mengondisikan suasana jiwa lebih konsentrasi terhadap persoalan
yang menjadi bahan pembicaraan, dalam al-Quran itu sendiri mengajarkan agar
pembicaraan itu terfokus/terarah untuk tidak memakai istilah yang ambigu,
samar-samar dan bermakna ganda Q.S al-Baqarah 104. Fokus atau keterarahan
juga berarti rangkaian kalimat yang sederhana, tidak berbelit-belit singkat padat
tanpa kehilangan fungsi uraiannya.
3. Penjelasan Bertingkat. Ada tiga tingkatan ungkapan kejelasan al-Qur’an , al
bayyinah, al burhan dan al sultan. Hal ini sejalan dengan kemampuan manusia
dalam menyerap dan menerangkan dalil-dalil. Ayat al-Qur’an yang termasuk
katagori al-bayinnah tidak berkaitan dengan hal-hal yang bersifat fisik/alam,
tetapi lebih menerangkan maslaha-masalah yang berkaitan dengan kejadian-
kejadian sejarah atau supranatural yang kejadiannnya tidak dapat diragukan dan
tidak dapat disangkal kebenarannya. Ayat yang berkategori al-burhan adalah ayat-
ayat yang menampilkan bukti-bukti kebenaran secara demonstratif, sehingga
memaksa terhadap akal pikiran.

C. Prinsip-prinsip Komunikasi

Al-Qur’an sebagaimana telah dijelaskan, menggunakan term qawl dalam


melakukan komunikasi sehingga prinsip-prinsip komunikasi pendidikan mengacu
pada term tersebut. Term qawl disampaikan dalam sejumlah ayat dengan paling tidak
meliputi tiga ujaran: perintah (al-amr), larangan (al-nahy), dan berita (al-khabar).

1. Prinsip Qawlan Baliga. Term baliga berarti “menyampaikan” atau sampai ke


tujuan, kemudian ketika terbentuk kata balagah dan balig berarti ”fasih” dan
“dewasa”. Term baliga dalam al-Qur’an diebut satu kali dalam al-Qur’an surat
an-Nisa:63 Seorang pendidik hendaknya dalam kegiatan pembelajaran
menggunakan model dan prinsip komunikasi qawl balig, menarik jiwa, karena
inti pendidikan dalam Islam itu tarbiyyah al-Nafs, pendidikan jiwa, sehingga
sangat tepat jika pendidik menggunakan model ini. Pendidik dalam konteks ini
perlu mendesain komunikasi yang membekas dalam jiwa, baik dalam
komunikasi verbal maupun non verbal.
2. Prinsip Qawln Karima. Term karima berasal dari kata kerja karuma, berarti
“mulia” atau “bijak” sehingga frasa qawln karima berarti perkataan yang mulia.
Ibn Asyur menyatakan bahwa qawl karim bermakna perkataan yang tidak
memojokan pihak lain yang merasa dirinya seakan terhina. Frasa qawl karima
menunjukan setiap perkataan yang dikenal lembut, baik yang mengandung unsur
pemuliaan dan penghormatan. Prinsip dan model komunikasi qawln karim
hendaknya digunakan oleh peserta ketika bergaul dengan para pendidik karena
pendidik itu hakikatnya orangtua mereka di sekolah yang mesti di hormati.

3. Prinsip Qawlan Masyura. Term masyura berasal dari kata yasara, berarti
“mudah” sehingga masyura berarti “dimudahkan”. Frasa qawlan masyura berarti
perkataan yang mudah dipahami oleh lawan bicara, audiens. (Q.S al-Isra:28)
‫ورا‬
ً ‫س‬ُ ‫ضنَّ َع ْن ُه ُم ا ْبتِ َغا َء َر ْح َم ٍة ِمنْ َربِّ َك ت َْر ُجوهَا فَقُ ْل لَ ُه ْم قَ ْو ًال َم ْي‬
َ ‫َوإِ َّما تُ ْع ِر‬
"Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu
yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas".
4. Prinsip Qawlan Ma’rufa. Term ma’rufa secara etimologis berarti “baik”
sehingga frasa qawln ma’rufa berarti perkataan atau komunikasi yang baik. Al-
Qur’an memerintahkan agar manusia melakukan komunikasi yang biasa dikenali
sehingga mudah dipahami oleh lawan bicara sebagaimana terdapat dalam Q.S
al-Baqarah:235 , An-Nisa:5 dan al-Ahzab:32.
5. Prinsip Qawlan Layyina. Term layyin secara etimologis berarti “lunak” dan
“lembut”, frasa qawlan layyina berarti perkataan yang lembut dan lunak; bisa
juga perkataan yang mengandung anjuran, ajakan, pemberian contoh, yang si
pembicara berusaha meyakinkan apa yang disampaikan pihak lain adalah benar
dan rasional dengan tidak bermaksud merendahkan pendapat atau pandangan
orang yang diajak bicara tersebut. Term layyin ditemukan dalam Q.S Taha:44
6. Prinsip Qawlan Syadida. Term Syadid secara etimologis berarti “menyumbat”
atau “menghalangi” frasa qawlan syadida berarti “perkataan yang dapat
menghalangi atau menyumbat sehingga dengan kata tersebut, orang merasa
terhalang melakukan perbuatan yang dilarang. Frasa qawlan syadida ditemukan
dalam Q.S an-Nisa:9”.
7. Prinsip Qawlan ‘Azima. Term ‘azima secara etimologis berasal dari kata
‘azuma, berarti “besar” dan “agung”. Frasa qawlan ‘azima berarti perkataan
yang besar. Frasa qawlan ‘azima disebut satu kali dalam Q.S. al-Isra:40
ْ َ ‫أَفَأ‬
‫صفَا ُك ْم َربُّ ُك ْم ِبا ْلبَنِينَ َوات ََّخ َذ ِمنَ ا ْل َم ََلئِ َك ِة إِنَاثًا ۚ إِنَّ ُك ْم لَتَقُولُونَ قَ ْو ًال َع ِظي ًما‬
"Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki sedang Dia
sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para malaikat?
Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar
(dosanya)".
Frasa qawlan ‘azim merupakan bentuk komunikasi yang tidak baik. Para pendidik
dalam menyampaikan materi pembelajaran, hendaknya menghindarkan diri dari
perkataan yang mengandung dosa, kebohongan, apalagi fitnah. Pendidik hendaknya
mampu mendesain pembelajaran agar tidak hanya terfokus pada mendesain tujuan,
materi, metode, dan evaluasi, melainkan perlu mendesain model komunikasi yang akan
digunakan.
BAB XI
“METODOLOGI PENDIDIKAN”

A. Pengertian Metodologi Pendidikan


Menurut Dr. M. Karman, M.Ag. dalam bukunya Tafsir Ayat-ayat Pendidikan,
"metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran".
Dari dua pengertian di atas dapat kita pahami bahwa metode dalam arti sempit yakni cara,
uraian, atau langkah-langkah. Sedangkan secara luas metode adalah cara, uraian, atau
langkah-langkah teratur yang digunakan untuk melakukan pekerjaan agar tercapai sesuai
dengan tujuan yang kita inginkan.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwasannya, metodologi pendidikan
adalah ilmu yang membicarakan cara agar proses pendidikan dapat dilaksanakan melalui
berbagai pendekatan, metode, teknik, dan sebagainya, sehingga tujuan pendidikan
tercapai. Dalam konteks ini merupakan prosedur yang digunakan untuk mencapai
pendidikan.

B. Pendekatan Pendidikan
Pendekatan merupakan titik tolak atau sudut pandang pendidik terhadap proses
pembelajaran. Pendekatan pendidikan secara umum terbagi dua bagian, yaitu.
1. Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pendidik (teacher centered approach)
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pendidik menurunkan strategi
pembelajaran langsung, direct instruction, deduktif atau ekspositori. Jadi,
pendekatan pembelajaran ini menempatkan pendidik lebih dominan dalam kegiatan
pembelajaran.
2. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada peserta didik (student
centered approach)
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menurunkan strategi
pembelajaran inkuiri, induktif, dan discovery. Jadi, pendekatan pembelajaran ini
menempatkan pendidik sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran.
Pendekatan pendidikan dalam Al-Qur'an antara lain dapat dilihat dalm Qs. Al-
Baqarah/2:151 dan Ali-Imran/3:104. Berdasarkan dua ayat tersebut, pendekatan
pendidikan dapat diidentifikasi menjadi enam macam.
a. Pendekatan tilawah
b. Pendekatan tazkiyyah
c. Pendekatan ta'lim al-kitab
d. Pendekatan ta'lim al-hikmah
e. Pendekatan yu'allimukum malam takunu ta'lamun
f. Pendekatan islah melalui pelaksanaan amr al-ma'ruf dan al-nahy 'an al-munkar.

C. Metode Pendidikan
Metode pendidikan berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an dapat diklasifikasikan
dalam enam macam.
1. Metode diakronis
2. Metode sinkronis-analitis
3. Metode penyelesaian masalah
4. Metode empiris
5. Metode induktif
6. Metode deduktif

D. Teknik Pendidikan
Teknik pembelajaran adalah cara yang dilakukan pendidik dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Teknik pembelajaran sebagaimana
dijelaskan dalam Al-Qur'an mencakup beberapa hal sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
1. Teknik informasi dan pertemuan
Teknik ini dilakukan dengan memasang iklan, informasi, pengumuman, brosur, berita,
baik melalui televise, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain. Teknik ini dapat
dilakukan dengan tatap muka langsung antara pendidik dan peserta didik. Adapun
realisasi dari teknik ini informasi dan pertemuan ini mencakup.
a. Ceramah
b. Tulisan
2. Teknik dialog
Dialog dapat diartikan suatu pembicaraan silih berganti antara dua orang atau
lebih yang dilakukan melalui tanya jawab, di dalamnya terdapat kesatuan topik dan
tujuan yang hendak dicapai dalam pembicaraan tersebut. Realisasi teknik ini
mencakup hal-hal berikut.
a. Tanya jawab
b. Diskusi
c. Perbantahan
d. Sumbang saran
3. Teknik berkisah/bercerita
Teknik ini dilakukan dengan cara bercerita, mengungkapkan peristiwa-
peristiwa bersejarah yang mengandung nilai pendidikan moral, ruhani, dan sosial
bagi seluruh manusia di segala tempat dan waktu.
4. Teknik metafora
Teknik ini dapat diartikan mengumpamakan sesuatu yang abstrak dengan
sesuatu yang lain yang lebih konkret untuk mencapai tujuan dan manfaat dari
perumpamaan tersebut. Realisasi teknik ini bisa dalam berbagai bentuk di bawah
ini.
a. Simbolisme verbal
b. Karyawisata
5. Teknik imitasi
Teknik ini dilakukan dengan cara menampilkan teladan yang baik dari
pendidik kepada peserta didik melalui komunikasi transaksi di dalam maupun di
luar kelas. Realisasi teknik ini bisa dalam berbagai bentuk-bentuk teknik sebagai
berikut.
a. Modeling
b. Demonstrasi dan dramatisasi
c. Permainan dan simulasi
6. Teknik drill
Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan tugas kepada peserta didik
secara terus-menerus agar mereka terbiasa karenanya. Realisasi teknik ini bisa
dalam bentuk-bentuk sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini.
a. Kerja kelompok
b. Penemuan
c. Pengajaran mikro
d. Modul belajar
e. Belajar mandiri
7. Teknik ibrah
Ibrah diartikan suatu kondisi yang dapat menghantarkan pengetahuan dari yang
konkret menuju yang abstrak, baik melalui perenungan, maupun pemikiran.
a. Eksperimen
b. Penyajian kerja lapangan
c. Penyajian kasus
d. Penyajian non-direktif
8. Teknik pemberian janji dan ancaman
Targib merupakan janji dan harapan yang diberikan kepada peserta didik
berupa kesenangan dan kenikmatan karena mendapat penghargaan. Sedangkan
tahrib adalah ancaman kepada peserta didik jika ia melakukan suatu tindakan yang
melanggar tata aturan. Kedua teknik ini efektif digunakan karena dapat
menumbuhkan motivasi baru yang bersifat tidak memaksa dan menekan.
9. Teknik kritik
Teknik ini dilakukan dengan cara mengkaji dan menyelidiki suatu topik atau
tema dalam sebuah buku atau pendapat seseorang yang disampaikan kepada peserta
didik kemudian dapat dicari kelemahan-kelemahannya dan dapat dikomprasikan
dengan pendapat atau buku lain. Aplikasi teknik ini dapat berupa resensi buku atau
koreksi terhadap pendapat atau metodologi yang disampaikan oleh pendidik, agar
tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
10. Teknik perlombaan
Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan materi pembelajaran kepada
peserta didik melalui upaya yang bersifat kompetisi, antar peserta didik. Bentuk
teknik pembelajaran ini dapat berupa olah piker seperti cerdas cermat, cepat tepat,
olah tulis seperti menulis karya ilmiah, resensi buku, dan olahraga serta membuat
keterampilan tertentu.
BAB XII

“EVALUASI PENDIDIKAN”

A. Hakikat Evaluasi
Istilah “evaluasi” berasal dari bahasa Inggris evaluation akar katanya value yang
berarti nilai atau harga. Evaluasi dalam bahasa Arab ditunjuk dengan al-taqyim, al-
taqwim dan al-ikhtibar yang maknanya berupa nilai. Sebagian pakar membedakan esensi
evaluasi dalam proses pembelajaran menjadi dua makna. Pertama, pengukuran. Hal ini
berarti membandingkan sesuatu dengan satu ukuran yang nilainya bersifat kuantitatif.
Kedua, penilaian. Hal ini berarti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran
baik atau buruk yang nilainya bersifat kualitatif.
Dalam Al-Quran evaluasi disebutkan secara berulang dalam bentuk ungkapan
yang berbeda-beda. Seperti tedapat sejumlah istilah mengenai makna evaluasi, seperti al-
bala’, al-imtihan’, al-fitnah, al-hisab, al-nazr, al-inba’, al-wazn, dan sebagainya.
1. Term al-Bala
Term al-bala’ secara etimologis berarti “ujian” dan “cobaan”, Ujian dan cobaan
itu dapat berupa kesenangan dan kesulitan hidup, kesungguhan dalam peperangan,
kemuliaan, penderitaan fisik, tanggung jawab, anugrah, kebaikan sempurna. Evaluasi dari
term al-bala’ dalam Al-Quran ini digunakan untuk mengungkapkan bentuk evaluasi yang
disebut nama bahan ujiannya atau nama mata pelajarannya.
2. Term al- Imtihan
Term al-imtihan secara etimologi berarti “mencoba” atau “menguji”. Term ini
terdapat dalam QS. al-Hujurat ayat 3 dan al-Mumtahanah atay 10. Dalam salah satu ayat
tersebut al-Maragi mengatakan bahwa frasa imtahana Allah qulubahum berarti
membersihkan dan menyucikan diri manusia dengan sungguh-sungguh.
3. Term Al-Fitnah
Term al-fitnah secara morfologis berasal dari kata fatana yang merujuk pada
makna “ujian” atau “cobaan”, menurut ensiklopedia bahasa Arab Dirah al-Ma’arif , term
al-fitnah dapat dimaknai ujian, cobaan, kesesatan, dosa dan siksa. Term al-fitnah juga
digunakan dalam arti “menguji”, baik ujian berupa nikmat maupun kesulitan seperti
dalam QS. al-Anbiya ayat 35. yang maknanya terkandung bahwa Allah menimpakan
bencana kepada manusia yang merupakan ujian.
4. Term Al-Hisab
Term al-hisab secara morfologis berasal dari kata kerja hasiba, berarti
“perhitungan”. Term al-hisab dalam Al-Quran yang berarti “evaluasi” lebih banyak
digunakan dalam arti evaluasi yang bersifat teknis dan penyebutannya sering diikuti
dengan lafadz sari (cepat), misalnya sari’al hisab, hisab yang cepat (QS. al-mu’min ayat
17), su’ul hisab, hisab yang buruk (QS ar-Ra’d ayat 18 dan 21).
5. Term al-Nadzhar
Term al-nadzhar secara etimologis berarti “melihat”, “memandang”,
memerhatikan “menghayati”, “merenungkan”, “memikirkan”, “memutuskan”,
“mengadili” dan “mempertimbangkan”. Term al-nadzhar salah stunya terdapat dalam
QS. al-Hasyr ayat 18, kandungannya secara implisit mengajak untuk melakukan evaluasi
tentang diri sendiri.
6. Term al-Inba’
Term al-inba’ berasal dari kata naba’a, berarti “berita”, biasanya berita yang
besar. Term al-inba’ berarti memberitahukan atau menggambarkan hal-hal yang besar,
terutama berkaitan dengan aspek-aspek eskatologis, akhirat. Term al-inba’ disebut dalam
QS. al-Baqarah ayat 31 dan 33, dalam kata anbi’uni dan anba’ahum secara literal
bermakna “beritahukanlah” dan “sebutkanlah” yang dalam kontek pendidikan dipahami
sebagai evaluasi.
7. Term Al-Wazn
Term al-wazn secara literal berarti “timbangan”. Term ini dapat ditemukan dalam
QS. al-Qariah ayat 6-9, terdapat ungkapan yang mengatakan “saqula mizanuh” dimaknai
seakan-akan apabila diletakkan di atas timbangan akan berbobot (berat). Bobot dalam
ayat tersebut berarti memiliki keutamaan dan amal saleh yang banyak sehingga berada
dalam kehidupan yang menyenangkan.
8. Term al-Taqdir
Term al-taqdir secara bahasa berarti “ketentuan”, “jumlah”, “ukuran”. Frasa bi al-
miqdar berarti masa yang tidak dilebihkan dan tidak dikurangi. Term al-taqdir dapat
dilihat dalam QS. al-Hijr ayat 21 dan ar-Ra’d ayat 8, yang didalam ayat tersebut Allah
telah menuntukan manusia, baik jenis kelamin, usia kehidupan dan kematiannya. Ini
berarti seluruh kehidupan manusia telah ditentukan oleh Allah, manusia tidak perlu
menghitung berapa lebih dan kurangnya.

B. Bentuk dan Tujuan Evaluasi


Ada lima tujuan pedagogis dari evaluasi Allah terhadap manusia ditinjau dari pengertian
term evalusi dalam Al-Quran:
1. Menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap problem kehidupan yang
dialaminya. Misal dalam QS. al-Baqarah ayat 155-157
2. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui batas dan tingkat hasil pendidikan wahyu yang
telah ditetapkan Rasulullah Saw. kepada umatnya. Misalnya dalam QS. Al-Naml ayat 40
3. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keimanan manusia sehingga
ada yang paling berkualitas di sisi Allah. Terdapat dalam QS. Saffat ayat 102-106.
4. Untuk mengukur daya kognisi, hafalan manusia dari pelajaran yang telah diberikan
kepadanya. Evaluasi ini Allah lakukan misalnya pada Nabi Adam as. yang terdapat dalam
QS. al-Baqarah ayat 31-33 kemampuan nya dalam mengartikan simbol-simbol.
5. Tujuan evaluasi dalam rangka memberi reward bagi yang beraktivitas baik dan
punishment bagi yang beraktivitas buruk, seperti dalam QS-al-Zalzalah ayat 7-8:
‫فَ َمن يَ ْع َملْ ِم ْثقَا َل َذ َّر ٍة خَ ْي ًرا يَ َره‬
‫َو َمن يَ ْع َملْ ِم ْثقَا َل َذ َّر ٍة ش ًَرا يَ َره‬
Ayat tersebut menjelaskan bahwa ganjaran adalah sesuatu yang menyenangkan dijadikan
sebagai hadiah bagi manusia yang berprestasi dalam tugas hidupnya. Hukuman diberikan
karena supaya tidak ada pelanggaran atau perbuatan salah yang diulang sebelumnya.
C. Prinsip-Prinsip Evaluasi Pendidikan
1. Prinsip Komprehensif (al-kamal, al-tamm). Evaluasi harus bersifat menyeluruh
mencakup aspek kognitif (QS. al-Anfal ayat 2), afektif (QS. al-‘Asr ayat 3) dan
psikomotorik (QS al-Mu’min ayat 3).
2. Prinsip kontinuitas (al-istimrar). Evaluasi harus dilakukan secara terus-menerus dari
waktu ke waktu untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan peserta didik.
3. Objektivitas (mauduiyyah). Evaluasi tanpa membedakan jenis kelamin, latar belakang,
etnis, budaya dan hal lainnya. Terdapat dalam QS. al-Maidah ayat 8, Allah
memerintahkan manusia agar berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu.
ۖ ‫يَا أَ ُّيهَا الَّ ِذينَ آ َمنوا كونوا قَوَّا ِمينَ ِ َّّلِلِ شهَ َدا َء بِ ْالقِ ْس ِط ۖ َو ََل يَجْ ِر َمنَّك ْم َشنَآن قَوْ ٍم َعلَ ٰى أَ ََّل تَ ْع ِدلوا ۚ ا ْع ِدلوا ه َو أَ ْق َرب لِلتَّ ْق َو ٰى‬
َّ ‫َّللاَ ۚ إِ َّن‬
َ‫َّللاَ خَبِي ٌر بِ َما تَ ْع َملون‬ َّ ‫َواتَّقوا‬
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-
kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.al-Maidah
ayat 8)
D. Jenis-Jenis Evaluasi Pendidikan
1. Evaluasi formatif. Untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik
setelah menyelesaikan materi pokok dalam satu bidang. Allah Swt. menganjurkan agar
manusia berkonsentrasi pada suatu informasi sampai tuntas, mulai proses pencarian
sampai proses pengevaluasian (QS al-Insyirah ayat 7-8).
2. Evaluasi Sumatif. Untuk menentukan jenjang pendidikan berikutnya dilakukan
terhadap hasil belajar peserta didik yang telah selesai mengikuti pembelajaran satu
semester. Asumsi evaluasi ini, segala peserta didik setiap tahap memiliki satu tujuan dan
karakteristik tertentu. Satu tahap harus diselesaikan terlebih dahulu untuk beralih ke
tahapan yang lebih baik (QS. al-Insyirah ayat 18 dan al-Qamar ayat 49).
3. Evaluasi penempatan yang dilakukan peserta didik mengikuti proses pembelajaran
untuk kepentingan penempatan peserta didik dalam situasi belajar. Asumsi ini nahwa
manusia memiliki perbedaan-perbedaan dan potensi-potensi khusus. Masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan, dan yang harus diperbaiki adalah kekurangannya
(QS. al-Isra ayat 84).
4. Evaluasi diagnostik. Yang dilakukan terhadap hasil penganalisaan tentang keadaan
belajar peserta didik, meliputi kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan yang ditemui
dalam pembelajaran. Asumsi ini terdapat dalam Al-Quran surat al-Hasyr ayat 18 tentang
peringatan Allah dalam kisah kaum terdahulu yang hancur karena membuat kesulitan dan
tidak mampu menyelesaikan kesulitan.

E. Teknik Evaluasi Pendidikan


Al-Quran dalam beberapa ayatnya menjelaskan teknik evaluasi yang tersebar dalam
beberapa surat.
1. Evaluasi Lisan dan Dialog (al-Inba’)
Evaluasi lisan, atau dialog dapat dilihat dalam penggunaan term al-inba’
sebagaimana dalam QS. al-Baqarah ayat 30. Evaluasi ini ditujukan pada malaikat seperti
dalam klausa anbi’uni biasma’i haaulaai inkuntum saadiqiin, untuk menguji.
Kemampuan Nabi Adam as. menyelesaikan pertanyaan dalam evaluasi tersebut
menjadikannya makhluk Allah yang dianugerahi penghargaan kepadanya hingga
malaikat hormat atau sujud padanya.
2. Evaluasi dengan Unjuk Kinerja (al-Nadar, al-hisab)
Jika di diperhatikan evaluasi ini terdapat dalam ungkapan nadzara dalam ayat Al-
Quran yaitu yang didemonstrasikan atau dipraktikkan oleh orang yang sedang dievaluasi.
Evaluasi ini dilihat penggunaannya dalam term al-hisab, berarti perhitungan. Firman
Allah dalam QS al-Baqarah ayat 202 menjelaskan jika pekerjaan seseorang baik, maka ia
memperoleh hasil yang membanggakan yaitu surga. Namun, jika hasil evaluasinya buruk
karena pekerjaannya jelek, ia memperoleh hasil yang mengecewakan yaitu neraka.
3. Psyco Test (al-Fitnah)
Term al-fitnah yang berarti ujian, juga menunjukkan nama bahan yang tercakup
di dalamnya yaitu materi ujian, Evaluasi Allah dengan sistem fitnah ini diberikan kepada
siapa saja, orang mukmin, jujur, kafir, munafik lalu memberi balasan pada mereka
masing-masing sesuai perbuatan yang dilakukan setelah mendapat ujian tersebut.
4. Evaluasi dengan Pembobotan Nilai (al-Wazan wa al-Taqdir)
Evaluasi ini terdapat dalam QS. al-Qari’ah ayat 6-9 dengan maksud dari ayat
disini terdapat dalam klausa saqulat mawaa-ziinuh dan khaffat mawaaziinuh yang
bernilai untuk dimiliki keutamaan dan amal shaleh yang banyak, sehingga berada dalam
kehidupan yang menyenangkan. Orang yang bobot amalnya ringan (khaffat
mawaaziinuh) bobotnya tidak akan naik karena disebabkan amalnya jelek.

Anda mungkin juga menyukai