NIM : 1172020019 Kelas : PAI-6A Matkul : Kewirausahaan Dosen : Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, MS Awang Dody Kardeli, S.Pd.I, M.MPd
Dua Konsep Ideal Berwirausaha yang Mementingkan Nilai pada
Bagiannya
Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan
seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Menurut Robert D. Hisrich, berkewirausahaan adalah proses dinamis atas penciptaan tambahan kekayaan. Kekayaan diciptakan oleh individu yang berani mengambil risiko utama dengan syarat-syarat kewajaran, waktu dan atau komitmen karier atau penyediaan nilai untuk berbagai barang dan jasa. Secara umum arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Kewirausahaan pada intinya adalah mental berusaha yang pantang menyerah , sabar dan tabah di dalammenghapi tantangan di dalam usahanya, hingga usahanya itu bisa mencapai keberhasilan. Kewirausahaan juga bisa diartikan sebuah sikp jiwa atau mental yang memiliki keahlian, kemampuan, ataupun ketrampilan dalam mengubah sesuatu menjadi lebih berdaya guna dan mendatangkan manfaat atau keuntungan. Terdapat konsep yang menjadi inti dari kegiatan berwirausaha yang mengacu pada tolak ukur Benar-Salah (Hablum minallah/Konsep Horizontal) dan tolak ukur Haq- Bathil (Hablum minallah/konsep vertikal) 1. Konsep Vertikal Agama Islam merupakan ajaran kebenaran yang sempurna, yang datang dari Allah SWT. Sifat hubungan antara manusia dengan Allah SWT dalam ajaran Islam bersifat timbal-balik, yaitu bahwa manusia melakukan hubungan dengan Tuhan dan Tuhan juga melakukan hubungan dengan manusia. Tujuan hubungan manusia dengan Allah adalah ibadah. Manusia sebagai diri pribadi merupakan makhluk yang diciptakan secara sempurna oleh Tuhan. Hubungan manusia dengan Tuhan, yaitu sebagai hamba, maka manusia wajib tunduk dan beribadah kepada Tuhan. ِ اْل نْ س إِ ََّّل لِ ي ْع ب ُد ون ِ ِ ُ و م ا َخ لَ ْق ُ َ َ ْ ت ا ْْل َّن َو ََ “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S. Az Zariyat:56). Dalam Islam harus memiliki niat yang bagus dalam wirausaha. Jual beli bukan masalah uang dan barang, tapi dilakukan dengan selalu mengingat Allah SWT dan selalu berfikir bahwa kegiatan yang dilakukan akan menjadi amal sholeh. Pastikan tekad hati dalam berwirausaha semata-mata dilakukan karena Allah, karunia segala nikmat tuntunan amal dan perbuatan akan kembali kepda Allah, Terbebas dari hal- hal riba, sehingga hari-hari yang dinanti ialah merindukan berjumpa dengan Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Jumu’ah:10: َّ اَّللِ َو اذْ ُك ُروا اَّللَ َك ثِ ريًا ْ َض َو ابْ تَ غُوا ِم ْن ف َّ ض ِل ِ ْ الص ََل ةُ فَ انْ تَ ش ُروا ِِف ْاْل ِ َر َّ ت ِ ضي ِ َ ُفَِإ ذَ ا ق َع لَّ ُك ْم تُ ْف لِ ُح و َن َل “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak- banyak supaya kamu beruntung”. Dan hadis dari Rasulullah Saw: “Allah mengasihi orang yang bermurah hati waktu menjual, waktu membeli dan waktu menagih piutang” (HR. Bukhari). Maksud dari ayat diatas ialah Allah ingin manusia menjadi kaya melalui kerja yang benar yang dilandasi iman kreaktivitas, inovasi, dan dengan kekayaan itu diharapkan bisa mensejahterakan orang lain sebagai umat manusia. Kegiatan wirausaha bagi seorang muslim tujuannya karena beribadah pada Allah SWT lebih tinggi derajat dan pahalanya. Sebab dalam sholat 5 waktu sudah berjanji, bahwa sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah karena Allah SWT. Umat muslim menjalankan suatu usaha adalah dalam rangka ibadah kepada Allah. Demikian pula hasil yang diperoleh dalam berwirausaha akan dipergunakan kembali di jalan Allah. Berwirausaha adalah sebagian dari kewajiban hidup manusia yang harus ditunjukkan untuk beribadah kepada Allah SWT. 2. Konsep Horizontal Yusuf Musa dalam bukunya, Nizham al-Hukmi fi al-Islam, dengan lugas menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Hakikat manusia sebagai hamba Allah merupakan mahluk spiritual yang mempunyai perjanjian suci dengan tuhan, beribadah kepada Allah semata serta selalu bersikap tulus ikhlas kepada Allah. Suka membantu orang lain (caring for other), yaitu saling membantu, berbaik hati, belas kasihan, dan menghindari segala sesuatu yang membahayakan orang lain. Dalam dimensi horizontal ini meliputi pengabdian semua amal sholeh atau perbuatan baik yang berhubungan dengan kehidupan antar sesama manusiadan mahluk ciptaan Allah SWT. Menjalin hubungan baik dengan sesama mejadi tata nilai yang menjadi inti dalam proses interaksi sosial yang manusiawi, yang dimaksudkan untuk memenuhi hak dan kewajiban terhadap sesama manusia. Dalam Q.S Al-Hujarat:10 Allah SWT berfirman: َع لَّ ُك ْم تُ ْر ََحُو َن َّ ْي أَ َخ َو يْ ُك ْم ۚ َو اتَّ ُق وا ِ إِ ََّّنَا ا لْم ْؤ ِم نُو َن إِ ْخ و ةٌ فَ أ َ اَّللَ ل َ ْ ََص ل ُح وا ب ْ َ ُ “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. Dari ayat diatas mempunyai makna yang sangat dalam, yaitu manusia dalam situasi apapun dan dimana pun berada selalu diliputi kehinaan, kecuali yang selalu memperbaiki hubungannya dengan Allah dan selalu memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia. Artinya hubungan yang harmonis dengan sesama manusia merupakan prasyarat dalam kehidupan mereka, dan bahkan merupakan bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Bukan hanya itu, bahwa idealnya dalam berbisnis kita meneladani dari Rasulullah SAW yaitu selalu mengutamakan kepuasan pelanggan. Menjaga hubungan baik dengan pelanggan merupakan langkah penting yang sudah diajarkan Rasulullah SAW guna mempertahankan pelanggan tersebut.