Anda di halaman 1dari 43

ISLAM SEBAGAI SUMBER NILAI DALAM PENDIDIKAN DAN PELAKSANAAN

PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI SUATU SISTEM NILAI

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Nilai

Dosen : Husnan Sulaiman M.Pd

Oleh : kelompok 2

Imas Masruroh

Iis Isnaeni

Haryadi Purnama

Alvin julian

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

AL-MUSADDADIYAH

GARUT

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya, solawat serta salam semoga dilimpah curahkan kepada Nabi Muhamad SAW, Rasululloh
terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat dan membawa
keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Berkat karunia serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Pendidikan Nilai jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI) semester 4. Kami berusaha semaksimal mungkin berkarya dengan harapan
makalah ini dapat membantu pencapaian kompetensi mahasiswa dalam rangka mengingkatkam
kualitas bangsa Indonesia.

Makalah ini disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami serta memuat aspek
mengenai Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan Dan Pelaksanaan Pendidikan Islam
Sebagai Suatu Sistem Nilai.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pendidikan di Indonesia. Kami mengharapkan saran
dan kritik yang membangun untuk memperbaiki makalah ini yang jauh dari kesempurnaan.

Garut, 07 Mei 2020

Penyusun,
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan nilai berperanan penting dalam upaya mewujudkan manusia Indonesia
yang utuh. Pembinaan nilai sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan dapat
menjadi sarana ampuh dalam menangkal pengaruh-pengaruh negatif, baik pengaruh yang
berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Sejalan dengan derap laju pembangunan dan
laju perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS), serta arus reformasi
sekarang ini, pembinaan nilai semakin dirasa penting sebagai salah satu alat pengendali
bagi tercapainya tujuan pendidikan nasional secara utuh. Namun, sekarang ini tampak ada
gejala di kalangan anak muda, bahkan orang tua yang menunjukkan bahwa mereka
mengabaikan nilai dan moral dalam tata krama pergaulan yang sangat diperlukan dalam
suatu masyarakat yang beradab (civil society). Dalam era reformasi sekarang ini seolah-
olah orang bebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya. Misalnya, perkelahian
massal, penjarahan, pemerkosaan, pembajakan kendaraan umum, penghujatan,
pengrusakan tempat ibadah, lembaga pendidikan, sarana umum, dan lain sebagainya yang
menimbulkan korban jiwa dan korban materi.
Bangsa Indonesia saat ini tidak hanya mengalami proses pendangkalan nilai yang
seharusnya dimiliki serta dihayati dan dijunjung tinggi. Nilai-nilai itu kini bergeser dari
kedudukan dan fungsinya serta digantikan oleh keserakahan, ketamakan, kekuasaan,
kekayaan dan kehormatan. Dengan pergeseran fungsi dan kedudukan nilai itu, kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa dirasakan semakin hambar dan keras, rawan terhadap
kekerasan, kecemasan, bentrok fisik (kerusuhan) dan merasa tidak aman. Dekadensi moral
juga tercermin dalam sikap dan perilaku masyarakat yang tidak dapat menghargai orang
lain, hidup dan perikehidupan bangsa dengan manusia sebagai indikator harkat dan
martabatnya. Nilai-nilai moral menempatkan hak asasi manusia (HAM) sebagai ukuran
pencegahan pelanggaran-pelanggaran berat, seperti pembunuhan, pemerkosaan,
perkelahian, penculikan, pembakaran, pengrusakan, dan lain-lain.
Dengan demikian, salah satu problematika kehidupan bangsa yang terpenting di abad
ke-21 adalah nilai moral dan akhlak. Kemerosotan nilai-nilai moral yang mulai melanda
masyarakat kita saat ini tidak lepas dari ketidakefektifan penanaman nilai-nilai moral, baik
di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara keseluruhan. Efektifitas paradigma
pendidikan nilai yang berlangsung di jenjang pendidikan formal hingga kini masih sering
diperdebatkan.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, maka kami menyusun sebuah
makalah sederhana yang berjudul “Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan Dan
Pelaksanaan Pendidikan Islam Sebaga Sebuah Sistem Nilai” sebagai sebuah atensi dalam
membumikan Pendidikan Nilai di Indonesia pada umumnya dan khususnya di lembaga-
lembaga pendidikan itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan?
2. Seperti apa pengertian Pelaksanaan Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem Nilai?
3. Bagaimana hubungan Islam Sebagai Sumber Nilai dan Sistem Nilai Dalam
Pendidikan?
4. Seperti apa hakikat Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan dan Pelaksanaan
Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem Nilai Dalam Pembentukan Akhlakul
Karimah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan.
2. Untuk mengetahui pengertian Pelaksanaan Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem
Nilai.
3. Untuk mengetahui hubungan Islam Sebagai Sumber Nilai dan Sistem Nilai Dalam
Pendidikan.
4. Untuk mengetahui hakikat Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan dan
Pelaksanaan Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem Nilai Dalam Pembentukan
Akhlakul Karimah.

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini dibuat untuk mengetahui Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan
dan Pelaksanaan Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem Nilai.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penyusun
Untuk menambah keilmuan tentang Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam
Pendidikan dan Pelaksanaan Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem Nilai.
b. Bagi Perguruan Tinggi
Semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu saudara/i untuk tambahan
sumber materi dan kedepannya bisa lebih mengkaji secara rinci tentang Islam
Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan dan Pelaksanaan Pendidikan Islam
Sebagai Suatu Sistem Nilai.

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dari penulisan makalah ini adalah untuk
mempermudah dalam memahami isi dari makalah ini, penulis membuat sistematika
penulisan yang terdiri dari 4 (tiga) bab, yaitu:
1. BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
E. Sistematika Penulisan
2. BAB II Tinjauan Teoritis
A. Pengertian Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan.
B. Pengertian Pelaksanaan Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem Nilai.
C. Hubungan Islam Sebagai Sumber Nilai dan Sistem Nilai Dalam Pendidikan.
D. Hakikat Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan dan Pelaksanaan
Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem Nilai Dalam Pembentukan Akhlakul
Karimah.
3. BAB III Analisis Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan dan Pelaksanaan
Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem Nilai.
4. BAB III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
5. Daftar Pustaka

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan


1. Pengertian Islam
Ada dua sisi yang dapat kita gunakan untuk memahami pengertian agama Islam1
yaitu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kedua sisi pengertian tentang Islam ini
dapat di jelaskan sebagai berikut:
Dari segi kebahasaan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima
yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Dan kata salima selanjutnya
diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian.
Senada dengan pendapat di atas, sumber lain mengatakan Islam berasal dari
bahasa Arab, terambil dari kata salima yang berarti selamat sentosa. Dari asal kata itu
dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam keadaan selamat sentosa dan
berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat kepada Allah Swt. Sehingga
manusia di haruskan untuk mematuhi semua perintah Allah Swt dan menjahui semua
larangan-Nya agar hidup kita dalam perlindungan-Nya selamat dan damai dunia
maupun akhirat. Kata aslama itulah yang menjadi kata Islam yang mengandung arti
segala arti yang terkandung dalam arti pokoknya. Oleh sebab itu, orang yang
berserah diri, patuh, dan taat disebut sebagai orang muslim. Orang yang demikian
berarti telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah Swt.
Orang tersebut selanjutnya akan dijamin keselamatannya di dunia dan akhirat.

1
Mukti Ali. Memahami Aspek Tentang Ajaran Islam. Bandung: Mizan. 1991. Hal. 719.
Dari pengertian kebahasaan ini, kata Islam dekat dengan arti kata agama yang
berarti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian
Islam demikian itu menurut Maulana Muhammad Ali dapat difahami dari firman
Allah Swt yang terdapat pada surat Al-Baqarah, ayat 202 yang artinya, “Hai orang-
orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan
janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu.”
Dari uraian di atas, kita sampai pada suatu kesimpulan bahwa kata Islam dari
segi kebahasaan mengandung arti tunduk, patuh, taat, dan berserah diri kepada Allah
Swt dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun
di akhirat. Hal demikian dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan
paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai
makhluk yang sejak dalam kandungan sudah menyatakan patuh dan tunduk kepada
Tuhan.
Dengan demikian, perkataan Islam sudah menggambarkan kodrat manusia
sebagai makhluk yang tunduk dan patuh kepada Tuhan. Keadaan ini membawa pada
timbulnya pemahaman terhadap orang yang tidak patuh dan tunduk sebagai wujud
dari penolakan terhadap fitrah dirinya sendiri. Demikianlah pengertian Islam dari
segi kebahasaan.
Adapun pengertian Islam dari segi istilah akan kita dapati rumusan yang
berbeda-beda. Harun Nasution misalnya mengatakan bahwa Islam menurut istilah
(Islam sebagai agama), adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan
kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad Saw sebagai rasul. Islam pada
hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi
mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.
Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah
agama perdamaian; dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau
persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata, bahwa agama Islam selaras benar
dengan namanya. Islam bukan saja dikatakan sebagai agama seluruh Nabi Allah,
sebagaimana tersebut pada ayat kitab suci Alquran, melainkan pula pada segala
sesuatu yang secara tak sadar tunduk sepenuhnya kepada undang-undang Allah, yang
kita saksikan pada alam semesta.
Berdasarkan pada keterangan tersebut, maka kata Islam menurut istilah adalah
mengacu kepada agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah Swt.
Bukan berasal dari manusia, dan bukan pula berasal dari Nabi Muhammad Saw.
Posisi Nabi dalam agama Islam diakui sebagai yang ditugasi oleh Allah untuk
menyebarkan ajaran Islam tersebut kepada umat manusia. Dalam proses penyebaran
agama Islam, Nabi terlibat dalam memberi keterangan, penjelasan, uraian, dan
contoh praktiknya. Namun keterlibatan ini masih dalam batas-batas yang dibolehkan
Tuhan.
Dengan demikian, secara istilah, Islam adalah nama bagi suatu agama yang
berasal dari Allah Swt. Nama Islam demikian itu memiliki perbedaan yang luar biasa
dengan nama agama lainnya. Kata Islam tidak mempunyai hubungan dengan orang
tertentu atau dari golongan manusia atau dari suatu negeri. Kata Islam adalah nama
yang diberikan oleh Tuhan sendiri.
Sebagaimana firman Allah Swt, yang artinya: “Sesungguhnya agama yang
diridhai Allah di sisi-Nya adalah agama Islam.” (QS. Ali-Imran: 19)
Demikian dapat difahami dari petunjuk ayat-ayat Alquran yang diturunkan oleh
Allah Swt. Selanjutnya, dilihat dari segi misi ajarannya, Islam adalah agama
sepanjang sejarah manusia. Agama dari seluruh Nabi dan Rasul pernah diutus oleh
Allah Swt pada bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok manusia. Islam itulah agama
bagi Adam, Ibrahim, Ya’kub, Musa, Daud, Sulaiman, dan Nabi Isa. Hal demikian
dapat difahami dari ayat-ayat yang terdapat di dalam Alquran yang menegaskan
bahwa para Nabi tersebut termasuk termasuk orang yang berserah diri kepada Allah.2

Sumber-Sumber Ajaran Islam


a. Al-Quran
Secara harfiyah, Al-Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou, quranan),
sebagaimana firman Allah dalam QS. 75:17-18: ”Sesungguhnya atas

2
kumpulan-makalah-adinbuton.blogspot.com/2014/11/makalah-pengertian-dan-sumber-ajaran.html?m=1
tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan ‘membacanya’. Jika Kami telah
selesai membacakannya, maka ikutilah ‘bacaan’ itu.
Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Tuhan yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad, berisi cerita tentang iman (akidah/tauhid /iman),
ibadah (shari’a), dan sopan santun (moral). Al-Quran adalah mukjizat terbesar
Nabi Muhammad, bahkan lebih besar dari mukjizat para nabi sebelumnya. Al-
Quran membenarkan Kitab Suci sebelumnya dan menjelaskan hukum yang
telah ditetapkan sebelumnya. ” Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain
Allah. Akan tetapi ia membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan
menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkannya. Tidak ada keraguan di
dalamnya dari Tuhan semesta alam” (QS. 10:37). ”Dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu yaitu Al-Quran itulah yang benar, membenarkan kitab-
kitab sebelumnya…” (QS. 35:31).
Al-Quran dalam bentuknya yang sekarang adalah kodifikasi atau
pembukuan oleh teman-teman. Pertama dilakukan oleh shabat Zaid bin Tsabit
pada masa Khalifah Abu Bakar, kemudian pada masa Khalifah Utsman bin
Affan membentuk komite ad hoc untuk persiapan naskah Al-Quran yang
diketuai oleh Zaid. Oleh karena itu, naskah-naskah Qur’an yang sekarang
disebut Utsmani Utsmaniyah.

b. Hadits/As-Sunnah
Hadits yang disebut juga As-Sunnah. As-Sunnah secara berkala adalah “adat”
atau “adat” (tradisi). As-Sunnah adalah segalanya persahabatan, perbuatan, dan
tekad / kebutuhan dan kebebasan Nabi Muhammad. Penentuan (taqrir) adalah
persetujuan atau keheningan Nabi dari kata-kata dan perilaku teman-teman.
Posisi As-Sunnah sebagai hukum Islam. Al-Quran dan kata-kata Nabi
Muhammad. Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman sehingga
mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang
mereka perselisihkan, lalu mereka tidak merasa berat hati terhadap putusan
yang kamu berikan dan mereka menerima sepenuh hati” (Q.S. 4:65).
”Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu maka terimalah dan
apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah” (Q.S. 59:7).
”Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian
berpegang teguh dengan keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah
(Al-Quran) dan Sunnah-ku.” (HR. Hakim dan Daruquthni).
”Berpegangteguhlah kalian kepada Sunnahku dan kepada Sunnah
Khulafaur Rasyidin setelahku” (H.R. Abu Daud).
As-Sunnah adalah “juru bahasa” dan juga “panduan operasional”
(petunjuk pelaksanaan) Al-Quran. Sebagai contoh, Al-Qur’an menekankan
kewajiban untuk berdoa dan berbicara tentang ruku ‘dan sujud. Ini adalah As-
Sunnah atau Hadits Rasulullah yang memberikan contoh langsung tentang
bagaimana doa dilakukan, dari takbiratul ihram (bacaan “Allahu Akbar”
sebagai pembuka sholat), doa iftitah, membaca Al-Fatihah, gerakan
membungkuk, sujud, untuk membaca tahiyat dan salam.
Ketika Nabi Muhammad masih hidup, dia melarang teman-temannya
untuk mengirim apa yang dia katakan. Kebijakan itu dilakukan agar kata-
katanya tidak bercampur dengan wahyu (Al-Quran). Karadan, semua Hadits
pada waktu itu hanya ada di ingatan atau hafalan para Sahabat.
Kodifikasi Hadits dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz
(100 H/718 M), kemudian sistematika ditingkatkan selama Khalifah Al-Mansur
(136 H/174 M). Para ulama pada masa itu yang mulai menyusun kitab Hadits,
di cermin Imam Malik di Madinah dengan bukunya Al-Mutwaththa, Imam Abu
Hanifah menulis Al-Fqhi, dan Imam Syafi’i menulis Ikhtilaful Hadits, Al-Um,
dan As-Sunnah.
Imam Ahmad muncul dengan Musnad-nya yang berisi 40.000 Hadits.
Ahli Hadits terkenal yang diakui oleh kebenaran sekarang adalah Imam
Bukhari (194 H / 256 M) dengan bukunya Sahih Bukhari dan Imam Muslim
(206 H / 261 M) dengan bukunya Sahih Muslim. Kedua buku hadits menjadi
referensi dari Islam pertama hingga saat ini. Imam Bukhari berhasil
mengumpulkan sebanyak 600.000 hadits yang kemudian ia pilih. Imam
Muslim mengumpulkan 300.000 hadits yang kemudian ia pilih.
Ahli Hadits terkenal lainnya adalah Imam Nasa’i yang menuangkan
koleksi Haditsnya dalam Kitab Nasa’i, Imam Tirmidzi di Sahih Tirmidzi,
Imam Abu Daud di Sunan Abu Daud, Imam Ibn Majah dalam Kitab Ibnu
Majah, Imam Baihaqi dalam Sunan Baihaqi dan Syu ‘bul Imam, dan Imam
Daruquthni di Sunan Daruquthni.
c. Ijtihad
Ijtihad: Mengerahkan segala kemampuan untuk berpikir secara optimal untuk
mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara’ seperti Al-Qur’an dan hadits.
Ijtihad dapat dilakukan jika ada masalah bahwa hukum tidak ada dalam Al-
Qur’an atau Hadits, itu bisa dilakukan dengan menggunakan Al-Qur’an dan
hadits.
Macam-macam jenis Ijtihad:
1) Ijma
Yaitu hubungan ulama (mujathid) dalam pembahasan hukum
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam kasus yang terjadi. Keputusan
bersama yang dibuat oleh ulama melalui ijtihad kemudian dinegosiasikan
dan disepakati. Adapun hasil ijma ‘adalah fatwa, yang merupakan
keputusan bersama mujtahid yang dibuang ke barat.
2) Qiyas
Yaitu melakukan atau menyamakan. Tindakan yang dibuat untuk
undang-undang atau yang baru yang belum ada di masa lalu tetapi
memiliki jawaban atas penyebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek
dengan kasus yang berbeda. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas itu adalah
keadaan darurat, jika memang ada hal-hal yang belum ditetapkan di masa
lalu.
3) Istihsan
Itu adalah tindakan melepaskan satu hukum untuk hukum lainnya, karena
memberikan argumen syara’ yang mengharuskannya meninggalkannya.
Berbeda dengan Al-Qur’an, Hadits, Ijma ‘dan Qiyas yang posisinya telah
disepakati oleh ulama ulama sebagai hukum Islam. Istihsan ini adalah
satu-satunya cara oleh beberapa sarjana.
4) Maslahah Mursalah
Itulah manfaat yang tidak diberikan oleh syar’i dalam bentuk hukum,
untuk menciptakan manfaat, di samping itu tidak ada argumen yang
membenarkan atau menyalahkan.
5) Sududz Dzariah
Itu adalah tindakan dalam memutuskan sesuatu yang berubah menjadi
makruh atau haram untuk tujuan dan manfaatnya.
6) Istishab
Yaitu pengaturan situasi yang berlaku dari awal sampai argumen yang
disajikan oleh mereka. Atau menetapkan berdasarkan hukum yang diatur
di masa lalu, sampai argumen yang tersedia dihidupkan kembali.
7) Urf
Urf adalah segala sesuatu yang telah diketahui oleh manusia sebagai
kebiasaan, kebiasaan atau tradisi baik sebagai pengembangan, perbuatan
atau dalam pencarian mereka dengan meninggalkan tindakan tertentu.
2. Pengertian Sebagai
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia makna kata “sebagai” adalah sebagai berikut:3
 Kata depan untuk menyatakan hal yang serupa; sama; semacam (itu)
contoh: 'perabot rumah tangga ialah kursi, meja, lemari, dan sebagainya'
 Kata depan untuk menyatakan perbandingan; seperti; seakan-akan; seolah-olah
contoh: 'kelakuannya sebagai orang udik masuk kota'
 Seharusnya; sepatutnya; sewajarnya; semestinya (Kata Adverbia)
contoh: 'ia diperlakukan dengan -nya'
 Jadi (menjadi) (Partikel)
contoh: 'ia diangkat sebagai gubernur'
 Kata depan untuk menyatakan status; berlaku seperti; selaku
contoh: 'sebagai orang tua, ia harus bertanggung jawab atas anak-anaknya'
3. Pengertian Sumber Nilai
a. Pengertian Sumber4

3
https://jagokata.com/arti-kata/sebagai.html
4
https://www.apaarti.com/arti-kata/sumber.html
Sumber adalah sebuah homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan
pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda. Sumber memiliki arti dalam
kelas nomina atau kata benda sehingga sumber dapat menyatakan nama dari
seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. Dalam
kaitannya dengan sumber nilai, kata sumber disini bila melihat dari definisi
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bisa berarti tempat keluar atau asal dari
sesuatu.
b. Pengertian Nilai5
secara garis besar nilai dibagi dalam dua kelompok yaitu nilai-nilai nurani
(values of being) dan nilai nilai memberi (values of giving). Nilai-nilai nurani
adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi
perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain. yang termasuk dalam nilai-
nilai nurani adalah kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi,
disiplin, tahu batas, kemurnian, dan kesesuaian. Nilai-nilai memberi adalah
nilai yang perlu dipraktikkan atau diberikan yang kemudian akan diterima
sebanyak yang diberikan. Yang termasuk pada kelompok nilai-nilai memberi
adalah setia, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois,
baik hati, ramah, adil, dan murah hati. (Linda, 1995). Nilai-nilai itu semua telah
diajarkan pada anak-anak di sekolah dasar sebab nilai-nilai tersebut menjadi
pokok-pokok bahasan dalam pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.6
Dalam sebuah laporan yang ditulis oleh A Club of Rome (UNESCO,
1993), nilai diuraikan dalam dua gagasan yang saling bersebrangan. Di satu
sisi, nilai dibicarakan sebagai nilai ekonomi yang disandarkan pada nilai
produk, kesejahteraan, dan harga, dengan penghargaan yang demikian tinggi
pada hal yang bersifat material. Sementara di lain hal, nilai digunakan untuk
mewakili gagasan atau makna yang abstrak dan tak terukur dengan jelas. Nilai
yang abstrak dan sulit diukur itu antara lain keadilan, kejujuran, kebebasan,
kedamaian, dan persamaan. Dikemukakan pula, sistem nilai merupakan
sekelompok nilai yang saling berkaitan satu dengan lainnya dalam sebuah
sistem yang saling menguatkan dan tidak terpisahkan. Nilai-nilai itu bersumber
5
http://www.sumberpengertian.id/pengertian-nilai-menurut-para-ahli
6
Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta, 2008, hlm. 7.
dari agama maupun dari tradisi humanistic. Karena itu, perlu dibedakan secara
tegas antara nilai sebagai kata benda abstrak dengan cara perolehan nilai
sebagai kata kerja. Dalam beberapa hal sebenarnya telah ada kesepakatan
umum secara etis mengenai pengertian nilai, walaupun terdapat perbedaan
dalam memandang etika perilaku.
Definisi nilai sering dirumuskan dalam konsep yang berbeda-beda.
Seperti dinyatakan Kurt Baier (UIA, 2003), seorang sosiolog menafsirkan nilai
dari sudut pandangnya sendiri tentang keinginan, kebutuhan, kesenangan
seseorang sampai pada sanksi dan tekanan dari masyarakat. Seorang psikolog
menafsirkan nilai sebagai suatu kecenderungan perilaku yang berawal dari
gejala-gejala psikologis, seperti hasrat, motif, sikap, kebutuhan, dan keyakinan
yang dimiliki secara individual sampai pada wujud tingkah lakunya yang unik.
Seorang antropolog melihat nilai sebagai “harga” yang melekat pada pola
budaya masyarakat seperti dalam bahasa, adat kebiasaan, keyakinan, hukum
dan bentuk-bentuk organisasi sosial yang dikembangkan manusia. Lain lagi
dengan seorang ekonomi yang melihat nilai sebagai “harga” suatu produk dan
pelayanan yang dapat diandalkan untuk kesejahteraan manusia.
Perbedaan cara pandang mereka dalam memahami nilai telah
berimplikasi pada perumusan definisi nilai. Berikut ini dikemukakan empat
definisi nilai yang masing-masing memiliki tekanan yang berbeda.
Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar
pilihannya. Definisi ini dikemukakan oleh Gordon Allport (1964) sebagai
seorang ahli psikologi kepribadian. Bagi Allport, nilai terjadi pada wilayah
psikologis yang disebut keyakinan. Seperti ahli psikologi pada umumnya,
keyakinan ditempatkan sebagai wilayah psikologis yang lebih tinggi dari
wilayah lainnya seperti hasrat, motif, sikap, keinginan, dan kebutuhan. Karena
itu, keputusan benar-salah, baik-buruk, indah-tidak indah pada wilayah ini
merupakan hasil dari serentetan proses psikologis yang kemudian mengarahkan
individu pada tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan nilai pilihannya.
Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam
menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif (Kuperman,
1983). Definisi ini memiliki tekanan utama pada norma sebagai faktor
eksternal yang mempengaruhi perilaku manusia. Definisi ini lebih
mencerminkan pandangan sosiolog. Seperti sosiolog pada umumnya,
Kupperman memandang norma sebagai salah satu bagian terpenting dari
kehidupan sosial, sebab dengan penegakkan norma seseorang justru dapat
merasa tenang dan terbebas dari segala tuduhan masyarakat yang akan
merugikan dirinya. Oleh sebab itu, salah satu bagian terpenting dalam proses
pertimbangan nilai (value judgement), adalah pelibatan nilai-nilai normatif
yang berlaku di masyarakat.
Definisi yang berlaku umum dalam arti tidak memiliki tekanan pada
sudut pandang tertentu adalah definisi yang dikemukakan oleh Hans Jonas
(Bertens, 1999). Ia menyatakan bahwa nilai adalah alamat sebuah kata “ya”
(value is address of a yes), atau kalau diterjemahkan secara kontekstual, nilai
adalah sesuatu yang ditunjukkan dengan kata “ya”. Definisi ini merupakan
definisi yang memiliki kerangka lebih umum dan luas daripada dua definisi
sebelumnya. Kata “ya” dapat mencakup nilai keyakinan individu secara
psikologis maupun nilai patokan normatif secara sosiologis. Demikian pula,
penggunaan kata “alamat” dalam definisi itu dapat mewakili arah tindakan
yang ditentukan oleh keyakinan individu maupun norma sosial.7
Selain tiga definisi tadi, ada definisi nilai yang lebih Panjang dan lebih
lengkap yang dirumuskan oleh Kluckhon (Brameld, 1957). Ia mendefinisikan
nilai sebagai konsepsi (tersirat atau tersurat, yang sifatnya membedakan
individua tau ciri-ciri kelompok) dari apa yang diinginkan, yang
mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir
tindakan. Menurut Brameld, definisi itu memiliki banyak implikasi terhadap
pemaknaan nilai-nilai budaya dalam pengertian yang lebih spesifik andaikata
dikaji secara mendalam. Namun Brameld dalam bukunya tentang landasan-
landasan budaya pendidikan hanya mengungkap enam implikasi penting, yaitu:
(1) nilai merupakan konstruk yang melibatkan proses kognitif (logic dan
rasional) dan proses katektik (ketertarikan atau penolakan menurut kata hati);

7
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Alfabeta, Bandung, 2004. hal 8.
(2) nilai selalu berfungsi secara potensial, tetapi selalu tidak bermakna apabila
diverbalisasi; (3) apabila hal itu berkenaan dengan budaya, nilai diungkapkan
dengan cara yang unik oleh individua tau kelompok; (4) karena kehendak
tertentu dapat bernilai atau tidak, maka perlu diyakini bahwa nilai pada
dasarnya disamakan (equated) dari pada diinginkan, ia didefinisikan
berdasarkan keperluan sistem kepibadian dan sosio-budaya untuk mencapai
keteraturan atau untk menghargai orang lain dalam kehidupan sosial; (5)
pilihan di antara nilai-nilai alternative dibuat dalam konteks ketersediaan tujuan
antara (means) dan tujuan akhir (ends); dan (6) nilai itu ada, ia merupakan
fakta alam, manusia, budaya dan pada saat yang sama ia adalah norma-norma
yang telah disadari.
Kemudian menurut Brameld, pandangan Kluckhohn itu mencakup pula
pengertian bahwa sesuatu dipandang memiliki nilai apabila ia dipersepsi
sebagai sesuatu yang diinginkan. Makanan, uang, rumah, memiliki nilai karena
dipersepsi sebagai sesuatu yang baik, dan keinginan untuk memperolehnya
mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang. Tidak hanya materi atau
benda yang memiliki nilai, tetapi gagasan dan konsep juga dapat menjadi nilai,
seperti: kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Kejujuran misalnya, menjadi
sebuah nilai bagi seseorang apabila ia memiliki komitmen yang dalam terhadap
nilai itu yang tercermin dalam pola pikir, tingkah laku, dan sikap.
Definisi nilai di atas merupakan empat dari sekian banyak definisi nilai
yang dapat dirujuk. Para filosof nilai yang bekerja dalam Union of
International Association (UIA, 2003) melaporkan 15 definisi nilai yang
berbeda. Jumlah definisi ini diperkiraan masih akan bertambah jika kita
merujuk pada sejumlah buku yang membahas secara khusus atau hanya
menyinggung persoalan nilai sebagai makna yang abstrak, bukan sebagai harga
suatu barang atau benda. Karena itu, memilih definisi nilai bukan untuk
menyalahkan definisi lain, tetapi hal itu tergantung dari sudut pandang mana
kita melihat dan keperluan apa yang kita butuhkan.
Karena itu, untuk kebutuhan pengertian nilai yang lebih sederhana namun
mencakup keseluruhan aspek yang terkandung dalam empat definisi diatas, kita
dapat menarik suatu definisi baru yaitu: Nilai adalah rujukan dan keyakinan
dalam menentukan pilihan. Definisi ini dapat mewakili empat definisi yang
diajukan, walaupun ciri-ciri spesifik seperti norma, keyakinan, cara, tujuan,
sifat, dan ciri-ciri nilai tidak diungkapkan secara eksplisit. Kalau dibandingkan
dengan definisi nilai dari Hans Jonas, definisi baru ini secara eksplisit
menyertakan proses pertimbangan nilai, tidak hanya sekedar alamat dar sebuah
kata “ya”.
Definisi Nilai adalah adalah alat yang menunjukkan alasan dasar bahwa
cara pelaksanaan atau keadaan akhir tertentu lebih disukai secara sosial
dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan akhir yang berlawanan.
Nilai adalah standart tingkah laku, keindahan, keadilan, dan efisiensi
yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan serta dipertahankan. Nilai
adalah bagian dari potensi manusiawi seseorang, yang berada dalam dunia
rohaniah (batiniah, spiritual), tidak berwujud, tidak dapat dilihat, tidak dapat
diraba, dan sebagainya. Namun sangat kuat pengaruhnya serta penting
peranannya dalam setiap perbuatan dan penampilan seseorang. Nilai adalah
suatu pola normatif, yang menentukan tingkah laku yang diinginkan bagi suatu
system yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan
fungsi sekitar bagian-bagiannya. Nilai tersebut lebih mengutamakan
berfungsinya pemeliharaan pola dari system sosial.
Dari dua definisi tersebut dapat kita ketahui dan dirumuskan bahwasanya
nilai adalah suatu type kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup system
kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu
tindakan, atau mengenai suatu yang tidak pantas atau yang pantas dikerjakan,
dimiliki dan dipercayai. Jika nilai diterapkan dalam proses belajar mengajar
dapat diartikan sebagai pendidikan yang mana nilai dijadikan sebagai tolak
ukur dari keberhasilan yang akan dicapai dalam hal ini kita sebut dengan
pendidikan nilai. Pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-
nilai dalam diri seseorang. Suatu nilai ini menjadi pegangan bagi seseorang
yang dalam hal ini adalah siswa atau peserta didik, nilai ini nantinya akan
diinternalisasikan, dipelihara dalam proses belajar mengajar serta menjadi
pegangan hidupnya. Memilih nilai secara bebas berarti bebas dari tekanan
apapun. Nilai-nilai yang ditanamkan sejak dini bukanlah suatu nilai yang penuh
bagi seseorang. Situasi tempat, lingkungan, hukum dan peraturan dalam
sekolah, bisa memaksakan suatu nilai yang tertanam pada diri manusia yang
pada hakikatnya tidak disukainya-pada taraf ini semuanya itu bukan merupakan
nilai orang tersebut. Sehingga nilai dalam arti sepenuhnya adalah nilai yang
kita pilih secara bebas. Yang dalam hal ini adalah pengaktualisasian nilai-nilai
Islam dalam proses pembelajaran yang nantinya disajikan beberapa nilai-nilai
yang akan diterapkan dan dilaksanakan secara langsung dalam proses belajar
mengajar oleh guru. Sehingga dari situlah realisasi dari pada nilai itu terlaksana
dengan baik.
c. Pengertian Sumber Nilai
Dari kedua kata itu dapat dinyatakan bahwa sumber nilai adalah tempat
pengambilan alat yang menunjukan alasan dasar bahwa cara pelaksanaan atau
keadaan akhir tertentu lebih disukai secara sosial dibandingkan cara
pelaksanaan atau keadaan akhir yang berlawanaan.

4. Pengertian Pendidikan
Dari segi bahasa, pendidikan dapat diartikan perbuatan (hal, cara dan sebagainya)
mendidik; dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau pemeliharaan
(latihan-latihan dan sebagainya) badan, batin dan sebagainya (Poerwadarminta,
1991).8
Dalam bahasa Jawa, penggulawentah berarti mengolah, jadi mengolah
kejiwaannya ialah mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak sang anak.
Dalam bahasa Arab pendidikan pada umumnya menggunakan kata tarbiyah
(Daradjat, 2000).
Adapun pengertian pendidikan dari segi istilah kita dapat merujuk kepada
berbagai sumber yang diberikan para ahli pendidikan. Dalam Undang-Undang

8
Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, Alfabeta, Bandung, 2008. Hal 1.
Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1 UU RI No. 20 th. 2003) dinyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat
bangsa dan negara.9
Menurut M.J. Langeveld pendidikan adalah memberi pertolongan secara sadar
dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya
menuju kearah kedewasaan, dalam arti dapat berdiri dan bertanggung jawab Susila
atas segala tindakan-tindakannya menurut pilihannya sendiri.10
Ki Hajar Dewantara mendefenisikan pendidikan sebagaimana yang dikutip
oleh Abu Ahmadi dan Nur Ukhbiyati adalah sebagai tuntutan segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak agar mereka kelak menjadi manusia dan anggota masyarakat
yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.11 John
Dewey mewakili aliran filsafat pendidikan modern merumuskan Education is all one
growing; it has no end beyond its self, pendidikan adalah segala sesuatu bersamaan
dengan pertumbuhan, pendidikan sendiri tidak punya tujuan akhir di balik dirinya.
Dalam proses pertumbuhan ini anak mengembangkan diri ke tingkat yang makin
sempurna atau lifelong education, dalam artian pendidikan berlangsung selama
hidup. Pendidikan merupakan gejala insani yang fundamental dalam kehidupan
manusia untuk mengantarkan anak manusia kedunia peradaban. Juga merupakan
bimbingan eksistensial manusiawi dan bimbingan otentik, supaya anak mengenali
jati dirinya yang unik, mampu bertahan memiliki dan melanjutkan atau
mengembangkan warisan sosial generasi terdahulu, untuk kemudian dibangun lewat
akal budi dan pengalaman (Kartono, 1997).
Noeng Muhadjir merumuskan pendidikan sebagai upaya terprogram dari
pendidik membantu subyek didik berkembang ketingkat yang normative lebih baik,
dengan cara yang baik dalam konteks positif (Muhadjir, 1993).12

9
Ibid, Hal. 2.
10
Ibid
11
Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2013. Hal 27.
12
Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, Alfabeta, Bandung, 2008. Hal 3.
Sementara Zamroni memberikan definisi pendidikan adalah suatu proses
menanamkan dan mengembangkan pada diri peserta didik pengetahuan tentang
hidup, sikap dalam hidup agar kelak ia dapat membedakan barang yang benar dan
yang salah, yang baik dan yang buruk, sehingga kehadirannya ditengah-tengah
masyarakat akan bermakna dan berfungsi secara optimal (Zamroni, 2001). Dari
definisi tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan adalah merupakan usaha atau
proses yang ditujukan untuk membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar
ia dapat melakukan perannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal.
Dengan demikian pendidikan pada intinya menolong ditengah-tengah kehidupan
manusia. Pendidikan akan dapat dirasakan manfaatnya oleh manusia.13
5. Pengertian Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan
Sejak masa kenabian sampai saat ini, Islam tetap diakui sebagai ajaran (risalah)
agama yang sangat selaras dengan cita-cita kemajuan ilmu pengetahuan dan
pembentukan peradaban umat. Di pandang dari segi teologis, Islam memiliki sistem
ketuhanan yang sempurna, yang mengatur kehidupan alam semesta ini secara
totalitas. Singkatnya, kehadiran Islam selain mengajarkan bagaimana membangun
transendensi yang kokoh, tetapi juga memberi implikasi praktis-empiris, yakni
membawa misi kerahmatan bagi semesta alam.
Namun, secara faktual yang terjadi dilapangan eksistensi Islam belum
memperlihatkan suatu ajaran yang selaras dengan kemajuan sebagaimana yang
dimaksud di atas, tetapi dalam beberapa hal ajaran agama justru dipahami secara
parsial yang pada gilirannya membuat umat Islam itu sendiri terjebak pada dataran
normativ, eskatologis dan berlawanan dengan nilai-nilai kedinamisannya. Munculnya
wacana gagasan Islam liberal misalnya, telah melahirkan reaksi yang justru
mematikan substansi pemikiran umat.
Nampaknya masih ada kesenjangan antara cita-cita, pesan moral dan kenyataan
yang sesungguhnya. Karena sampai saat ini, literatur keagamaan semacam ini masih
agak ‘terbatas', dibandingkan dengan literatur keagamaan yang ranah kajiannya
berbau konseptual dan sulit diimplementasikan pada dataran praksis.

13
Ibid
Menurut Muslim A. Kadir (2003) saat ini perlu gagasan dan paradigma baru
bahwa tentang pentingnya ilmu Islam terapan (`amali) sebagai jawaban terhadap
kesenjangan literatur keagamaan selama ini. Sebab, warisan khazanah pemikiran
yang banyak kita kaji sebelumnya hanya berkisar pada tataran konseptual yang
cenderung bersifat abstrak dan bernuansa eskatologis. Pengembangan ilmu dalam
Islam harus mencapai tahap yang mampu berdaya untuk memberikan manfaat
konkret bagi umat Islam khususnya, dan masyarakat dunia pada umumnya.
Memahami doktrin Islam -landasan normativ- berarti harus diturunkan menjadi
pesan dan petunjuk dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan yang elegan bagi
kehidupan umat. Saat ini, problema yang masih dirasakan oleh umat Islam adalah
kesenjangan antara ide dan kenyataan. Sehingga fenomena ini mengaharuskan bagi
kita untuk menelaah kembali dengan menggunakan pendekatan dan metologis yang
tepat.
Salah satu upaya untuk menjembatani kesenjangan tersebut -kata Kadir- harus
dilakukan faktualisasi. Yakni suatu proses yang mengubah ide dalam Islam menjadi
fakta dalam keberagamaan pemeluk. Proses ini berisi rangkaian kegiatan pemeluk
yang merupakan pelaksanaan universalitas misi dan petunjuk dalam doktrin Islam,
bagi kehidupan konkret masyarakat. Ujung akhir dari proses faktualisasi adalah
Islam, yang bukan hanya sebagai ide, namun sudah meruang-waktu dalam wujud
tampilan konkret, lengkap dengan sifatnya, keadaan, tempat dan waktu tertentu,
dapat di indra, dalam kehidupan konkret pemeluk, dan dapat ditunjuk sebagai satuan
keberagamaan.
Proses faktualisasi dapat dipahami sebagai singularitas keberagamaan dalam
agama Islam. Perubahan universalitas menjadi singularitas ini sejajar dengan
perubahan dari agama menjadi keberagamaan pada diri pemeluk. Dalam konteks ini,
keberagamaan berarti menjalankan atau melaksanakan ajaran agama. Tanpa melalui
proses faktualaisasi kandungan doktrin agama sulit mengakar rumput.
Sebagaimana digagas oleh para ilmuan Muslim terdahulu, kita dapat
menjumpai sebuah termenologi "ideal moral" dan "legal formal" untuk merumuskan
tabiat keberagamaan dalam sumber ajaran Islam. Term pertama, menunjuk pada
pesan moral dan nilai kemanusiaan yang terdapat dalam ajaran, sedang kedua pada
tampilan dan cenderung bernuansa baku dari pelaksanaan ajarannya. Untuk term
yang pertama dapat diterima, namun term kedua terdapat banyak yang keberatan.
Gagasan tentang ilmu Islam amali berangkat dari kenyataan bahwa masalah-
masalah kontemporer saat ini tidak dapat dijelaskan dan dijawab dengan mewarisi
intelektual Islam (kondisi sosial keagamaan mereka) begitu saja. Sebab bukan tidak
mungkin warisan khazanah mengalami suatu -yang disebut Thomas S. Kuhn - tahap
anomali. Jadi pembongkaran ulang terhadap pemikiran sebelumnya sangat mungkin
untuk dilakukan, dan jalan keluarnya adalah merumuskan paradigma baru.
Keterbatasan ilmu Islam untuk menjawab dan menyelesaikan masalah ummat,
kata A, Kadir- mengakibatkan ketidakberhasilannya secara maksimal untuk
mencapai tujuan risalah seperti pada masa Rasullullah dan masa formasi Islam
(Golden Age of Islam). Tidak jarang, banyak penulis seperti; Lothrop Stoddrad,
George Antonius, Albert Hourani, W. Montgomery Watt, dan penulis Barat lainnya,
atau oleh Ahmad Amin, Ahmad Syalaby, Niyazi Berkes, dan penulis-penulis Timur
lainnya digambarkan sebagai periode kemunduran Islam. Aspek kemunduran ini
tidak hanya terbatas pada dimensi politik semata, melainkan juga meluas sampai ke
dimensi sosial, budaya, ilmu pengetahuan bahkan yang lebih memprihatinkan adalah
justru kemunduran di bidang keagamaan.
Kondisi kehidupan seperti ini tidak hanya menghambat, melainkan sudah
menggagalkan pencapaian tujuan risalah. Oleh karena itu, -kata A. Kadir- pokok
bahasan, perspektif umum dan metode pemecahan masalah ilmu Islam, tidak lagi
berhenti pada norma atau pemikiran spekulatif, melainkan secara pasti harus
menjangkau terapan ajaran dalam kehidupan praktis atau dimensi ‘amali dari
keberagamaan Islam.
Karena itu, paradigma yang perlu dibangun untuk membentuk ilmu Islam amali
dapat dirumuskan dengan menggunakan pendekatan ahkamy, falsafy dan wijdany.
Membangun keberagamaan perlu ditandai dengan kegiatan intelektual yang
didasarkan pada paradigma tersebut. Dengan demikian, kualitas risalah dalam
konteks sosiokulturalnya, sangat ditentukan oleh seberapa jauh potensi intelektual di
dalam masing-masing paradigma itu.
Kerangka paradigma di atas, merupakan kunci pokok untuk memperoleh
universalitas pesan moral dan nilai kemanusiaan yang terkandung dalam kitab suci
maupun dari sunnah Rasulullah. Di sinilah faktualisasi itu bergerak menuju kondisi
sosial yang saat ini berkembang sebagaimana substansi ajaran agama itu diturunkan
di muka bumi ini. Jadi tidak ada kesulitan yang berarti, jika ada upaya untuk
menafsirkan dan menta'wilkannya dengan secara kritis. Karena secara epistemologis,
upaya melakaukan hal itu selaras dengan pandangan al-qur'an yang sangat tinggi
menghargai kedudukan akal.
Kesempurnaan ajaran bukan bukan berarti tidak membutuhkan kerja keras
untuk berusaha memahami dan menangkap substansi kandungannya. Karena itu,
kajian keilmuan baik yang bersifat keagamaan, masalah ilmu-ilmu sosial, humaniora
sangat membutuhkan kerangka metodologis yang sistematis yang dapat diuji
kebenarannya. Ilmu dan agama sama-sama memiliki sifat yang mendorong pada nilai
pragmatis. Jika terjadi pemisahan antara kedua jantung keilmuan tersebut, maka
kehancuran dan sekularisme sulit bisa disembuhkan.
Dalam konteks sosiokultural, antara ajaran agama dan kemajuan sains harus
dapat berjalan seiring dan seirama. Secara sosiologis keduanya sama-sama memiliki
fungsional untuk membentuk diri manusia sejahtera, bahagia dan rasa aman.
Pengembangan petunjuk dalam ajaran Islam diharapkan menjadi sains
keagamaan, dan pada akhirnya dapat ditumbuhkan teknologi untuk memberdayakan
potensi agama. Jika tahap perkembangan ini tercapai, maka keunggulan dan manfaat
ajaran agama tidak berhenti pada keyakinan semata, namun sudah dapat dibuktikan
dalam praktis kehidupan.14

B. Pengertian Pelaksanaan Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem Nilai


1. Makna Pelaksanaan15
Pelaksanaan adalah suatu tindakan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara
matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah
14
https://mangmumin.blogspot.com/2018/01/islam-sebagai-sumber-nilai-dalam.html
15
https://www.google.com/search?client=firefox-b-d&q=pengertian+pelaksanaan
dianggap siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone dan
Wildavsky mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi.
2. Pengertian Pendidikan Islam
Menurut bahasa, kata pendidikan dalam bahasa Arab berasal dari
kata “Tarbiyah”. Tarbiyah berasal dari suku kata roba-yarbu yang berarti
penambahan, pertumbuhan, pemeliharaan, dan penjagaan.
Az-Zamakhsyari menambahkan makna kata tersebut dengan “pengajaran” 
dan “kedudukan tinggi”. Sedangkan Majduddin menambahkan makna lain, yakni
memberi makna dan kemuliaan.
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menggunakan kata tarbiyah seperti
dalam surat 17 ayat 24, sebagai berikut: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Al-Qur’an sering menggunakan kata lain untuk tarbiyah seperti tilawah
(membaca), tazkiyah (pensucian jiwa), ta’lim (pengajaran) dan tathir (pensucian)
seperti yang terdapat dalam surat 26:18, surat 2:151.
Adapun menurut istilah, pendidikan diartikan sebagaimana pendapat beberapa
ulama di bawah ini:
Al-Qadhi Al-baidhowi, mengartikan pendidikan (tarbiyah) sebagai membawa
sesuatu ke arah kesempurnaan secara bertahap. Definisi ini amat umum karena
mencakup pendidikan manusia, pemeliharaan binatang, tumbuh-tumbuhan dan lain-
lain. Definisi ini tidak diwarnai dengan corak islam.
Ibnu Sina mengartikan tarbiyah sebagai pembiasaan. Yang dimaksud dengan
pembiasaan adalah melakukan sesuatu berulang-ulang dalam masa yang lama dan
dalam waktu yang berdekatan. Definisi ini telah menyempitkan bidang tarbiyah pada
satus isi saja yaitu “pembiasaan”.
Dr. Miqdad Yajian, mengklasifikasikan pengertian pendidikan (tarbiyah)
Islamiyah sebagai berikut:
a. Kurikulum materi-materi keislaman di sekolah atau madrasah
b. Sejarah pendidikan, sejarah lembaga pendidikan atau sejarah tokoh-tokoh
pendidikan di negara islam
c. Pengajaran ilmu-ilmu keislaman
d. Sistem pendidikan intergral yang diambil dari arahan dan ajaran islam yang
murni, serta berbeda dengan pendidikan lain baik Barat ataupun Timur

Rif’ah Rafi’ Ath Thathawi mendefinisikan pendidikan sebagai usaha


mengembangkan jasmani dan jiwa anak didik semenjak lahir sampai tua dengan
pengetahuan agama dan dunia.
Prof. Dr. Abdul Gani Abud berpendapat bahwa pendidikan islam yang kita
inginkan adalah sebagaimana pendidikan yang ideal dan sebagaimana seharusnya,
yakni pendidikan Islam yang tujuan dan dasar-dasarnya berdasarkan kepada ruh
Islam yang dituangkan Allah dalam Al-Qur’an yang dicontohkan Rasul dalam hadits.
Jadi yang kita inginkan itu adalah pendidikan yang berada dalam lingkungan
kehidupan yang penuh dengan suasana yang Islami seperti yang digariskan dalam
Al-Qur’an dan hadist Rasulullah.16
Dari beberapa pengertian dari para ulama diatas maka kami dapat
menyimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses bimbingan dan
pengarahan yang dilakukan secara terencana dan bertahap oleh seorang dewasa
kepada terdidik agar memiliki kepribadian muslim sesuai dengan potensi yang
dimiliki.
3. Pengertian Sistem Nilai
a. Pengertian Sistem
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah
suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama
untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering
dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di
mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.
Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan
yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh
umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari
beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan

16
Buku Standar Mutu Sekolah Islam Terpadu
sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai
penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut.
Kata “sistem” banyak sekali digunakan dalam percakapan sehari-hari,
dalam forum diskusi maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk
banyak hal, dan pada banyak bidang pula, sehingga maknanya menjadi
beragam. Dalam pengertian yang paling umum, sebuah sistem adalah
sekumpulan benda yang memiliki hubungan di antara mereka.
Sistem memiliki objek yang beragam, mulai dari hal fisik misalnya untuk
organisme dan barang elektronik, pada dunia sosial misalnya untuk menyebut
sebuah organisasi, sampai ke dunia ide misalnya “sistem nilai. Konsep
“pemikiran sistem” lahir dari dunia ilmu alam yang digeluti Herbert Spencer
dan penerusnya, serta bidang biologi oleh HJ Henderson dan pengikutnya.
Konsep sistem telah digunakan dalam ilmu ekonomi, antroplogi, psikologi,
ilmu politik, sosiologi, dan terutama dalam teori organisasi.
Sistem terdapat dalam tubuh manusia sebagai unit fungsi fisiologis,
dalam suatu organisme berupa fungsi dan proses vital di dalamnya, dalam
sekumpulan komponen mekanik dan elektrik pada benda elektronik, dalam
suatu jaringan saluran sehingga memungkinkan untuk berkomunkasi, atau
dalam suatu jaringan komputer yang saling terhubung dalam satu kantor
misalnya. Sistem juga dapat bemakna sejumlah ide dan prinsip yang saling
berhubungan yang terorganisasi, sebagai suatu bentuk organisasi sosial-
ekonomi-politik, atau sebagai sejumlah objek dan fenomena yang terkelompok
bersama.
Dalam makna sistem sebagai suatu organisasi dari sejumlah element dan
bagian yang bekerja sebagai sebuah unit, maka beberapa kata yang dekat
dengan pengertian ini adalah entity, integral, sum, totality,dan  whole. Sistem
juga dapat bermakna sebagai sejumlah bagian yang berkomposisi saling
terkoneksi, atau disebut sebagai kompleks (complex). Dan, dalam makna
sebagai susunan dan desain yang sistematis, maka ia dekat dengan kata-kata:
method, order, orderliness, organization, pattern, plan, systematization, dan
systemization. Sedangkan, sebagai pendekatan yang digunakan untuk melihat
sesuatu, makna sistem tergambar dalam kata-kata: fashion, manner, method,
mode, modus operandi, style, dan way.
Sebuah sistem, adalah sebuah komposisi dari sejumlah element yang
saling berinteraski sehingga membentuk sebuah kesatuan yang padu (a unified
whole). Kata “sistem” berasal dari bahsa Latin and Yunani yang bermakna
sebagai “combine, to set up, to place together”. Jadi, sebuah sistem berisi
komponen atau elemen, yang saling terkoneksi secara bersama-sama dalam
tujuan untuk memfasilitasi aliran informasi, materi, maupun energi. Setiap
objek mestilah merupakan sebuah sistem.17
b. Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ideal, bukan benda kongkrit, bukan
fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian
empirik melainkan soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki,
disenangi dan tidak disenangi.18 Nilai-nilai adalah banyaknya isi, kadar, mutu
atau esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan
manusia.19
Sedangkan EM. Kaswardi menyebutkan nilai adalah realitas abstrak yang
merupakan prinsip-prinsip yang menjadi pedoman hidup seseorang.20 Nilai
merupakan daya pendorong dalam hidup, yang memberi makna dan
pengabsahan pada tindakan seseorang. Nilai mempunyai dua segi intelektual
dan emosional, kombinasi kedua dimensi tersebut menentukan sesuatu nilai
beserta fungsinya dalam kehidupan. Bila dalam pemberian makna dan
pengabsahan terhadap suatu tindakan, unsur emosionalnya kecil sekali,
sementara unsur intelektualnya lebih dominan, kombinasi tersebut disebut
norma/prinsip. Norma-norma/prinsip-prinsip seperti keimanan, keadilan
persaudaraan dan sebagainya baru menjadi nilainilai apabila dilaksanakan
dalam pola tingkah laku dan pola berpikir suatu kelompok. Jadi norma bersifat

17
https://goenable.wordpress.com/tag/sistem-nilai/
18 2
M. Chabib Toha, Kapita Seklekta Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 61. Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembiaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), 281.
19
M. Chabib Toha, Kapita Seklekta, 62.
20
EM. Kaswardi, Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000 (Jakarta: Gramedia, 1993), 20.
universal dan absolut, sedangkan nilai-nilai bersifat khusus dan relatif bagi
masing-masing kelompok.21
c. Pengertian Sistem Nilai
Sedangkan yang dimaksud dengan sistem nilai menurut M. Arifin adalah
keseluruhan tatanan yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang satu sama
lain saling mempengaruhi atau bekerja dalam satu kesatuan/ keterpaduan yang
bulat yang berorientasi kepada nilai.22
4. Makna Pendidikan Islam Sebagai Sistem Nilai
Pendidikan selain mengandung unsur pengalihan pengetahuan, keterampilan, juga
mengandung unsur penanaman nilai. Bahkan, tidak sedikit ahli pendidikan yang
memandang penanaman nilai-nilai yang erat kaitannya dengan pembentukan watak
pribadi peserta didik merupakan bagian hakiki pendidikan. Tokoh pendidikan
nasional Indonesia telah menekankan bahwa, kegiatan pendidikan mempunyai dua
aspek pokok, yaitu: (1) aspek pengajaran dan latihan sebagai sarana penyampaian
pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat baik bagi pribadi peserta didik
maupun masyarakat; (2) aspek pembudayaan kepribadian melalui pendidikan budi
pekerti.
Penanaman nilai-nilai merupakan bagian hakiki pendidikan, maka bagi mereka
yang mempersiapkan diri menjadi pendidik merupakan suatu kewajiban untuk
mendalami aksiologi atau ilmu tentang nilai-nilai, baik itu nilai estetis, nilai moral,
maupun nilai spiritual. Pertanyaan pokok yang muncul disini adalah nila-nilai mana
yang seharusnya atau paling tidak selayaknya ditanamkan dalam proses pendidikan.
Jawaban atas pertanyaan ini tentu saja ada berbagai macam sesuai dengan filsafat
hidup yang dianut oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Untuk lembaga-lembaga pendidikan di indonesia yang menganut falsafah
hidup pancasila, semestinya dibicarakan tentang penanaman nilai-nilai Pancasila
dalam proses pendidikan. Dan untuk lembaga-lembaga pendidikan agama Islam
memiliki falsafah hidup “Islami”, maka semestinya yang dibicarakan adalah tentang
penanaman nilai-nilai islami dalam proses pendidikan.23
21
Ibid., 25.
22
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), 139.
23
Ismail Thoib, Wacana Baru Pendidikan (Meretas Filsafat Pendidikan islam) Cet Ke-3, (Mataram : Alam Tara Institute, 2009),
h. 133-134
Islam memandang nilai sebagai sesuatu yang absolut dan relatif sekaligus.
Perintah-perintah dan larangan-larangan Tuhan (wahyu) yang dinyatakan secara jelas
dan tegas dalam kitab suci lebih khusus lagi pada dimensi ibadah khas, bagi Islam
merupakan nilai-nilai yang absolut sedangkan norma-norma kemanusiaan merupakan
nilai-nilai yang relatif. Pada nilai pertama, karena bersifat absolut dan berlaku
universal bagi semua kaum muslimin tanpa melihat kapan dan dimana ia hidup,
maka nilai-nilai tersebut harus diterima dan dilaksanakan apa adanya. Sedangkan
pada nilai yang kedua, karena bersifat relatifis, maka selama tidak bertentangan nilai-
nilai universal (wahyu), manusia dipersilahkan untuk mengembangkan
kreativitasnya. Pada nilai-nilai muamalat ini, tidak mesti sama antara umat Islam
yang satu dengan umat Islam yang lainnya, yang hidup pada masa dan tempat yang
berbeda.24
Agama Islam yang diwahyukan Allah Swt kepada Muhammad Saw. Pada
hakekatnya merupakan suatu ajaran yang sarat dengan nilai-nilai, baik nilai yang
absolut universal maupun nilai-nilai yang yang bersifat relatif. Hal tersebut
missalnya dapat ditangkap dari beberapa informasi wahyu dan sunnah Rasul seperti
sabda Rasulullah Saw: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia”. Akhlak mulia dimaksud adalah meliputi akhlak mulia kepada
Allah Swt. Atau dimensi ubudiyah dan akhlak mulia kepada sesama manusia
(muamalat) dan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.25
Aspek nilai dalam Islam, meskipun dapat dibedakan kedalam kategori
yang ubudiyah dan mu’amalat namun nilai dan moralitas Islami sesungguhnya
bersifat menyeluruh (komprehensif) dan terpadu (integral), tidak terpecah-pecah
menjadi bagian-bagian yang satu dengan yang lain berdiri sendiri. Nilai-nilai
tersebut, bila dilihat secara noratif mengandung dua kategori yaitu pertimbangan
tentang baik dan buruk, benar dan salah, hak dan batil, diridhoi dan dikutuk oleh
Allah Swt. Nilai-nilai mengandung lima pengertian kategorial yang menjadi prinsip
standarisasi perilaku manusia yaitu:
a. Wajib atau fardhu, yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala dan bila
ditinggalkan orang akan mendapat siksa Allah Swt.
24
Ibid., h. 141
25
Ibid., h. 142
b. Sunnah atau mustahab, yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala dan
bila ditinggalkan orang tidak akan mendapat siksa.
c. Mubah atau jaiz yaitu bila dikerjakan orang tidak akan mendapat siksa dan bila
ditinggalkan juga tidak akan mendapat siksa.
d. Makruh yaitu bila dikerjakan orang tidak akan disiksa, hanya tidak disukai oleh
Allah Swt dan bila ditinggalkan orang akan mendapat pahala.
e. Haram yaitu bila dikerjakan orangg akan mendapat siksa dan bila ditinggalkan
akan mendapat pahala.

Nilai-nilai yang tergolong kedalam lima kategori tersebut bersifat operatif dan
berlaku dalam situasi dan kondisi biasa. Apabila manusia dalam situasi dan kondisi
darurat (terpaksa), peberlakuan nilai-nilai tersebut bisa berubah. Sebagai contoh pada
waktu orang berada dalam situasi dan kondisi kelaparan karena tidak ada makanan
yang halal, maka orang diperbolehkan memakan makanan yang dalam keadaan biasa
haram, seperti dagingg babi, anjing, bangkai dan sebagainya.
Pendidikan Islam memiliki tujuan pokok yaitu membentuk pribadi muslim.
Pribadi muslim dimaksud adalah pribadi yang segala dimensi kehidupannya
senantiasa diwarnai oleh nilai-nilai Islami. Pribadi yang dalam segala dimensi
kehidupannya diwarnai oleh nilai-nilai Islami inilah yang disebut dengan pribadi
akhlakul karimah. Hakikat tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia
berkeribadian muslim. Maka kurikulum dan pelaksanaan pendidikan Islam sangat
menekankan pentingnya penanaman nilai-nila moral agama. Isi kurikulum dan tata
cara pelaksanaan pendidikan islam boleh jadi bersifat variatif, tetapi nilai-nilai Islami
tetap dikedepankan atau dihadirkan sebagai pengontrol operasionalisasi pendidikan.26

C. Hubungan Islam Sebagai Sumber Nilai dan Sistem Nilai Dalam Pendidikan
1. Makna Hubungan
Hubungan adalah sesuatu yang terjadi apabila dua orang atau hal atau keadaan saling
mempengaruhi dan saling bergantung antara satu dengan yang lainnya. Menurut
Tams Jayakusuma (2001:25), hubungan adalah suatu kegiatan tertentu yang

26
Ibid., h 141-142.
membawa akibat kepada kegiatan yang lain. Selain itu arti kata hubungan dapat juga
dikatakan sebagai suatu proses, cara atau arahan yang menentukan atau
menggambarkan suatu obyek tertentu yang membawa dampak atau pengaruh
terhadap obyek lainnya.27
2. Makna Islam Sebagai Sumber Nilai
Pada pandangan Islam, sumber asas yang menentukan sistem nilai adalah wahyu
Allah dalam bentuk al-Qur’an dan al-Sunnah. Hal ini bermakna bahawa sistem nilai
Islam yang terbentuk daripada panduan wahyu ini tidak bersifat subjektif dan
abstrak. Sebaliknya, nilai itu jelas dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Apa-apa tradisi,
kebiasaan, amalan dan budaya yang dianggap baik oleh sumber wahyu, maka ia
adalah baik pada bila-bila masa sahaja bagi mana-mana masyarakat juga. Sebaliknya,
apa-apa yang dianggap sebagai buruk atau jahat dalam sumber wahyu, maka ia tetap
jahat dan buruk bagi mana-mana masyarakat juga pada bila-bila masa sahaja. Hal ini
bererti nilai-nilai ini akan tetap kekal dan tidak akan berubah-ubah sampai bila-bila
bagi mana-mana masyarakat juga. Sebagai bandingan kepada contoh-contoh sebelum
ini, Islam telah meletakkan kedudukan yang tinggi bagi golongan wanita seawal
zaman Islam lagi. Kedudukan ini akan terus kekal dan tidak akan berubah sampai
kapan pun.
Islam meletakkan wahyu mengatasi pemikiran manusia dalam menentukan
sistem nilai kerana pemikiran manusia mempunyai batasan tertentu dan kelemahan
tertentu dalam menetapkan apa-apa yang baik dan buruk bagi kehidupan mereka.
Antara kelemahan pemikiran manusia ialah sentiasa dipengaruhi oleh unsur-unsur
pilih kasih, berat sebelah dan sebagainya. Setiap manusia mengingini yang lebih baik
bagi dirinya atau kelompoknya berbanding diri orang lain atau kelompok lain. Hal ini
bermakna jika pemikiran manusia semata-mata dibiarkan untuk menentukan apa
yang baik atau buruk atau apa yang adil atau zalim bagi dirinya, kelompoknya dan
kelompok lain, maka akan sentiasa berlaku ketidakadilan terhadap orang lain dan
kelompok lain.
Namun begitu, panduan wahyu daripada al-Qur’an dan al-Sunnah tidaklah
terlalu terperinci dalam semua perkara sehingga mampu menjawab dengan khusus

27
http://digilib.unila.ac.id/11484/3/BAB%20II.pdf
segala perkara yang berlaku dalam kehidupan semua manusia pada semua zaman.
Dalam perkara-perkara seperti ini, maka Islam membenarkan manusia menentukan
nilai yang baik dan buruk dengan menggunakan akal fikiran mereka sendiri
berpandukan kepada wahyu. Hal ini bererti mereka boleh menggunakan akal fikiran
bagi menentukan nilai baik, buruk dan sebagainya dengan berdasarkan kepada
prinsip-prinsip yang mempunyai kaitan dengan perkara tersebut dalam wahyu al-
Qur’an mahupun al-Sunnah.
Dalam menentukan nilai bagi perkara yang tidak diperincikan oleh wahyu,
maka faktor adat dan uruf (tradisi, amalan kebiasaan) sesuatu masyarakat memainkan
peranan penting. Sesuatu amalan atau kebiasaan yang telah diterima sebagai baik
bagi sesuatu masyarakat dan amalan tersebut pula tidak membawa apa-apa
keburukan dan tidak berbahaya bagi mereka, maka amalan dan kebiasaan itu akan
diterima. Hal ini bermakna, adat dan uruf juga merupakan faktor penting dalam
menentukan sistem nilai dalam Islam.
Perbincangan di atas dengan jelas menunjukkan bahawa sumber utama sistem
nilai menurut pandangan Islam ialah al-Qur’an, al-Sunnah dan adat atau uruf sesuatu
masyarakat.

Hierarki nilai
Dalam menentukan hierarki nilai, sistem nilai dalam Islam mempunyai garis panduan
yang tersendiri. Terdapat dua kategori nilai dalam Islam iaitu mahmudah dan
mazmumah.

Pelaksanaan nilai dalam kehidupan


Sistem nilai Islam disandarkan kepada konsep Islam itu sendiri iaitu tunduk dan
patuh kepada Allah Swt. Nilai-nilai yang berhubung dengan kehidupan baik dari segi
sosial, ekonomi, politik dan budaya mempunyai punca yang sama iaitu nilai yang
diambil daripada sumber al-Qur’an dan al-Sunnah. Penilai yang mutlak dan tertinggi
dalam Islam ialah Allah Swt. Maka segala nilai hidup perlu diikat dengan tujuan
untuk mencari keridhaan Allah Swt. semata-mata. Al-Qur’an yang menjadi sumber
nilai utama dalam kehidupan manusia dengan jelas telah menggariskan apa yang
patut ditaati dan dijauhi oleh umat Islam sebagai panduan kehidupan mereka.
3. Makna Sistem Nilai Dalam Pendidikan
Sistem nilai dalam pendidikan bisa diartikan sebagai keseluruhan tatanan yang terdiri
dari dua atau lebih komponen yang satu sama lain saling mempengaruhi atau bekerja
dalam satu kesatuan/ keterpaduan yang bulat di dalam seluruh bidang pendidikan.
4. Makna Hubungan Islam Sebagai Sumber Nilai dan Sistem Nilai dalam Pendidikan
Jika disinergikan antara sumber nilai dan sistem nilai hubungannya adalah Islam
sebagai sumber nilai bahwasannya didalamnya ada sumber agama yaitu al qur’an,
hadist dan ijtihad. Kemudian yang yang tiga itu adalah sumber ajaran Islam dan
menjadi sumber nilai yang kemudian di implementasikan atau di praktikan di dalam
lembaga pendidikan Islam. Seterusnya lembaga pendidikan itu mengajarkan materi
nilai yang diperoleh dari sumber nilai untuk kemudian menghasilkan sistem nilai.

D. Hakikat Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan dan Pelaksanaan Pendidikan
Islam Sebagai Suatu Sistem Nilai Dalam Pembentukan Akhlakul Karimah
1. Makna Hakikat
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, Hakikat memiliki dua definisi, yaitu:
 Hakikat berarti: intisari atau dasar. Contoh : dia yg menanamkan “hakikat”
ajaran Islam di hatiku.
 Hakikat berarti: kenyataan yg sebenarnya (sesungguhnya): Contoh : pada
“hakikat”nya mereka orang baik-baik; syariat palu-memalu, pd -- nya adalah
balas-membalas, pb kebaikan harus dibalas dng kebaikan

Pengertian lain Hakikat


Kata hakikat (Haqiqat)  merupakan kata benda yang berasal dari bahasa Arab yaitu
dari kata “Al-Haqq”, dalam bahasa indonesia menjadi kata pokok yaitu kata “hak“
yang berarti milik (kepunyaan), kebenaran, atau yang benar-benar ada, sedangkan
secara etimologi hakikat berarti inti sesuatu, puncak atau sumber dari segala sesuatu.
Dapat disimpulkan bahwa hakikat adalah kalimat atau ungkapan yang
digunakan untuk menunjukkan makna yang yang sebenarnya atau makna yang paling
dasar dari sesuatu seperti benda, kondisi atau pemikiran, Akan tetapi ada beberapa
yang menjadi ungkapan yang sudah sering digunakan dalam kondisi tertentu,
sehingga menjadi semacam konvensi, hakikat seperti disebut sebagai hakikat secara
adat kebiasaan.28
2. Makna Islam Sebagai Sumber Nilai dalam Pendidikan
Nilai adalah standart tingkah laku, keindahan, keadilan, dan efisiensi yang
mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan serta dipertahankan. Nilai adalah bagian
dari potensi manusiawi seseorang, yang berada dalam dunia rohaniah (batiniah,
spiritual), tidak berwujud, tidak dapat dilihat, tidak dapat diraba, dan sebagainya.
Namun sangat kuat pengaruhnya serta penting peranannya dalam setiap perbuatan
dan penampilan seseorang. Nilai adalah suatu pola normatif, yang menentukan
tingkah laku yang diinginkan bagi suatu system yang ada kaitannya dengan
lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi sekitar bagian-bagiannya. Nilai
tersebut lebih mengutamakan berfungsinya pemeliharaan pola dari system sosial.
Dari dua definisi tersebut dapat kita ketahui dan dirumuskan bahwasanya nilai
adalah suatu type kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup system
kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan,
atau mengenai suatu yang tidak pantas atau yang pantas dikerjakan, dimiliki dan
dipercayai. Jika nilai diterapkan dalam proses belajar mengajar dapat diartikan
sebagai pendidikan yang mana nilai dijadikan sebagai tolak ukur dari keberhasilan
yang akan dicapai dalam hal ini kita sebut dengan pendidikan nilai. Pendidikan nilai
adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai dalam diri seseorang. Suatu nilai ini
menjadi pegangan bagi seseorang yang dalam hal ini adalah siswa atau peserta didik,
nilai ini nantinya akan diinternalisasikan, dipelihara dalam proses belajar mengajar
serta menjadi pegangan hidupnya. Memilih nilai secara bebas berarti bebas dari
tekanan apapun. Nilai-nilai yang ditanamkan sejak dini bukanlah suatu nilai yang
penuh bagi seseorang. Situasi tempat, lingkungan, hukum dan peraturan dalam
sekolah, bisa memaksakan suatu nilai yang tertanam pada diri manusia yang pada
hakikatnya tidak disukainya-pada taraf ini semuanya itu bukan merupakan nilai
orang tersebut. Sehingga nilai dalam arti sepenuhnya adalah nilai yang kita pilih
secara bebas. Yang dalam hal ini adalah pengaktualisasian nilai-nilai Islam dalam
proses pembelajaran yang nantinya disajikan beberapa nilai-nilai yang akan

28
http://www.definisi-pengertian.com/2015/01/definisi-dan-pengertian-hakikat.html
diterapkan dan dilaksanakan secara langsung dalam proses belajar mengajar oleh
guru. Sehingga dari situlah realisasi dari pada nilai itu terlaksana dengan baik.
Jadi nilai-nilai Islam pada hakikatnya adalah kumpulan dari prinsip-prinsip
hidup, ajaran-ajaran tentang bagaimana seharusnya manusia menjalankan
kehidupannya di dunia ini, yang satu prinsip dengan lainnya saling terkait
membentuk satu kesatuan yang utuh tidak dapat dipisah-pisahkan.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, nilai-nilai Islam atau nilai keislman
adalah:
Nilai-nilai keislaman merupakan bagian dari nilai material yang terwujud
dalam kenyataan pengalaman rohani dan jasmani. Nilai-nilai Islam merupakan
tingkatan integritas kepribadian yang mencapai tingkat budi (insan kamil). Nilai-nilai
Islam bersifat mutlak kebenarannya, universal dan suci. Kebenaran dan kebaikan
agama mengatasi rasio, perasaan, keinginan, nafsu-nafsu manusiawi dan mampu
melampaui subyektifitas golongan, ras, bangsa, dan stratifikasi sosial.
3. Makna Pelaksanaan Pendidikan Islam Sebagai suatu Sistem Nilai
Hakikat pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai. Proses
pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses penyesuaian
terhadap nilai.29 Nilai pendidikan Islam perlu ditanamkan pada anak sejak kecil agar
mengetahui nilai-nilai agama dalam kehidupannya.30
Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai Islam yang
mendukung dalam pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi suatui rangkaian atau
sistem di dalamnya. Nilai tersebut menjadi dasar pengembangan jiwa anak sehingga
bisa memberi output bagi pendidikan yang sesuai dengan harapan masyarakat luas.
4. Makna Pembentukan
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia Pembentukan memiliki definisi sebagai
Proses, cara, perbuatan membentuk.

29
Ibid, 127.
30
Ibid.
5. Makna Akhlakul Karimah
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, akhlak diartikan sebagai budi  pekerti atau
kelakuan. Dalam Bahasa Arab kata akhlak (akhlaq) diartikan sebagai tabiat,
perangai, kebiasaan, bahkan agama. Meskipun kata akhlak berasal dari Bahasa Arab,
tetapi kata akhlak tidak  terdapat di dalam Al-Qur’an. Kebanyakan kata akhlak
dijumpai dalam hadis. Satu-satunya kata yang ditemukan semakna akhlak dalam al-
Qur’an adalah bentuk tunggal, yaitu khuluq, tercantum dalam surat al-Qalam ayat 4:
Wa innaka la’ala khuluqin ‘adzim, yang artinya: Sesungguhnya engkau
(Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung.
Sedangkan hadis yang sangat populer menyebut akhlak adalah hadis riwayat
Malik, Innama bu’itstu liutammima makarima al akhlaqi,yang artinya: Bahwasanya
aku (Muhammad) diutus menjadi Rasul tak lain adalah untuk menyempurnakan
akhlak mulia.Perjalanan keilmuan selanjutnya kemudian mengenal istilah-istilah
adab (tatakrama), etika, moral, karakter disamping kata akhlak itu sendiri, dan
masing-masing mempunyai definisi yang berbeda.
Menurut Imam Gazali, akhlak adalah keadaan yang bersifat batin dimana dari
sana lahir perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan tanpa dihitung resikonya (al
khuluqu haiatun rasikhotun tashduru ‘anha al  afal bi suhulatin wa yusrin min ghoiri
hajatin aufikrin waruwiyyatin. Sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu yang berbicara
tentang baik dan buruk dari suatu perbuatan. Dari definisi itu maka dapat  difahami
bahwa istilah akhlak adalah netral, artinya ada akhlak yang terpuji (al-akhlaq al-mah-
mudah) dan ada akhlak yang tercela (al-akhlaq al-mazmumah). Ketika berbicara
tentang nilai baik buruk maka muncullah persoalan tentang konsep baik buruk.
Dari sinilah kemudian terjadi perbedaan konsep antara akhlak dengan etika.
Etika (ethica) juga berbicara tentang baik buruk, tetapi konsep baik buruk dalam
ethika bersumber kepada kebudayaan, sementara konsep baik buruk dalam ilmu
akhlak bertumpu kepada konsep wahyu, mesÂkipun akal juga mempunyai kontribusi
dalam menentukannya. Dari segi ini maka dalam ethica dikenal ada etika Barat, etika
Timur dan sebagainya,sementara al-akhlaq al-karimah tidak mengenal konsep
regional, meskipun perbedaan pendapat juga tak dapat dihindarkan. Etika juga sering
diartikan sebagai norma-norma kepantasan (etiket), yakni apayang dalam bahasa
Arab disebut adab atau tatakrama.
Sedangkan kata moral meski sering digunakan juga untuk menyebut akhlak,
atau etika tetapi tekanannya pada sikap seseorang terhadap nilai, sehingga moral
sering dihubungkan dengan kesusilaan atau perilaku susila. Jika etika itu masih ada
dalam tataran konsep maka moral sudah ada pada tataran terapan.Melihat akhlak,
etika atau moral seseorang, harus dibedakan antara perbuatan yang bersifat
temperamental dengan perbuatan yang bersumber dari karakter kepribadiannya.
Temperamen merupakan corak reaksi seseorang terhadap berbagai rangsang yang
berasal dari lingkungan dan dari dalam diri sendiri. Temperamen berhubungan erat
dengan kondisi biopsikologi seseorang, oleh karena itu sulit untuk berubah.
Sedangkan karakter berkaitan erat dengan penilaian baik buruknya tingkahlaku
seseorang didasari oleh bermacam-macam tolok ukur yang dianut masyarakat.
Karakter seseorang terbentuk melalui perjalanan hidupnya, oleh karena itu ia bisa
berubah30
6. Makna Hakikat Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan dan Pelaksanaan
Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem Nilai Dalam Pembentukan Akhlakul
Karimah
Hakikatnya Islam sebagai sumber nilai itu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw
untuk membawa misi untuk menyempurnakan akhlak manusia dan itu sumber-
sumbernya ada di dalam al qu’an, al hadist maupun ijtihad. Kemudian sumber-
sumber itu di implementasikan di dalam lembaga pendidikan islam dimana lembaga
pendidikan islam itu mengajarkan atau memberi pelajaran seperti akhlak kepada
siswa untuk membantu menjadikan peserta didik untuk membentuk akhlakul
karimah.

30
https://sugiartoagribisnis.wordpress.com/2010/04/08/akhlakul-karimah-dan-pengertiannya/
BAB III

ANALISIS ISLAM SEBAGAI SUMBER NILAI DALAM PENDIDIKAN DAN


PELAKSANAAN PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI SUATU SISTEM NILAI

A. Analisis Pengertian Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan.


Islam sebagai salah satu agama di dalamnya terdapat nilai-nilai yang sangat berguna
bagi kehidupan manusia di dunia ini. Dikarenakan Islam tersebut sebagai agama
didalamnya mengandung banyak nilai yang bermanfaat, makai slam bisa menjadi sumber
nilai bagi bidang pendidikan atau bagi proses pendidikan.

B. Analisis Pengertian Pelaksanaan Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem Nilai.


Dikarenakan pelaksanaan pendidikan Islam itu tujuan utamanya adalah mencari ridha
Allah, pengendalian hawa nafsu dan kemampuan berbuat kebajikan serta menjauhi
perbuatan jahat, maka secara otomatis bahwa pelaksanaan pendidikan Islam itu juga
menjadikan dirinya sebagai suatu sistem nilai. Dalam hal ini uatu sistem nilai yang
menyeluruh yang tidak hanya terkait dengan kehidupan pribadi dan sosial semata tapi juga
memberikan arah untuk berinteraksi dengan Tuhannya.

C. Analisis Hubungan Islam Sebagai Sumber Nilai dan Sistem Nilai Dalam Pendidikan.
Islam sebagai sumber nilai yang didalamnya ada sumber agama yaitu al qur’an,
hadist dan ijtihad. Kemudian yang yang tiga itu adalah sumber ajaran Islam dan menjadi
sumber nilai yang kemudian di implementasikan atau di praktikan di dalam lembaga
pendidikan Islam. Seterusnya lembaga pendidikan itu mengajarkan materi nilai yang
diperoleh dari sumber nilai untuk kemudian menghasilkan sistem nilai dalam pendidikan.

D. Analisis Hakikat Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan dan Pelaksanaan
Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem Nilai Dalam Pembentukan Akhlakul
Karimah.
Hakikatnya Islam sebagai sumber nilai itu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw
untuk membawa misi untuk menyempurnakan akhlak manusia dan itu sumber-sumbernya
ada di dalam al qu’an, al hadist maupun ijtihad. Kemudian sumber-sumber itu di
implementasikan di dalam lembaga pendidikan islam dimana lembaga pendidikan islam itu
mengajarkan atau memberi pelajaran seperti akhlak kepada siswa untuk membantu
menjadikan peserta didik untuk membentuk akhlakul karimah.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw
sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia
hingga akhir zaman. Dalam agama Islam itu ada wahyu, kemudian sumber ajaran
Islam yang menjadi landasan sumber nilai. Seperti Al-Qur’an.
 Pelaksanaan pendidikan Islam merupakan proses penyelenggaraan pendidikan yang
berarti tempat di selenggarakannya pembelajaran atau proses belajar mengajar
berbasis Islam atau didalamnya berkaitan dengan materi-materi agama Islam. Salah
satunya mengenai akhlak. Jadi lembaga pendidikan membangun dan memberikan
pemahaman dan pembelajaran seperti akhlak untuk menghasilkan peserta didik yang
berakhlakuk karimah melalui pemberian materi-materi pelajaran yang bersangkutan
dengan agama atau pendidikan agama islam. Dari sana peserta didik akan
mengetahui mana akhlak terpuji dan mana akhlak tercela dan dengan otomatis
peserta didik sudah membentu sistem nilai di dalam dirinya. Kemudian sistem itu
terdiri dari input dan output, inputnya diberi materi oleh pendidik mengenai materi
yang bersangkutan kemudian peserta didik akan memahami materi mengenai akhlak
atau materi yang diberikan. Outputnya adalah implementasi peserta didik terhadap
prilaku dalam kehidupan sehari-hari.
 Islam sebagai sumber nilai bahwasannya didalamnya terdapat bermacam-macam
nilai kebaikan yang pada kenyataannya kemudian diaplikasikan dan di
implementasikan atau di praktikan di dalam lembaga pendidikan Islam. Setersunya
lembaga pendidikan itu mengajarkan materi nilai yang diperoleh dari sumber nilai
untuk kemudian menghasilkan sistem nilai.
 Islam sebagai sumber nilai itu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk
membawa misi utama yaitu untuk bisa menyempurnakan seluruh akhlak manusia di
muka bumi ini. Hal tersebut bersumber dari Alquran dan hadits Nabi saw. adapun
nilai-nilai yang ada di dalam agama Islam tersebut kemudian di implementasikan di
dalam lembaga pendidikan Islam secara menyeluruh dimana lembaga pendidikan
Islam itu menanamkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Islam dengan cara
seperti mengajarkan atau memberi pelajaran seperti akhlak kepada siswa untuk
membantu menjadikan peserta didik untuk membentuk akhlakul karimah.

B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak sekali
kekurangan dan kesalahan baik dalam segi penyusunan maupun dalam segi penyajiannya,
maka dari itu saran dan masukan yang membangun sangat kami butuhkan demi perbaikan
kedepannya supaya lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ali, A. Mukti.1991. Memahami Aspek Tentang Ajaran Islam. Bandung: Mizan.
2. Arifin, M. 2000. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
3. Elmubarok, Zaim. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
4. Kaswardi, EM. 1993. Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000. Jakarta: Gramedia.
5. Kurniawan, Syamsul. 2013. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
6. Linda, N. Eyre, Richard. 1995. Teaching Your Children Values. New York: Simon sand
Chuster.
7. Mulyana, Rohmat. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
8. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1998. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
9. Thoib, Ismail. 2009. Wacana Baru Pendidikan (Meretas Filsafat Pendidikan islam) Cet
Ke-3. Mataram: Alam Tara Institute.
10. Toha, M. Chabib. 1996. Kapita Seklekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
11. https://goenable.wordpress.com/tag/sistem-nilai/
12. https://jagokata.com/arti-kata/sebagai.html
13. https://mangmumin.blogspot.com/2018/01/islam-sebagai-sumber-nilai-dalam.html
14. https://sugiartoagribisnis.wordpress.com/2010/04/08/akhlakul-karimah-dan-pengertiannya/
15. https://www.apaarti.com/arti-kata/sumber.html
16. http://www.definisi-pengertian.com/2015/01/definisi-dan-pengertian-hakikat.html
17. https://www.google.com/search?client=firefox-b-d&q=pengertian+pelaksanaan
18. http://www.sumberpengertian.id/pengertian-nilai-menurut-para-ahli
19. kumpulan-makalah-adinbuton.blogspot.com/2014/11/makalah-pengertian-dan-sumber-
ajaran.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai