Anda di halaman 1dari 27

Dasar normatif pendidikan islam

Dasar normatif pendidikan islam


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan, memiliki peran strategis sebagai sarana human resources dan human investment.

Selain bertujuan menumbuh kembangkan kehidupan yang lebih baik, pendidikan juga telah

nyata-nyata ikut mewarnai dan menjadi landasan moral dan etik dalam prosespemberdayaan jati

diri bangsa. Sedemikian pentingnya pendidikan, terutama pendidikan agama Islam, maka wajar

jika hakekat pendidikan merupakan proses humanisasi, yang berimplikasi pada proses

kependidikan dengan orientasi pengembangan aspek-aspek kemanusiaan manusia, yakni aspek

fisik-biologis dan rohaniah-psikologis.Aspek rohaniah-psikologis inilah yang dicoba

didewasakan dan di-insan kamil-kan melalui pendidikan sebagai elemen positif dalam

pembangunan kehidupan yang berkeadaban.1[1] Dari pemikiran ini, maka pendidikan

merupakan tindakan sadar dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi

(sumber daya) insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya ( insan kamil ).

Secara normatif, Islam telah memberikan landasan kuat bagi pelaksanaan pendidikan.

Pertama,Islam menekankan bahwa pendidikan merupakan kewajiban agama dimana proses

pembelajaran dan transrnisi Ilmu sangat bermakna bagi kehidupan manusia. Inilah latar

belakang turunnya wahyu pertama dengan perintah membaca, menulis, dan mengajar. Kedua,

seluruh rangkaian pelaksanaan pendidikan adalah ibadah kepada Allah SWT. Sebagai
sebuah ibadah, maka pendidikan merupakan kewajiban individual sekaligus kolektif , Ketiga,

Islam memberikan derajat tinggi bagi kaum terdidik, sarjana maupun ilmuwan. Keempat, Islam

memberikan landasan bahwa pendidikan merupakan aktivitas sepanjang hayat(long life

education).Kelima, kontruksi pendidikan menurut Islam bersifat dialogis, inovatif dan

terbuka dalam menerima ilmu pengetahuan baik dari Timur maupun Barat.2[2]

Kemajuan teknologi dan globalisasi menghilangkan sekat dunia. Peristiwa yang terjadi di

belahan dunia sana, pada saat bersamaan bisa disaksikan di dalam rumah kita sendiri melalui

layar televisi, internet, dan fasilitas teknologi informasi lainnya yang secara langsung maupun

tidak akan dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak-anak pada usia remaja yang,

memiliki kecenderungan untuk mencoba-coba sesuatu, tidak sabar, mudah terbujuk dan

selalu ingin menampakkan egonya. Fakta tersebut memerlukan perhatian dari pendidikan,

utamanya pendidikan agama Islam. Selanjutnya penulis mencoba membahas Dasar-dasar

Normatif Pendidikan Islam: Nilai-nilai manusia sebagai Abdullah, Khalifatullah; Norma

dan nilai manusia sebagai pendidik, anak didik .

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Dasar Normatif pendidikan Islam ?

2. Apa Dasar-dasar Fundamental Pendidikan Islam ?

3. Apa Dasar-dasar Normatif Pendidikan Islam ?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Dasar Normatif Pendidikan Islam.

2. Mengetahui Dasar-dasar Fundamental Pendidikan Islam.


3. Mengetahui Dasar-dasar Normatif Pendidikan Islam.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dasar Normatif Pendidikan Islam.

Kata dasar oleh Kamus Lengkap Bahasa Indonesia diartikan dengan tanah yang ada di bawah

sungai, laut, danau; bagian yang di bawah, misalnya pada drum, kuali, ember, timba, dsb; bakat

atau pemawaan sejak lahir; dalil yang menguatkan alasan.3[3]Dasar( Arab: asas; Inggris:

foundation; Perancis: fondament; Latin: fundamentum) secara bahasa, berarti alas, fundamen,

pokok atau pangkal segala sesuatu (pendapat, ajaran, aturan ).4[4]Dalam istilah dasar

bermakna landasan untuk berdirinya sesuatu.5[5] Jadi, Dasar merupakan landasan yang kuat

sebagai tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar sesuatu tersebut kokoh berdiri.

Istilah Normatif berasal dari kata norma yang berarti tata aturan yang mengikat

kelompok manusia dalam suatu wilayah dan pada kurun waktu tertentu untuk mengendalikan

tingkah laku yang dianggap baik; aturan atau rambu-rambu yang membatasi kelompok

masyarakat dalam bertingkah laku (agar tidak menyimpang dari kebenaran); aturan atau kaidah
yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu. Kalau kata normatif artinya berpegang

teguh pada norma.6[6]

Kata pendidikan sepadan dengan kata al-tarbiyah dan al-talim serta al-tadib.

a. Kata al-tarbiyah mengandung tiga akar kata, yakni:

- -( bertambah)

- -( tumbuh)

- - (memperbaiki, memelihara, merawat, memperindah, mengasuh, memberi

makna, mengatur, melestarikan).7[7]

Kata tarbiyah bermakna upaya yang mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih

menyempurnakan etika, siatematis dalam berfikir, memiliki ketajaman intusi, giat dalam

berkreasi, memiliki toleransi kepada yang lain, memilki kompetensi dalam mengungkap sesuatu

melalui bahasa lisan dan tulisan, serta memiliki beberapa ketrampilan.8[8]

b. Sedangkan kata al-talim disepadankan dengan kata pengajaran yang bermakna transfer of

knowledge (pengajaran).

c. Dan kata al-tadib sepadan dengan pendidikan sopan santun (etika).9[9]


Jadi Pendidikan merupakan sebagai usaha sadar orang dewasa untuk memberi pengajaran,

membimbing/ mengarahkan, dan membina orang yang belum dewasa agar mencapai

kedewasaannya.

Kata Islam secara bahasa berarti ( - - ) pasrah, tunduk, dan patuh. Maksudnya

tunduk dan patuh kepada apa yang dibawa dan diberitakan oleh Rasulullah SAW. yakni taat

kepada Rasulullah SAW. Juga bermakna selamat, sejahtera, aman. Maksudnya siapa saja yang

beragama Islam ia akan selamat dari siksa Allah.10[10]

Pendidikan Islam menurut Ahmad Supardi adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam

atau tuntunan agama Islam dalam usaha membina dan membentuk pribadi muslim yang

bertakwa kepada Allah kepada Allah SWT., cinta kasih kepada oang tua dan sesama hidupnya,

juga pada tanah airnya sebagai karunia yang diberikan oleh Allah SWT.11[11]

Jadi Pendidikan Islam adalah proses bimbingan yang disengaja secara sadar dilakukan

seorang dewasa (pendidik) secara maksimal untuk mencapai kepribadian muslim yang sesuai

dengan tuntuan ajaran Islam.

Berdasarkan bebarapa batasan dan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian

Dasar Normatif Pendidikan Islam adalah merupakan dasar atau landasan sebagai tempat berpijak

yang bersifat keharusan atau tidak boleh ditinggalkan dalam rangka proses aktivitas pendidikan

Islam.

B. Dasar-dasar Fundamental Pendidikan Islam


Dalam suatu aktivitas yang berkesinambungan, sebagai transformasi ilmu pengetahuan, sebagai

pewarisan (transmisi) budaya, dan sebagai agen perubahan social, pendidikan memerlukan suatu

landasan Islam.12[12] Dasar yang dimaksud adalah dasar pendidikan Islam. Suatu totalitas

kependidikan harus bersandar pada landasan dasar yang kokoh dengan kata lain pendidikan

Islam, baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang bergerak dalam rangka

pembinaan kepribadian yang utuh, memerlukan suatu dasar yang kokoh pula.

Menurut Prof. Dr. H. Kamrani Buseri, MA bahwa Alquran dan Sunnah sebagai dasar

fundamental pendidikan Islam, kemudian ijtihad yang menurut istilah fiqh adalah usaha

sungguh-sungguh atau kerja keras pemikiran manusia untuk mengambil keputusan berdasarkan

pertimbangan akal mengenai hukum sesuatu masalah.13[13]

Sedangkan menurut Khoiron Rosyadi, ada empat dasar fundamental pendidikan Islam, yaitu:

1. Al-Quran
2. As-Sunnah
3. Al-Kaun
4. Ijtihad.14[14]

1. Al-Quran

Al-Quran merupakan sumber pertama dan yang paling utama pendidikan Islam. Al-Quran

memiliki konsep pendidikan yang utuh, hanya saja tidak mudah untuk diungkap secara
keseluruhannya karena luas dan mendalamnya pembahasan itu di dalam al-Quran disamping

juga keterbatasan kemampuan manusia untuk memahami keseluruhannya dengan

sempurna.15[15] Dan pendidikan al-quran juga memiliki pengaruh yang dahsyat apabila

dipahami dengan tepat dan diikuti dan diterapkan secara utuh dan benar. Karenanya menjadikan

al-Quran sebagi sumber bagi pendidikan Islam adalah keharusan bagi umat Islam.

Al-Quran ialah firman Allah berupa wahyu yg disampaikan oleh Jibril kepada Nabi

Muhammad SAW. Di dalam terkandung ajaran pokok yg dapat dikembangkan untuk keperluan

aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yg terkandung dalam Al-Quran itu terdiri dari dua

prinsip besar yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yg disebut aqidah dan yang

berhubungan dengan amal disebut syariah. Oleh karena itu pendidikan Islam harus

menggunakan Al-Quran sebagai sumber dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan

Islam sesuai dengan perubahan dan pembaharuan.

Islam adalah agama yang membawa misi umatnya menyelenggarakan pendidikan dan

pengajaran. Al-Qur`an merupakan landasan paling dasar yang dijadikan acuan dasar hukum

tentang Pendidikan Agama Islam. Firman Allah tentang Pendidikan Agama Islam dalam Al-

Qur`an Surat Al Alaq ayat 1 sampai ayat 5 :

( ) ( ) ( )
( )

) (

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, Yang Mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.16[16]
Dari ayat-ayat tersebut di atas dapatlah di ambil kesimpulan bahwa seolah-olah Tuhan barkata

hendaklah manusia meyakini akan adanya Tuhan pencipta manusia (dari segumpal darah),

selanjutnya untuk memperkokoh keyakinan dan memeliharanya agar tidak luntur hendaklah

melaksanakan pendidik dan pengajaran.

2. As-Sunnah

Menurut Prof. Dr. H. kamrani Buseri, MA bahwa sunnah Rasul selain perkataan,

perbuatan dan ketetapan Rasul atau hadits, tetapi juga termasuk prihidup Rasul selama beliau

hidup. Dalam prihidup Rasul banyak sekali keteladanan beliau dalam dakwah dan pendidikan

yang bisa dicontoh.17[17] Di dalam dunia pendidikan, As-Sunnah memiliki dua manfaat pokok.

Manfaat pertama, As-Sunnah mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan Islam

sesuai dengan konsep Al-Quran. Kedua, As-Sunnah dapat menjadi contoh yang tepat penentuan

metode pendidikan.

Pribadi Nabi Muhammad Saw. sendiri, merupakan contoh hidup serta bukti konkret

sistem dan hasil pendidikan Islam. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Ahzab

ayat 21 yang berbunyi:






Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat
Allah.18[18]
Kemudian kita ketahui bahwa diutusnya Nabi Muhammad Saw. salah satunya

untukmemperbaiki moral atau akhlak manusia, sebagaimana sabdanya:


]19[19) (

Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. ( HR.Hakim )

Maka dari pada itu Sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinan pribadi manusia

muslim dan selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebab mengapa ijtihad

perlu dalam memahami termasuk yang berkaitan dengan pendidikan. As-Sunnah juga berfungsi

sebagai penjelasan terhadap beberapa pembenaran dan mendesak untuk segera ditampilkan yaitu:

Menerangkan ayat-ayat Al-Quran yang bersifat umum.

3. Al-Kaun

Selain menurunkan ayat-ayat Qauliyah kepada umat manusia melalui perantara Malaikat Jibril

dan Nabi-nabi-Nya, Ia juga membentangkan ayat-ayat kauniyah secara nyata, yaitu alam semesta

dengan segala macam partikel dan heteroginitas yang ada di dalamnya: langit yang begitu luas

dengan gugusan-gugusan galaksinya, laut yang begitu membahana dengan kekayaan ikan dan

aneka primata yang dikandungnya, bumi yang bulat dengan segala yang dilahirkannya:

pepohonan, bebukitan, gunung-gunung, berbagai macam binatang dan sebagainya.20[20]


Mengenai ayat-ayat kauniyah tersebut, dengan gamblang ayat Al-Quran menyatakan

sebagaimana diantarany terdapat dalam surah ar-Raad ayat 3 yang berbunyi :

Dan Dia yang menghamparkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-
sungai di atasnya. Dan padanya Dia menjadikan semua buah-buahan berpasang-pasangan; Dia
menutupkan malam kepada siang. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kebesaran Alah) bagi orang-orang yang berpikir.21[21]
4. Ijtihad

Ijtihad menurut istilah fiqh adalah usaha sungguh-sungguh atau kerja keras pemikiran manusia

untuk mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan mengenai hukum sesuatu masalah.

Berijtihad pendidikan adalah usaha sungguh-sungguh atau kerja keras pemikiran untuk

menetapkan berbagai pandangan, konsep dan operasional pendidikan dalam kaitan pencapaian

tujuan pendidikan Islam.22[22]

Seseorang yang melakukan ijtihad disebut sebagai mujtahid. Seorang mujtahid

senantiasa menggunakan akal-budinya untuk memecahkan problematika kemanusiaan dalam

kehidupannya. Orang yang senantiasa menggunakan akal-budinya oleh Al-Quran disebut ulul-

albab. Menurut Al-Quran ulul-albab adalah kelompok manusia tertentu yang diberi hikmah dan
pengetahuan, disamping pengetahuan, yang diperoleh mereka secara empiris.Ini sesuai dengan

firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 269 yang berbunyi :

Dia memberikan hikmah23[23] kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi
hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat
mengambil pelajarankecuali orang-orangyang mempunyai akal sehat.24[24]
C. Dasar-Dasar Normatif Pendidikan Islam

Sebenarnya Dasar-Dasar Normatif dari Pendidikan Islam meliputi Nilai Aqidah, Ibadah, Syariah

Maqshid al-SyarI (Al-Dharuryat Al-Khams); Nilai-Nilai Manusia sebagai Abdulah dan

Khalifatullah serta Nilai-Nilai Manusia sebagai Pendidik dan Anak Didik.25[25] Namun disini

penulis hanya membahas Nilai-Nilai Manusia sebagai Abdullah dan Khalifatullah, Nilai-Nilai

Manusia sebagai Pendidik dan Anak Didik saja karena dua point sebelumnya sudah dibahas pada

makalah terdahulu.

1. Nilai-Nilai Manusia sebagai Abdullah dan Khalifatullah

) (

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-
Ku."26[26](Q.S. Az-Zariyat (51):56)
Manusia sebagai abdullah dengan tugas utamanya adalah mengabdi (beribadah) kepada

Sang Khaliq Allah SWT; menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Hubungan

manusia dengan Sang Khaliq bagaikan hubungan seorang hamba (budak) dengan tuannya. Si

hamba harus senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas segala perintah tuannya. Demikianlah,

karena posisinya sebagai hamba Allah, kewajiban manusia di bumi ini adalah beribadah kepada

Allah dengan ikhlas sepenuh hati, sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Bayyinah ayat 5

yang berbunyi:

Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata
karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan
yang demikian itulah agama yang lurus (benar).27[27]
Sesungguhnya keberadaan manusia di sisi Allah baru menemukan hakikatnya ketika mereka

sepenuhnya mengabdi kepada Allah. Artinya dia menyerahkan dirinya hanya untuk

pengabdiannya kepada Allah. Pengabdian manusia kepada Allah itulah yang memberi nilai

dirinya.28[28] Sehebat, sekaya, sepandai, sekuat atau setenar apa pun manusia, kalau dia tidak

mengabdi kepada Allah, Tuhan alam semesta, dia sama sekali tidak ada artinya dalam pandangan

Allah SWT. Hanya dengan begitu maka karya-karya prestatif duniawi manusia bernilai pahala di

sisi Allah SWT.

Mengabdi kepada Allah dapat dilakukan manusia melalui dua jalur, yaitu melalui jalur khusus

dilaksanakan dengan melakukan ibadah khusus seperti shalat, berzikir, zakat, puasa, dan haji,
sedangkan melalui jalur umum dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik

yang bermafaat bagi diri sendiri dan masyarakat,serta lingkungannya dengan niat ikhlas untuk

mencari keridhaan Allah. Dengan kata lain, manusia Sebagai abdullah, manusia merasa,

berpikir, berperilaku, bertindak semata-mata hanya karena Allah.

Pada hakikatnya, kita menjadi khalifatullah secara resmi adalah dimulai pada usia akil baligh

sampai kita dipanggil kembali oleh Allah. Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah-Nya

di bumi, sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi :

Dan ( ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan
khalifah di bumi.29[29]
Perkataan menjadikan khalifah dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah

menjadikan manusia sebagai wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan jalan

melaksanakan segala yang diridhai-Nya di muka bumi ( H. M. Rasjidi).30[30] Manusia sebagai

khalifatullah di bumi ini bertugas memakmurkan bumi dan segala isinya. Memakmurkan bumi

artinya mensejahterakan kehidupan di dunia ini. Untuk itu manusia wajib bekerja, beramal saleh

(berbuat baik yang bermanfaat bagi diri, masyarakat, dan lingkungan hidupnya) serta menjaga

keseimbangan alam dan bumi yang didiaminya, sesuai dengan tuntunan yang diberikan Allah

melalui agama.

Bilamana fungsi pokok manusia sebagai Abdullah dan khalifatullah berjalan simultan

dalam diri pribadi seseorang, maka ia akan mewujudkan performan sebagai manusia sempurna.
Manusia sempurna ialah yang menyatu dalam dirinya sifat-sifat sebagai Abdullah dan

khalifatullah yakni satunya kebenaran, kebaikan dan keindahan yang semuanya bersumber dari

Allah SWT, sehingga Insya Allah dia akan menjadi seorang yang mudah dan bermakna dalam

hidup dan kehidupannya dengan banyak menebar kemakuran dan kemanfaatan bagi umat

manusia dan kemanusiaan disertai amar maruf dan nahi munkar sehingga betul-betul menjadi

rahmat bagi seluruh alam dan akan menggapai kebahagiaan dunia akhirat.31[31]

Nilai-nilai manusia sebagai Abdullah adalah melakukan ibadah kepada Allah baik

dilakukan secara khusus maupun secara umum, sedangkan nilai-nilai manusia sebagai

khalifatullah adalah seseorang mampu memakmurkan bumi dan segala isinya serta memberi

manfaat bagi umat manusia disertai amar maruf nahi munkar sehingga menjadi Rahmatan

Lilalamin.

Pendidikan Islam harus memperhatikan konsep Abdullah dan khalifatullah ini sebagai

sesuatu yang simultan, sehingga tidak boleh diabaikan atau diberi perioritas yang satu melebihi

yang lain, atau berat sebelah bahkan hanya terfokus kepada salah satu saja. Memang

penyeimbangan dan simultanisasi keduanya menghendaki perhatian yang terus menerus dan

harus selalu dilakukan evaluasi bagi operasional pendidikan.32[32]

2. Nilai Normatif Manusia sebagai Pendidik dan Anak Didik

Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki arti dan peranan yang sangat penting, hal ini

disebabkan ia memiliki tanggung jawab dan menentukan arah pendidikan. Itulah sebabnya Islam
sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas

sebagai pendidik. Islam mengangkat derajat mereka dan memuliakan mereka melebihi dari pada

orang Islam lainnya yang tidak berilmu pengetahuan dan bukan pendidik. Hal ini sesuai dengan

firman Allah dalam surah Al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi:

Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu beberapa derajat.33[33]
Bahkan orang-orang yang berilmu pengetahuan dan mau mengajarkan ilmunya kepada

mereka yang membutuhkan akan disukai oleh Allah dan didoakan oleh penghuni langit,

penghuni bumi seperti semut dan ikan di dalam laut agar ia mendapatkan keselamatan dan

kebahagian. Ini sesuai dengan hadits Nabi yang berbunyi:

( ]34[34


Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya dan penghuni-penghuni langit dan bumi termasuk
semut dalam lubangnya dan termasuk ikan akan mendoakan keselamatan bagi orang-orang
yang mengajar manusia kepada kebaikan. (HR. Tirmizi)
Dalam pandangan Islam seluruh kita umat manusia adalah pemimpin. Sebagai pemimpin tentu

dia harus sadar bahwa dia juga sebagai seorang pendidik, karena pemimpin dalam Islam harus

menjadi teladan. Nabi kita Muhammad SAW., beliau seorang pemimpin besar sekaligus sebagai

pendidik dan menjadi teladan bagi seluruh umat manusia.


Berkaitan dengan manusia sebagai pendidik sekaligus anak didik sejak awal penciptaan

manusia sebagai khalifah Allah yakni semenjak Nabi Adam beliau diberi pengajaran langsung

oleh Allah.35[35] Ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 31 yang berbunyi

Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan
kepada para malaikat, seraya berfirman, Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika
kamu yang benar!36[36]
Ayat di atas menggambarkan bahwa Adam menajadi anak didik dari Allah karena Allah

langsung mengajarkan nama-nama benda, kemudian Allah mempersilahkan kepada para

malaikat untuk menyebutkan nama-nama benda tersebut.

Ternyata malaikat tidak bisa menyebutkannya, kemudian Allah menyuruh Adam untuk

memberitahu kepada malaikat tentang nama-nama benda yang diketahuinya atas dasar

pengajaran Allah kepadanya. Ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 33

yang berbunyi :

Dia (Allah) berfirman, Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!
Setelah itu (Adam) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, Bukankah telah Aku katakana
kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu
nyatakan dan apa yangkamu sembunyikan?37[37]
Ayat di atas bisa dipahami bahwa Adam mengajarkan nama-nama benda itu kepada para

malaikat. Dari pemahaman ini, maka kita sebagai manusia harus selalu belajar dan sekaligus

mengajar.

Manusia pada hakikatnya adalah anak didik sekaligus simultan sebagai pendidik. Kita

tidak boleh berhenti sebagai anak didik atau pendidik , suatu saat kita sebagai anak didik dan

pada saat lainnya kita harus menjadi pendidik demikian sebaliknya. Kita tidak boleh berhenti

sebagai anak didik atau pendidik, suatu saat kita sebagai anak didik dan pada saat lainnya kita

harus menjadi pendidik demikian sebaliknya. Apabila kita perhatikan sabda Nabi balligu anni

walau aayatan, maksudnya kalaupun kita hanya memiliki ilmu hanya satu ayat wajib

menyampaikan kepada orang lain. Oleh karena itu M Natsir menegaskan bahwa kewajiban

berdakwah adalah wajib ain bagi siapa pun. Abdurrahmanan an Nahlawi menggambarkan sifat

pendidik, antara lain :

1. Arah, jalan dan pikirannya semata-mata sebagai pendidik

2. Ikhlas

3. Sabar

4. Benar atau jujur terhadap apa yang disampaikan

5. Selalu menambah pengetahuan

6. Terampil dalam berbagai metode mengajar

7. Mampu untuk konsisten dan disiplin

8. Mengajar sesuai dengan perkembangan jiwa anak


9. Memperhatikan terhadap berbagai pengaruh terhadap suatu generasi.

10. Adil.38[38]

Seorang pendidik dituntut untuk profesional dalam mendidik. Profesional bisa diartikan ahli,

atau orang yang bekerja sesuai dengan bidang keahliannya. Pendidik profesional berarti pendidik

yang bekerja sesuai dengan bidang keahliannya . Sehingga, wajar kalau pendidik diberikan gaji

sebagai bagian dari apresiasi. Apresiasi yang memang sudah selayaknya mereka terima.

Pekerjaan disebut profesi menurut Muchtar Luthfi yang dikutif Syafruddin dan

Basyiruddin ada delapan kriteria sebagaimana yang dikutip kembali oleh Prof. Dr. H. Kamrani

Buseri, MA 39[39], bercirikan :

1. Panggilan hidup dansepenuh waktu. Profesi adalah pekerjaan yang menjadi panggilan hidup

seseorang yang dilakukan sepenuhnya serta berlangsung untuk jangka waktu yang lama, bahkan

seumur hidup;

2. Pengetahuan dan kecakapan/keahlian. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan atas dasar

pengetahuan dan kecakapan/keahlian yang khusus dipelajari;

3. Kebakuan yang universal. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan menurut teori, prinsip,

prosedur dan anggapan dasar yang sudah baku secara umum (universal) sehingga dapat dijadikan

pegangan atau pedoman dalam pemberian pelayanan terhadap mereka yang membutuhkan;

4. Pengabdian. Profesi adalah pekerjaan terutama sebagai pengabdian pada masyarakat bukan

untuk mencari keuntungan secara material/finansial bagi diri sendiri;


5. Kecakapan diagnostic dan kompetensi aplikatif. Profesi adalah pekerjaan yang mengandung

unsur-unsur kecakapan diagnostic dan kompetensi aplikatif terhadap orang atau lembaga yang

dilayani;

6. Otonomi. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan secara otonomi atas dasar prinsip-prinsip atau

norma-norma yang ketetapannya hanya dapat diuji atau dinilai oleh rekan-rekannya seprofesi;

7. Kode etik. Profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu

sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masyarakat dan;

8. Klien. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan untuk melayani mereka yang membutuhkan

pelayanan (klien) yang pasti dan jelas subjeknya.

Sebenarnya guru dituntut profesional karena ada sejumlah tantangan antara lain:

1. Gelombang kehidupan era komunikasi dan informasi sejalan dengan era kontemporer yang

perubahannya sangat cepat, luas, dan rinci.

2. Globalisasi membawa nilai tersendiri yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai

pendidikan dan keagamaan.

3. Makna guru dalam arti konvensional sebagai sumber ilmu diambil alih oleh yang lain, seperti

buku, majalah, telivisi, cd, dan lain sebagainya.

4. Siswa yang kreatif, rasional, dinamis, bebas, otonom dan punya keingintahuan yang tinggi

menghendaki pemahaman dan penanganan yang profesional.

5. Masyarakat yang cenderung sekuler, materialis, super sibuk menjadi tantangan tersendiri bagi

guru.

6. Kesejahteraan guru yang belum layak dibanding berbagai kebutuhan hidup dan kebutuhan

sebagai pendidik dan pengajar yang selalu menghendaki penyesuaian-penyesuaian segera.


7. Dana dan peralatan sekolah terbatas menghendaki kemampuan inovatif dan kreatif guru dalam

memanfaatkan lingkungan yang tersedia.

Dalam kaitan dengan profesionalisasi guru, maka harus terus diupayakan pembinaan dan

pengembangannya. Upaya pembinaan dan pengembangan, meliputi:

1. Kembangkan kompetensi dasar dan kompetensi berkembang, saat pra jabatan yang memadai,

juga pada saat pendidikan dalam jabatan.

2. Kembangkan sikap yang menjawab perubahan, antara lain memandang siswa sebagai subyek,

sikap mengayomi bukan koersif, bersikap fair, interaktif, dan tidak berlagak tahu.

3. Kembangkan ilmu, keterampilan, wawasan dan sikap-sikap positif dalam melakukan hubungan

dengan murid, sesama pendidik maupun dengan masyarakat.

4. Kembangkan guru ideal yang berorientasi pupil oriented sehingga menjadi pendidik yang bijak.

Pembinaan terhadap guru sebagai pendidik agar menjadi guru yang efektif. Guru efektif

bercirikan:

1. Mencintai anak didiknya, karena untuk mengembangkan para murid menjadi mandiri dengan

hari depan yang cerah memerlukan kecintaan guru. Misalnya, guru pendidikan usia dini harus

mencintai muridnya yang keras kepala, sering buang air, sering menangis dan sebagainya. Guru

sekolah luar biasa mendidik muridnya yang imbesil tidak mungkin berhasil bila tidak mencintai

mereka.

2. Pemimpin yang mmpengaruhi anak didiknya untuk menguasai materi yang diajarkannya. Ia

menginspirasi, menjadi role model dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan prilaku profesional.

3. Energik dan antusias dalam mengajar di kelas, di laboratorium dan di lapangan olahraga. Ia juga

mengenergi para siswa dalam mempelajari dan mengamalkan ilmu dalam kehidupan shari-hari.
Jika gurunya tidak energik, maka muridnya akan mengantuk dan menguap tidak mampu

menyerap ilmu yang diajarkannya.

4. Kreatif dan inovatif, kreatif artinya mampu menciptakan ide baru jika menghadapi problem,

inovatif artinya mampu mengubah ide menjadi barang dan jasa untuk menyelesaikan problem.

Di sekolah Indonesia banyak keterbatasan, misalnya para guru harus kreatif dan inovatif

menciptakan alat peraga dan materi pembelajaran untuk diajarkan.

5. Optimis dan idealis. Guru harus optimis untuk mengubah muridnya menjadi manusia yang

berkembang baik segi ilmu pengetahuan, sikap dan perilakunya menjadi lebih baik setiap hari. Ia

seorang idealis yang percaya dan yakin dapat mengubah siswa menjadi alumni yang unggul.

6. Rasa humor. Guru harus serius dalam mengajar, akan tetapi ia juga harus seorang yang penuh

humordalam mengajar. Humor dapat mnghilangkan ketegangan dan kebosanan murid dalam

menyerap ilmu yang diajarkan, terutama ilmu eksakta, dengan slingan humor siswa akan lebih

mudah menyerap materi yang sulit dan membosankan disajikan guru.

7. Mengembangkan iklim kelas. Guru yang baik mengembangkan iklim akademik, iklim social,

iklim psikologikal di kelasnya. Untuk iklim akademik, misalnya dalam mengajar bahasa Inggris,

guru melarang siswanya berbahasa Indonesia di kelas meskipun tegang dan membuat malu siswa

yang salah. Akan tetapi guru juga mengembangkan iklim social bahwa kesalahan adalah hal

biasa dalam belajar. Guru harus mengembangkan iklim psikologikal, tidak rendah diri jika

melakukan kesalahan. Semua orang besar pernah melakukan kesalahan sebelum menjadi orang

besar.

8. Manajemen waktu dengan menyelesaikan materi dalam waktu yang terbatas dalam temu muka

di kelas. Oleh karena itu ia harus memanajemini waktu ketika mengajar. Ia juga harus membagi
waktu mengajar, meneliti, mengikuti program pengembangan SDM dan melakukan studi

banding ke sekolah-sekolah unggul.

9. Penampilan yang menarik. Guru itu sama dengan actor dan aktris yang harus berakting di muka

para audiennya yaitu murid. Sebagai aktris ia harus berpenampilan menarik, wajah yang ceria,

pakaian yang serasi, cara bicara yang jelas, sikap dan perilaku professional.

10. Adil. Umumnya sekolah mempergunakan system klasikal. Dalam mengajar guru harus membagi

perhatian kepada semua murid-muridnya secara adil. Memberikan kesempatan bertanya tanpa

membedakan siapa muridnya, dan menjawab pertanyaan dengan cara yang sama. Dalam

memberikan nilai, dia juga tidak bias sesuai dengan kinerja anak didiknya.

Di lain pihak, Made Pidarta mengetengahkan profil guru ideal yaitu:

a. Komponen afeksi guru: sabar, gembira, rendah hati, moral, bicara jelas menarik, tekun dalam

tugas, motif kuat terhadap jabatan guru, berprestasi, jabatan sebagai karier, bekerja atas prinsip

etik, tidak pamprih, tidak mengadvertensikan profesinya, bertindaka untuk kepentingan

objektivitas murid.

b. Komponen penguasaan ilmu pengetahuan: pendidikan formal lama, spesifik, mendalami dan

memperluas terus menerus. Terintegrasi untuk mengorganisasi, memotovasi untuk membantu

belajar murid, menyusun materi kurikulum, mengevaluasi dan mampu melaksanakan

administrasi sekolah.

c. Komponen penyajian bahan menanamkan cara belajar kritis, kreatif, percaya diri, pandangan

positif terhadap dunia. Promotor dan konsultan murid, memberi latihan kerja nyata,

memperkenalkan kebudayaan lingkungan dan menjadi penghubung terhadap lingkungan itu.

d. Komponen hubungan guru murid: kenal, senang, sensitive terhadap keadaan murid, kasihan

terhadap situasi tertentu, otonom dalam bertindak, tidak otoriter dan membimbing.
e. Hubungan guru dengan orang dewasa: anggota organisasi profesi, berteman baik dengan kawan-

kawan seprofesi dan anggota masyarakat. Sebagai contoh taat beragama, sebagai petugas

pendidikan social dan menjadi kordinator lembaga nonformal di masayarakat.

Untuk menjawab semua itu perlu peran organisasi profesi seperti pada tingkat Madrasah

Aliyah (MA) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), pendidikan lanjut, inservice

training yang memadai, juga studi banding.

Guru sebagai tenaga profesional, dalam menjalankan tugas terikat dengan Kode Etik profesi

sebagai seperangkat standar berperilaku yang dikembangkan atas dasar kesepakatan nilai-nilai

dan moral pada lingkup profesi itu. Sebagai guru Indonsia, maka setelah memperhatikan

berbagai uraian terkait kode etik guru baik yang dikeluarkan oleh PGRI dan lainnya, maka bisa

disimpulkan yaitu:

1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang

berjiwa Pancasila.

2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.

3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan

dan pmbinaan.

4. Guru menciptakan suanasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar

mengajar.

5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk

membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.

6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutudan martabat

profesinya.

7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan social.


8. Guru secara bersama-sama memelihara danmeningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana

perjuangan dan pengabdian.

9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidkan.

10. Guru dalam melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran merupakan wajib dan darma yang

menghendaki tanggung jawab, yang merupakan unsur etika. Dibutuhkan kesungguhan dalam

melaksanakan tugas profesi guru.

Atas dasar uraian terdahulu secara normative pendidik atau guru apa saja sebutannya dituntut

untuk menjadi tenaga professional yang tidak saja terkait secara teoritis-empiris tetapi juga

sesuai dengan pesan agama sebagaimana firman Allah40[40] dalam surah Al-Isra ayat 84 yang

berbunyi:

Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya (Termasuk dalam


pengertian Keadaan disini ialah tabiat dan pengaruh alam sekitarnya) masing-masing. Maka
Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalan-Nya.41[41]
Dari berbagai uraian sebelumnya, maka ada nilai normatif bagi pendidik danada nilai normatif

bagi anak didik.

Nilai normatif sebagai pendidik, antara lain:

1. Ikhlas dan sifat utama lainnya terutama adil, jujur, sabar, disiplin dan kerja keras.

2. Profesionalisme dalam atau expert atau memiliki kelebihan-kelebihan dan bersedia membarikan

kelebihan-kelebihan tersebut kepada anak didik.


3. Agamawan.

4. Sadar sebagi pendidik dan anak didik yang merupakan sikap simultan.

5. Sayang terhadap anak didik.

6. Teladan dengan ibda binafsika dalam hal-hal kebajikan, kapan dan dimanapun sehingga terjadi

konteks positif.

7. Selalu menghidupkan amar maruf nahi munkar.

Adapun nilai normatif bagi anak didik, antara lain:

1. Ikhlas dan sifat utama lainnya terutama adil, jujur, sabar, disiplin dan kerja keras.

2. Menyadari kekurangan-kekurangan yang harus terus dilengkapi atau diperbaiki dengan

menuntut kepada mereka yang memiliki kelebihan.

3. Agamawan.

4. Sadar sebagai anak didik dan pendidik yang merupakan sikap simultan.

5. Hormat kepada pendidik.

6. Selalu menghidupkan amar maruf nahi munkar.42[42]


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian tersebut di atas dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

A. Dasar Normatif Pendidikan Islam adalah merupakan dasar atau landasan sebagai tempat berpijak

yang bersifat keharusan atau tidak boleh ditinggalkan dalam rangka proses aktivitas pendidikan

Islam.
B. Pendidikan Islam, baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang bergerak dalam rangka

pembinaan kepribadian yang utuh, memerlukan suatu dasar yang kokoh. Adapun dasar

fundamental pendidikan Islam ada empat, yaitu:

1. Al-Quran

2. As-Sunnah

3. Al-Kaun

4. Ijtihad.

C. Dasar-dasar Normatif Pendidikan Islam meliputi Nilai Aqidah, Ibadah, Syariah- Maqshid al-

SyarI (Al-Dharuryat Al-khams); Nilai-nilai Manusia sebagai Abdullah dan khalifatullah serta

Nilai-nilai Manusia sebagai Pendidik dan Anak Didik.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Angkasa, Bandung, 1992.
Amka Abdul Aziz, Hati Pusat Pendidikan Karakter, Cempaka Putih, Klaten, 2012.
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Pustaka Agung Harapan, Jakarta,
2006.
H. Kamrani Buseri, Dasar, Asas, dan Prinsip Pendidikan Islam, Aswaja Pressindo,
Yogyakarta, 2014
H. Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2011.
H. Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2011.

Anda mungkin juga menyukai