PROPOSAL PENELITIAN
Oleh :
DETIA SURYANI
20119061
TASIKMALAYA
2022
BAB 1
Pendahuluan
A. Latar belakang
Kejadian Rheumatoid Arthritis (RA) banyak di terjadi dan dialami oleh wanita
dibandingkan dengan pria. Wanita yang menderita Rheumathoid Arthritis (RA)
kemungkinan 60% lebih besar meninggal dunia tidak bisa untuk melakukan aktifitas
sehari-hari atau mengalami kelumpuhan permanen (Afriyanti, 2009) dan (Afwa 2018).
Rheumatoid arhitis pun lebih dominan pada usia lansia di banding usia lainya
dikarenakan pada usia lansia daya tahan tubuh mudah berkurang dan resiko untuk
mengalami autoimun lebih besar. Hal yang perlu jadi perhatian adalah angka kejadian
penyakit rheumatoid arthritis ini yang relatif tinggi, yaitu 1-2 % dari total populasi di
Indonesia. Pada tahun 2004 lalu, jumlah pasien rheumatoid arthritis ini mencapai 2 juta
orang, dengan 2 perbandingan pasien wanita tiga kali lebih banyak dari pria.
Diperkirakan angka ini terus naik hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25%
mengalami kelumpuhan. Kejadian penyakit ini di Indonesia lebih rendah dibandingkan
dengan negara lainya seperti Amerika. Menurut Arthritis Foundation (2015), sebanyak
22% orang dewasa di Amerika Serikat berusia 18 tahun atau lebih didiagnosa arthritis.
Berdasarkan data tersebut, sekitar 3% mengalami RA (Arthritis Foundation, 2015).
Autoimun adalah suatu respon imun atau sistem kekebalan yang terbentuk
sebagai kesalahan dalam mengidentifikasi benda asing. Sel, jaringan dan organ tubuh
manusia akan dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak melalui perantaraan
antibodi. Penyakit autoimmun tidak memberikan dampak peningkatan ketahanan tubuh
dalam melawan suatu penyakit pada seseorang, tetapi dapat menimbulkan kerusakan
tubuh akibat kekebalan yang terbentuk (Purwaningsih, E., 2013).
Pemeriksaan laboratorium yang dapat mendiagnosa Rheumatoid Arthitis salah
satunya adalah RF. Rheumatoid Factor (RF) adalah immunoglobulin yang bereaksi
dengan molekul IgG. Metode pada Rheumatoid Faktor adalah uji skrining yang dilakukan
terhadap pemeriksaan Rheumatoid Faktor dapat menggunakan dengan metode aglutinasi
yaitu serum tersangka penderita rheumatoid arthritis dicampurkan dengan partikel lateks
yang dilapisi oleh antibodi IgG manusia (Hartini dkk, 2019). Jika serum tersebut
mengandung faktor rheumatoid maka larutan lateks akan terbentuk gumpalan atau
aglutinasi sehingga pada sampel serum yang diperiksa mengandung rheumatoid faktor
(RF), maka akan terbentuk aglutinasi (Hartini dkk, 2019).
Menurut WHO lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari atau
sama dengan 55 tahun. Lansia dapat juga diartikan sebagai menurunnya kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya,
(Darmojo, 2015). Depkes RI menyebutkan usia produktif adalah antara 15 -54 tahun.
sehingga usia tersebut masih termasuk usia kerja yang produktif. Penduduk usia produktif
adalah penduduk usia kerja yang sudah bisa menghasilkan barang dan jasa. Penduduk
usia produktif adalah penduduk usia kerja yang sudah bisa menghasilkan barang dan jasa
dan melakukan aktivitas sesuai kemampunya. (Unggul 2019).
Rheumatoid arhitis merupakan penyakit yang banyak di temui pada wanita salah
satu contoh pada wanita lansia dan produktif, wanita lansia mudah terserang Rheumatoid
arhitis karena menurunya daya tahan tubuh sehingga rentan terserang infeksi, sedangkan
pada wanita produktif bisa terjadi karena beberapa hal salah satunya melakukan pekerjaan
atau aktivitas yang masih dilakukan sehingga mempengaruhi keadaan daya tahan tubuh
dan mempengaruhi keadaan sendi walaupun belum pasti penyebab Rheumatoid arthritis
pada wanita produktif,
Melihat perbedaan antar kelompok usia lansia dan produktif terhadap kasus RF
dimana usia lanjut memiliki dampak yang lebih besar dan belum tergambarkannya
perbedaan kadar RF pada lansia dan produktif yang merupakan hal penting untuk
diketahui perbedaanya untuk tindakan pencegahan atau meminimalisir kemungkinan
kejadian RF sehingga peneliti bermaksud melakukan penelitian yang berjudul “
perbedaan hasil RF
Pada penelitian Dinda Ayu Sekar (2020) tentang “gambaran hasil pemeriksaan
rheumatoid faktor (rf) pada lansia” didapatkan hasil sebagian besar pasiennya ialah
Perempuan dengan presentase 76,7% sedangkan di Puskesmas Beo kabupaten Talaud
terbanyak ialah laki-laki dengan presentase 81,3%. Kelompok umur yang banyak
melakukan pemeriksaan yaitu kisaran umur 60-70 tahun.
B. Tujuan penelitian
C. Manfaat penelitian
1. Bagi Peneliti
2. Bagi Masyarakat
Manfaat dari penelitian ini bagi masyarakat adalah dapat menjadi tambahan informasi
tentang perbedaan hasil RF ( Rheumatoid Factor) metode kualitatif pada wanita lansia
dan produktif.
3. Bagi institusi
Manfaat dari penelitian ini bagi institusi adalah dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kepada mahasiwa khususnya dibidang imunoserologi serta memberi gambaran
dan jalan bagi penelitian selanjutnya.
D. Pembatasan masalah
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Autoimun
Autoimun merupakan suatu respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang
terjadi akibat kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan self
tolerance atau dapat diartikan sebagai kegagalan pada toleransi imunitas sendiri.(ahmad
mujtaba et al. 2019) Autoimunitas merupakan suatu fenomena dimana terjadinya
kegagalan mekanisme yang menyebabkan limfosit tidak lagi mampu membedakan self
dan non-self sehingga sistem imun merusak sel dan jaringan sendiri. (Paulo 2019)
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan “itis”
yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi. Sedangkan
Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya
tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Anisa 2019).
a. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki angka
kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60% (Suarjana, 2009).
b. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk semang
(host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya
penyakit RA (Suarjana, 2009).
c. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok dan aktifitas yang berat
sehari-harinya (Longo, 2012).
Proses timbulnya gejala melalui 3 tahap, yaitu tahap pertama, yaitu membrane
sinovial menebal, menimbulkan keluhan nyeri, panas dan kaku serta bengkak sekitar
persendian. Tahap kedua, yaitu sel- sel di daerah persendian bertambah banyak dengan
cepat, sehingga membran sinovial semakin menebal. Tahap ketiga, peradangan sendi
mengeluarkan enzim sehingga tulang dan tulang rawan sendi hancur sampai bentuk dan
ukuran sendi berubah, menimbulkan rasa sakit yang semakin berat dan gerakan sendi
yang terbatas (Paulo 2019)
a. Arthritis Rheumatoid klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dandan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
b. Arthritis Rheumatoid deficit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
c. Probable Arthritis Rheumatoid pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
d. Possible arthritis rheumatoid pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3
bulan. (Pemula 2017)
1. Laju endap darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) menunjukkan adanya
proses inflamasi, akan tetapi memiliki spesifisitas yang rendah untuk RA. Tes ini
berguna untuk memonitor aktivitas penyakit dan responnya terhadap pengobatan
(Afwa 2018)
2. Analisis cairan synovial. Peradangan yang mengarah pada rheumatoid arthritis
ditandai dengan cairan synovial abnormal dalam hal kualitas dan jumlahnya yang
meningkat drastis. Sampel cairan ini biasanya diambil dari sendi (lutut), untuk
kemudian diperiksa dan dianalisis (Shiel, 2011).
3. Rheumatoid Factor (RF) merupakan parameter untuk mengetahui rheumatoid
arthiritis, RF adalah imunoglobulin yang bereaksi dengan molekul IgG. Pada
serum penderita juga mengandung IgG, sehingga RF merupakan autoantibodi. RF
terdapat beberapa IgG atau IgA namun sebagian besar adalah Ig. (Soryatmodjo et
al. 2021)
4. Tes antibodi anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptide) adalah tes untuk
mendiagnosis rheumatoid arthritis secara dini. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa tes tersebut memiliki sensitivitas yang mirip dengan tes RF, akan tetapi
spesifisitasnya jauh lebih tinggi dan merupakan prediktor yang kuat terhadap
perkembangan penyakit yang erosif.(Afwa 2018)
Lansia merupakan usia yang memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami
autoimun, hal ini berdasarkan pernyataan bahwa semakin bertambahnya usia atau
semakin tua, maka semakin mungkin untuk mengalami autoimun dibanding dengan usia
yang lebih muda. (Meri 2019)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat Deskriptif
bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil Rheumatoid Arthritis pada wanita lansia
dan wanita produktif menggunakan metode kualitatif.
3.2.1 Populasi
- Populasi target pada penelitian ini adalah pasien yang wanita berusia lanjut dan
wanita produktif
- Pasien yang memiliki usia lansia dan usia produktif yang hanya dibatasi untuk
wanita saja untuk pemeriksaan Rheumatoid Arthritis
A. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah lansia yang bersedia menjadi responden
dengan usia 50- 70 dan wanita produktif usia 17-45 tahun
B. Kriteria Ekskusi
Kriteria Ekslusi pada penelitian ini adalah tidak melakukan penelitian pada wanita
obesitias dan wanita hamil
Jumlah Sampel
30 sampel
Jenis data penelitian ini adalah data primer, yaitu diperoleh dengan
melakukan pemeriksaan Rheumatoid Arthiritis yang dilakukan langsung oleh
peneliti.
3.5 Alat
3.6 Bahan
Reagen RF Latex
sampel
kontrol positif
kontrol negatif
3.7.2 Analitik