Anda di halaman 1dari 12

PERBEDAAN HASIL RF ( RHEUMATOID FACTOR) METODE

KUALITATIF PADA WANITA LANSIA DAN PRODUKTIF

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat


Mencapai Jenjang Pendidikan Diploma III Analis Kesehatan

Oleh :

DETIA SURYANI

20119061

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN

UNIVERSITAS BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA

2022
BAB 1

Pendahuluan

A. Latar belakang

Rheumatoid Arthritis yaitu penyakit autoimun yang menyerang jaringan


persendian, dan sering juga melibatkan organ tubuh lainnya yang di tandai dengan
terdapatnya sinovitis erosif sistemik (Sekar, 2011). Insiden puncak antara usia 40-60
tahun, lebih sering terjadi pada wanita daripada pria (Muttaqin, 2008). American College
of Rheumatology (2012) menyatakan, Rheumatoid Arthritis adalah penyakit kronis
(jangka panjang) yang menyebabkan nyeri, kekakuan, pembengkakan serta keterbatasan
gerak dan fungsi banyak sendi. Pravelensi Rheumatoid Arthritis hanya sebesar 1-2% di
seluruh dunia.

Kejadian Rheumatoid Arthritis (RA) banyak di terjadi dan dialami oleh wanita
dibandingkan dengan pria. Wanita yang menderita Rheumathoid Arthritis (RA)
kemungkinan 60% lebih besar meninggal dunia tidak bisa untuk melakukan aktifitas
sehari-hari atau mengalami kelumpuhan permanen (Afriyanti, 2009) dan (Afwa 2018).
Rheumatoid arhitis pun lebih dominan pada usia lansia di banding usia lainya
dikarenakan pada usia lansia daya tahan tubuh mudah berkurang dan resiko untuk
mengalami autoimun lebih besar. Hal yang perlu jadi perhatian adalah angka kejadian
penyakit rheumatoid arthritis ini yang relatif tinggi, yaitu 1-2 % dari total populasi di
Indonesia. Pada tahun 2004 lalu, jumlah pasien rheumatoid arthritis ini mencapai 2 juta
orang, dengan 2 perbandingan pasien wanita tiga kali lebih banyak dari pria.
Diperkirakan angka ini terus naik hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25%
mengalami kelumpuhan. Kejadian penyakit ini di Indonesia lebih rendah dibandingkan
dengan negara lainya seperti Amerika. Menurut Arthritis Foundation (2015), sebanyak
22% orang dewasa di Amerika Serikat berusia 18 tahun atau lebih didiagnosa arthritis.
Berdasarkan data tersebut, sekitar 3% mengalami RA (Arthritis Foundation, 2015).

Autoimun adalah suatu respon imun atau sistem kekebalan yang terbentuk
sebagai kesalahan dalam mengidentifikasi benda asing. Sel, jaringan dan organ tubuh
manusia akan dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak melalui perantaraan
antibodi. Penyakit autoimmun tidak memberikan dampak peningkatan ketahanan tubuh
dalam melawan suatu penyakit pada seseorang, tetapi dapat menimbulkan kerusakan
tubuh akibat kekebalan yang terbentuk (Purwaningsih, E., 2013).
Pemeriksaan laboratorium yang dapat mendiagnosa Rheumatoid Arthitis salah
satunya adalah RF. Rheumatoid Factor (RF) adalah immunoglobulin yang bereaksi
dengan molekul IgG. Metode pada Rheumatoid Faktor adalah uji skrining yang dilakukan
terhadap pemeriksaan Rheumatoid Faktor dapat menggunakan dengan metode aglutinasi
yaitu serum tersangka penderita rheumatoid arthritis dicampurkan dengan partikel lateks
yang dilapisi oleh antibodi IgG manusia (Hartini dkk, 2019). Jika serum tersebut
mengandung faktor rheumatoid maka larutan lateks akan terbentuk gumpalan atau
aglutinasi sehingga pada sampel serum yang diperiksa mengandung rheumatoid faktor
(RF), maka akan terbentuk aglutinasi (Hartini dkk, 2019).

Menurut WHO lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari atau
sama dengan 55 tahun. Lansia dapat juga diartikan sebagai menurunnya kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya,
(Darmojo, 2015). Depkes RI menyebutkan usia produktif adalah antara 15 -54 tahun.
sehingga usia tersebut masih termasuk usia kerja yang produktif. Penduduk usia produktif
adalah penduduk usia kerja yang sudah bisa menghasilkan barang dan jasa. Penduduk
usia produktif adalah penduduk usia kerja yang sudah bisa menghasilkan barang dan jasa
dan melakukan aktivitas sesuai kemampunya. (Unggul 2019).

Rheumatoid arhitis merupakan penyakit yang banyak di temui pada wanita salah
satu contoh pada wanita lansia dan produktif, wanita lansia mudah terserang Rheumatoid
arhitis karena menurunya daya tahan tubuh sehingga rentan terserang infeksi, sedangkan
pada wanita produktif bisa terjadi karena beberapa hal salah satunya melakukan pekerjaan
atau aktivitas yang masih dilakukan sehingga mempengaruhi keadaan daya tahan tubuh
dan mempengaruhi keadaan sendi walaupun belum pasti penyebab Rheumatoid arthritis
pada wanita produktif,

Melihat perbedaan antar kelompok usia lansia dan produktif terhadap kasus RF
dimana usia lanjut memiliki dampak yang lebih besar dan belum tergambarkannya
perbedaan kadar RF pada lansia dan produktif yang merupakan hal penting untuk
diketahui perbedaanya untuk tindakan pencegahan atau meminimalisir kemungkinan
kejadian RF sehingga peneliti bermaksud melakukan penelitian yang berjudul “
perbedaan hasil RF

Menurut penelitian dari UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera


Barat, ditemukan sebanyak 76,6% penderita rematik merupakan wanita. Hal ini tidak
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Beo Kabupaten Talaud yang
hanya ditemukan sebanyak 18,8% wanita yang terkena Rematik. Pada penelitian UPTD
Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumbar memiliki hasil 56,7% terbanyak pada
rentang usia 46-65 tahun sebanyak 17 sampel sedangkan pada hasil pemeriksaan di
Puskesmas Beo Kabupaten Talaud memiliki hasil 78,1% terbanyak rentang usia 55-70
tahun dengan jumlah 25 sampel. Hal ini dapat menunjukkan bahwa semakin tua
seseorang maka semakin beresiko terkena penyakit autoimun Rematik. (Pengaruh PMA,
PMDN, TK 2020)

Pada penelitian Dinda Ayu Sekar (2020) tentang “gambaran hasil pemeriksaan
rheumatoid faktor (rf) pada lansia” didapatkan hasil sebagian besar pasiennya ialah
Perempuan dengan presentase 76,7% sedangkan di Puskesmas Beo kabupaten Talaud
terbanyak ialah laki-laki dengan presentase 81,3%. Kelompok umur yang banyak
melakukan pemeriksaan yaitu kisaran umur 60-70 tahun.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah dalam penelitian


ini adalah “Bagaimana hasil perbedaan kadar RF (Rheumatoid Facktor) pada wanita
lansia dan produktif “

B. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil perbedaan hasik RF


(Rheumatoid Facktor) metode kualitatif pada wanita lansia dan produktif

C. Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, antara lain :

1. Bagi Peneliti

Memberi wawasan dan pengetahuan sebahagai bahan tambahan referensi. Dan


mendapatkan perbedaan hasil RF (Rheumatoid Facktor) metode kualitatif pada wanita
lansia dan produktif.

2. Bagi Masyarakat

Manfaat dari penelitian ini bagi masyarakat adalah dapat menjadi tambahan informasi
tentang perbedaan hasil RF ( Rheumatoid Factor) metode kualitatif pada wanita lansia
dan produktif.
3. Bagi institusi

Manfaat dari penelitian ini bagi institusi adalah dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kepada mahasiwa khususnya dibidang imunoserologi serta memberi gambaran
dan jalan bagi penelitian selanjutnya.

D. Pembatasan masalah

- panelitian dilakukan pada wanita lansia dan produktif


- penelitian dilakukann dengan parameter RF ( Rheumatoid Factor) metode
kualitatif
- penelitian pada wanita tidak hamil dan obesitas

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Autoimun

Autoimun merupakan suatu respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang
terjadi akibat kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan self
tolerance atau dapat diartikan sebagai kegagalan pada toleransi imunitas sendiri.(ahmad
mujtaba et al. 2019) Autoimunitas merupakan suatu fenomena dimana terjadinya
kegagalan mekanisme yang menyebabkan limfosit tidak lagi mampu membedakan self
dan non-self sehingga sistem imun merusak sel dan jaringan sendiri. (Paulo 2019)

Penyakit Autoimun merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh


manusia yang biasa terjadi pada kaum wanita. Autoimun merupakan gangguan sistem
kekebalan tubuh akibat gagalnya pertahanan kestabilan kondisi tubuh, sehingga sistem
imun menyerang tubuh yang sehat dianggap sebagai benda asing yang harus
dimusnahkan.(Sari 2019).

Sistem kekebalan tubuh secara terus-menerus mengamati benda asing yang


masuk atau berada dalam tubuh, seperti sel kanker, bakteri, virus, parasit, protein asing,
dan zat- zat kimia. Selama fungsi sel imun normal, jika ada benda asing masuk ke dalam
tubuh maka leukotrien dan prostaglandin melebarkan pembuluh darah, sehingga
komponen kekebalan dapat dengan cepat berpindah ke area yang membutuhkan
perlindungan, Diperkirakan terdapat sekitar 80 jenis penyakit autoimun yang bisa
melibatkan hampir semua bagian tubuh. Gejala umum termasuk demam ringan, mialgia,
artralgia, kelelahan, ruam (Purba 2019).

2.1.1 Jenis Penyakit Autoimun

1. Lupus Erythematosus sistemic (LES) adalah penyakit autoimun multisistem


kronik dengan spektrum manifestasi yang luas mulai dari keterlibatan kutaneus
minor sampai dengan kerusakan organ yang berat. (Journal and Issn 2021)
2. DM tipe 1 terjadi belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga pajanan infeksi
atau lingkungan memicu proses autoimun. Dengan demikian sel ß pankreas
merusak dan berakibat hasilan insulin berkurang bahkan tidak dihasilkan,
sehingga terjadi peningkatan glukosa dalam peredaran darah. (Puspa Wardhani
2016)
3. Anemia hemolitik autoimun adalah anemia hemolitik yang timbul karena
autoantibodi terhadap eritrosit sendiri terbentuk, sehingga menimbulkan
kehancuran (hemolisis) dan memperpendek usia eritrosit (normal 100–120 hari)
melalui aktivasi sistem komplemen dan proses fagositosis di sistem
retikuloendotel. Berdasarkan sifat reaksi antibodi AHA digolongkan menjadi
AHA jenis hangat dan dingin. Anemia hemolitik autoimun jenis hangat adalah
reaksi antigen-antibodi yang terjadi maksimal pada suhu tubuh (37°C),
sedangkan AHA jenis dingin adalah yang terjadi maksimal pada suhu rendah
(4°C). (Laboratory 2014)
4. Penyakit rheumatoid arthritis (RA) merupakan salah satu penyakit autoimun
berupa inflamasi arthritis pada pasien dewasa. Rasa nyeri pada penderita RA
pada bagian sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa akan mengalami penebalan
akibat radang yang diikuti oleh erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi
(Syamsuhidajat,(Pharmascience et al. 2016)
2.2 Rhematoud Arthritis (RA)

Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan “itis”
yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi. Sedangkan
Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya
tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Anisa 2019).

Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun inflamasi sistemik kronis


yang ditandai dengan peradangan sendi kronis yang sering menyebabkan kerusakan
tulang dan tulang rawan, serta adanya autoantibodi termasuk faktor rheumatoid (RF) dan
peptida citrullinated anti-siklik yang sangat spesifik untuk RA. (anti-CCP) antibodi (Al-
Shukaili et al. 2012)

Artritis reumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun pada sendi yang


menyebabkan kondisi peradangan atau inflamasi sendi kronis dan dapatmengenai lebih
dari lima sendi (poliartritis). Selain itu dapat juga menyebabkan peradangan jaringan
sekitar sendi, serta organ-organ lain dalam tubuh. Artitis reumatoid (AR) merupakan
salah satu contoh penyakit autoimun sistemik, karena mempengaruhi organ lain dalam
tubuh (ahmad mujtaba et al. 2019).

2.2.1 Faktor Penyebab Rheumatoid Arthritis (RA)

Penyebab Rheumatoid Arthritis belum diketahui dengan pasti. Namun


kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan (Suarjana, 2009)

a. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki angka
kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60% (Suarjana, 2009).
b. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk semang
(host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya
penyakit RA (Suarjana, 2009).
c. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok dan aktifitas yang berat
sehari-harinya (Longo, 2012).

Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku tentang penatalaksanaan


rheumatoid arthritis adalah pengetahuan dan informasi. Pengetahuan merupakan hasil
tahu yang terjadi setelah individu melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu,
dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih bertahan dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (LIU 2020)

2.2.2 Gejala Rheumatoid Arhritis (RA)

Proses timbulnya gejala melalui 3 tahap, yaitu tahap pertama, yaitu membrane
sinovial menebal, menimbulkan keluhan nyeri, panas dan kaku serta bengkak sekitar
persendian. Tahap kedua, yaitu sel- sel di daerah persendian bertambah banyak dengan
cepat, sehingga membran sinovial semakin menebal. Tahap ketiga, peradangan sendi
mengeluarkan enzim sehingga tulang dan tulang rawan sendi hancur sampai bentuk dan
ukuran sendi berubah, menimbulkan rasa sakit yang semakin berat dan gerakan sendi
yang terbatas (Paulo 2019)

2.2.3 Klasifikasi Rheumatoid Arhritis (RA)

Gordon mengklasifikasikan arthritis rheumatoid menjadi 4 tipe :

a. Arthritis Rheumatoid klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dandan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
b. Arthritis Rheumatoid deficit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
c. Probable Arthritis Rheumatoid pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
d. Possible arthritis rheumatoid pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3
bulan. (Pemula 2017)

2.2.4 DIAGNOSIS RA METODE PEMERIKSAAN

1. Laju endap darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) menunjukkan adanya
proses inflamasi, akan tetapi memiliki spesifisitas yang rendah untuk RA. Tes ini
berguna untuk memonitor aktivitas penyakit dan responnya terhadap pengobatan
(Afwa 2018)
2. Analisis cairan synovial. Peradangan yang mengarah pada rheumatoid arthritis
ditandai dengan cairan synovial abnormal dalam hal kualitas dan jumlahnya yang
meningkat drastis. Sampel cairan ini biasanya diambil dari sendi (lutut), untuk
kemudian diperiksa dan dianalisis (Shiel, 2011).
3. Rheumatoid Factor (RF) merupakan parameter untuk mengetahui rheumatoid
arthiritis, RF adalah imunoglobulin yang bereaksi dengan molekul IgG. Pada
serum penderita juga mengandung IgG, sehingga RF merupakan autoantibodi. RF
terdapat beberapa IgG atau IgA namun sebagian besar adalah Ig. (Soryatmodjo et
al. 2021)
4. Tes antibodi anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptide) adalah tes untuk
mendiagnosis rheumatoid arthritis secara dini. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa tes tersebut memiliki sensitivitas yang mirip dengan tes RF, akan tetapi
spesifisitasnya jauh lebih tinggi dan merupakan prediktor yang kuat terhadap
perkembangan penyakit yang erosif.(Afwa 2018)

2.3 Daya Tahan Tubuh wanita Lansia

Lansia merupakan usia yang memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami
autoimun, hal ini berdasarkan pernyataan bahwa semakin bertambahnya usia atau
semakin tua, maka semakin mungkin untuk mengalami autoimun dibanding dengan usia
yang lebih muda. (Meri 2019)

Kualitas hidup dimasa tua merupakan persepsi subjektif yang mempengaruhi


status kesehatan baik fungsi fisik, psikologis dan kesejahteraan sosial serta kemampuan
fisik yang baik, merasa cukup secara pribadi dan masih merasa berguna, partisipasi dalam
kehidupan sosial, dan baik dalam sosial ekonominya. (Kerja and Kenten 2020)

Istilah lansia berkonotasi dengan berbagai masalah kesehatan, terutama masalah


fisik. Berbagai teori penuaan semuanya mengarah pada kesimpulan yang sama.
Kesehatan lansia yang semakin menurun seiring bertambahnya usia akan berdampak pada
kualitas hidupnya. Seiring bertambahnya usia, lansia mengalami penurunan fungsi dan
keseimbangan tubuh, serta munculnya beberapa gangguan, salah satunya adalah autoimun
(Kiik, S, dkk. 2018). Penyakit autoimun ini ditandai dengan peradangan kronis pada sendi
tangan dan kaki yang disertai dengan gejala anemia, kelelahan, dan depresi. Peradangan
ini menyebabkan hilangnya fungsi sendi karena kerusakan tulang yang berujung pada
kecacatan progresif (Mariza Elsi,2018). Penyakit autoimun yang sering terjadi adalah
Rheumatoid Arthritis (RA), Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Antiphospholipid
Syndrome (APS) dan Sindrom Sjogren

Daya Tahan Tubuh Wanita Produktif


2.7 ANGGAPAN DASAR

Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan suatu penyakit reumatik autoimun yang


ditandai oleh kerusakan sendi progresif, keterbatasan fungsional dan manifestasi sistemik.
Beberapa penderita Rheumatoid Arthritis (RA) mempunyai manifestasi yang lebih
progresif sehingga memiliki prognosis (fungsional dan harapan hidup) yang buruk (Kalim
H, dkk. 2019). Selain itu, penyakit ini menyebabkan inflamasi, kekakuan, pembengkakan,
dan rasa sakit pada sendi, otot, tendon, ligament dan tulang (Meliny, dkk.2018).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat Deskriptif
bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil Rheumatoid Arthritis pada wanita lansia
dan wanita produktif menggunakan metode kualitatif.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

- Populasi target pada penelitian ini adalah pasien yang wanita berusia lanjut dan
wanita produktif

- Pasien yang memiliki usia lansia dan usia produktif yang hanya dibatasi untuk
wanita saja untuk pemeriksaan Rheumatoid Arthritis

3.2.2 Sampel Penelitian

A. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah lansia yang bersedia menjadi responden
dengan usia 50- 70 dan wanita produktif usia 17-45 tahun

B. Kriteria Ekskusi

Kriteria Ekslusi pada penelitian ini adalah tidak melakukan penelitian pada wanita
obesitias dan wanita hamil

Jumlah Sampel

30 sampel

3.3 Jenis dan pengumpulan Data

Jenis data penelitian ini adalah data primer, yaitu diperoleh dengan
melakukan pemeriksaan Rheumatoid Arthiritis yang dilakukan langsung oleh
peneliti.

3.4 Metode Pemeriksaan

3.5 Alat

3.6 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya :

Bahan Spesifikasi jumlah

Reagen RF Latex

sampel
kontrol positif

kontrol negatif

3.7 Prosedure Penelitian

3.7.1 Pra analitik

A. Pengambilan Darah Vena


B. Cara pembuatan serum (sampel) (Meri 2019)
1. persiapan alat dan bahan
2. darah yang telah di dapat didiamkan selama 15-30 menit
3. disentrifuge selama 20 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
4. pisahkan serum

3.7.2 Analitik

A. Cara pemeriksaan RF (Meri 2019)


1. memipet 50 µL kontrol positif pada lingkaran pertama
2. memipet 50 µl kontrol negative pada lingkaran kedua
3.memipet sampel 50 µl pada lingkaran ketiga di slide test. Kemudian
ditambahkan 50 uL Reagen RF Latex
4. Dihomogenkan selama 3 menit, kemudian diamati ada atau tidaknya
aglutinasi pada slide test dengan latar belakang warna hitam

3.7.3 Pasca analtik

3.8 Analis Data

Anda mungkin juga menyukai