Anda di halaman 1dari 34

lOMoARcPSD|25495045

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN SLE (SYSTEMIC LUPUS


ERYTHEMATOUS)

Oleh :
Harvina Sindy Prastiwi G3A022135

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2023
lOMoARcPSD|25495045

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................................i
HALAMAN JUDUL..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I. KONSEP DASAR PENYAKIT................................................................1
1.1 Definisi SLE..............................................................................................1
1.2 Epidemiologi.............................................................................................1
1.3 Etiologi......................................................................................................2
1.4 Klasifikasi..................................................................................................3
1.5 Patofisiologi...............................................................................................5
1.6 Manifestasi klinis......................................................................................6
1.7 Pemeriksaan penunjang.............................................................................8
1.8 Penatalaksanaan medis..............................................................................9
1.9 Pathway...................................................................................................11
BAB II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN...............................................13
2.1 Pengkajian keperawatan..........................................................................13
2.2 Diagnosa keperawatan.............................................................................16
2.3 Intervensi keperawatan............................................................................17
2.4 Discharge planning..................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
lOMoARcPSD|25495045

BAB I.
KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Definisi SLE


Systemic Lupus Eyithematosus (SLE) atau Lupus eritematosus
sistemik (LES) adalah penyakit autoimun sistemik kronik yang ditandai
dengan terbentuknya berbagai macam antibodi yang membentuk kompleks
imun yang menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan (Harsaya dan
Jusup, 2020). Lupus adalah penyakit dengan perjalanan tak terduga, di
mana kerusakan kumulatif dari waktu ke waktu secara signifikan
mengganggu kualitas hidup dan mengganggu fungsi organ. Banyak sel,
jaringan, dan organ dapat terkena dampak penyakit ini, dan gambaran
klinis dapat sangat bervariasi di antara pasien. Pada pasien yang sama
gambaran klinis mungkin tidak konsisten dari waktu ke waktu. Sistem
organ yang paling sering terjadi pada pasien lupus termasuk persendian,
kulit dan selaput lendir, sel darah, otak, dan ginjal (Roy dan Agung, 2021).
SLE adalah hasil dari regulasi sistem imun yang terganggu yang
menyebabkan produksi berlebihan dari autoantibodi. Pada kondisi normal
tubuh manusia, antibodi diproduksi dan digunakan untuk melindungi
tubuh dari benda asing (virus, kuman, bakteri, dll). Namun pada kondisi
SLE, antibodi tersebut kehilangan kemampuan untuk membedakan antara
benda asing dan jaringan tubuh sendiri. Secara khusus, sel B dan sel T
berkontribusi pada respon imun pe-nyakit SLE ini (Fatmawati, 2018).

1.2 Epidemiologi
Suatu studi sistemik di Asia Pasifik memperlihatkan data insiden
sebesar 0,9-3,1 per 100.000 populasi/tahun. Sedangkan, The Lupus
Foundation of America memperkirakan sekitar1,5 juta kasus telah terjadi
di Amerika dan terjadi 5 juta kasus di seluruh dunia. Bahkan, setiap
tahunnya dapat diperkirakan ada sekitar 16 ribu kasus baru SLE
(Kemenkes RI, 2017). Tingkat kelangsungan hidup selama 10 tahun pada
Odapus (Orang dengan Lupus) ber-kisar pada 70% (Fatmawati, 2018).
lOMoARcPSD|25495045

Jumlah penderita SLE di Indonesia masih belum diketahui. Namun,


menurut survey Prof. Handono Kalim dkk. di Malang, tercacat sebesar
0,5% penderita SLE terhadap total populasi (Kemenkes RI, 2017).
Berdarakan penelitian Diantini dkk. (2016), penyakit SLE merupakan
penyakit dengan angka kejadian yang paling banyak terjadi pada anak
dibandingkan jenis penyakit autoimun lainnya. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Bailey et al. (2011) menunjukkan bahwa jumlah kasus SLE
pada anak-anak sekitar 8% sampai 15% (Diantini, D, M dkk., 2016).
Kakehasi dkk melaporkan pada SLE didapatkan 17 % dengan
kelainan fungsi tiroid yang terdiri dari 10 % subklinis hipotiroid, 2 %
subklinis hipertiroid, 4 % hipotiroid primer, serta 1 % serum tiroksin
dibawah normal. Sehingga disimpulkan bahwa pada SLE sering ditemukan
kelainan fungsi tiroid, tetapi tak ada hubungan antara aktifitas SLE secara
klinis dengan kelainan fungsi tiroid (Melissa, 2021).

1.3 Etiologi
Penyebab pasti dari penyakit SLE sampai saat ini masih belum
diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga menjadi faktor
risiko dari penyakit ini, yaitu genetik, lingkungan, regulasi sistem imun,
hormonal, dan epigenetic (Fatmawati, 2018).
a. Genetik
Sekitar 7% pasien dengan SLE dikarenakan faktor genetik (terdapat
orang tua atau saudara kandung yang menderita SLE). Faktor ini
mempengaruhi kerentanan, perkembangan dan keparahan SLE.
Berikut beberapa contoh gen yang terlibat dalam penyakit SLE
b. Hormonal dan Imunologik
Pengaruh hormon dengan kejadian SLE tidak banyak diketahui.
Sedangkan faktor imunologik dapat mempengaruhi SLE dikarenakan
terjadi ketidakseimbangan proses fagositosis imun yang tidak
sempurna. Sehingga terjadi pembentukan autoantibodi dan kompleks
imun (kombinasi dengan gen) yang akan menimbulkan terjadinya
inflamasi dan kerusakan jaringan. Perempuan lebih rentan terkena
lOMoARcPSD|25495045

SLE dibanding laki laki. Hal ini dikarenakan meningkatknya angka


kejadian SLE ketika perempuan belum masuk pada periode
menstruasi dan kehamilan. Hormon yang diduga memicu SLE pada
perempuan ialah,hormon esterogen. Berikut efek hormon esterogen
terhadap fungsi imun
c. Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor pencetus yang dapat memicu
timbulnya SLE ialah infeksi virus, stress fisik, stress emosional,
makan tidak teratur, kurang tidur, perubahan hormon dan sinar UV.
Sinar UV dapat menyebabkan kambuhnya (eksaserbasi) SLE
dikarenakan menstimulasi keratinosit sehingga menyebabkan
stimulasi sel B dan T yang menambah produksi antibodi. Pada
penderita SLE menyebabkan clearance sel apoptopik dan kompleks.
Terdapat banyak obat yang dapat memicu penyakit SLE, namun
yang berpengaruh besar ialah faktor genetik yang berinteraksi
dengan beberapa obat dengan mekanisme metabolisme secara
asetilasi (reaksi kimia). Misalnya procainamide dan hydralazine
yang mempengaruhi gen pada sel T CD4+ dengan menghambat
metilasi DNA dan menginduksi lumphocyte function associated
antigen 1 (LFA – 1) dalam jumlah besar.

1.4 Klasifikasi
Beberapa klasifikasi penyakit lupus, diantaranya (Kemenkes RI,
2017) :
a. Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus/SLE)
Pada umumnya SLE akan menyerang jaringan dan organ tubuh
mana saja dengan tingkat gejala yang ringan hingga parah. Gejala
SLE dapat datang dengan tiba-tiba atau berkembang secara perlahan-
lahan atau bahkan bertahan lama atau bersifat sementara sebelum
akhirnya kambuh lagi. Gejala ringan SLE meliputi rasa nyeri dan lelah
berkepanjangan sehingga berpengaruh pada terhambatnya aktivitas
sehari-hari. Seringkali, penderita SLE akan merasa tertekan, depresi
lOMoARcPSD|25495045

dan cemas meskipun memiliki gejala ringan. SLE merupakan penyakit


yang belum dapat disembuhkan sehingga pengobatan yang dilakukan
berfokus pada pengurangan tingkat gejala dan mencegah kerusakan
organ tubuh.
b. Lupus eritematosus kutaneus (cutaneous lupuserythematosus/CLE)
Lupus ini ditandai dengan adanya ruam pada kulit dengan
berbagai tampilan klinis. Jenis lupus ini di diagnosis dengan
mengenali gambaran klinis dan pemeriksaan berupa biopsi pada ruam.
Hasil biopsi akan menampakkan adanya infiltrasi sel inflamasi dan
endapan kompleks imun pada batas dermoepidermal, yang disebut
sebagai Lupus Band.
c. Lupus imbas obat
Efek samping dapat terjadi pada setiap orang, namun gejala
yang muncul akan berbeda-beda. Lebih dari 100 jenis obat yang
mengakibatkan efek samping yang mirip dengan gejala lupus pada
orang-orang tertentu. Gejala lupus akibat obat, pada umumnya akan
hilang jika penderita berhenti mengonsumsi obat tersebut sehingga
tidak memerlukan pengobatan tertentu. Tetapi, hal tersebut perlu
untuk di konsultasikan kepada dokter sebelum memutuskan untuk
berhenti mengonsumsi obat dengan resep dokter.
d. Sindroma overlap, Undifferentiated connective tissue disease
(UCTD), dan mixed connective tissue disease (MCTD)
Sebagian SLE ditemukan adanya manifestasi klinis yang
menjadi kriteria diagnostik penyakit autoimun seperti atritis
reumatoid, skleroderma atau miositis. Terdapat pula penderita SLE
yang memiliki gejala penyakit autoimun lain, namun belum lengkap
untuk di diagnosis penyakit autoimun tertentu.
lOMoARcPSD|25495045

1.5 Patofisiologi
Patofisiologi SLE dimulai saat terbentuk auto-antibodi dalam tubuh
karena abnormalitas aktivasi dan pensinyalan limfosit T dan B. Penyebab
penyakit SLE ialah segala sesuatu yang menyebabkan reaksi terhadap diri
sendiri/self- antigen/auto-reaktifitas. Terjadinya auto-reaktifitas tersebut
dikarenakan interaksi berbagai faktor. Faktor utama yang mempengaruhi
ialah faktor genetik. Gen yang mempengaruhi penyakit ini adalah gen yang
berkaitan dengan respon imun dan inflamasi, gen yang mengatur repair
DNA dan apoptosis, gen yang memengaruhi adherensi sel imun pada
endotel serta gen yang berperan dalam respon tubuh dalam kerusakan
jaringan. Selain itu faktor epigenetik (perubahan ekspresi gen) juga
berperan dalam penyakit lupus. Misalnya reaksi metilasi DNA, modifikasi
post-translational dari protein histon dll. Faktor selanjutnya adalah
lingkungan seperti sinar UV atau virus (mis : Epstein-Barr atau EBV). Faktor
lingkungan ini berperan sebagai faktor pencetus pada individu yang memiliki
kerentanan genetik terhadap SLE. Sehingga faktor ini dijadikan penentu,
kerentanan genetik dapat menjadi SLE atau tidak. Selain itu, faktor pencetus
lainnya ialah rokok, obat – obatan, imunologi dan hormonal (estrogen dan
prolaktin yang meningkatkan maturasi sel limfosit B yang auto reaktif)
(Tanzilia dkk., 2021).
Interaksi antara gen dan lingkungan tersebut akan memicu
abnormalitas respon imun sehingga membentuk auto-antibodi patogen dan
komplek imun yang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan. Sisa – sisa
apoptosis dan kerusakan akan diinisiai oleh sel B memori. Sel B ini akan
berubah menjadi sel plasma yang akan memproduksi lebih banyak auto-
antibodi dan menimbulkan kerusakan yang lebih banyak lagi. Kerusakan
tersebut akan mengaktifasi komplemen sehingga menyebabkan peradangan
yang lama kelamaan akan merusak organ yang bersifat irreversible (Dipiro
dkk., 2017).
lOMoARcPSD|25495045

1.6 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis pada SLE beragam, mulai dari kelelahan,
penurunan berat badan, demam, dapat juga bermanifestasi di kulit, paru,
ginjal, gastrointestinal dan neuropsikiatri (Harsaya dan Jusup, 2020).
Namun, tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit SLE ini masih
terlalu umum dan seringkali merujuk pada penyakit lain, misalnya malaria,
nyeri sendi, dan lain-lain (Fatmawati, 2018). Adapun manifestasi yang
seringkali muncul pada pasien lupus (Kemenkes RI, 2017) :
a. Keletihan
b. Sakit kepala
c. Nyeri atau bengkak sendi
d. Anemia
e. Nyeri dada ketika menarik nafas panjang
f. Ruam kemerahan pada pipi hingga hidung, pola seperti kupu-kupu
g. Sensitive terhadap cahaya atau cahaya matahari
h. Rambut rontok sampai kebotakan (alopecia)
i. Pendarahan yang tidak biasa
j. Jari-jari menjadi pucat atau kebiruan ketika dingin (fenomena
Raynaud)
k. Sariawan di mulut atau koreng di hidung

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Systemic Lupus Eyithematosus (SLE)

Kriteria Batasan

Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada


daerah malar dan cenderung tidak melibatkan lipat
nasolabial.
Ruam diskoid Plak eritema menonjol dengan keratotik dan
sumbatan folikular. Pada SLE lanjut dapat ditemukan
parut atrofik
Fotosensitifitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal
terhadap sinar matahari, baik dari anamnesis pasien
atau yang dilihat oleh dokter pemeriksa
Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri
dan dilihat oleh dokter pemeriksa
Artritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih
lOMoARcPSD|25495045

sendi perifer, ditandai oleh nyeri tekan, bengkak atau


efusia
Serositis Pleuritis Riwayat nyeri pleuri• k atau pleuritc friction rub
yang didengar oleh dokter pemeriksa atau terdapat
bukti efusi pleura
Perikarditis Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial
friction rub atau terdapat bukti efusi perikardium
Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau
>3+ bila tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif
atau
b. Silinder seluler : dapat berupa silinder eritrosit,
hemoglobin, granular, tubular atau campuran.
Gangguan neurologi a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan
atau gangguan metabolic (misalnya uremia,
ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit)
atau
b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-
obatan atau gangguan metabolic (misalnya
uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan
elektrolit)
Gangguan a. Anemia hemolitik dengan retikulosis atau
hematologik b. Lekopenia <4.000/mm3 pada dua kali
pemeriksaan atau lebih atau
c. Limfopenia <1.500/mm3 pada dua kali
pemeriksaan atau lebih atau
d. Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa
disebabkan oleh obat-obatan
Gangguan imunologik a. Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA
dengan titer yang abnormal atau
b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen
nuklear Sm atau
c. Temuan positif terhadap antibodi anti fosfolipid
yang didasarkan atas:
1. Kadar serum antibodi antikardiolipin
abnormal baik IgG atau IgM,
2. Tes lupus antikoagulan positf
menggunakan metoda standard, atau
3. Hasil tes serologi positif palsu terhadap
sifilis sekurang-kurangnya selama 6 bulan
dan dikonfirmasi dengan test imobilisasi
Treponema pallidum atau tes fl uoresensi
absorpsi antibodi treponema
Antubodi antinuklear Titer abnormal dari antibodi anti-nuklear
positif (ANA) berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi atau
pemeriksaan setingkat pada setiap kurun waktu
perjalan penyakit
tanpa keterlibatan obat yang diketahui berhubungan
dengan sindroma lupus yang diinduksi obat
(Melissa, 2021).
lOMoARcPSD|25495045

Keterangan :
Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4
dari 11 kriteria tersebut yang terjadi secara bersamaan atau dengan
tenggang waktu

1.7 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang untuk SLE dibagi menjadi dua, sebagai
berikut (KemenkesRI, 2018) :
a. Pemeriksaan laboratrium
- Penghitungan sel darah lengkap (Complete Blood Count) :
Klien dengan lupus rentan mengalami kelainan hematologi,
sehingga dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan sel
darah lengkap
- Analisis urine : Klien dengan lupus dapat mengalami
peningkatan sel darah merah dan protein yang menandakan
lupus telah menyerang ginjal
- Pemeriksaan ANA (antinuclear antibody) : Pemeriksaan ini
merupakan metode yang paling sensitif dalam memastikan
diagnosis bertujuan untuk memeriksa sel antibodi tertentu
yang ada dalam darah yang kebanyakan diidap klien dengan
lupus. Hasil test akan positif jika titer ANA ≥1 : 80 pada
sel Hep-2 atau ekuivalen lain minimal saat diperiksa positif 1
kali
- Pemeriksaan imunologi : Pada pemeriksaan ini yang
diperhatikan ialah anti dsDNA antibody, anti- Sm antibody,
antiphospholipid antibody, syphilis, lupus anticoagulant dan
combs’ test
- Test komplemen C3 dan C4 : Komplemen merupakan salah
satu senyawa dalam darah yang berperan dalam
pembentukan kekebalan tubuh. Level dari komplemen
akan berkurang, apabila seseorang terdeteksi mengalami SLE
1.8 Penatalaksanaan medis
lOMoARcPSD|25495045

a. Farmakologi
Terapi farmakologis SLE terdiri dari terapi awal dan
pemeliharaan. Terapi awal berfungsi untuk mengurangi
inflamasi sistemik dan mencapai remisi. Sedangkan terapi
pemeliharaan berfungsi untuk mempertahankan remisi dan
mengurangi risiko kekambuhan. Terapi farmakologi yang paling
umum ialah pemberian kortikosteroid ataupun imunosupresan
disesuaikan dengan derajat penyakit SLE yang paling berat
(Sumariyono dkk., 2019)
Jenis Terapi SLE derajat SLE derajat sedang SLE derajat
ringan berat
Awal Prednisolon oral Prednisolon Prednisolon
≤20 mg/hari ≤0,5mg/kgBB/hari ≤0,5mg/kgBB/hari
selama (1 – 2) dengan atau tanpa dengan atau tanpa
minggu atau injeksi injeksi
HCQ ≤6,5 AZA (1,5 - 2) AZA (2 - 3)
mg/KgBB/hari mg/kgBB atau MTX mg/kgBB/hari atau
dan atau MTX (10 – 25)mg/minggu MMF (2-3)g/hari
(7,5 – 15) atau MMF (2 – atau MPA (1,44 –
mg/minggu dan 3)g/hari atau MPA 2,16) g/hari atau
atau OAINS (1,44 – 2,16) g/hari siklosporin
sesuai gejala atau Siklosporin ≤ 2 ≤2,5mg/kgBB./har
mg/kgBB/hari i
HCQ ≤6,5 HCQ ≤ 6,5
mg/kgBB/hari mg/kgBB/hari
Pemeliharaan Predinisolon Predinisolon ≤7,5 Predinisolon ≤7,5
≤7,5
HCQ HCQ 200mg/hari HCQ 200mg/hari
200mg/hari
dan atau MTX
10mg/minggu
Penggunaan AZA 50 – 100 mg /hari AZA 50 – 100 mg
surya dan atau MTX 10 /hari atau MMF 1
lOMoARcPSD|25495045

edukasi agar mg/minggu atau MMF – 1,5 g/hari atau


mengenakan 1 g/hari atau siklosporin 50 –
pakaian yang siklosporin 50 – 100 100 mg/hari
melindungi diri mg/hari
dari sinar
matahari
Keterangan Jika keadaan Jika keadaan Jika keadaan
hentikan penggunaan seluruh hentikan

b. Non-farmakologi
Penatalaksanaan pada penderita SLE bertujuan guna
meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita
dapat hidup normal sehari-hari, antara lain (Kemenkes RI, 2017) :
1. Menghindari aktifitas fisik berlebih
2. Menghindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses
inflamasi
3. Menghindari stres dan trauma fisik
4. Diet khusus sesuai organ yang terkena
5. Menghindari paparan sinar matahari secara langsung, khusus
UV pada pukul 10.00–15.00
6. Gunakan pakaian yang tertutup, tabir surya minimal SPF 30
PA++, 30 menit sebelum keluar rumah
7. Menghindari pajanan lampu UV
8. Kontrol secara teratur ke dokter
9. Minum obat teratur
lOMoARcPSD|25495045

Faktor : genetik, kuman, virus,


1.9 Pathway
lingkungan dan obat-obatan
tertentu
Sistem regulasi
kekebalan tubuh

Aktivasi sel T dan sel B

Fungsi sel T supresor abnormal ↑

Antibodi menyerang organ tubuh (sel, jaringan)

Penumpukan kompleks
imun dan kerusakan
jaringan
Penyakit SLE

Muskuloskeletal Integumen Cardiac Respirasi Vaskuler Hemato Saraf Proses penyakit

Pembengkakan sendi Perikarditis Pleurit1i1s


lOMoARcPSD|25495045

Nye
Kegagala Lesi akut Inflamasi pada arteriole terminalis
Penumpuk Penumpuk
Gangguan Pasien tidak
pada kulit familier
(ruam dengan proses
n berbentuk
kupu-kupu) an tumit
Lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung kaki, cairandanNeurologis
siku Defisit pengetahuan
terganggu
sumsum Efusi
pada
Penebala pleura
pangkal
n Eritrosit
Ekspansi dalam tubuh Depresi
Pasien dada tidak
Kontraksi jantung ↓ ↓
merasa
tidak Ansietas
percaya Pola
Gangguan integritas kulit Anemia
Penurunan curah jantung nafas
tidak
Gangguan Keletihan
citra
lOMoARcPSD|25495045
lOMoARcPSD|25495045

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian keperawatan


1. Identitas
Identitas klien terdiri dari nama, umur, alamat, agama, pendidikan,
pekerjaan status perkawinan, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit.
Pada klien dengan SLE mayoritas terjadi pada perempuan yang belum
mengalami menstruasi dan kehamilan dengan rentan usia 15-44 tahun.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Klien umunya mengeluh lemah, demam, malaise, anoreksia
dan penurunan berat badan, nyeri dan kaku
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Perokok aktif, tidak rutin melakukan olahraga, mempunyai
alergi terhadap obat – obatan pemicu SLE
c. Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat anggota keluarga dengan riwayat penyakit serupa
3. Pengkajian keperawatan
a. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Sering tidak menyadari penyakitnya dan menganggap penyakit
biasa. Sehingga enggan untuk memeriksakan di ke RS
b. Pola nutrisi/metabolic (ABCD)
Nafsu makan berkurang dan berat badan turun
c. Pola eliminasi
Tingginya kadar pyuria dan kreatinin. Secara klinis mengalami
diare
d. Pola aktivitas & latihan
Aktivitas klien terganggu karena biasanya mengalami nyeri otot
(mialgia), nyeri sendi (arthalgia) dan inflamasi sendi (arthritis)
tanpa kelainan bentuk (deformitas)
e. Pola tidur & istirahat
Sering sulit tidur karena rasa nyeri yang dirasakan
lOMoARcPSD|25495045

f. Pola kognitif & perceptual


Sering kesulitan berkonsentrasi atau mengingat
g. Pola persepsi diri
Bekas luka dan perubahan warna akibat SLE akan memicu
timbulnya gangguan citra tubuh
h. Pola seksualitas & reproduksi
Tidak terdapat gangguan
i. Pola peran & hubungan
Klien masih bisa berkomunikasi dengan baik, namun
pekerjaannya terbengkalai akibat sakit
j. Pola manajemen koping-stres
Sering muncul depresi dan halusinasi paranoid
k. Sistem nilai & keyakinan
Aktivias ibadah klien akan terganggu dikarenakan nyeri yang
dirasakan

4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Mengalami gatal dan panas serta muncul ruam pada beberapa
bagian tubuh utamanya didaerah wajah (hidung dan pipi berpola
seperti kupu-kupu)
b. Tanda vital
Tekanan dan darah, suhu dan denyut nadi mengalami peningkatan
melebihi normal
c. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala
Muka terlihat pucat dan terjadi kebotakan (allopecia)
2) Mata
Konjungtiva anemis, mata membengkak
3) Telinga
Terdapat lesi dan nyeri telinga dan timbul suara berdengung
lOMoARcPSD|25495045

4) Hidung
Tampak ruam kupu – kupu
5) Mulut
Lesi mukotaneous
6) Leher
Terdapat lesi
7) Dada
Nyeri dada, sesak napas dan terdapat lesi
a) Paru-paru : Emboli, Emphysema, Pneumothorax dan
Atelectasis suara resonan)
b) Jantung : Angina pectoris, Infark miokard, valvulitis (suara
dullness)
8) Abdomen
Terdapat lesi, kembung (Thympani), pembesaran hepar, nyeri
perut
9) Urogenital
Ditemukan pyuria dan serum kreatinin yang tinggi
10) Ekstremitas
Nyeri otot (mialgia), nyeri sendi (arthalgia) dan inflamasi
sendi (arthritis) tanpa kelainan bentuk (deformitas). Terdapat
lesi dan mengalami kekakuan persendian
11) Kulit dan kuku
Terdapat lesi (kemerahan) dan kulit menjadi lebih sensitif dan
luka pada kulit yang tidak kunjung sembuh
12) Keadaan lokal
Tampak lemas, letih, lesu, dan pucat
lOMoARcPSD|25495045

2.2 Diagnosa keperawatan


1. Penurunan curah jantung (D.0008) b.d perubahan kontraktilitas d.d
palpitasi, bradikardi/takikardia, gambaran EKG aritmia, lelah, edema,
CRT > 3 detik, sianosis
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005) b.d depresi pusat pernapasan d.d
dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang,
ortopnea, pernapasan cuping hidung, kapasitas vital menurun, tekanan
ekspirasi dan inspirasi menurun
3. Nyeri akut (D.0077) b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri,
tampak meringis, gelisah, bersikap protektif, frekuensi nadi meningkat,
sulit tidur, diaforesis
4. Gangguan integritas kulit (D.0129) b.d perubahan pigmentasi d.d
kerusakan lapisan kulit, nyeri, kemerahan, hematoma
5. Keletihan (D,0057) b.d kondisi fisiologis d.d merasa energi tidak pulih
walaupun telah tidur, merasa kurang tenaga, mengeluh lelah, tampak
lesu, kebutuhan istirahat meningkat
6. Gangguan citra tubuh (D.0083) b.d perubahan fungsi tubuh d.d
mengungkapkan kehilangan bagian tubuh, kehilangan bagian tubuh,
mengungkapkan perasaan negative tentang perubahan tubuh
7. Anisetas (D.0080) b.d b.d krisis situasional d.d merasa bingung,
khawatir, sulit berkonsentrasi, tampak gelisah, sulit tidur
8. Defisit pengetahuan manajemen proses penyakit (D.0111) b.d
kurang terpapar informasi d.d menanyakan masalah yang dihadapi,
menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang
keliru terhadap masalah
lOMoARcPSD|25495045

2.3 Intervensi keperawatan


Diagnosis Paraf dan
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan TTD


1 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung (I.02075)
jantung (D.0008) keperawatan selama 1 x 30 menit per Observasi
kunjungan maka, curah jantung 1. Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan curah
meningkat, dengan kriteria hasil : jantung (meliputi dispenea, kelelahan, adema
1. Kekuatan nadi perifer skala 4 ortopnea paroxysmal nocturnal dyspenea,
(cukup meningkat) peningkatan CPV)
2. Distensi vena jugularis skala 4 2. Identifikasi tanda /gejala sekunder penurunan
(cukup menurun) curah jantung (meliputi peningkatan berat badan,
3. Sianosis skala 4 (cukup menurun) hepatomegali ditensi vena jugularis, palpitasi,
4. Gambaran EKG aritmia skala 4 ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
(cukup menurun) 3. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah
5. Takikardia skala 4 (cukup ortostatik, jika perlu)
menurun) 4. Monitor intake dan output cairan
6. Bradikardi skala 4 (cukup 5. Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang
menurun) sama
6. Monitor saturasi oksigen
lOMoARcPSD|25495045

7. Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas,


lokasi, radiasi, durasi, presivitasi yang
mengurangi nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapoan
9. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekwensi)
10. Monitor nilai laboratorium jantung (mis.
Elektrolit, enzim jantung, BNP, Ntpro-
BNP)
11. Monitor fungsi alat pacu jantung
12. Periksa tekanan darah dan frekwensi
nadisebelum dan sesudah aktifitas
13. Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi
sebelum pemberian obat (mis. Betablocker,
ACEinhibitor, calcium channel blocker,
digoksin)
Terapeutik
14. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan
kaki kebawah atau posisi nyaman
15. Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi
asupan kafein, natrium, kolestrol, dan
makanan
tinggi lemak)
lOMoARcPSD|25495045
lOMoARcPSD|25495045

16. Gunakan stocking elastis atau pneumatik


intermiten, sesuai indikasi
17. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
modifikasi hidup sehat
18. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres,
jika perlu
19. Berikan dukungan emosional dan spiritual
20. Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
21. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
22. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
23. Anjurkan berhenti merokok
24. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
berat badan harian
25. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
intake dan output cairan harian

Kolaborasi
lOMoARcPSD|25495045

26. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu


27. Rujuk ke program rehabilitasi jantung


2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ventilasi (I. 01002)
efektif (D.0005) keperawatan selama 1 x 30 menit per Observasi
kunjungan maka, pola nafas membaik, 1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
dengan kriteria hasil : 2. Monitor status respirasi dan oksigenasi
1. Dyspnea skala 4 (cukup Terapeutik
menurun) 3. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Penggunaan otot bantu nafas 4. Berikan posisi semi fowler atau fowler
skala 4 (cukup menurun) 5. Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
3. Frekuensi nafas skala 4 (cukup 6. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
membaik) Edukasi
4. Kedalaman nafas skala 4 (cukup 7. Ajarkan melakukan tehnik relaksasi nafas
membaik) dalam
8. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
9. Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian bronchodilator


3 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I. 08238)
(D.0077) keperawatan selama 3 x 30 menit per Observasi
lOMoARcPSD|25495045

kunjungan maka, tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,


menurun, dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri skala 4 (cukup 2. Identifikasi skala nyeri
menurun) 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Meringis skala 4 (cukup 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
menurun) memperingan nyeri
3. Gelisah skala 4 (cukup menurun) 5. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
4. Ketegangan otot skala 4 (cukup 6. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
membaik) sudah diberikan
5. Frekuensi nadi skala 4 (cukup Terapeutik
membaik) 7. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
8. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
9. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
10. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
11. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
12. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
lOMoARcPSD|25495045

Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian analgetik


4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
integritas kulit keperawatan selama 3 x 30 menit per Observasi
(D.0129) kunjungan maka, integritas kulit dan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
jaringan meningkat, dengan kriteria Terapeutik
hasil : 2. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
1. Kerusakan lapisan kulit skala 4 3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama
(cukup menurun) selama periode diare
2. Kemerahan skala 4 (cukup 4. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
menurun) hipoalergik pada kulit sensitive
3. Hematoma skala 4 (cukup 5. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit
menurun) kering
4. Tekstur skala 4 (cukup membaik) Edukasi
6. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotin,
serum)
7. Anjurkan minum air yang cukup
8. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
9. Anjurkan meningkat asupan buah dan saur
lOMoARcPSD|25495045

10. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim


5 Keletihan (D,0057) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (I.05178)
keperawatan selama 3 x 30 menit per Observasi
kunjungan maka, tingkat keletihan 1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang
menurun, dengan kriteria hasil : mengakibatkan kelelahan
1. Verbalisasi kepulihan energi 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
skala 4 (cukup meningkat) 3. Monitor pola dan jam tidur
2. Tenaga skala 4 (cukup 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
meningkat) selama melakukan aktivitas
3. Kemampuan melakukan aktivitas Terapeutik
rutin skala 4 (cukup meningkat) 5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
4. Verbalisasi lelah skala 4 (cukup stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
menurun) 6. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
7. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
8. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan

Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
lOMoARcPSD|25495045

10. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap


11. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
12. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan


6 Gangguan citra Setelah dilakukan tindakan Promosi Citra Tubuh (I. 09305)
tubuh (D.0083) keperawatan selama 3 x 30 menit per 1. Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap
kunjungan maka, citra tubuh perkembangan
meningkat, dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi perubahan citra tubuh
1. Melihat bagian tubuh skala 4 3. Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri
(cukup meningkat) sendiri
2. Menyentuh bagian tubuh skala 4 4. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
(cukup meningkat) 5. Diskusikan cara mengembangkan harapan citra
3. Verbalisasi kecacatan bagian tubuh secara realistis
tubuh skala 4 (cukup meningkat) 6. Latih peningkatan penampilan diri
4. Verbalisasi kehilangan bagian
lOMoARcPSD|25495045

tubuh skala 4 (cukup meningkat)


5. Verbalisasi perasaan negative
skala 4 (cukup menurun)


7 Anisetas (D.0080) Setelah dilakukan tindakan Reduksi Anxietas (I.09314)
keperawatan selama 3 x 30 menit per Observasi
kunjungan maka, tingkat ansietas 1. Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis.
menurun, dengan kriteria hasil : kondisi, waktu, stressor)
1. Verbalisasi kebingungan skala 4 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
(cukup menurun) 3. Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
2. Perilaku gelisah skala 4 (cukup Terapeutik
menurun) 4. Ciptakan suasana terapeutik untuk
3. Perilaku tegang skala 4 (cukup menumbuhkan kepercayaan
menurun) 5. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
4. Keluhan pusing skala 4 (cukup , jika memungkinkan
menurun) 6. Pahami situasi yang membuat anxietas
7. Dengarkan dengan penuh perhatian
8. Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
9. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
lOMoARcPSD|25495045

10. Diskusikan perencanaan realistis tentang


peristiwa yang akan datang
Edukasi
11. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami
12. Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
13. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
14. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
15. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
16. Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi
ketegangan
17. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri
yang tepat
18. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian obat anti anxietas
lOMoARcPSD|25495045


8 Defisit Setelah dilakukan tindakan Edukasi Perilaku Upaya Kesehatan (I.12435)
pengetahuan keperawatan selama 3 x 30 menit per Observasi
manajemen proses kunjungan maka, tingkat pengetahuan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
penyakit (D.0111) meningkat, dengan kriteria hasil : informasi
1. Perilaku sesuai anjuran skala 4 Terapeutik
(cukup meningkat) 2. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
2. Perilaku sesuai dengan 3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
pengetahuan skala 4 (cukup kesepakatan
meningkat) 4. Berikan kesempatan untuk bertanya
3. Persepsi yang keliru terhadap 5. Gunakan variasi mode pembelajaran
masalah skala 4 (cukup menurun) 6. Gunakan pendekatan promosi kesehatan dengan
4. Perilaku skala 4 (cukup memperhatikan pengaruh dan hambatan dari
membaik) lingkungan, sosial serta budaya
7. Berikan pujian dan dukungan terhadap usaha
positif dan pencapaiannya
Edukasi
8. Jelaskan penanganan masalah kesehatan
9. Informasikan sumber yang tepat yang tersedia di
masyarakat
lOMoARcPSD|25495045

10. Anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan


11. Anjurkan menentukan perilaku spesifik yang
akan diubah (mis. keinginan mengunjungi
fasilitas kesehatan)
12. Ajarkan mengidentifikasi tujuan yang akan
dicapai
13. Ajarkan program kesehatan dalam kehidupan
sehari hari
lOMoARcPSD|25495045

2.4 Discharge planning


• Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi hidup sehat
• Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
• Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
• Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
• Ajarkan melakukan tehnik relaksasi nafas dalam
• Anjurkan minum air yang cukup
• Anjurkan meningkat asupan buah dan sayur
• Latih peningkatan penampilan diri
lOMoARcPSD|25495045

DAFTAR PUSTAKA

Diantini, D, M, A., L. Ulandari, N, S. Wirandani, N, K, N, R. Niruri, dan D.


Kumara, K. 2016. Angka kejadian penyakit autoimun pada pasien anak di
rsup sanglah denpasar. Jurnal Farmasai Udayana. 5(2):30–34.
Fatmawati, A. 2018. Regulasi diri pada penyakit kronis - systemic lupus
erythematosus : kajian literatur. Jurnal Keperawatan Indonesia. 21(1):43–
50.
Harsaya, I. dan I. Jusup. 2020. Systemic lupus eritematosus berhubungan dengan
depresi. Ilmiah Kesehatan Jiwa. 2(1):9–12.
KemenkesRI. 2017. Infodatin Lupus Di Indonesia. Jakarta. Pusat Data Dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Melissa, E. 2021. Hipertiroid dan lupus eritematosus sistemik. Jurnal Kedokteran
Indonesia. 7(1):50–55.
Roy, R. dan I. Agung. 2021. Laporan kasus : penyakit furunkel pada pasien lupus
eritematosus sistemik. Jurnal Kesehatan Tambusai. 2:40–46.

Anda mungkin juga menyukai