Anda di halaman 1dari 6

REVIEW JURNAL

PENYAKI AUTOIMUN SYSTEMIC LUPUS ERITHEMATOSUS (SLE)

oleh :
VEREN LIMBA
NIM : 154162482048
Mata Kuliah : Kimia Farmasi Analisis

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS BUANA PERJUANGANKARAWANG
2020
REVIEUW JURNAL

1. Judul : Systemic Lupus Erithematosus (SLE): Kelainan Autoimun Bawaan


yang Langka dan Mekanisme Biokimiawinya.
Tahun : 2012.
Penulis: Evi Roviati.
Jurnal : Jurnal Scientiae Educatia, Vol.1, No. 2.

2. Judul : Hubungan Penerimaan Diri Dengan Kualias Hidup Pada Pasien Lupus
Erithematosus Sistemik (LES) di Komunitas Odapus Provinsi Lampung
(KOL)Tahun 2018.
Tahun : 2018.
Penulis: Firhat Esfandiari, Hetti Rusmini dan Nandito Ridho Santoso.
Jurnal : Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Vol. 5, No. 2, Hal.180-187.

3. Judul : Lupus Eritematosus Sistemik pada Pria.


Tahun : 2019.
Penulis: Fajriansyah dan Najirman.
Jurnal : Jurnal Kesehatan Andalas, Vol.8, No.3, Hal.750-754.

4. Judul : Analisis Kadar Biomarker Urine Monocyte Chemoattractant Protein-1


Terhadap Klasifikasi Histopatologi Nefritis Lupus.
Tahun : 2013.
Penulis: Yuliana Salman.
Jurnal : Jurkessia, Vol.4, No.1, Hal. 1-6.

5. Judul : Hubungan Keparahan Penyakit, Akivitas, dan Kualitas Tidur Terhadap


Kelelahan Ppasien Systemic Lupus Erithematosus.
Tahun : 2016.
Penulis: Rizky Ayu Fandika Asih dan Dyah Mahendrasari Sukendra.
Jurnal : Unnes Journal of Public Health , Vol. 5, No.3 ,Hal. 221-231.
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN LUPUS
Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis
dengan etiologi yang belum diketahui serta manifestasi klinis, perjalanan penyakit dan
prognosis yang sangat beragam. Faktor genetik, imunologik dan hormonal serta
lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi LES.
Menurut Farkhati (2012) SLE merupakan penyakit autoimun yang bersifat sistemik.
Selama lebih dari empat dekade angka kejadian SLE meningkat tiga kali lipat yaitu 51 per
100.000 menjadi 122-124 per 100.000 penduduk di dunia. Prevalensi SLE di Amerika
Serikat adalah 15-50 per 100.000 populasi. Setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000
penderita SLE baru di seluruh dunia. Semua ras dapat menjadi golongan penderita SLE.
Wanita Afrika-Amerika mempunyai insidensi tiga kali lebih tinggi dibandingkan kulit
putih. Kecenderungan perkembangan SLE terjadi pada usia muda dan dengan komplikasi
yang lebih serius (Manson dan Rahman, 2006).
Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh
peradangan kronis dan akut pada berbagai jaringan tubuh seperti ginjal, hati, sendi, sel
darah merah, leukosit dan trombosit. Berdasarkan Sudoyo, data dari Yayasan Lupus
Indonesia, penderita LES diperkirakan mencapai 5 juta orang di seluruh dunia.
Komplikasi yang sering terjadi pada LES dan sering menimbulkan akibat yang serius
adalah nefritis lupus. Perkiraan prevalensi keterlibatan ginjal secara klinis pada pasien
LES berkisar antara 30-90%. Nefritis lupus lebih sering dijumpai pada wanita, (rasio
prevalensi LES wanita : pria (9:1). Adanya pembentukan imun kompleks antara
autoantibodi dan target antigen (self-antigen) pada LES akan memicu pelepasan mediator
proinflamasi seperti MCP-1 akan merekrut monosit atau makrofag dan sel efektor imun
lainnya yang akan menyebabkan kerusakan jaringan.

B. GEJALA LUPUS
Pada awal perjalanannya, penyakit ini ditandai dengan gejala klinis yang tak spesifik,
antara lain lemah, kelelahan yang sangat, lesu berkepanjangan, panas, demam, mual, nafsu
makan menurun, dan berat badan turun. Gejala awal yang tidak khas ini mirip dengan
beberapa penyakit yang lain. Oleh karena gejala penyakit ini sangat luas dan tidak khas
pada awalnya, maka tidak sembarangan untuk mengatakan seseorang terkena penyakit
lupus. Akibat gejalanya mirip dengan gejala penyakit lainnya, maka lupus dijuluki sebagai
penyakit peniru. Julukan lainnya adalah si penyakit seribu wajah.
Karena itu, biasanya pasien melakukan shopping doctor (berpindah-pindah dokter)
sebelum diagnosis penyakitnya dapat ditegakkan. Menurut American College Of
Rheumatology 1997, yang dikutip Qiminta, diagnosis SLE harus memenuhi 4 dari 11
kriteria yang ditetapkan. Adapun penjelasan singkat dari 11 gejala tersebut, adalah sebagai
berikut:
1) Ruam kemerahan pada kedua pipi melalui hidung sehingga seperti ada bentukan
kupu-kupu, istilah kedokterannya Malar Rash/Butterfly Rash.
2) Bercak kemerahan berbentuk bulat pada bagian kulit yang ditandai adanya jaringan
parut yang lebih tinggi dari permukaan kulit sekitarnya.
3) Fotosensitive, yaitu timbulnya ruam pada kulit oleh karena sengatan sinar matahari
4) Luka di mulut dan lidah seperti sariawan (oral ulcers).
5) Nyeri pada sendi-sendi. Sendi berwarna kemerahan dan bengkak. Gejala ini
dijumpai pada 90% odapus.
6) Gejala pada paru-paru dan jantung berupa selaput pembungkusnya terisi cairan.
7) Gangguan pada ginjal yaitu terdapatnya protein di dalam urine.
8) Gangguan pada otak/sistem saraf mulai dari depresi, kejang, stroke, dan lain-lain.
9) Kelainan pada sistem darah di mana jumlah sel darah putih dan trombosit
berkurang. Dan biasanya terjadi juga anemia
10) Tes ANA (antinuclear Antibody) positif
11) Gangguan sistem kekebalan tubuh.

C. PENYEBAB DAN MEKANISME


Para dokter dan peneliti belum dapat mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan
penyakit ini. Hereditas memegang peranan yang cukup besar, karena jika kita memiliki
kerabat yang menderita SLE ada potensi pada tubuh kita untuk menderita SLE. Namun
faktor gen ini bukan satu-satunya penyebab, karena sepertinya timbulnya penyakit ini
dipicu dengan cara yang belum diketahui. Beberapa pemicu yang banyak diajukan oleh
peneliti sebagai pemicu SLE diantaranya adalah infeksi virus, stress, diet, toksin, termasuk
beberapa jenis obat-obatan yang diresepkan dokter. Pemicu-pemicu ini, sedikit dapat
menjelaskan mengapa penyakit ini timbul dan hilang silih berganti.
Pada penderita lupus, sistem imun tubuh memproduksi antibodi yang melawan
tubuhnya sendiri, terutama protein yang terdapat di nukleus. SLE juga dipicu oleh faktor
lingkungan yang tidak diketahui (mungkin termasuk virus) pada orang-orang yang
memiliki kombinasi gen-gen tertentu dalam sistem imunnya. Semua komponen kunci
dalam sistem imun terlibat dalam mekanisme yang melandasi terjadinya SLE. Dan SLE
adalah prototipe penyakit autoimun.
Sistem imun seharusnya memiliki keseimbangan (homeostasis) agar dapat cukup
sensitif terhadap infeksi dan dapat mengenali tubuh sendiri sehingga tidak terlalu sensitif
dan menyerang tubuh sendiri. Beberapa faktor lingkungan yang menjadi pemicu
munculnya SLE diantaranya adalah sinar ultraviolet, obat-obatan dan virus, yaitu Epstein-
Barr Virus (EBV). Stimuli ini menyebabkan kerusakan sel dan menyebabkan DNA, histon
dan protein lain terutama bagian-bagian yang ada di dalam inti sel terekspos. Karena
variasi genetik dalam komponen imun sistem yang berbeda, pada beberapa orang sistem
imun menyerang protein yang berhubungan dengan inti sel dan membentuk antibodi untuk
menyerang mereka. Akhirnya, kompleks antibodi ini merusak pembuluh darah di area
kritis tubuh, seperti glomerulus pada ginjal, dan menyebabkan SLE.
Mekanisme pertama yang dicurigai sebagai penyebab SLE adalah faktor genetis.
Beberapa gen yang paling penting dalam kejadian SLE adalah yang terdapat pada Major
Histocompatibility Complex (MHC). Gen-gen ini berhubungan dengan respons imun pada
sel limfosit T, sel B, makrofag dan sel dendritik, karena mengkode peptida pada molekul
reseptor di permukaan sel (Rahman & Isenberg, 2008).

D. CONTOH KASUS
Seorang pasien laki-laki, umur 27 tahun dengan keluhan nyeri sendi pada
pergelangan kaki dan tangan yang meningkat sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Keluhan
ini sudah dirasakan pasien sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri hilang timbul,tidak berpindah
dan tidak disertai kaku pada pagi hari. Bengkak dan memerah pada sendi tidak ada.
Bercak kehitaman pada wajah makin bertambah banyak sejak 3 bulan yang lalu, mulanya
berupa bercak berwarna kemerahan pada kedua pipi ketika terpapar sinar matahari
kemudian menghitam. Bercak kehitaman pada wajah telah muncul sejak 9 bulan yang
lalu. Kemudian diikuti dengan bercak kehitaman pada telinga 2,5 bulan yang lalu dan
bercak kehitaman pada punggung 2 bulan yang lalu, tidak gatal dan masih berasa. Rambut
rontok sejak 3 bulan yang lalu. Lemah dan letih sejak 1 bulan ini. Pucat2 ada, penurunan
nafsu makan dan perdarahan tidak ada. Riwayat penyakit dahulu tidak ada. Riwayat
keluarga sakit sperti pasien tidak ada.
Pemeriksaan fisik; tampak sakit sedang, tinggi badan 158 cm, berat badan 50 kg,
tekanan darah: 120/60 mmHg, nadi: 80x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu: 36,8 o C,
adanya konjungtiva anemia, ruam malar pada wajah,dan allopesia areata. Pemeriksaan
abdomen terdapatnya hepatomegali dan limpa tidak teraba. Status Dermatologi: bercak
kehitaman pada kedua pipi kanan dan kiri, telinga kiri dan kanan, dahi, dan punggung
yang terlokalisir, bentuk tidak khas, ukuran plakat dan effloresensi berupa makula
hiperpigmentasi (Gambar.1)
Pemeriksaan penunjang labor didapatkan: Hb 9,7 gr/dl, Leukosit 8.490/mm3,
trombosit 366.000/mm3, hematokrit: 30 %, Hitung Jenis: 0/0/1/79/18/2, LED 4 mm/jam,
retikulosit : 1,8 %, GDS: 132 mg/dl, SGOT 62 u/l, SGPT 120 u/l Ureum 18 mg/dl,
Kreatinin 1 mg/dl, Albumin 3,5 gr/dL, Globulin 3,2 gr/dL, anti ds-DNA 502,26 u/dl.
Pemeriksaan Combs test : DCT (+), IDCT (-). Ro. Thoraks dalam batas normal dan USG
abdomen dengan kesan Fatty liver, serta dari biopsi kulit didiagnosis dengan Subacute
Cutaneus Luphus Erythematosus (SCLE) (Gambar 2).
Pasien didiagnosis dengan LES sesuai dengan kriteria ACR yang direvisi pada
tahun 1997.1 Pasien diterapi dengan pemberian kloroquin 1 x 250 mg, kortikosteroid 16
mg – 16 mg – 8 mg, Natrium diklofenak 2 x 50 mg, lansoprazol 1 x 30 mg, osteocal 1 x
500 mg dan Hp Pro 2 x 1 kapsul. Setelah beri terapi pada pasien terdapat perbaikan klinis
dan kadar enzim transaminase serta peningkatan Hb. Didapatkan Hb nya 10,4 gr/dl, SGOT
21 u/L dan SGPT 20 u/L.

Gambar 1. Wajah dan punggung pasien

Jadi kesimpulannya, Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit


inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum diketahui serta manifestasi klinis
sangat beragam. Lupus eritematosus sistemik pada pria merupakan kasus yang jarang
dengan keluhan yang tidak khas dibanding wanita.Terapi dengan klorokuin, OAINS dan
steroid serta hepatoprotektor memberikan perbaikan klinis.

Anda mungkin juga menyukai