Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

"Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien SLE


(Systemic Lupus Erythematosus)
A. Laporan Pendahuluan (Konsep DasarPenyakit)
1. Definisi
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan oleh penyakit
autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh yang tidak normal melawan
jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan organ yang dapat terkena adalah seperti
kulit, jantung, paru-paru, ginjal, sendi, dan sistem saraf.
Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan suatu penyakit atuoimun yang kronik dan
menyerang berbagai system dalam tubuh. ( Silvia& Lorraine, 2006 )
Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang banyak
sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan disertai adanya
antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri. Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah
suatu penyakit autoimun multisystem dengan manifestasi dan sifat yang sangat berubah –
ubah, penuakit ini terutama menyerang kulitr, ginjal, membrane serosa, sendi, dan jantung.
(Robins, 2007)

2. Epidemiologi
Penyakit lupus atau systemic lupus erythematosus (SLE) prevalensinya dalam populasi
tertentu kira – kira satu kasus per 2500 orang, penyakit ini cenderung terjadi pada perempuan
(kira – kira 9:1), yang menyerang satu diantara 700 perempuan usia subur. systemic lupus
erythematosus (SLE) lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti ras kulit hitam, Cina,
dan Filipina. Penyakit ini terutama diderita oleh wanita muda dengan puncak kejadian pada
usia 15-40 tahun (selama masa reproduktif) dengan perbandingan wanita dan laki-laki 5:1)
Di Indonesia, data unutk kasus SLE masih belum ada yang mencakup semua wilayah
Indonesia. Data tahun 2002, berdasarkan data pasien yang datang ke poliklinik Reumatologi
Penyakit Dalam di RSUP Cipto Mangunkosumo Jakarta, terdapat 1,4% kasusu dari total
seluruh kunjungan pasien. Sedangkan unutuk RS Hasan Sadikin Bandung, terdapat 10,5%
(291pasien) dari total pasien yang berkunjung ke poliklinik reumatologi pada tahun2010.
3. Etiologi dan faktor Pencetus
Etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti, tetapi didugaterdapat
beberapafaktorpredisposisiyangberperanterhadapterjadinyaSLE,yangantara lain terdiri dari
faktor endogen dan faktoreksogen (Fandika, 2016).
a. Beberapa literatur menyatakan adanya faktor – faktor endogen sebagai predisposisi
terjadinya SLE, diantaranya adalah :

- Faktor genetik
Faktor genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang
meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot. Penelitian terakhir menunjukkan
bahwa banyak gen yang berperan terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun.
Diduga berhubungan dengan gen respons imun spesifik pada kompleks histokompabilitas
mayor kelas II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta dengan komponen komplemen yang
berperan dalam fase awal reaksi ikat komplemen (yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan C2) telah
terbukti. Gen-gen lain yang mulai ikut berperan adalah gen yang mengkode reseptor sel T,
imunoglobulin dan sitokin.1 Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang
berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa
gen MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur produksi autoantibodi spesifik.
Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen komplemen, seperti C2,C4,
atau C1q. Kekurangan komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun oleh
sistem fagositosit mononuklear sehingga membantu terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi
C1q menyebabkan sel fagosit gagal membersihkan sel apoptosis sehingga komponen
nuklear akan menimbulkan respon imun.
Faktor genetik meningkatkan adanya penemuan autoimun dibandingkan dengan
populasi lain.18 Kecenderungan meningkatnya SLE yang terjadi pada anak kembar
identik menggambarkan adanya kemungkinan faktor genetik yang berperan dalam
penyakit ini. Gen-gen yang memiliki resiko tinggi terjadinya SLE terutama Human
Leukocyte Antigen-DR2 (HLA-DR2) yang menunjukan sel-sel yang mampu
memberikan antigen zat asing ke sel darah putih, HLA-DR3 yang mengurus gen
struktural yang memproduksi berbagai jenis unsur penting pada darah dan jaringan sel
lupus, dan biasa terdapat linkage SLE pada kromosom 1.

- Faktor Hormonal
Mayoritas penyakit ini menyerang wanita muda dan beberapa penelitian menunjukkan
terdapat hubungan timbal balik antara kadar hormon estrogen dengan sistem imun.
Estrogen mengaktifasi sel B poliklonal sehingga mengakibatkan produksi autoantibodi
berlebihan pada pasien LES.Autoantibodi pada lupus kemudian dibentuk untuk menjadi
antigen nuklear (ANA dan anti-DNA).Selain itu, terdapat antibodi terhadap struktur sel
lainnya seperti eritrosit, trombosit dan fosfolipid.Autoantibodi terlibat dalam pembentukan
kompleks imun, yang diikuti oleh aktifasi komplemen yang mempengaruhi respon
inflamasi pada banyak jaringan, termasuk kulit dan ginjal.

- Antibodi dan Kompleks Imun


Autoantibodi adalah penanda lupus yang sering kali mengahasilkan sesuatu yang tidak
memiliki kepentingan klinis maupun patologis dan menyerang sel tubuh dan jaringannya
sendiri. Autoantibodi yang berperan dalam lupus dapat digolongan menjadi empat yaitu
antibodi yang terbentuk padanucleus,sepertiANA,Anti-DNA,danAnti-
sm.,antibodiyangterbentuk padasitoplasmaseperti,antibodipadasel-
selyangberbedajenisdanantibodi yang terbentuk pada antigen. Biasanya untuk dapat
mengetahui antibodi ini dilakukan tes darah

- Faktor lingkungan
Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi ultra violet,
tembakau, obat-obatan, virus.Sinar UV mengarah pada selfimmunity dan hilangnya
toleransi karena menyebabkan apoptosis keratinosit.Selain itu sinar UV menyebabkan
pelepasan mediator imun pada penderita lupus, dan memegang peranan dalam fase induksi
yanng secara langsung mengubah sel DNA, serta mempengaruhi sel imunoregulator yang
bila normal membantu menekan terjadinya kelainan pada inflamasi kulit.Faktor
lingkungan lainnya yaitu kebiasaan merokok yang menunjukkan bahwa perokok memiliki
resiko tinggi terkena lupus, berhubungan dengan zat yang terkandung dalam tembakau
yaitu amino lipogenik aromatik.Pengaruh obat juga memberikan gambaran bervariasi pada
penderita lupus.Pengaruh obat salah satunya yaitu dapat meningkatkan apoptosis
keratinosit.Faktor lingkungan lainnya yaitu peranan agen infeksius terutama virus dapat
ditemukan pada penderita lupus.Virus rubella, sitomegalovirus, dapat mempengaruhi
ekspresi sel permukaan dan apoptosis.
- Faktor Stress
Stress yang berlebihan meruakan pemicu aktifnya lupus. Odapus akan merasa dalam
lingkaran, karena ia sakit karena stress dan lupus merupakan
penyakitkronikyangmenyebabkanseseorangakanlebihrentanuntukmerasa rendah diri,
terbatas aktifitasnnya, dan jauh dari pergaulan. Hal ini dapat bisa membuat Odapus
stress dan membuat daya tahan tubuh menurun sehingga
menimbulkaninfeksi.DemamakanmemperparahLupuskarenaseorangyang membawa
“gen” lupus bisa memicu proses melalui virus dan bakteri yang berkembang karena
daya tahan tubuhmenurun.

b. Beberapa literatur menyatakan adanya faktor – faktor eksogen sebagai


predisposisi terjadinya SLE, diantaranya adalah :

- Kontak dengan sinarmatahari


Paparan sinar matahari langsung, merupakan salah satu faktor yang memperburuk
kondisi gejala SLE.Diperkirakan sinar matahari dapat memancarkan sinar ultraviolet
yang dapat merangsang peningkatan hormon estrogen yang cukup banyak sehingga
mempermudah terjadinya reaksi autoimun dan juga dapat mengubah struktur dari DNA
sehingga memicu terciptanya autoantibodi.Sinar ultraviolet menyebabkan sel-sel kulit
melepaskan substansi (sitokin, prostaglandin) yang memicu
inflamasi.Kemudiandiserapkedalamalirandarahdanterbawakebagiantubuhlainnya.Akiba
tnyatimbulinflamasipadaberbagaiorgantubuhyangterserangSLE.
- Makanan danMinuman

Makanan dan minuman dalam kemasan, terutama minuman berjenis isotonik yang
mengandung zat pengawet, seperti Natrium Benzoate, dan Kalium Sorbet serta yang
mengandung kafein menyebabkan gejala SLE.Sedangkan makanan yang dapat
memicu lupus bagi Odapus sendiri adalah yang mengandung L-canavanine dan biasa
terdapat pada jenis polong- polongan, selain itu juga makanan yang mengandung
pemanis buatan (Aspartam), serta sayuran yang mengandung belerang,
misalnya kubis,dll.

- Infeksivirus/bakteri
Partikel Ribonucleat Acid (RNA) virus telah ditemukan pada jaringan ikat Odapus
yang membuat reaksi respon imun abnormal. Virus-virus yang terlibat dalam
penyebab SLE diantaranya myxoviruz, reovirus, measle, parainfluenza, mump,
Epstein-Barr, dan onco atau retroviruz jenis C. Hal ini bisa diketahui dari adanya
partikel-partikel virus dalam jaringan lupus, dan dari beberapa catatatan yang
menunjukan bahwa mikroba bisa menyerupai zat-zat asing atau antigen yang
menyebabkan autoimun.

- Obat golongansulva
Obat-obatan dari jenis klorpromazin, metilpoda, isoniazid, dilantin,
penisilamin,kuinidine,hydralazine(obathipertensi)danprocainamide(untuk
mengobati detak jantung yang tidak teratur), jika terus dikonsumsi akan
membentuk antibodi penyebablupus.
Sedangkanuntukpengobatanyangdilakukandalamkedokterangigiyang dianggap
berbahaya dan dianggap sebagai pencetus penyakit lupus adalah
tambalanamalgam,yangdisebabkanolehkandunganmerkurinya.

4. Patogenesis
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh
kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit
yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat
dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-
supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan.
Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus
tersebut berulang kembali.Alfalfa juga dapat menyebabkan lupus, pemicu aktif muncul menjadi
L-canvanine. Peran, jika ada, dari virus dan bakteri dalam memicu lupus tetap jelas meskipun
perlu penelitian yang cukup besar. Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa infeksi tertentu
adalah penting dalam menyebabkan lupus. Menariknya, ada peningkatan penyakit rematik pada
orang dengan infeksi HIV, dan penyakit autoimun termasuk lupus tampaknya menjadi lebih
umum ketika ada restorasi kompetensi kekebalan dengan penggunaan obat anti retro virus yang
sangat aktif (Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
PATHWAY

Faktor penyebab (genetik, lingkungan,hormonal)

Limfosit T tidak berfungsi (abnormal)

Pembentukan Antibodi terhadap tubuh sendiri (inti sel)

Penumpukan kompleks imun di seluruh organ

Clinical manifestation

Muskuloskletal Mukokutan Ginjal Paru Oral

Nyeri sendi eritema, PK Nefritis PK Efusi ulkus palatum,


sikatriks, gagal ginjal Pleura lesi di mulut
lesi diskoid

Gangguan anoreksia
Intoleransi
Nyeri Gangguan
Aktivitas Citra Integritas Kulit Ketidakseimbangan
Akut
(D.0077) (D.0056) Tubuh (D.0129) nutrisi kurang dari
( D.0083)
kebutuhan
5. Klasifikasi
Ada tiga jenis type lupus yaitu sebagai berikut :
a. CutaneousLupus
Tipe ini juga dikenal sebagai Discoid Lupus Tipe lupus ini hanya terbatas pada
kulit dan ditampilkan dalam bentuk ruam yang muncul pada muka, leher, atau
kulit kepala. Ruam ini dapat menjadi lebih jelas terlihat pada daerah kulit yang
terkena sinar ultraviolet (seperti sinar matahari, sinar fluorescent). Meski terdapat
beberapa macam tipe ruam pada lupus, tetapi yang umum terdapat adalah ruam
yang timbul, bersisik dan merah, tetapi tidak gatal.
b. DiscoidLupus
Tipe lupus ini dapatmenyebabkan inflamasi pada beberapa macam organ. Untuk
beberapa orang mungkin saja hal ini hanya terbatas pada gangguan kulit dan
sendi. Tetapi pada orang yang lain, sendi, paru-paru, ginjal, darah ataupun organ
dan/atau jaringan lain yang mungkin terkena. SLE pada sebagian orang dapat
memasuki masa dimana gejalanya tidak muncul (remisi) dan pada saat yang lain
penyakit ini dapat menjadi aktif (flare).
c. Drug-inducedlupus
Tipe lupus ini sangat jarang menyerang ginjal atau sistem syaraf. Obat yang
umumnya dapat menyebabkan druginduced lupus adalah jenis hidralazin (untuk
penanganan tekanan darah tinggi) dan pro-kainamid (untuk penanganan detak
jantung yang tidak teratur/tidak normal). Tidak semua orang yang memakan obat
ini akan terkena drug-induced lupus. Hanya 4 persen dari orang yang
mengkonsumsi obat itu yang bakal membentuk antibodi penyebab lupus. Dari 4
persen itu, sedikit sekali yang kemudian menderita lupus. Bila pengobatan
dihentikan, maka gejala lupus ini biasanya akan hilang dengan sendirinya. Dari
ketiganya, Discoid Lupus paling sering menyerang. Namun, Systemic Lupus
selalu lebih berat dibandingkan dengan Discoid Lupus, dan dapat menyerang
organ atau sistem tubuh. Pada beberapa orang, cuma kulit dan persendian yang
diserang. Meski begitu, pada orang lain bisa merusak persendian, paru-paru,
ginjal,darah, organ atau jaringan lain.
6. Gejalaklinis
Gejala klinis yang mungkin muncul pada pasein SLE yaitu:
a. Wanita muda dengan keterlibatan dua organ ataulebih.
b. Gejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan berat
badan
c. Muskuloskeletal: artritis, artralgia,myositis
d. Kulit: ruam kupu-kupu (butter• ly atau malar rash), fotosensitivitas, lesi
membrane mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria,vaskulitis.
e. Ginjal: hematuria, proteinuria, silinderuria, sindromanefrotik
f. Gastrointestinal: mual, muntah, nyeriabdomen
g. Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal,lesi parenkhimparu.
h. Jantung: perikarditis, endokarditis,miokarditis
i. Retikulo-endotel: organomegali (limfadenopati, splenomegali,hepatomegali)
j. Hematologi: anemia, leukopenia, dantrombositopenia
k. Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik, mielitis transversus,
gangguan kognitif neuropati kranial danperifer.
Kecurigaan terhadap adanya SLE jika terdapat dua atau lebih tanda gejala diatas.
7. PemeriksaanFisik
 Inspeksi : inspeksi kulit dilakukan untuk menemukan ruam eritematous. Plak
eritematous pada kulit dengan skuama yang melekat dapat terlihat pada kulit
kepala, muka atau leher. Inspeksi kulit kepala dilakukan untuk menemukan gejala
alopesia, dan inspeksi mulut serta tenggorok untuk ulserasi yang mencerminkan
gangguan gastrointestinal. Selain itu juga untuk melihat pembengkakansendi.
 Auskultasi : dilakukan pada kardiovaskuler untuk mendengar friction rub
perikardium yang dapat menyertai miokarditis dan efusi pleura. Efusi pleura serta
infiltrasi mencerminkan insufisiensi respiratorius dan diperlihatkan oleh suara paru
yangabnormal.
 Palpasi : dilakukan palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan, dan sendi yang
terasahangat.

8. PemeriksaanDiagnostik
 Pemeriksaan lab:
a. Pemeriksaandarah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat
pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga bisa ditemukan pada
penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan
juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi
dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita
lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen
(protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi
lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya
penyakit.
b. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atauprotein.
 Radiology :
- Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis.

8. Diagnosis/kriteriadiagnosis
Berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1982, diagnosis SLE
dapat ditegakkan secara pasti jika dijumpai empat kriteria atau lebih dari 11 kriteria,
yaitu:
Kriteria Batasan
Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah
malar dan cenderung tidak melibatkan lipat nasilabial
Ruam discoid Plak eritema menonjol dengan kerato• k dan sumbatan
folikular. Pada SLE lanjut dapat ditemukan parut atrofik
Fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap
sinar matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang
dilihat oleh dokter pemeriksa
Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnta tidak terasa nyeri
dan dapat terlihat oleh pemeriksa
Artritis Atritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi
perifer, ditandai oleh nyeri tekan, bengkak atau efusia
Serosis
a. riwayat penyakit pleuritik berdasarkan anamnesa atau
- Pleuritis
terdapat efusipleura
- Pericarditis
b. dapat dilihat pada rekaman EKG ataupericardial
friction rub atau terdapat efusi pleura

Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0,5 gram/hari atau >3+ bila tidak
dilakukan pemeriksaankuantitatif
b. Silinder seluler: dapat berupa silinder eritrosit,
hemoglobin, granular, tubular, atau campuran
Gangguan neurologi a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau
gangguan metabolik (misalnya uremia, ketoasidosis,
atau ketidakseimbanganelektrolit)
b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatanatau
gangguan metabolik (misalnya uremia, ketoasidosis,
atau ketidakseimbangan elektrolit)
Gangguan hematologik a. Anemia hemolitik denganretikulus
b. Lekopenia <4000/mm3 pada dua kali pemeriksaan
atau lebih,atau
c. Limfopenia <1500/mm3 pada dua kali pemeriksaan
atau lebih,atau
d. Trombositopenia <100.000/mm3 tanpadisebabkan
obat-obatan
Gangguan imunologik a. Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA dengan titer
yang abnormal,atau
b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen
nukluear Sm,atau
c. Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang
didasarkanatas:
- Kadar serum antibodi antikordiolipin abnormal baik
IgG atauIgM
- Tes lupus antikoagulan positifmenggunakan metode
standar,atau
- Hasil tes serologi positif palsu terhadap sifilis
sekurang-kurangnya selama 6 bulan dan
dikonfirmasi dengan test imobilisasi Treponema
pallidum atau tes fluoresensi absropsiantibodi
treponema
Antibodi antinuklear Titer abnormal dari antibodi antinuklear berdasarkan
positif(ANA) pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat
pada kurun waktu perjalanan penyakit tanpa keterlibatan
obat yang diketahui berhubungan dnegan sindrom lupus
yang diinduksi obat

9. Therapy/tindakanpenanganan
Pilar pengobatan yang untuk penderita SLE sebaiknya dilakukan secara
berkesinambungan, pilar pengobatan yang bisa dilakuan:
a. Edukasi dankonseling
Pasien dan keluarga penderita SLE memerlukan informasi yang benar dan
dukungan dari seluruh keluarga dan lingkungannya. Pasien memerlukan
informasi tentang aktivitas fisik, mengurangi atau mencegah kekambuhan
misalnya dengan cara melindungi kulit dari sinar matahari dengan
menggunakan tabir surya atau pakaian yang melindungi kulit, serta
melakukan latihan secara teratur. Pasien juga memerlukan informasi
tentang pengaturan diet agar tidak mengalami kelebihan berat badan,
osteoporosis, atau dislipidemia. Informasi yang bisa diperlukan kepada
pasein adalah:
- Penjelasan tentang penyakit lupus danpenyebabnya
- Tipe dari penyakit SLE dan karakteristik dari tipe-tipe penyalitSLE
- Masalah terkait dengan fisik, kegunaan istirahta latihan terutama yang
terkait dengan pengobatan steroid seperti osteoporosis, kebutuhan
istirahat, pemakaian alat bantu, pengaturan diet, serta cara
mengatasiinfeksi
- Masalah psikologis yaitucara pemahaman diri pasien SLE,
mengatasirasa leleah, stres, emosional, trauma psikis, masalah terkait
dengan hubungan dengan keluarga, serta cara mengatasinyeri.
- Pemakaian obat mencakup jenis obat, dosis, lama pemberian, dan yang
lainnya. Kebutuahn pemberian vitamin danmineral.
- Kelompok pendukung bagi penderitaSLE
- Edukasi juga perlu diberikan untuk mengurangi stigma psikologis
akibat adanya anggota keluarga yang menderita SLE

b. Programrehabilitasi

Pasien SLE memerlukan berbagai latihan untuk mempertahankan


kestabilan sendi karena jika pasien SLE diberikan dalam kondisi
immobilitas selama lebih dari 2 minggu dapat mengakibatkan penurunan
massa otot hingga 30%. Tujuan, indikasi, dan teknis pelaksanaan program
rehabilirasi melibatkan beberapa hal, yaitu:
- Istirahat
- Terapifisik
- Terapi denganmodalitas
- Ortotik, dan yanglainnya.
c. Pengobatanmedikamentosa
Jenis obat yang dapat digunakan pada pasein SLE adalah:
- OAINS
- Kortikosteroid
- Klorokuin
- Hidroksiklorokuin (saat ini belum tersedia diIndonesia)
- Azatioprin
- Siklofosfamid
- Metotreksat
- Siklosporin A
- Mikofenolatmofetil
Jenis obat yang paling umum digunakan adalah kortikosteroid yang dipakai
sebagai antiinflamasi dan imunosupresi. Namun, penggunaan
kortikosteroid menimbulkan efek samping. Cara mengurangi efek samping
dari penggunaan kortikosteroid adalah dengan mengurangi dosis obatnya
segera setelah penyakit terkontrol. Penurunan dosis harus dilakukan dengan
hati-hati untuk menghindari aktivitas penyakit muncul kembali dan
terjadinya defisiensi kortikol yang muncul akibat penekanan aksis
hipotalamus-pituitari-adrenal kronis. Penurunan dosis yang dilakuakn
secara bertahap akan memberikan pemulihan terhadap fungsi adrenal.
Penggunaan sparing agen kortikosteroid dapat diberikan untuk
memudahkan menurunkan dosis kaortokosteroid dan mengobtrol penyakit
dasarnya. Obat yang sering digunakan sebagai sparing agen kortokosteroid
adalah azatioprin, mikofenolat mofenil, siklofosfamid,danmetotrexate.

Anda mungkin juga menyukai