Anda di halaman 1dari 28

TUGAS

ASUHAN KEPERAWATAN SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE)

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah :KMB II

Dosen Pembimbing : Ns.Mira Andika M.Kep

Oleh :
Nama :Indah Komala Sari

Nim :211211958

PROGRAM RPL SI KEPERAWATAN

STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG

TAHUN 2022

1
1.SLE (Systemic Lupus Erythematosus)

2.2.1 Definisi

Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi


autoimun pada jaringan penyambung yang dapat mencakup ruam kulit,
nyeri sendi, dan keletihan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita
daripada pria dengan faktor 10:1. Androgen mengurangi gejala SLE, dan
estrogen memperburuk keadaan tersebut. Gejala memburuk selama fase
luteal siklus menstruasi, namun tidak dipengaruhi pada derajat yang besar
oleh kehamilan (Elizabeth, 2009).

Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit vaskuler kolagen


(suatu penyakit autoimun). Ini berarti tubuh manusia menghasilkan antibody
terhadap organ tubuhnya sendiri, yang dapat merusak organ tersebut dan
fungsinya. Lupus dapat menyerang banyak bagian tubuh termasuk sendi,
ginjal, paru-paru serta jantung (Glade, 1999).

SLE (systemic lupus erythematosus) adalah sejenis rema jaringan


yang bercirikan nyeri sendi (artralgia), demam, malaise umum dan erythema
dengan pola berbentuk kupu-kupu khas di pipi muka. Darah mengandung
antibody beredar terhadap IgG dan imunokompleks, yakni kompleks
antigen-antibodi-komplemen yang dapat mengendap dan mengakibatkan
radang pembuluh darah (vaskulitis) dan radang ginjal. Sama dengan
rematik, SLE juga merupakan penyakit autoimun, teteapii jauh lebih jarang
terjadi dan terutama timbul pada wanita. Sebabnya tidak diketahui,
penanganannya dengan kortikosteroida atau secara alternative dengan
sediaan enzim (papain 200 mg+bromelain 110 mg+pankreatin 100
mg+vitamin E 10 mg) 2 dd 1 kapsul (Tan&Kirana, 2007).

Suatu peradangan kronis jaringan ikat mengenai sendi, ginjal, selaput


serosa permukaan, dan dinding pembuluh darah yang belum jelas

2
penyebabnya. Peradangan kronis ini mengenai perempuan muda dan anak-
anak. 90% penderita penyekit SLE adalah perempuan.

Obat yang digunakan pada SLE mencakup agens sitotoksik, seperti


siklofosfamida. Konseling prakehamilan dapat membantu menentukan
terapi yang aman digunakan baik pada kehamilan maupun menyusui.

2.2.2 Etiologi

Antibody anti Ro dan anti La dapat menyebabkan sindrom lupus


neonates dengan melinttasi plasenta. Sindrom ini dapat bermanifestasi
sebagai lesi kulit atau blok jantung congenital.

Faktor genetic mempunyai peranan yang sangat penting dalam


kerentanan dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10%-20% pasien SLE
mempunyai kerabat dekat yang menderita SLE. Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan antaral ain haptolip MHC
terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen komplemen yang berperan
pada fase awal reaksi pengikatan komplemen yaitu yaitu Crq, Cir, Cis, C3,
C4, dan C2, serta gen-gen yang mengode reseptor sel T, immunoglobulin,
dan sitokin (Albar, 2003).

Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV


yang mengubah struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga
menyebabkan perubahan sistem imun di daerah tersebut serta menginduksi
apoptosis dari sel keratonosit. SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu
khususnya pada asetilator lambat yang mampunyai gen HLA DR-4
menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulas di
tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan
protein tubuh. Hal ini di respon sebagai benda asing tersebut (Herfindal et
al., 2000). Makanan sepertiwijen (alfafa sprouts) yang mengandung asam
aino L-cannavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit T dan B

3
sehingga dapat menyebabkan SLE (Delafuente, 2002). Selain itu infeksi
virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan
mekanisme menyebabkan peningkatan antibody entiviral sehingga
mengaktivasi sel B limfosit nonspesifik yang yang akan memicu terjadinya
SLE (Herfindal et al., 2000).

2.2.3 Patofisiologi

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang


menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan
seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa
kimia atau obat-obatan.

Patofiologi penyakit SLE dihipotesiskan sebagai berikut : adanya satu


atau beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai
predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal
terhadap sel TCD 4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap
sel-antigen. Sebagai akibatnya munculah sel T autoreaktif yang akan
menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik yangmemproduksi
autoantibodi maupun yang berupa sel memori. Ujud pemicu ini masih
belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk didalamnya ialah hormon
seks, sinar ultraviolet dan berbagai macam infeksi.

4
Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen
yang terutamaterletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi
DNA, protein histon dan non histon.Kebanyakan diantaranya dalam
keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks
protein RNA yang disebut partikel ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas
autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak tissue-spesific dan merupakan
komponen integral semua jenis sel.Antibodi ini secara bersama-sama
disebut ANA (anti-nuclear antibody). Dengan antigennya yang spesifik,
ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi. Telah
ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada SLE terganggu.
Dapat berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan
pemprosesan kompleks imun dalam hati, dan penurun

Uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini


memungkinkan terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit
mononuklear. Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam
organ dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut.
Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan
substansi penyebab timbulnya reaksi radang. Reaksi radang inilah
yangmenyebabkan timbulnya keluhan/ gejala pada organ atau tempat yang
bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit dan
sebagainya. Bagian yang penting dalam patofisiologi ini ialah
terganggunya mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah
autoimunitas patologis pada individu yang resisten.

2.2.4 Epidemiologi

Keadaan ini susah didiagnosis. Lupus terjadi kira-kira 1 dari 700


wanita berumur 15-64 tahun. Pada wanita kulit hitam, lupus terjadi pada 1
dari 254 wanita. Lupus lebih sering menyerang wanita daripada pria,

5
khususnya wanita berusia 20 dan 40 tahun. Tidak ada obat untuk lupus.
Pengobatan bersifat individual dan biasanya berupa minum steroid. Ada
baiknya tidak hamil ketika anda mengalami serangan lupus. Wanita
penderita lupus berisiko tinggi mengalami keguguran. Juga risiko lahir
mati, yang memerlukan perawatan ekstra selama kehamilan.

Bayi-bayi yang lahir dari lupus dapat terkena ruam. Mereka juga
mengalami blok jantung dan defek jantung. Bayi-bayi ini mungkin lahir
premature atau mengalami keterlambatan pertumbuhan intrauterine.

2.2.5 Manifestasi klinis

Keluhan dan gejala: gambaran klinik SLE sangat bervariasi antara satu
pasien dengan pasien SLE lainnya. Gejala terjadi dimulai dengan
timbulnya demam akibat adanya satu infeksi. Gejalanya hilang-hilang
timbul selama berbulan-bulan dan bertaun-tahun yang diselingi demam dan
badan lemah.

Keluhan penderita SLE yang lainnya adalah sakit kepala, kejang


epilepsy, dan gangguan kejaiwaan ssering merupakan keluhan awal.

1. Gejala pada persendian


Mulai dari keluhna nyeri pad abanyak persendian yang hilang-
hilang timbul sampai keluhan nyeri sendi yang akut,
merupakan keluhan awal pada 90% penderita SLE. Dalam
keadaan SLE berlangsung lama, terjadi erosi sendi tulang
telapak kaki. Namun demikian, kebayakan SLE yang
menyerang banyak sendi, tidak memperlihatkan kerusakan
sendi.
2. Gejala pada kulit
Yang khas disebut gambaran kemerahan kulit pipi berbentuk
kupu-kupu yang disebut butterfly erithema. Lesi kulit

6
berbentuk makulo papul pad kulit muka samapi ke leherdan
bahu lesi kulit ini jarang yang melepuh atau menjadi borok.
Tetapi lesi pada rahang atas pada pertemuan bagian lunak dan
bagian keras, pada daerah pipi bagian dalam dan bagian depan
rongga hidung, bisa terjadi.
Rambut rontok pada bebrapa daerah kulit kepala (generalize
focal alopecia) terjadi pada fase aktif SLE. Timbul bintik-
bintik merah pendarahan (purpura) karena sel pebeku darah
turun (trombositopeni). Penderita mengeluh silau pada sinar
yang terang (photophobi). Bebrapa penderita SLE
memperlihatlan gejala pleuritis yang hilang timbul (recurrent)
yaitu peradangan dinding dada dan selaput paru hingga
penderita mengeluhkan sakit dada, tetapi tidak ada efusi cairan
pada rongga paru.
Pada keadaan lebih berat, bisa terjadi perdarahan paru dan
mengancam kehidupan (fatal). Peradangan selaput
pembungkus jantung (pericarditis) sering terjadi pada penderita
SLE. Peradangan pembuluh darah jantung (coronary arteri
vasculitis) atauotot jantung megalami fibrosis (fibrosing
myocarditis). Timbul pembengkakan elenjar limfe di seluruh
tubuh terutamapadapenderita anak-anak dan dewasa muda
(umur 20 tahunan). Pembesaran limfe terjadi pada 10%
penderita SLE.
3. Gejala gangguan saraf pusat
Keluhan sakit kepala, perubahan kepribadian, stroke, kejang
epilepsy, psikosis, gangguan organic pada otak
4. Gangguan ginjal
Bisa ringan dan tanpa gejala, sampai gangguan yang progresif
dan mematikan. Gejala yang serign ditemukan pada
pemeriksaan laboratorium air seni, terdapat protein

7
(proteinuria). Secara patologi terdapat kelainan pada injal,
peradangan glomerulus jinak, sampai yang peradangan
membrane yang luas (diffuse membrane prliferatif
glomerulopritis).
Sindroma menghancurkan darha sendiri pada stadium akut
SLE (Acute lupus homo pagosotik syndrome). Pada keadaan
ini sumsum tulang mengalami proliferasi yang terlihat pada
pemeriksaan darah tepi, banyak terlihat sel histosit. Untuk
mengatasi kelainan ini, biasanya penderita berespons baik
terhadap pemberian obat kortkosteroid.

2.2.6.Klasifikasi SLE

Subcommitte for Systemic Lupus Erythematosus Criteria of the


American Rheumatism Association Diagnostic and Therapeutic Criteria
Committee tahun 1982 merevisi kriteria untuk klasifikasi SLE.

Subkomite ini mengajukan diagnosis SLE jika terdapat empat di antara


11 kriteria berikut beruntun atau secara stimultan, selama satu interval
observasi:

1. Ruam di bagian malar wajah


2. Ruam berbentuk discoid
3. Fotosensitivitas
4. Ulkus di mulut
5. Arthritis
6. Setositis (pleuritis, perikarditis)
7. Gangguan ginjal
8. Gangguan neurologis (kejang atau psikosis)
9. Gangguan hematologis (anemia hemolitik, leucopenia,
trombositopenia)

8
10. Gangguan imunologi
11. Antibody nuclear

R. Leonard mengusulkan jembatan keledai barikut untuk mengingat


kriteria diagnosis SLE: A Rash Points MD. Arthritis Renal disease (penyakit
ginjal), ANA Serositis, Haematological disorders, Photosensitivitas, Oral
ulcers (ulkus di mulut), Immunological disorder, Neurological disorder,
Malar rash, Discoid rash Ann Rheum Dis 2001.

2.2.7 Pemeriksaan penunjang

SLE merupakan suatu penyakit autoimun pada jaringan ikat yang


menunjukkan berbagai manifestasi, paling sering berupa arthritis. Dapat
juga timbul manifestasi di kulit, ginjal, dan neurologis. Penyakit ini ditandai
dengan adanya periode aktivitas (ruam) dan remisi. SLE ditegakkan atas
dasar gambaran klinis disertai dengan penanda serologis, khususnya
beberapa autoantibodi; yang paling sering digunakan adalah antinukelar
antibody (ANA, tetapi antibody ini juga dapat ditemukan pada wanita yang
tidak menderita SLE. Antibody yang kurang spesifik adalah antidouble
standed DNA antibody (anti DNA), pengukurannya bermanfaat untuk
menilai ruam pada lupu. Anti-Ro, anti-La dan antibody antifosfolipid
penting untuk diukur karena meningkatkna risiko pada kehamilan.
Penatalaksanaan SLE harus dilaksanakan secara multidisiplin. Periode
aktivitas penyakit dapat sulit untuk didiagnosis. Keterlibatan ginjal sering
kali disalahartikan dengan pre-eklamsia, tetapi temuan adanya peningkatan
titer antibody anti DNA serta penurunan tingkat komplemen membantu
mengarahkan pada ruam.

Antibody fosfolipid dapat timbul tanpa SLE tetapi menandakan


peningkatan risiko keguguran.

9
Temuan pada pemeriksaan laboratorium

1. Tes fluorensi untuk menentukan antinuclear antobodi (ANA), positif


dengan titer tinggi pada 98% penderita SLE
2. Pemeriksaan DMA double stranded lebih spesifik untuk menentukan
SLE
3. Bila titer antidobel stranded tinggi, spesifik untuk diagnose SLE
4. Tes sifilis bisa positif paslu pada pemeriksaan SLE
5. Pemeriksaan zat antifosfolipid antigen (seperti antikardiolipin antibody)
berhubungan untuk mennetukan adanya thrombosis pada pembuluh
arteri atau pembuluh vena atau pada abortus spontan, bayi meninggal
dalam kandungan, dan trombositopeni.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada penderita SLE atau


Lupus meliputi darah lengkap, laju sedimentasi darah, antibody antinuklir
(ANA), anti-AND, SLE, CRP, analisa urine, komplemen 3 dan 4. Pada
pemeriksaan diagnostic yang dilakukan adalah biopsy ginjal.

2.2.8 Evaluasi diagnostic

Diagnosis dibuat berdasarkan pada riwayat komplet dan analisis


pemeriksaan darah; tidak ada satu pemeriksaan laboratorium yang
menguatkan SLE.

2.2.9 Penatalaksanaan

Pengobatan termasuk penatalaksanaan penyakit akut dan kronis:

1. Mencegah penurunan progresif fungsi organ, mengurangi kemungkinan


penyakit akut, meminimalkan penyakit yang berhubungan dengan
kecacatan, dan mencegah komplikasi dari terapi yang diberikan
2. Gunakan obat-obat antinflamasi nonsteroid (NSAID) dengan
kortikosteroid untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid

10
3. Gunakan kortikosteroid topical untuk manifestasi kutan akut
4. Gunakan pemberian bolus IV sebagai alternative untuk penggunaan
dosis oral tinggi tradisional
5. Atasi manifestasi kutan, mukuloskeletal, dan sistemik ringan dengan
obat-obat antimalaria
6. Preparat imunosupresif (percobaab) diberikan untuk bentuk SLE yang
serius
2.2.10 Komplikasi
1. Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya panimbunan protein di
dalam sel-sel ginjal tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus
(peradangan ginjal yang menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal
ginjal sehingga penderita perlu menjalani dialisa atau pencangkokkan
ginjal.
2. Sistem Saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Komplikas yang
paling sering ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan,
tetapi kelainan bisa terjadi pada bagianmanapun dari otak, korda
spinalis, maupun sistem saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organic
dan sakit kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bisa
terjadi
3. Penggumpalan Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa
terbentuk bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa
menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlha trombosit berkurang
dan tubuh membentuk antibody yang melawan faktor pembekuan
darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti.
4. Kardiovaskuler

11
Peradangan berbagai bagian jantung seperti perikarditis, endokarditis
maupun mikarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat
dari keadaan tersebut.
5. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi
pleura (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya).
Akibatnya dari keadaan tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak
napas.
6. Otot dan kerangka tubuh

Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan


kebanyakan menderita arthritis. Persendian yang sering terkena adalah
persendia pada jari tangan, tangan, pergelangantangan dan lutut.
Kematian jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan
penyebab dari nyeri di daerah tersebut

7. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu di tulang pipi dan
pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika
terkena sinar matahari.

2.2.11 Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1) Identitas klien
Nama
Usia
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan
Agama
Status

12
2) Keluhan utama
Klien mengeluhkan nyeri pada sendi serta kekakuan kaki dan tangan,
saat beraktivitas klien merasa mudah lelah, klien merasa demam. Pipi
dan leher memerah serta nyeri pada bagian yang memerah.

3) Riwayat penyakit sekarang


Klien datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman dengan
kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya lebarnya kecil
namun setelah satu minggu lebarnya bertambah besar, demam, nyeri
dan terasa kaku seluruh persendian utamanya pada pagi hari dan
berkurang nafsu makan karena ada sariawan.

4) Riwayat penyakit dahulu


Tidak ada

5) Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada

6) Pemeriksaan fisik
a) TTV
TD
RR
S
N

b) Pemeriksaan fisik per sistem


B1 (Breath)
RR 20x/menit, napas dalam terlihat seperti menahan nyeri

13
B2 (Blood)

TD 110/80 mmHg

Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi


papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku
serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan
dan berlanjut nekrosis.

B3 (Brain)

Gangguan psikologis

B4 (Bladder)
Tidak ada

B5 (Bowel)

Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.

B6 (Bone)

Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak,


rasa kaku pada pagi hari. Lesi akut pada kulit yang terdiri atas
ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta
pipi.

7) Pemeriksaan penunjang
a) Tes fluorensi untuk menentukan antinuclear antobodi (ANA),
positif dengan titer tinggi pada 98% penderita SLE
b) Pemeriksaan DMA double stranded lebih spesifik untuk
menentukan SLE
c) Bila titer antidobel stranded tinggi, spesifik untuk diagnose SLE
d) Tes sifilis bisa positif paslu pada pemeriksaan SLE

14
e) Pemeriksaan zat antifosfolipid antigen (seperti antikardiolipin
antibody) berhubungan untuk mennetukan adanya thrombosis
pada pembuluh arteri atau pembuluh vena atau pada abortus
spontan, bayi meninggal dalam kandungan, dan trombositopeni.

b. Analisis data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


Ds: Genetic, lingkungan, Nyeri
Nyeri pada sendi hormone, obat tertentu
dan bagian yang ↓
mengalami Produksi autoimun
kemerahan berlebih
Do: ↓
Klien terlihat Autoimun menyerang
menahan nyeri organ tubuh
TD 110/80 mmHg ↓
RR 20x/menit SLE

S 38,5 ↓
Kerusakan jaringan
N 90x/menit ↓
Nyeri kronis
Ds: Genetic, lingkungan, Peningkatan suhu
Klien mengeluhkan hormone, obat tertentu tubuh
demam ↓
Do: Produksi autoimun
TD 110/80 mmHg berlebih
RR 20x/menit ↓

S 38,5 Autoimun menyerang


organ tubuh

15
N 90x/menit ↓
terjadi reaksi inflamasi

peningkatan suhu tubuh
Ds: Genetic, lingkungan, Gangguan pemenuhan
Klein mengatakan hormone, obat tertentu nutrisi tubuh
tidak nafsu makan ↓
Do: Produksi autoimun
TD 110/80 mmHg berlebih
RR 20x/menit ↓

S 38,5 Autoimun menyerang


organ tubuh
N 90x/menit ↓
Adanya stomatitis SLE
di mukosa mulut ↓
menyerang hati

kesalahan sintesa zat
yang dibutuhkan tubuh

perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Ds: Genetic, lingkungan, Keletihan
Nyeri pada sendi hormone, obat tertentu
dan bagian yang ↓
mengalami Produksi autoimun
kemerahan berlebih
Klien mengeluhkan ↓
mudah lelah ketika Autoimun menyerang
beraktivitas

16
Do: organ tubuh
Klien terlihat ↓
menahan nyeri SLE
TD 110/80 mmHg ↓
RR 20x/menit menyerang darah

S 38,5 ↓
Hb menurun
N 90x/menit ↓
Suplai oksigen
menurun

ATP menurun

Keletihan
Ds: Genetic, lingkungan, Gangguan integritas
Nyeri pada sendi hormone, obat tertentu kulit
dan bagian yang ↓
mengalami Produksi autoimun
kemerahan berlebih
Do: ↓
TD 110/80 mmHg Autoimun menyerang
RR 20x/menit organ tubuh

S 38,5 ↓
SLE
N 90x/menit ↓
Kulit kering dan menyerang kulit
kemerahan ↓
kerusakan integritas
kulit
Ds: Genetic, lingkungan, Gangguan mobilitas

17
hormone, obat tertentu fisik
Nyeri pada sendi ↓
dan bagian yang Produksi autoimun
mengalami berlebih
kemerahan ↓
Do: Autoimun menyerang
Klien terlihat organ tubuh
menahan nyeri ↓
TD 110/80 mmHg SLE
RR 20x/menit ↓

S 38,5 arthritis

N 90x/menit gangguan mobilitas
fisik
Ds: Genetic, lingkungan, Gangguan citra tubuh
Klien mengatakan hormone, obat tertentu
malu terhadap ↓
kemerahan pada Produksi autoimun
pipi dan leher berlebih
Do: ↓
TD 110/80 mmHg Autoimun menyerang
RR 20x/menit organ tubuh

S 38,5 ↓
SLE
N 90x/menit ↓
Klien menunduk menyerang kulit
saat memasuki ↓
UGD kerusakan integritas
kulit

18

Gangguan citra tubuh
(body image)

c. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan ketidakmampuan fisik-psikososial
kronis (metastase kanker, injuri neurologis, arthritis)
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan inflamasi
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri kronis pada sendi
4. kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang buruk karena suatu
penyakit
5. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan deficit imunologi
6. gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada sendi
7. gangguan body image berhubungan dengan penyakit kronis

d. Intervensi

Dx: nyeri kronis berhubungan dengan ketidakmampuan fisik-psikososial


kronis (metastase kanker, injuri neurologis, arthritis)
Ds:
Kelelahan
Do:
1. Gangguan aktivitas
2. Anoreksia
3. Menahan napas
NOC NIC
1. Comfort level Pain management
2. Pain control 1. Monitor kapuasan pasien

19
3. Pain level terhadap manajemen nyeri
Setalh dilakukan tindakan 2. Tingkatkan istirahat dan
keperawatan selama 24jam nyeri tisur yang adekuat
kronis pasien berkurang dengan 3. Kelola antianalgesik
kriteria hasil: 4. Jelaskna pada klien
1. Tidak ada gangguan tidur penyebab nyeri
2. Tidak ada gangguan 5. Lakukan tehnik
konsetrasi nonfarmakologis (relaksasi,
3. Tiadak ada gangguan masase punggung)
hubungan interpersonal
4. Tidak ada ekspresi menahan
nyeri dan ungkapan secara
verbal
5. Tidak ada tegangan otot

Dx: peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan inflamasi


Ds:
Suhu tubuh meningkat
Do:
1. Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
2. Kulit kemerahan
3. Pertambahan RR
4. Kulit terasa panas
NOC NIC
Thermoregulasi 1. Monitor suhu seseirng
Setelah dilakuakn tindakan mungkin
keperawatan selama 24 jam pasien 2. Monitor warna dan suhu

20
menunjukkan: kulit
Suhu tubuh dalam batas normal 3. Monitor TD, nadi dan RR
dengan kriteria hasil: 4. Monitor WBC, Hb, dan Hct

1. Suhu 36-37 5. Monitor intake dan output


6. Berikan antipiretik sesuai
2. Nadi dan RR dalam renatang advis dokter
normal 7. Selimuti klien
3. Tidak ada perubahan warna 8. Berikan cairan intravena
kulit dan tidak ada pusing, 9. Kompres klien pada lipat
klien merasa nyaman paha dan aksila
10. Tingkatkan sirkulasi udara
11. Tingkatkan sirkulasi udara
12. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
13. monitor hidrasi seperti
turgor kulit, kelembaban
mukosa

Dx: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan untuk memasukkan nutrisi karena gangguan pada
mukosa mulut
Ds:
1. nyeri abdomen
2. muntah
3. kejang perut
4. rasa penuh tiba-tiba setelah makan
Do:
1. kurang nafsu makan
2. bising usus berlebih

21
3. pucat
NOC NIC
a. nutritional status: adequacy of 1. kaji adanya alergi makanan
nutrient 2. kolaborasi dengan ahli gizi
b. nutritional status: food and fluid untuk menentuka jumlah kalori
intake dan nutrisi yang dibutuhkan
c. weight control klien
setelah dilakukan tindakan 3. yakinkah dietyang dimakan
keperawatan selama 2x24 jam megandung tinggi serat untuk
nutrisi kurang teratasi dengan mencegah konstipasi
indicator: 4. ajarkan klien bagaimana
1. albumin serum membuat catatatan makanan
2. prealbumin serum harian
3. hematokrit 5. monitor adanya penurunan BB
4. hemoglobin dan gula darah
5. total iron binding capacity 6. monitor lingkungan selama
6. jumlah limfosit makan
7. jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
8. monitor turgor kulit
9. monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Hct
10. monitor mual dan muntah
11. monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan kojungtiva
12. monitor intake nutrisi
13. informasikan pada klien dan

22
keluarga tentang manfaat nutrisi
14. kolaborasikan dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan
15. atur posisi semifowler tinggi
selama makan
16. kelola pemberian antiemetic
17. anjurkan banyak minum
18. pertahankan terapi IV line
19. catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik, papila lidah dan
cavitas oral

Dx: kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang buruk karena suatu
penyakit
Ds:
1. kelelahan
2. meningkatnya komplain fisik
3. secara verbal menyatakan kurang energi
Do:
1. penurunan kemampuan
2. ketidakmampuan mendapatkan energy sesudah tidur
3. kurang energy
4. ketidakmampuan untuk mempertahankan aktivitas
NOC NIC
1. activity tolerance 1. monitor respon kardiorespirasi
2. energy conservation terhadap aktivitas (takikardi,

23
3. nutritional status: energy disritmai, dispnea, diaphoresis,
setelah dilakukan tidnakan pucat, tekanan hemodinamik
keperawatan selama 2x24 jam dan jumlah respirasi)
kelelahan pasien teratasi dengan 2. monitor dan catat pola dan
kriteria hasil: jumlah tidur klien
1. kemampuan aktivitas adekuat 3. monitor lokasi ketidaknyamanan
2. mempertahankan nutrisi adekuat atau nyeri selama bergerak dan
3. keseimbangan aktivitas dan aktivitas
istirahat 4. monitor intake nutrisi
4. menggunakan tehnik energy 5. monitor pemberian dan efek
konservasi samping obat depresi
5. mempertahankan interaksi sosial 6. instruksikan pada klien untuk
6. mengidentifikasi faktor fisik dan memcatat tanda dan gejala
psikologis yang menyeabbkan kelelahan
kelelahan 7. jelaskan pada klien hubungan
7. mempertahankan kemampuan kelelahan dengan proses
untuk konsentrasi penyakit
8. kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
intake makanan tinggi energy
9. dorong klien dan keluarga
mengekspresikan perasaannya
10. catat aktivitas yang dapat
meningkatkan kelelahan
11. anjurkan klien melakukan yang
meningkatkan relaksasi
12. tingkatkan pembatasan bedrest
dan aktivitas
13. batasi stimulasi lingkungan

24
untuk memfasilitasi relaksasi

Dx: kerusakan integritas kulit berhubungan dengan deficit imunologi


Do:
1. gangguan pada bagian tubuh
2. kerusakan lapisan kulit
3. gagguan permukaan kulit
NOC NIC
1. tissue integrity: skin and 1. anjurkan pasien untuk
mucous membrane menggunakan pakaian yang
2. wound healing: primer dan longgar
sekunder 2. Hindari kerutan pada tempat
setelah dilakukan tindakan tidur
keperawatan selama 2x24 jam 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
kerusakan integritaskulit berkurang bersih dan kering
dengan kriteria hasl: 4. Mobilisasi klien (ubah posisi
1. intergritas kulit yang baik bisa klien) setiap dua jam sekali
dipertahankan (Sensai, 5. Monitor kulit akan adanya
elastisitas, temperature, hidrasi, kemerahan
pigmentasi) 6. Oleskan lotion atau minyak pada
2. tidak ada luka/lesi pada kulit daerah yang tertekan
3. perfusi jaringan baik 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
4. menunjukkan pemahaman klien
dalam proses perbaikan kult dan 8. Monitor status nutrisi klien
mencegah terjadinya cedera 9. Memandikan klien dengan
berulang sabun dan air hangat
5. mampu melindungi kulit dan 10. Kaji lingkungna dan peralatan
mempertahankan kelembaban yang menyebabkan tekanan
kulit dan perawatan alami 11. Observasi luka: lokas, dimensi,

25
6. menunjukkan terjadinya proses kedalaman luka, karakteristik,
penyembuhan luka warna cairan, granulasi, jaringan
nekrotik, tanda infeksi lokal,
formasi traktus
12. Ajarkan pada keluarga tentang
luka dan perawatan luak
13. Kolaborasi ahli gizi pemberian
diet TKT, vitamin, cegah
kontaminasi feses dan urin
14. Lakukan tehnik perawatan luka
dengan steril
15. Berikan posisi yang mengurangi
tekanan pada luka

Dx: gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada sendi


Ds:
Klien mengatakan nyeri ketika berjalan
Do:
1. penurunan waktu reaksi
2. kesulitan merubah posisi
3. perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepata, kesulitas
memulai langkah pendek)
4. keterbatasan motorik kasar dan halus
5. keterbatasan ROM
6. gerakan disertai napas pendek atau tremor
7. ketidakstabilan posisi selama menggunakan ADL
8. gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi
NOC NIC

26
1. joint movement: active Exercise therapy: ambulation
2. mobility level 1. monitor vital sign
3. self care: ADLs sebelum/sesudah latian dan
4. transfer performance lihat respon pasien saat
setelah dilakukan tindakan latihan
keperawatan selama 2x24 jam 2. konsultasikan dengan terapi
gangguan mobilitas fisik teratasi fisik tentang rencana
dengan kriteria hasil: ambulasi sesuai dengan
1. klien meningkat dalam kebutuhan
aktivitas fisik 3. bantu klien untuk
2. mengerti tujuan dari menggunakan tongkat saat
peningkatan mobilitas berjalan dan cegah terhadap
3. memverbalisasikan perasaan cedera
dalam meningkatkan 4. ajarkan klien atau tenaga
kekuatan dan kemampuan kesehatan lain tentang tehnik
berpindah ambulasi
4. memperagakan penggunaan 5. kaji kemampuan klien dalam
alat bantu mobilisasi mobilisasi
6. latih klien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan
7. damping dan bantu jika klien
memerlukan
8. ajarkan klien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

Dx: gangguan body image berhubungan dengan penyakit kronis


Ds:

27
1. depersonalisasi bagian tubuh
2. perasaan negatif tentang tubuh
3. secara verbal menyatakan perubahan gaya hidup
Do:
1. perubahan actual struktur dan fungsi tubuh
2. kehilangan bagian tubuh
3. bagian tubuh tidak berfungsi
NOC NIC
1. body mage Body image enchancement
2. self esteem 1. kaji secara verbal dan nonverbal
setelah dilakukan perawatan 2x24 respon klien terhadap tubuhnya
jam gangguan body image klien 2. monitor frekuensi mengkritik
berkurang dengakriteria hasil: dirinya
1. body image positif 3. jelaskan tantang pengobatan,
2. mampu mengidentifikasi perawatan, kemajuan dan
kekuatan personal prognosis penyakit
3. mendeskripsikan secara 4. dorong klien mengungkapkan
factual perubahan fungsi perasaannya
tubuh 5. identifikasi arti pengurangan
4. mempertahankan interaksi melalui pemakaian alat bantu
sosial 6. fasilitasi kontak dengan individu
lain dalam kelompok kecil

28

Anda mungkin juga menyukai