Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi penyebab kesakitan dan
kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat. Sebanyak 10%
penderita stoke megalami kelemahan yang memerlukan perawatan.

Penyebab stroke adalah pecahnya (ruptur) pembuluh darah di otak , terjadinya


trombosis dan emboli. Gumpalan darah akan masuk ke aliran darah sebagai akibat
dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang cedera dan menutup atau
menyumbat arteri otak. Akibatnya fungsi otak berhenti dan terjadi penurunan fungsi
otak.

Stroke dibagi menjadi dua jemis, yaitu stroke iskemik (ischemic stroke) dan
stroke hemoragic (hemorragic stroke), stroke iskemik sebagian besar merupakan
komplikasi dari penyakit vaskuler, yang ditandai dengan gejala penurunan tekan
darah yang mendadak, takikardi, pucat, dan pernafasan yang tidak teratur. Sementara
stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan imtrakranial denagn
gejala peningkatan tekanan darah, bradikardi, wajah keunguan, sianosis, dan
pernafasan mengorok.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi Stroke Hemoragik ?
2. Bagaimanakah anatomi dan fisiologi sistem persarafan ?
3. Bagaimanakah klasifikasi Stroke Hemoragik ?
4. Apakah faktor risiko Stroke Hemoragik
5. Apakah etiologi Stroke Hemoragik ?
6. Bagaimanakah patofisiologi dari Stroke Hemoragik ?
7. Bagaimanakah WOC dari Stroke Hemoragik ?
8. Bagaimana manifestasi klinis dari Stroke Hemoragik ?

1
9. Apa sajakah komplikasi yang dapat diakibatkan penyakit Stroke Hemoragik?
10. Bagaimana penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan ?
11. Bagaimanakah pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ?
12. Bagaimanakah pencegahan pada penyakit Stroke Hemoragik ?
13. Apa sajakah asuhan keperawatan yang dapat dilakukan terhadap penderita
Stroke Hemoragik ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dari Stroke Hemoragik.
2. Mengetahui anatomi dan fisiologi sistem persarafan.
3. Mengetahui klasifikasi Stroke Hemoragik.
4. Mengetahui faktor risiko Stroke Hemoragik.
5. Mengetahui etiologi penyebab dari Stroke Hemoragik.
6. Mengetahui patofisiologi dari Stroke Hemoragik.
7. Mengetahui WOC (Web of Caution) dari Stroke Hemoragik.
8. manifestasi klinis dari Stroke Hemoragik.
9. Mengetahui komplikasi yang dapat diakibatkan dari Stroke Hemoragik.
10. Mengetahui penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada penderita
Stroke Hemoragik.
11. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien Stroke
Hemoragik.
12. Mengetahui pencegahan yang dapat dilakukan dari Strok Hemoragik.
13. Mengetahui asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada penderita Stroke
Hemoragik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Stroke adalah kehilangan fungsi otak diakibatkan oleh berhentinya suplai


darah ke bagian otak, biasanya merupakan akumulasi penyakit serebrovaskular
selama beberapa tahun (Smeltzer, 2001). Stroke merupakan sindrom klinis yang
timbulnya mendadak, progresif cepat, seta berupa defisit neurologis lokal dan atau
global yang berlangsung 24 jam atau lebih. Selain itu, juga bisa langsung
menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non-
traumatik (Manjoer, 2000). Stroke digunakan untuk menamakan sindrom hemiparesis
atau hemiparalis akibat lesi vaskular yang dapat bangkit dalam beberapa detik atau
hari, bergantung pada jenis penyakit yang menjadi penyebabnya (Sidharta, 1994).

Stroke adalah suatau keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredarah
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut
Hudak (1996), stroke adalah defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak
dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cardiovasculer disease (CVD).

2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan

3
2.2.1 Area Sensorik

1. Sel saraf (neuron)


Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf yang disebut neuron. Neuron bergabung
membentuk suatu jaringan untuk mengantarkan impuls. Satu sel saraf tersusun dari
badan sel, dendrit, dan akson.
a. Badan sel
Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel saraf. Badan sel
berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrite dan meneruskannya ke akson.
Pada badan sel saraf terdapat inti sel, sitoplasma, mitokondria, sentrosom, badan
golgi, lisosom, dan badan nisel. Badan nisel merupakan kumpulan reticulum
endoplasma tempat transportasi sintesis protein.
b. Dendrit
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang. Dendrit
merupakan perluasan dari badan sel.dendrit berfungsi untuk menerima dan
mengantarkan rangsangan ke badan sel.
c. Akson
Akson disebut neurit. Neurit adalah serabut sel saraf panjang yang merupakan
perjuluran sitoplasma badan sel. Di dalam neurit terdapat benang-benang halus yang
disebut neurofibril. Neurofibril dibungkus oleh beberapa lapis selaput myelin yang
banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk mempercepat jalannya
rangsangan. Selaput myelin tersebut dibungkus oleh sel-sel sachwann yang akan
membentuk suatu jaringan yang dapat menyediakan makanan untuk neurit dan
membantu pembentukan neurit. Lapisan myelin sebelah luar disebut neurilemma
yang melindungi akson dari kerusakan. Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh
lapisan myelin. Bagian ini disebut dengan nodus ranvier dan berfungsi mempercepat
jalannya rangsangan.
2. Impuls
Impuls adalah rangsangan atau pesan yang diterima oleh reseptor dari
lingkungan luar, kemudian dibawa oleh neuron. Impuls dapat juga dikatakan sebagai

4
serangkaian pulsa elektrik yang menjalari serabut saraf. Contoh rangsangan adalah
sebagai berikut.
a. Perubahan dari dingin menjadi panas
b. Perubahan dari tidak ada tekanan pada kulit menjadi ada tekanan.
c. Berbagai macam aroma yang tercium oleh hidung.
d. Suatu benda yang menarik perhatian.

2.2.2 Sistem Saraf Pusat

 Selaput otak (meningen)

Merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang untuk
melindungi struktur saraf yang halus untuk membawa pembuluh darah dan cairan
sekresi.

Meningen terbagi 3:

1. Durameter (lapisan luar) : Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari
jaringan ikat tebal dan kuat.
2. Arakhnoidea (lapisan tengah) : Selaput tipis yang berisi cairan otak yang
meliputi seluruh susunan saraf sentral.
3. Piameter (lapisan dalam) : Selaput tipis yang terdapat pada permukaan
jaringan otak.
 Sistem ventrikel

Terdiri dari beberapa rongga dalam otak yang berhubungan satu sama lain. Ke
dalam rongga itu, pleksus koroid mengalirkan cairan liquor serebrospinal. Pleksus
koroid dibentuk oleh jaringan pembuluh darah kapiler otak tepi. Pada bagian piameter
membelok ke dalam ventrikel dan menyalurkan cairan serebrospinalis hasil sekresi
pleksus koroid, cairan ini bersifat alkali bening mirip plasma.

5
 Sirkulasi cairan serebrospinalis

Cairan ini disalurkan oleh pleksus koroid ke dalam ventrikel yang ada dalam otak
kemudian masuk ke dalam kanalis sumsum tulang belakang ke ruang subaraknoid
melalui ventrikularis.setelah melewati seluruh ruangan otak dan sumsum tulang
belakang kembali ke sirkulasi melalui granulasi arakhnoid pada sinus sagitalis
superior.

Fungsi cairan serebrospinalis:

a. Memberikan kelembapan otak dan medula spinalis.


b. Melindungi alat-alat dalam otak dan medula spinalis dari tekanan.
c. Melicinkan alat-alat dalam otak dan medula spinalis.

Pembagian sistem saraf pusat

1. Otak

Otak merupakan pusat kendali tubuh. Jaringan otak dibungkus oleh salaput otak
(meningen) dan tulang tengkorak yang kuat dan terletak dalam kavum kranii.
Terdapat jaringan kelabu (gray matter) dan putih (white matter).

a. Serebrum (otak besar) 

Merupakan bagian terbesar otak . Fungsinya : mengendalikan mental, tingkah


laku, pikiran, kesadaran, kemauan, kecerdasan, kemampuan berbicara, dan bahasa.
Otak sebelah kiri mengendalikan bagian sebelah kanan tubuh, begitu sebaliknya.
Srebrum terbagi atas dua belahan, yaitu hemisfer kiri dan kanan yang
dibungkus oleh masa substansi alba yang disebut korpus kollosum. Tiap-tiap
hemisfer meluas dari os frontal ke os oksipital.

Serebrum mengandung substansi atau jaringan abu-abu dan putih. Lapis luar
(korteks) warna abu-abu banyak mengandung badan saraf. Lapis dalam warna putih
banyak mengandung serabut saraf, terletak dalam rongga kepala.

6
Serebrum terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus
yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut
sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus
Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.
 Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak
Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan
gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas,
kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
 Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan
seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
 Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
 Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi
terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
 

 
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dapat juga dibagi
menurut fungsi dan banyaknya area.

7
b. Serebelum (otak kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan
ujung leher bagian atas, terdiri dari 2 belahan yang dihubungkan oleh jembatan varol
untuk menyampaikan rangsangan. Organ ini banyak menerima serabut aferen
sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi. Bentuknya oval, bagian yang
mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada lateral disebut
hemisfer.
Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui pendunkulus serebri
inferior (korpus retiformi). Permukaan luar serebelum berlipat – lipat menyerupai
serebrum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan serebelum ini
mengandung zat kelabu . Korteks serebelum dibentuk oleh substabsia grisea , terdiri
dari tiga lapisan yaitu granula luar, lapisan purkinje dan lapisan granula dalam.
Serabut saraf yang masuk dan keluar dari serebrum harus melewati serebelum.
Serebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur
sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan
tubuh. 
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap
dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang
tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu
mengancingkan baju.
c. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang
belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan,
denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan
sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya
bahaya.
 

8
Batang Otak terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
1. Diensefalon

Bagian batang otak paling atas terdapat diantara serebelum dengan mesensefalon.

2. Mesensefalon

Mesensefalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Mesensefalon
terdiri dari empat bagian yang menonjol ke atas. Dua disebelah atas disebut korpus
kuadrigeminus superior dan dua disebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus
inferior.

3. Pons varoli

Brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons varoli dengan


serebelum, terletak didepan serebelum diantara otak tengah dan medulla oblongata.
Disini terdapat premotoksid yang mengatur gerakan pernafasan dan reflex.

4. Medula oblongata

Merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkanpons
varoli dengan medulla spinalis. Bagian bawah medulla oblongata merupakan
persambungan medulla spinalis ke atas, bagian atas medulla oblongata yang melebar
disebut kanalis sentralis di daerah tengah bagian ventral medulla oblongata.

5. Limbic System (Sistem Limbik)


 
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak. Limbik
berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Komponen limbik
antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan
korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi
hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa
senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.

9
2. Medula spinalis
Bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam kanalis vetebrali. Medula
spinalis membentang dari foramen magnum sampai setinggi vertebrae lumbalis ke-1
dan ke-2, ujung bawahnya runcing menyerupai kerucut yang disebut konus
medularis, dan akhirnay melekat pada vetebrae koksigialis pertama.
Dalam medula spinalis keluar 31 pasang saraf, terdiri dari:
a. V. Servikal : 8 pasang
b. V. Torakal : 12 pasang
c. V. Lumbal : 5 pasang
d. V. Sakral : 5 pasang
e. V. Koksigial :1 pasang
Fungsi medula spinalis :
1. Pusat gerakan otot-otot tubuh terbesar di kornu motorik atau kornu ventralis
2. Mengurus kegiatan refleks-refleks spinalis serta refleks lutut
3. Menghantarkan rangsangan koordinasi dari otot dan sendi ke otak
4. Sebagai penghubung antar sengmen medula spialis
5. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh

 Saraf Otak (Nervus Cranialis)


Saraf otak merupakan susunan saraf pusat yang terdapat pada bagian kepala,
dan keluar dari otak. Ada 12 pasang saraf kranial dengan nomor dan nama dari depan
ke belakang secara berurutan. Kedua belas pasang saraf itu adalah sebagai berikut:
1. Nervus olfactorius (I)
Bersifat sensorik, berfungsi menerima sensasi penciuman, membawa rangsangan
aroma bau dari hidung ke otak.
2. Nervus opticus (II)
Bersifat sensorik, mensyarafi bola mata membawa rangsangan penglihatan ke
otak.
3. Nervus oculomotorius (III)

10
Bersifat motorik, mensyarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola mata). Di
dalam saraf ini terkandung serabut-serabut saraf otonom.
Fungsinya : mengusahakan persyarafan otot yang mengangkat kelopak mata atas.
4. Nervus trochlearis (IV)
Bersifat motorik, mensyarafi otot-otot orbital.
5. Nervus trigeminus (V)
Bersifat majemuk, dibagi menjadi 3 saraf:
a. N. Opthalmicus: sifatnya sensorik, mensyarafi kulit kepala bagian depan
kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata.
b. N. Maxillaris: bersifat sensorik, mensyarafi gigi atas, bibir atas, palatum,
batang hidung, dan sinus maxsilaris.
c. N. Mandibularis: sifatnya majemuk. Serabut motorisnya, mensyarafi otot-otot
pangunyah. Serabut sensorisnya, mensyarafi gigi bawah dan kulit daerah
dagu.
6. Nervus abducens (VI)
Bersifat motorik, mensyarafi otot-otot orbital.
7. Nervus facialis (VII)
Bersifat majemuk (sensorik dan motorik). Fungsinya : sebagai mimik wajah dan
menghantarkan rasa pengecap
8. Nervus vestibulocochlearis (VIII)
Bersifat sensoris. Nama lainnya, N. Octavus, mengurus pendengaran dan
keseimbangan .
9. Nervus glossopharyngeus (IX)
Bersifat majemuk, mensyarafi faring, tonsil dan lidah.
10. Nervus vagus (X)
Bersifat majemuk, mensyarafi faring, laring, paru-paru, esofagus, paru-paru,
gaster, kelenjar-kelenjar pencernaaan dalam abdomen dan lain-lain.

11. Nervus accessorius (XI)

11
Bersifat motorik, mensyarafi muskulus sternokloide mastoid dan muskulus
trapezius. Berfungsi : sebagai saraf tambahan, terbagi atas 2 bagian, bagian ynag
bersal dari otak dan bagian yang berasal dari sumsum tulang belakang.
12. Nervus hypoglossus (XII)
Bersifat motorik, mensyarafi otot-otot lidah.

2.2.3 Sistem Saraf Tepi ( Perifer)

1) Susunan saraf somatik

Merupakan susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur


aktivitas otot sadar atau serat lintang.

2) Susunan saraf otonom

Merupakan susunan saraf yang mempunyai peranan penting mempengaruhi


pekerjaan otot involunter (otot polos) seperti jantung, hati, pankreas, saluran
pencernaan dan kelenjar.

Susunan saraf otonom dibagi menjadi:

a. Saraf simpatis : Saraf simpatis terletak didepan kolumna vertebra dan


berhubungan dengan sum-sum tulang belakang melalui serabut-serabut saraf.
b. Saraf parasimpatis : Saraf ini merupakan saraf penghubung melalui serabut-
serabut parasimpatis dalam perjalanan keluar dari otak menuju organ-organ
yang sebagian dikendalikan oleh serabut-serabut menuju iris.

Fungsi saraf simpatis dan parasimpatis :

NO ORGAN-ORGAN SIMPATIS PARASIMPATIS


1 Jantung Denyut dipercepat Denyut diperlambat
2 Arteri koronari Dilatasi Kontriksi
3 Pembuluh darah perifer Vasokontriksi Vasodilatasi
4 Tekan darah Naik Turun

12
5 Bronkus Dilatasi Kontriksi
6 Kelenjar ludah Serkeri menurun Sekresi meningkat
7 Kelenjar lakrimalis Sekresi menurun Sekresi meningkat
8 Pupil mata Dilatasi Kontriksi
9 Sistem pencernaan Peristaltik Peristaltik
berkurang bertambah
10 Kelenjar S.P Sekresi berkurang Sekresi bertambah
11 Kelenjar keringat Ekresi bertambah Ekresi berkurang

2.3 Klasifikasi

1. Stroke iskemik (infark atau kematian jaringan). Serangan sering terjadi pada
usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam hingga pagi hari.
a. Trombosis pada pembuluh darah otak.
b. Emboli pada pembuluh darah otak
2. Stroke hemoragik (perdarahan). Serangan sering terjadi pada usia 20-60 tahun
dan biasanya timbul setelah beraktivitas fisik atau kerena psikologis.
a. Perdarahan intraserebral (parenchymatous hemorrhage)
Gejalanya:
a) Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.
b) Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau
marah.
c) Mual atau muntah pada permulaan serangan.
d) Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan.
e) Kesadaran menurun dengan cepat dan terjadi koma (65% terjadi
kurang dari ½ jam -2 jam, <2% terjadi setelah 2 jam-19 hari).
b. Perdarahan subarakhnoid ( subarachnoid hemorrhage)
Gejalanya:
a) Nyeri kepala hebat dan mendadak.
b) Kesadaran sering terganggu.

13
c) Ada gejala atau tanda meningeal.
d) Papiledema terjadi bila ada perdarahan subarakhnoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.

Menurut Satyanegara (1998), gangguan peredaran darah otak atau stroke dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu non-hemoragik/ iskemik/ infark dan stroke
hemoregik.

1. Non-hemoragik
a. Serangan Iskemia Sepintas (Transient Ischemic Attack-TIA).
TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan
sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskular,
dengan lama serangan sekitar 2-15 menit sampai paling lama 24 jam.
b. Defisit Neurologis Iskemik Sepintas (Reversible Ischemic Neurology
Deficit-RIND).
Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih lama dari
24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu kurang dari tiga
minggu).
c. In Evolutional atau Progressing Stroke.
Gejala gangguan yang progresif dalam waktu enam jam atau lebih.
d. Stroke komplet (Completed Stroke / Permanent Stroke)
Gejala gangguan neurologis dengan lesi-lesi yang stabil selama periode
waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesivitas lanjut.
2. Stroke hemoragik
Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perdarahannya, yakni
di rongga subaraknoid atau di dalam parenkim otak (intraserebral). Ada juga
perdarahan yang terjadi bersamaan pada kedua tempat di atas seperti:
perdarahan subaraknoid yang bocor ke dalam otak atau sebaliknya.
Selanjutnya gangguan-gangguan arteri yang menimbulkan perdarahan otak
spontan dibedakan lagi berdasarkan ukuran dan lokasi regional otak.

14
2.4 Faktor Resiko

Menurut Baughman (2000) yang menentukan timbulnya manifestasi stroke


dikenal sebagai faktor risiko stroke. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut.

1. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial.


2. Diabetes mellitus merupakan faktor risiko terjadi stroke yaitu dengan
peningkatan aterogenesis.
3. Penyakit jantung atau kardiovaskuler berpotensi untuk menimbulkan stroke.
Faktor risiko ini akan menimbulkan embolisme serebral yang berasal dari
jantung.
4. Kadar hematokrit normal tinggi yang berhubungan dengan infark serebral.
5. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai, usia di atas 35
tahun, perokok, dan kadar estrogen tinggi.
6. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat
menyebabkan iskemia serebral umum.
7. Penyalahgunaan obat, terutama pada remaja dan dewasa muda.
8. Konsumsi alkohol.

Sementara itu, menurut Harsono (1996), semua faktor yang menentukan


timbulnya manifestasi stroke dikenal sebagai faktor risiko stroke. Adapun faktor-
faktor tersebut adalah sebagai berikut.

1. Hipertensi.
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak.
Apabila pembuluh darah otak pecah, maka timbullah perdarahan otak dan
apabila pembuluh darah otak menyempit, maka aliran darah ke otak akan
terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.

15
2. Diabetes mellitus (DM).
DM mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar.
Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter
pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu
kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel-
sel otak.
3. Penyakit jantung.
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor
risiko ini akan menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak
karena jantung melepas gumpalan darah atau sel-sel atau jaringan yang telah
mati kedalam aliran darah.
4. Gangguan aliran darah otak sepintas.
Pada umumnya bentuk-bentuk gejalanya adalah hemiparesis, disartria,
kelumpuhan otot-otot mulut atau pipi, kebutaan mendadak, hemiparestesi, dan
afasia.
5. Hiperkolesterolemi.
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama Low Density
Lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya
arterioskeloris (menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti
penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kadar LDL dan
penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL) merupakan faktor risiko
untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
6. Infeksi.
Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah
tuberkolosis, malaria, lues (sifilis), leptospirosis, dan infeksi cancing.
7. Obesitas.
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
8. Merokok.
Merokok merupakan faktor utama untuk terjadinya infark jantung.

16
9. Kelainan pembuluh darah otak.
Pembuluh darah otak yang tidak normal di mana suatu saat akan pecah dan
menimbulkan perdarahan.
10. Lain-lain.
Lansia, penyakit paru-paru menahun, asam urat yang berlebihan, kombinasi
berbagai faktor risiko lainnya.

2.5 Etiologi

Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat
kejadian yaitu sebagai berikut.

1. Trombosis serebral.
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama trombosis serebral yang merupakan penyebab paling umum dari stroke.
Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah onset yang
tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif,
atau kejang, dan beberapa mengalami onset yang tidak dapat dibedakan dari
hemoragi intraserebral atau embolisme serebral. Secara umum, trobosis
serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia,atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului onset
paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral.
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya
sehingga merusak sirkulasi serebral. Onset hemiparesis atau hemiplegia tiba-
tiba dengan afasia, tanpa afasia, atau kehilangan kesadaran pada pasien
dengan penyakit jantung atau pulmonala adalah karakteristik dari embolisme
serebral.
3. Iskemia serebral.
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

17
4. Hemoragi serebral.
a. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro
yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti
fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah dan arteri meninges lain,
dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cidera untuk
mempertahankan hidup.
b. Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Oleh
karena itu, periode pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan
tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami hemoragi
subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau gejala.
c. Hemoragi subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi,
tetapi penyebaba paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area
sirkulus willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada otak.
d. Hemoragi intraserebral adalah perdarahan di substansi dalam otak, paling
umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral
disebabakan oleh perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya
menyebabkan ruptur pembuluh darah. Biasanya onset tiba-tiba, dengan
sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar, makain jelas defisit
neurologik yang terjdi dalam bentuk penurunan kesadaran dan
abnormalitas pada tanda vital.

2.6 Patofisiologi

Menurut Long (1996), otak sangat bergantung pada oksigen dan tidak
mempunyai cadangan oksigen. Bila terjadi anoksia, seperti yang terjadi pada CVA,
metabolisme di otak segera mengalami perubahan, kematian sel, dan kerusakan
permanen dapat terjadi dalam 3-10 menit. Kondisi yang menyebabkan perubahan
perfusi otak akan menimbulkan hipoksia atau anoksia. Hipoksia menyebabkan
iskemik otak. Iskemik otak dalam waktu yang lama menyebabkan sel mati permanen
dan terjadi infark otak beserta edema otak karena pada daerah yang dialiri darah

18
terjadi penurunan perfusi dan oksigen serta peningkatan karbon dioksida dan asam
laktat.

Menurut Satyanegara (1998), adanya gangguan peredaran darah otak dapat


menimbulkan cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaiu sebagai berikut :

1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau


penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan supainya ke otak tidak
adekuat, serta selanjutnya mengakibatkan peubahan iskemik otak. Bila hal ini
terjadi sedemikian hebat dapat menimbulkan nekrosis.
2. Pecahnya dinding arteri serebral menyebabkan bocornya darah ke jaringan
atau hemoragi.
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan
otak misalnya aneurisma.
4. Edema serebri yang merupakan gumpalan cairan di ruang interstisial jaringan
otak.

Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat
menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang
dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen.
Sedangka iskemik yang terjadi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.

Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yag
terkena. Daerah otak yang terkena menggambarkan pembuluh darah otak ynag
terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral
tengah dan arteri korotis interna. Defisit fokal permanen dapat tidak diketahui jika
klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi.

Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena trombosis atau emboli,
maka mulai terjadi kekurnagn suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen

19
dalam satu menit dapat menunjukkan gejala seperti kehilangn kesadaran. Sedangkan
kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis
mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami nekrosis disebut infark.

Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme


sel-sel neuron, di mana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga
kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada
arteri-arteri menuju otak.

Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruangan subarakhnoid atau


ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan
degeneratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral
sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat
serta iritasi pada pembuluh darah otak.

Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit


dan oleh tekana jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulangan
merupakan risiko serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama.

Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu,


menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat
menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan cairan
serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (oatak terbelah sepanjang
serabut), perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma ynag merusak jaringan otak.

Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan


tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat. Peningkatan tekanan
intrakranial yang tidak diobati meningkatkan herniasi unkus atau serebellum. Di
samping itu, terjadi bradikardi, hipertensi sistemik, dan gangguan pernafasan.

Darah merupakan bagian ynag merusak dan bila terjadi hemodialisis, darah
dapat mengiritasi pembuluh drah, meningen, dan otak. Darah dan vasoaktif yang
dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral.

20
Spasme serebri atau vasospasme bisa terjadi pada hari ke-4 sampai ke -10 setelah
terjadinya perdarahan dan menyebabkan konstriksi arteri otak. Vasospasme
merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis,
iskemik otak, dan infark.

2.7 WOC (Web of Caution)

(terlampir)

2.8 Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer (2001) manifestasi klinis stroke adalah sebagai berikut.

1. Defisit lapang penglihatan.


a. Homonimus hemianopsia (kenilangan setengah lapang penglihatan).
Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan, penglihatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
b. Kehilangan penglihatan perifer.
Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas
objek.
c. Diplopia (pengihatan ganda).
2. Defisit motorik.
a. Hemiparesis.
Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama. Paralisis wajah
(karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
b. Ataksia.
Berjalan tidak mantap, tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar yang
luas.
c. Disartria.
Kesulitan dalam membentuk kata.
d. Disfagia.
Kelutian dalam menelan.

21
3. Defisit verbal.
a. Afasia ekspresif.
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin dapat
berbicara dalam respons kata tunggal.
b. Afasia reseptif.
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara tapi tidak
masuk akal.
c. Afasia global.
Kombinasi afasia reseptif dan ekspresif.
4. Defisit kognitif.
Penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang,
penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi,
alasan abstrak buruk, dan perubahan penilaian.
5. Defisit emosional.

Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional, penurunan


toleransi pada situasi yang menimbulkan stres, depresi, menarik diri, rasa takut,
bermusuhan dan marah, serta perasaan isolasi.

2.9 Komplikasi
Menurut Satyanegara (1998) komplikasi dari stroke terbagi menjadi tiga :
1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
a. Edeme serebri : defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan
akhirnya menunjukkan kematian.
b. Infark Miokard : penyebab kemtian mendadak pada stroke stadium
awal
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)
a. Pneumonia : akibat imobilisasi lama
b. Infark Miokard

22
c. Emboli Paru : cenderung terjadi 7-14 hari pasca Strok, sering kali saat
penderita mulai mobilisasi
d. Strok rekuren : dapat terjadi setiap saat
3. Komplikasi jangka panjang
Strok rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain : penyakit vaskular
perifer.

Menurut Smeltzer (2001), komplikasi pada pasien stroke yaitu :


a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi
b. Penurunan darah serebral
c. Embolisme serebral.
2.10 Penatalaksanaan Medis

Menurut Harsono (1996), kematian dan detoriosasi neurologis minggu pertama


stroke iskemia terjadi karena adanya edema otak. Edema otak timbul beberapa jam
setelah sroke iskemik dan mencapai puncaknya 24-96 jam. Edema otak mula-mula
cytofosic karena terjadi gangguan pada metabolisme seluler kemudian terdapat edema
vasogenik . untuk menurunkan edema otak, dilakukan beberapa hal berikut.

1. Naikkan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-300.


2. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan
hipotonik.
3. Pemberian osmoterapi sebagai berikut ini.
a. Bolus material 1gr/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan
dengan dosis 0,25 gr/kg BB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam.
b. Gliserol 50% oral 0,25-1 gr/kg BB setiap 4 atau 6 jam gliserol 10%
intravena 10 ml/kg BB dalam 3-4 jam (untuk edema serebri ringan,
sedang).
c. Furosemide 1 mg/kg BB intravena.
4. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2
= 29-35 mmHg.

23
5. Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supratentoral 8,
dengan pergeseran linea mediarea atau serebral infark.
6. Steroid kurang dianggap menguntungkan dalam terapi udara serebral karena
di samping menyebabkan hiperglikemia juga naiknya risiko infeksi.

2.11 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Harsono (1996) pemeriksaan penunjang yanga dapat dilakukan pada


penderita stroke adalah sebagai berikut.

1. CT scan bagian kepala.


Pada stroke non-hemoragik terlihat adanya infark, sedangkan pada stroke
hemoragik terlihat perdarahan.
2. Pemeriksaan lumbal fungsi.
Pada pemerikaan pada lumbal fungsi untuk pemeriksaan diagnostik diperiksa
kimia sitologi, mikrobiologi, dan virologi. Di samping itu, dilihat pula tetesan
cairan serebrospinal saat keluar baik kecepatannya, kejernihannya, warnanya,
dan tekanan yamg menggambarkan proses terjadi di intraspinal. Pada stroke
non-hemoragik akan ditemukan tekanan normal dari cairan serebrospinal
jernih. Pemeriksaan fungsi sisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan
fungi lumbal. Prosedur ini dilakukan demgan supervisi neurolog yang telah
berpengalaman.
3. Elektrokardiografi (EKG).
Untuk mengetahui keadaan jantung, dimana jantung berperan dalam suplai
darah ke otak.
4. Elektro Encephalo Grafi.
Elektro encephalo grafi mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang
otak, menunjukkan area lokasi secara spesifik.

24
5. Pemeriksaan darah.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan
darah, jumlah sel darah, penggumpalan trombosit yag abnormal, dan
mekanisme pembekuan darah.
6. Angiografi serebral.
Pada serebral angiografi membantu secara spesifik penyebab stroke seperti
perdarahan atau obstruksi arteri, memperlihatkan secara tepat letak ruptur.
7. Magnetik resonansi imagine (MRI)
Menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragi, Malformasi Arterior
Vena (MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih dibandingkan CT scan.
8. Ultrasonografi Dopler.
Dapat digunakan untuk mengidentifikasikan penyakit MAV (Harsono, 1996).
Menurut Wibowo (1991), pemeriksaan sinar x kepala dapat menunjukkan
perubahan pada glandula pineal pada sisi yang berlawanan dari massa yang
meluas, klasifikasi karotis internala yang dapat dilihat pada trombosis
serebral, klasifikasi parsial pada dinding aneurisme pada perdarahan
subaraknoid.

2.12 Pencegahan
A. Pencegahan Primer
1. Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program pencegahan
penyakit vaskular lainnya.
2. Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas strok :
 Menghindari : rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi
garam berlebihan, obat-obat golongan amfetamin, kokain, dan
sejenisnya.
 Mengurangi : kolesterol dan lemak dalam makanan.
 Mengendalikan : hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung
(misalnya fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung
rematik), penyakit vaskular aterossklerotik lainnya.

25
 Menganjurkan : konsumsi gizi seimbang dan olah raga teratur.
B. Pencegahan Sekunder
1. Modifikasi gaya hidup berisiko strok dan faktor risiko misalnya :
 Hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai.
 Diabetes Melitus : diet, obat hipoglikemik oral/insulin
 Penyakit jantung aritmia nonvalvular (antikoagulan oral).
 Displidemia : diet rendah lemak dan obat antidislipidemia
 Berhenti merokok
 Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak
 Hiperurisemia : diet, antihiperurisemia.
 Polisitemia
2. Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin.
3. Obat-obatan yang digunakan :
 Asetosal (asam asetil salisilat)
 Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol)
 Pasien yang tidak tahan asetosal
4. Tindakan Invasif
 Flebotomi untuk polisitemia
 Enarterektomi karotis hanya dilakukan pada pasien yang simtomatik
dengan stenosis 70-99 % unilateral dan baru.
 Tindakan bedah lainnya (reseksi artery vein malformation [AVM],
kliping aneurisma Berry).

26
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus

Tn. B (62 tahun) masuk Rumah Sakit dengan keluhan tidak sadarkan diri
sejak 4 jam yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit. Klien sudah menderita hipertensi
sejak 10 tahun yang lalu. Diagnosa medis saat ini pasien mengalami Stroke
Hemoragik. Saat ini dilaksanakan pemasangan kateter dan NGT. Diet saat ini MC 6 x
300 cc. pasien seorang perokok berat dan senang minum kopi.

444 ⊥ 555
Kekuatan otot
444 ⊥ 555

Penuturan keluarga klien akhir-akhir klien sering mengeluhkan nyeri kepala,


rasa mual dan muntah serta penglihatan kabur. Klien juga mengalami kesulitan dalam
berbicara atau berbicara pelo dan emosi klien yang mudah meningkat, sebab akhir-
akhir ini klien mudah sekali marah. Klien yang berperan sebagai kepala rumah
tangga, merasakan kesulitan saat beraktivitas atau bekerja sehari-hari karena
kelemahan dan kesukaran menggerakkan tubuh bagian kananya. Selain itu kien juga
mengalami kesulitaan saat tidur karena klien sering terbagun akibat nyeri kepala yang
dia rasakan.

Istri klien juga mengatakan klien sering BAK, namun susah untuk BAB.
Menurut penjelasan keluarga klien, klien sering mengonsumsi masakan berupa
goreng-gorengan dan sangat menyukai daging.

3.1 Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 18 September 2013
Diagnosa Medis : Stroke Hemoragik
A. Data Pasien
Nama : Tn. B
Umur : 62 tahun

27
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Pauh, Limau Manis
BB : 71 Kg
Denyut Nadi : 88x / menit
RR : 28 x / menit
Suhu : 37oC

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluarga pasien mengatkan bahwa sebelum masuk ke Rumah sakit, pasien tidak sadarkan
diri sejak 4 jam yang lalu. Keluarga pasien juga mengatakan bahwa pasien sulit
menggerakkan tubuhnya sebelah kanan dan mengalami kesulitan saat berbicara.

2. Riwayat Kesehatan Sekarang :


Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 17 September 2013 jam 13.00. Masuk RS
dengan dalam keadaan tidak sadarkan diri selama 4 jam. Keluarga pasien juga mengatakan
bahwa pasien mengeluhkan nyeri kepala, mual, muntah, serta dia sulit menggerakkan tubuh
bagian kanan.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu :


Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, dan ia jarang melakukan
kontrol rutin, serta pasien seorang perokok berat.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga :


Ibu pasien juga mempunyai riwayat hipertensi.

C. Pola Fungsional Gordon


a. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Istri pasien mengatakan bahwa pasien dibawa ke rumah sakit kaerena pasien tidak
sadarkan diri selama 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelum pasien tidak
sadarkan diri pasien mengeluhkan nyeri kepala, mual, muntah serta sulit
menggerakkan tubuh sebelah kanannya.

28
b. Pola Aktivitas-Latihan
Pasien merasa sulit untuk beraktivitas karena ia sulit menggerakkan tubuh bagian
kananya.
c. Pola Nutrisi dan Metabolik
- Sebelum sakit : pasien makan 3 kali sehari dengan komposisi nasi, sayur,
dan lauk, dan daging BB : 75 kg.
- Selama sakit : nafsu makan klien berkurang, pasien hanya
menghabiskan ½ porsi makanan yang disediakan di RS dengan komposisi
bubur, sayur, dan susu. BB sekarang : 71 kg

d. Pola Eliminasi
Klien mengalami kesusahan dalam BAB, frekuensi BAB tidak menentu.
Sedangkan klien sering BAK dan saat ini dibantu dengan kateter.

e. Pola tidur dan istirahat


Pasien mengalami kesulitan saat tidur karena ia sering merasakan sakit kepala dan
diakibatkan terbangun karena BAK yang sering.

f. Pola Kognitif dan Persepsi


Pasien mengalami gangguan penglihatan yaitu kekaburan pandangan, perabaan
sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya
terjadi penurunan memori dan proses berpikir.

g. Pola Toleransi diri-Koping Stress


Dalam menghadapi masalah ini klien manceritakan keluhan yang dirasakannya pada
orang terdekat yaitu istrinya.

h. Pola Persepsi diri-Konsep diri

29
Pasien merasakan badannya lemah sejak sakit serta kesulitan dalam
menggerakkan tubuh bagian kanannya. Pasien merasa cemas akan penyakitnya.
i. Pola Peran Hubungan
Pasien sebagai kepala rumah tangga dengan seorang istri dan tiga orang anak.
Keluarga pasien merupakan keluarga yang harmonis. Selama dirawat di rumah sakit
pasien selalu ditemani oleh istri dan anak-anaknya. Pasien merupakan tulang
punggung keluarga.

j. Pola Seksual-Reproduktif
Sejak sakit, klien tidak ada melakukan aktivitas seksual karena kondisi penyakitnya.
Sebelum sakit pola seksualnya terpenuhi.

k. Pola nilai Kepercayaan


Pasien beragam islam dan rajin menjalankan ibadah sholat 5 waktu. Namun karena
pasien sulit untuk menggerakkan tubuhnya sehingga pasien hanya melakukan ibadah di
tempat tidur.
D. Pemeriksaan Fisik
a)      Keadaan umum
(1)   Kesadaran : mengalami penurunan kesadaran
(2)   Suara bicara : mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara
(3)   Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi meningkat
b)      Pemeriksaan integumen
(1)   Kulit : klien kekurangan O2, kulit tampak pucat dan turgor kulit jelek.
(2)   Kuku : adanya clubbing finger, sianosis
(3)   Rambut : utidak ada kelainan
c)      Pemeriksaan kepala dan leher
(1)   Kepala : bentuk normocephalik
(2)   Muka : tidak simetris, hemiparese sebelah kanan
d)      Pemeriksaan dada

30
        Pada pernafasan didapatkan suara nafas terdengar ronchi, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.

e)      Pemeriksaan abdomen
          Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest, dan terdapat
kembung.
f)        Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
          Terdapat inkonteninsia urin.
g)      Pemeriksaan ekstremitas
          Kelumpuhan pada tubuh bagian kanan.
h)      Pemeriksaan neurologi
(1) Pemeriksaan motorik
Terjadi kelumpuhan/kelemahan pada sisi kanan tubuh. Hemiparesis
Kanan
(2) Pemeriksaan refleks
Reflek fisiologis sisi kanan tubuh menghilang.
(3) Kesadaran saat ini (GCS) : E3V3M4

GCS (Glasgow Coma Scale)

Respon Membuka Mata (E) Nilai


Membuka Mata Spontan 4
Membuka mata karena perintah 3
Membuka mata karena rangsang nyeri 2
Tidak ada respon 1

Respon Verbal (V) Nilai


Orientasi baik dan dapat bercakap-cakap 5
Bingung/konfusi 4

31
Kata-kata yang tidak sesuai/tidak tepat 3
Suara tidak jelas (menggumam) 2
Tidak ada respon 1

Respon Motorik (M) Nilai


Mematuhi/mengikuti perintah 6
Melindungi daerah nyeri 5
Menarik diri terhadap nyeri 4
Fleksi Abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada gerakan atau respon 1

E. Hasil Laboratorium
 Hb : 13 gr/dl (N = 12-14 gr%)
 Leukosit : 11.000/mm3 (N = 5.000-10.000/mm3)
 Ht : 43% (N = 40-48%)
 Trombosit : 418.000/mm3 (N= 150.000-400.000/mm3)
 Total Kolesterol : 286 mg/dl (N <150mg/dl)
 HDL : 56 mg/dl (N >62mg/dl)
 Trigliserida : 86 mg/dl (N = <150mg/dl)

32
3.2 Aplikasi NANDA, NOC, NIC

No. NANDA NOC NIC


1 Ketidakefektifan Kemampuan kognitif Peningkatan Perfusi Serebral
Perfusi Jaringan Indikator: Aktivitasnya:
Serebral 1. Berkomunikasi dengan jelas sesuai 1. Konsultasi dengan dokter untuk menentukan
umur dan kemampuan parameter hemodinamik dan mempertahankan
DS : pasien 2. Menunjukkan kontrol pada kejadian- parameter hemodinamik dalam rentang tersebut.
mengeluhkan sakit kejadian tertentu dan situasi 2. Atasi hipertensi dengan memperluas volume atau
kepala, mual 3. Perhatian inotropik atau agen vasokonstriksi sesuai indikasi
DO : TD = 4. Konsentrasi untuk mempertahankan parameter hemodinamik dan
170/100 mmHg 5. Orientasi mempertahankan atau mengoptimalkan tekanan
RR = 28 x/menit 6. Menunjukkan ingatan segera perfusi serebral.
Hasil GCS = 7. Menunjukkan ingatan sekarang 3. Berikan dan tentukan kadar obat vasoaktif sesuai
E3V3M4 [Respon 8. Menunjukkan ingatan yang akan indikasi untuk mempertahankan parameter
mata (E) = datang hemodinamik.
membuka mata 9. Memproses informasi 4. Berikan agen untuk menambah volume intravaskular
karena perintah, 10. Mempertimbangkan alternatif ketika seperti koloin, darah dan kristaloid, jika tersedia.
Respon Verbal (V) membuat keputusan 5. Berikan penambahan volume untuk
= Kata-kata tidak 11. Membuat keputusan yang tepat mempertahankan parameter hemodinamik sesuai
sesuai/tidak tepat, order.
Respon Motorik Status Neurologikal 6. Pertahankan Ht 33% untuk hemodialisa.
(M) = Menarik diri Indikator: 7. Jika perlu, phlebotomize pasien untuk
terhadap nyeri)] 1. Tekanan intrakranial DBN mempertahankan Ht tetap dalam rentang yang
2. Komunikasi diinginkan.
3. Ukuran pupil 8. Pertahankan kadar glukosa dalam batas normal.
4. Reaktivitas pupil 9. Konsultasi dengan dokter untuk menentukan posisi

33
5. Pola pergerakan mata kepala dan monitor respon pasien terhadap posisi
6. Pola nafas kepalanya.
7. Tanda-tanda vital DBN 10. Hindari fleksi leher atau fleksi panggul atau lutut
8. pola tidur-istirahat yang berlebihan.
11. Berikan calcium channel blockers sesuai order.
Status Neurologikal : Kesadaran 12. Berikan vasopressin sesuai order.
Indikator: 13. Berikan anti nyeri jika tersedia.
1. Membuka mata terhadap stimuli 14. Berikan anttikoagulan sesuai order.
eksternal 15. Monitor efek samping terapi antikoagulan.
2. Orientasi kognitif 16. Monitor tanda-tanda perdarahan.
3. Komunikasi tepat sesuai situasi 17. Monitor status neurologi.
4. Mengikuti perintah 18. Hitung dan monitor tekanan perfusi serebral.
5. Respon motor terhadap stimuli 19. Monitor TIK dan respon neurologis untuk aktiviitas
berbahaya perawatan
20. Monitor tekanan kardiovaskuler
Status Neurologikal : Kontrol Motorik 21. Monitor status respirasi: frekuensi, irama dan
Pusat kedalaman, pCO2, pO2, pH dan bikarbonat.
Indikator: 22. Monitor tanda-tanda kelebihan cairan seperti edema,
1. Keseimbangan ronkhi, dan lain-lain.
2. Keefektifan gaya berjalan 23. Monitor hasil laboratorium untuk perubahan
3. Mempertahankan postur oksigenasi atau keseimbangan asam basa.
4. Tidak ada kejang-kejang 24. Monitor intake dan output.
5. Pergerakan involunter
Monitor neurology
Aktivitas:
1. Monitor pupil: gerakan, kesimetrisan, reaksi pupil

34
2. Monitor kesadaran, orientasi, GCS dan status
memori.
3. Pengukuran vital sign
4. Kaji peningkatan kemampuan motorik, persepsi
sensorik (respon babinski)
5. kaji tanda-tanda keadekuatan perfusi jaringan
cerebral
6. Hindari aktivitas yg dapat meningkatkan TIK
7. Laporkan pada dokter ttg perubahan kondisi klien
2 Gangguan Nutrisi Status nutrisi Manajemen Nutrisi
Kurang dari Indikator Aktivitas :
Kebutuhan  Asupan zat gizi  Menanyakan jika pasien mempunyai alergi terhadap
Tubuh  Asupan makanan dan cairan makanan
 Energi  Memastikan makanan yang lebih disukai oleh pasien
DS : Pasien  Indeks masa tubuh  Menentukan, berkolaborasi dengan ahli makanan,
mengeluh mual jumlah kalori dan jenis zat makanan yang diperlukan
 Berat badan
dan muntah, nafsu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
makan menurun Pengontrolan berat badan  Anjurkan intake makanan yang tepat untuk bentuk
DO : BB sebelum Indikator: tubuh dan gaya hidup
sakit 75 kg, saat  Anjurkan peningkatan intake makanan kaya zat besi,
 Mengontrol berat badan
sakit 71 kg,
 Mempertahankan intake kalorioptimal jika diperlukan
kelemahan otot
harian  Anjurkan peningkatan intake protein, zat besi, dan
sehingga pasien
 Menyeimbangkan latihan dengan intake vitamin C, jika diperlukan
sulit mengunyah
kalori  Tawarkan makanan ringan, (minuman yang sering,
dan menelan
 Memilih nutrisi makanan dan snack buah segar/jus buah), jika diperlukan
sehingga
 Menggunakan suplemen nutrisi jika  Berikan makanan lunak, ringan dan sup kental, jika

35
menggunakan diperlukan diperlukan
NGT  Makan sebagai respon makan  Sediakan gula tambahan, jika diperlukan
Hasil GCS =  Mempertahankan pola makan yang  Memastikan bahwa makanan berupa makanan yang
E3V3M4 [Respon dianjurkan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
mata (E) =  Memelihara penyerapan makanan  Berikan tumbuhan dan rempah-rempah sebagai
membuka mata alternatif garam
karena perintah,  Memberi pasien makanan dan minuman
Respon Verbal (V) tinggi protein, tinggi kalori, dan bernutrisi
= Kata-kata tidak yang siap dikonsumsi, jika diperlukan
sesuai/tidak tepat,  Sediakan pilihan makanan
Respon Motorik  Menambahkan makanan ke gaya hidup pasien, jika
(M) = Menarik diri diperlukan
terhadap nyeri)]
 Mengajarkan kepada pasien cara memanfaatkan
catatan harian makanan, jika dibutuhkan
 Mengontrol penyerapan makanan/cairan dan
menghitung intake kalori harian, jika diperlukan
 Memantau intake untuk makanan bernutrisi dan
kalori
 Mengukur berat badan pasien dalam interval yang
tepat
 Menganjurkan pasien untuk menggunakan gigi palsu
yang tepat atau belajar perawatan gigi tambahan
 Menyediakan informasi yang tepat mengenai
kebutuhan butrisi dan bagaimana cara
mendapatkannya
 Menganjurkan persiapan mengamankan makanan

36
dan teknik pemeliharaan makanan
 Menentukan kemampuan pasien untuk mendapatkan
kebutuhan nutrisi
 Membantu pasien dalam menerima bantuan dari
program nutrisi komunitas yang tepat

Monitor Nutrisi
Tindakan :
 Mengukur berat pasien dalam interval khusus
 Monitor kecendrungan kehilangan dan tambahan
berat badan
 Monitor tipe dan jumlah dari gerak badan sehari-hari
 Monitor emosional respon dari pasien ketika dalam
situasi yang melibatkan makanan dan makan
 Monitor interaksi anak-anak/orangtua selama
pemberian makan, jika diperlukan
 Monitor lingkungan ketika makan terjadi
 Menjadwalkan pengobatan dan prosedur pada waktu
daripada waktu makan
 Monitor untuk kulit kering, berlapis dan mengalami
pigmentasi
 Monitor turgor kulit, jika diperlukan
 Monitor untuk rambut tipis dan kering yang mudah
dicabut
 Monitor peningkatan gusi untuk pembengkakan,
seperti bunga karang, menyusust, dan berdarah

37
 Monitor untuk mual dan muntah
 Monitor ukuran lipatan kulit : lipatan kulit
trisep,lingkaran tengah otot lengan, dan lingkaran
tengah lengan
 Monitor albumin, jumlah protein, hemoglobin dan
level hematokrit
 Monitor tingkat limfosit dan elektrolit
 Monitor pilihan makanan dan makanan yang disukai
 Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Monitor tingkat energi, kemalasan, keletihan dan
kelemahan
 Monitor untuk kepucatan, kemerahan dan kekeringan
pada jaringan konjunctiva
 Monitor intake kalori dan nutrisi
 Monitor bentuk sendok, rapuh, dan bentuk gunung
pada kuku
 Monitor kemerahan, pembengkakan, dan bibir
pecah-pecah.
 Mencatat adanya luka, edema, dan hiperemikdan
hipertropik papila pada lidah dan rongga oral
 Mencatat jika lidah menjadi merah tua, magenta,
atau kasar
 Catat jika terjadi pertukaran signifikan dalan status
nutrisi dan penjelasan pengobatan, jika diperlukan
 Menjelaskan konsul makanan, jika diperlukan

38
 Menentukan jika pasien membutuhkan makanan
khusus
 Menyediakan lingkungan yang optimal saat waktu
makan
 Menyediakan makanan dan cairan nutrisi, jika
diperlukan

3 Gangguan Level mobilitas: Terapi Latihan : Ambulasi


mobilitas fisik Indikator: Aktivitas:
1. Peningkatan fungsi dan kekuatan otot 1. Mengenakan pakaian pasien dengan pakaian
DS : Keluarga 2.  ROM aktif / pasif meningkat nonrestriktif
pasien mengatakan 3. Perubahan pposisi adekuat. 2. Membantu pasien menggunakan footwear sebagai
bahwa pasien sulit 4. Fungsi motorik meningkat fasilitas berjalan dan pencegahan kecelakaan
menggerakkan 5. Ambulasi: Berjalan 3. Mengatur tinggi rendah tempat tidur, jika
tubuh bagian 6. Ambulasi : Kursi roda diperlukan
kanannya, dan 4. Mengganti posisi tidur dengan mudah dilakukan
mengalami 5. Meningkatkan kemampuan untuk bangun dari tidur
kelemahan Ambulasi: Berjalan atau dari kursi roda
DO : Pasien Indikator: 6. Membantu pasien untuk duduk dan menyamping
tampak lemah dan 1. Pertahanan berat dari tempat tidur
kesadaran 2. Berjalan dengan langkah efektif 7. Konsultasi dengan terapi fisik tentang rencana
menurun 3. Berjalan dengan langkah lambat ambulansi, jika diperlukan
4. Berjalan dengan langkah sedang 8. Mengintruksikan penggunaan alat bantu, jika
5. Berjalan dengan cepat diperlukan
6. Berjalan dengan langkah naik 9. Mengintruksikan pasien bagaiman posisi yang
7. Berjalan dengan langkah turun benar dalam proses berpindah

39
8. Berjalan dengan miring ke atas 10. Gunakan gaitbelt untuk membentu berpindah dan
9. Berjalan dengan miring ke bawah ambulansi, jika diperlukan
10. Berjalan jarak pendek 11. Menolang pasien untuk berpindah, jika dibutuhkan
11. Berjalan jarak sedang 12. Menyediakan alat bantu (mis. Cane, walker atau
12. Berjalan dengan jarak jauh kursi roda) untuk ambulansi, jika pasien tidak siap
13. Membantu pasien dengan inisial ambulansi dan jika
dibutuhkan
14. Mengintruksikan pasien tentang keamanan
berpindah dan teknik ambulansi
15. Membantu pasien untuk berdiri dan ambulansi
jarak jauh
16. Membantu pasien untuk meningkatkan
kemandirian dalam ambulansi jarak jauh
17. Meningkatkan kemandirian ambulansi dengan
batas aman

Terapi Latihan : Mobilitas Sendi


Indikator:
1. Menentukan batasan dari perpindahan sendi dan
dampak dari fungsinya
2. Kolaborasi dengan dokter terapi dalam
perkembangan dan memutuskan sebuah program
latihan
3. Menetukan tingkat motifasi pasien untuk
perawatan dan pemulihan perpindahan sendi
4. Menjelaskan kepada pasien atau keluarga tujuan

40
dan rencana dari latihan sendi
5. Mengontrol lokasi dan ketidaknyamanan dan
nyeri selama beraktifitas atau berpindah
6. Memulai pengontrolan ukuran nyeri sebelum
memulai latihan sendi
7. Mengenakan pakaian pasien dengan pakaian
nonresriktif
8. Melindungi pasien dari trauma selama latihan
9. Membantu pasien untuk posisi tubuh yang
optimal baik itu berpindah pasif atau aktif
10. Meningkatkan rentang peningkatan latihan, secara
bekala sesuai jadwal
11. Aktifitas pasif (PROM) atau membantu latihan
(AROM), sebagai indikasi
12. Membantu pasien untuk mengembangkan jadwal
latihan aktif ROM
13. Menyemangati pasien untuk gambaran diri
sebelum memulai perpindahan
14. Membantu peningkatan sendi secara berkala
dengan batasan nyeri, kesabaran dan mobilitas
sendi
15. Meberi semangat ambulansi, jika diperlukan
16. Menentukan arah tujuan yang progres dari hasil
yang dicapai

4 Kerusakan Komunikasi: Kemampuan ekspresi Peningkatan komunikasi: Defisit bicara

41
komunikasi Indikator :
verbal 1. Penggunaan bahasa tulisan Aktivitas :
2. Penggunaan bahasa isyarat 1. Libatkan keluarga untuk memahami pesan klien
DS : Keluarga 3. Penggunaan gambar 2. Sediakan petunjuk sederhana
pasien mengatakan 4. Gunakan bahasa non-verbal 3. Perhatikan bicara klien dg cermat
bahwa pasien 5. Keakuratan interpretasi penerimaan pesan 4. Gunakan kata sederhana dan pendek
mengalami 5. Berdiri di depan klien saat bicara, gunakan isyarat
kesulitan dalam Komunikasi: Kemampuan penerimaan. tangan
berbicara Indikator: 6. Gunakan gambar, jika diperlukan
DO : pasien 1. Kemampuan interprestasi dengan 7. Gunakan gerakan tanagn jika diperlukan
berbicara pelo, bahasa tulisan 8. Beri reinforcement positif
hasil pemeriksaan 2. Kemampuan interprestasi dengan 9. Dorong keluarga utk selalu mengajak komunikasi
Hasil GCS = penggunaan gambar denga klien
E3V3M4 [Respon 3. Kemampuan interprestasi dengan
mata (E) = bahasa isyarat Mendengar aktif
membuka mata 4. Kemampuan interprestasi dengan Aktivitas :
karena perintah, bahasa non-verbal 1. Ajak pasien berbicara sesuai kemampuan
Respon Verbal (V) 2. Rangsang timbal balik dari pasien
= Kata-kata tidak 3. Dengarkan pasien dengan penuh perhatian
sesuai/tidak tepat, 4. Berikan reinforcemen terhadap keberhasilan
Respon Motorik pencapaian tujuan
(M) = Menarik diri
terhadap nyeri)]

42
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Stroke adalah suatau keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredarah
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Strok terbagi atas
dua jenis, yakni strok hemoragik dan strok non hemoragik (infark otak). Banyak
faktor resiko yang membuat strok dapat terjadi. Sebagai alert menanggapi strok, dapat
dilakukan dengan analisis FAST (Face, Arm, Speech, and Time) pada seseorang yang
diduga mengalami strok. Untuk menanggulangi strok, hendaknya dilakukan
pencegahan. Pencegahan yang dapat dilakukan yakni dengan pencegahan primer dan
pencegahan sekunder.

4.2 Saran

Sebagai mahasiswa keperawatan yang akan melayani masyarakat di bidang


kesehatan, kita mesti mengetahui dan memahami kajian teoritis tentang strok, dan
penatalaksanaankhususnya strok hemoragik sampai cara memberikan asuhan
keperawatan pada klien stroke hemoragik yang tepat. Berbagai referensi yang absah
diharapkan dapat dikaji dahulu sebelum melaksanakan askep.

43

Anda mungkin juga menyukai