Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE ISKEMIK

1. Anatomi Fisiologi Serebral


1.1 Anatomi dan Fisiologi
Otak merupakan salah satu organ yang teksturnya lembut dan berada
dalam kepala. Adapun anatomi fisiologi otak menurut Pearce (2014) adalah
sebagai berikut :
a. Tengkorak
Tengkorak merupakan kerangka kepala yang disusun menjadi dua bagian
kranium yang terdiri dari tulang oksipital, parietal, frontal, temporal,
etmoid dan kerangka wajah terdiri dari tulang hidung, palatum, lakrimal,
zigotikum, vomer, turbinatum, maksila, mandibula dan lain. Permukaan
bawah rongga dikenal dengan dasar tengkorak permukaan ini dilalui
banyak lubang supaya dapat dilalui serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Otak
Otak merupakan organ tubuh yang paling penting karena merupakan
pusat dari semua organ tubuh, otak terletak didalam rongga tengkorak
(kranium) dan dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang kuat.
1) Cerebrum atau otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar
dari otak, berbentuk telur terbagi menjadi dua hemisperium yaitu kanan
dan kiri dan tiap hemisperium dibagi menajdi empat lobus yaitu lobus
frontalis, parietalis, temporalis dan oksipitalis. Dan bagian tersebut
mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak.
1. Cerebelum atau otak kecil merupakan bagian terbesar dari otak belakang.
Cerebelum menempati fosa kranialis posterior dan diatapi tentorium
cerebri yang merupakan lipatan duramater yang memisahkan dari lobus
oksipitalis serebri. Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral
disebut vermis dan bagian yang melebar pada bagian lateral disebut
hemisfer.
c. Batang otak
Batang otak terdiri dari otak tengah (diensfalon)pons varoli dan medula
oblongata. Otak tengah merupakan merupakan bagian atas batang otak
akuaduktus cerebri yang menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat
melintasi melalui otak tengah ini. Otak tengah mengandung pusat-pusat
yang mengendalikan keseimbangan dan gerakan-gerakan bola mata.
d. Saraf Kranial
Macam saraf kranial antara lain
1) Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I) : Berfungsi sebagai saraf
pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan
aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak;
2) Nervus Optikus (Nervus Kranialis II) : Mensarafi bola mata, membawa
rangsangan penglihatan ke otak;
3) Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III) : Bersifat motoris,
mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata) menghantarkan
serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan otot
iris;
4) Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV) : Bersifat motoris, mensarafi
otot-otot orbital. Saraf ini berfungsi sebagai pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata;
5) Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V) : Sifatnya majemuk (sensoris
motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang. Fungsinya sebagai
saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar,
6) Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI) : Sifatnya motoris, mensarafi
otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata;
7) Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII) : Sifatnya majemuk (sensori
dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan
selaput lendir ronga mulut.
8) Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII) : Sifatnya sensori, mensarafi
alat pendengar, membawa rangsangan pendengaran dari telinga ke otak.
Fungsinya sebagai saraf pendengar;
9) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX) : Sifatnya majemuk
(sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat
membawa rangsangan cita rasa ke otak.
10) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X) : Sifatnya majemuk (sensoris dan
motoris) mengandung saraf-saraf motorik, sensorik dan parasimpatis
faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-
kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa;
11) Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI) : Saraf ini mensarafi
muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium, fungsinya
sebagai saraf tambahan;
12) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII) : Saraf ini mensarafi otot-
otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam
sumsum penyambung .

2. Konsep Dasar Stroke Iskemik


2.1 Definisi Stroke Iskemik
Stroke dapat diartikan sebagai gangguan fungsi saraf yang terjadi
mendadak dan disebabkan gangguan yang terjadi dalam pembuluh darah ke
otak. gangguan peredaran darah terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah
ke otak, atau pecahnya pembuluh darah pada otak. Stroke terjadi karena
kelainan fungsi otak yang timbul secara mendadak dengan terjadinya
gangguan saraf otak yang bisa terjangkit di setiap orang pada setiap waktu.
Penyakit stroke telah banyak mengakibatkan kecacatan seperti gangguan
gerak, kemampuan dalam mengingat,proses berpikir dan juga kecacatan yang
lain sebagai akibat timbulnya gangguan fungsi otak (Adelina, 2018).
Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit
neurolis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat.
Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses pikir, daya ingat dan
bentuk kecacatan lainnya sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin,
2014).
Stroke Iskemik adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak
mengalami kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan. Aliran
darah yang terhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak juga
terhenti, sehingga sebagian otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
(Utami P, 2012).

2.2 Etiologi Stroke Iskemik


Gangguan pasokan aliran darah ke otak dapat terjadi dimana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi yaitu arteri karotis interna dan
sistem vetebrobasilar dan semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan-kejaringan otak terputus selama 15-20 menit akan
terjadi infark atau kematian jaringan (Caplan, 2010). Berikut adalah hal-hal
yang menyebabkan gangguan peredaran darah otak, yaitu:
a. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada
arteriosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh darah atau
peradangan.
b. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya pada
syok dan hiperviskositas darah.
c. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal
dari jantung atau pembuluh darah ekstrakranium.
d. Ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.

2.3 Faktor Risiko Stroke Iskemik


Menurut Prinzon (2015) faktor risiko stroke iskemik adalah sebagai
berikut :
a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
Faktor resiko stroke yang tidak dapat diubah adalah seperti usia, jenis
kelamin, ras, riwayat keluarga, dan riwayat penyakit stroke sebelumnya.
Semakin tua seseorang akan semakin mudah terkena stroke. Stroke dapat
terjadi pada semua usia, namun lebih dari 70% kasus stroke terjadi pada
usia diatas 65 tahun. laki- laki lebih mudah terkena stroke.
Resiko stroke meningkat pada seseorang dengan riwayat keluarga
stroke. hal ini mendukung bahwa peningkatan kejadian stroke pada
keluarga penyandang stroke adalah akibat diturunkan faktor resiko stroke.
orang yang memiliki resiko tinggi akan mempengaruhi didalam anggota
keluarga sehingga menyebabkan anggota keluarga akan mengalami
penyakit yang sama juga.
b. Faktor resiko yang dapat diubah
Faktor resiko stroke yang dapat diubah ini sangat penting untuk
dikenali semua orang krena penyakit stroke ini dapat membahayakan
semua orang. Penanganan berbagai faktor resiko ini merupakan upaya
untuk mencegah stroke. Faktor resiko stroke yang utama adalah
hipertensi, diabetes, merokok, dan dislipidemia, obesitas, sleep apnea.
c. Faktor resiko lain
Faktor risiko lainnya adalah gangguan tidur obstruktif, kadar homosistein
yang tinggi, kadar lipoprotein yang tinggi, kontrasepsi hormonal, infeksi,
dan penyakit jantung.

2.4 Klasifikasi Stroke Iskemik


Sekitar 80 – 85% stroke iskemi yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan
di salah satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Berdasarkan
penyebabnya menurut Hickey (2014) terdapat lima subtipe dasar pada stroke
iskemik yaitu :
1) Stroke Lakunar
Infark lakunar terjadi karena penyakit hipertensi dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama dengan angka kejadiannya sekitar 25%. Infark lakunar
merupakan infark yang terjadi pasca oklusi aterotrombotik. Trombosis
yang terjadi dalam pembuluh ini menyebabkan daerah infark yang kecil
dan lunak yang disebut dengan lakuna. Perubahan yang terjadi pada
pembuluh-pembuluh ini disebabkan oleh disfungsi endotel karena penyakit
hipertensi persisten.
2) Trombosis arteri besar atau penyakit aterosklerotik
Stroke jenis ini berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan
penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna dengan angka
kejadiannya sekitar 20%. Trombosis pembuluh darah otak cenderung
memiliki awitan yang bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari
dan dikenal dengan istilah stroke in evolution. Pelannya aliran darah pada
arteri yang mengalami trombosis parsial mengakibatkan defisit perfusi dan
menyebabkan reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah
sistemik.
3) Stroke Emboli Kardiogenik
Stroke yang terjadi akibat embolus dapat menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit dengan angka
kejadiannya sekitar 20%. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di pembuluh darah
yang mengalami stenosis. Penyebab terseringnya adalah atrium fibrilasi.
4) Stroke Kriptogenik
Sebagian pasien mengalami oklusi mendadak pembuluh intrakranium
besar tanpa penyebab yang jelas dengan angka kejadiannya sekitar 30%.
Kelainan ini disebut stroke kriptogenik karena sumbernya tersembunyi.
5) Stroke Karena Penyebab Lain
Beberapa penyebab lain stroke yang lebih jarang dengan angka
kejadiannya sekitar 5% adalah displasia fibromuskular dan arteritis
temporalis. Displasia fibromuskular terjadi di arteria servikalis. Pada
pemeriksaan dopler, tampak banyak lesi seperti sosis di arteri, dengan
penyempitan stenotik berselang-seling dengan bagian-bagian yang
mengalami dilatasi. Arteritis temproralis terutama menyerang lanjut usia
dimana arteri karotis eksterna dan terutama arteria temporalis mengalami
peradangan granulomatosa dengan sel-sel raksasa.
2.5 Manifestasi Klinis Stroke Iskemik
Menurut Batticaca (2015) Stroke iskemik menyebabkan berbagai defisit
neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori).
1. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
2. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi
bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang
terutama ekspresif atau reseptif.
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
3. Gangguan persepsi
Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan
visual-spasial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dengan kesulitan dalam pemahaman, lupa,
dan kurang motivasi dan masalah frustasi dalam program rehabilitasi.
5. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal.
2.6 Patofisiologi Stroke Iskemik
Menurut (Muttaqin, 2014) Infark serebral adalah berkurangnya suplai
darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor
seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral
terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering
sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran
darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi Trombus dapat pecah
dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.
Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema
ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan
perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak
disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskular; karena
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh
kompresi batang otak, hernisfer otak.
2.7 Pathway Stroke Iskemik

Hipertensi, Aneurisma serebral, penyakit jantung, perdarahan


serebral, DM, usa, rokok, alkohol, peningkatan kolestrol,
obesitas

Trombus, Emboli,
Perdarahan serebral

Gangguan aliran darah ke Pecahnya pembuluh darah


otak otak

Kerusakan neuromotorik Perdarahan Intra Kranial

Transmisi impuls UMN ke Darah merembes ke dalam


LMN terganggu parenkim otak
Fungsi otak
menurun

Kelemahan otot progresif Penekanan pada jaringan


otak
Kerusakan pada lobus
frontael/area broca dan
lobus temporalo/area
Mobilitas terganggu Penekanan Tekanan Intra
weriek
Kranial

KETIDAKEFEKTIFAN Apasia Global


GANGGUAN MOBILITAS
FISIK PERFUSI JARINGAN
SEREBRAL

Pasien bedrest
ADL di bantu

Penekanan lama pada daerah punggung dan bokong

DEFISIT PERAWATAN
DIRI
Suplai nutrisi dan O2 kedaerah tertekan berkurang
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
a. Angiografi serebri : Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Pada
stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
b. Lumbal fungsi : Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada
subarachnoid atau pada intrakranial
c. CT-Scan : Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta
posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan ota
d. Macnetic Resonance Imaging (MRI) : Menentukan posisi serta
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik
e. USG Doppler : Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis)
f. EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
2. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit.
Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia.
Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien.
b. Test darah koagulasi Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu:
prothrombin time, partial thromboplastin (PTT), International
Normalized Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini
gunanya mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal.
c. Test kimia darah. Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah,
kolesterol, asam urat. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih,
bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan jantung.
Kedua penyakit ini termasuk pemicu stroke (Robinson, 2014).
2.9 Penatalaksanaan Stroke Iskemik
Menurut Smeltzer & Bare (2015) penatalaksanaan stroke iskemik, antaralain :
1. Fase akut
Fase akut stroke berakhir 48 sampai 72 jam. pasien koma pada saat masuk
dipertimbngkan memiliki prognosis buruk. Sebaliknya pasien sadar penuh
mempunyai prognosis yang lebih dapat diharapkan. Prioritas dalam fase
akut ini adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi yang baik
2. Fase rehabilitasi
Fase rehabilitasi stroke adalah fase pemulihan pada kondisi sebelum
stroke. Program pada fase ini bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas
fungsional pasien stroke, sehingga mampu mandiri dalam melakukan
aktivitas sehari-hari adekuat. Rehabilitasi pasien stroke dapat meliputi
latihan membangun kekuatan otot dan mempertahankan rentang gerak
range of motion (ROM), latihan keseimbangan dan keterampilan untuk
kemampuan merasakan posisi, lokasi dan orientasi serta gerakan dari
tubuh dan bagianbagiannya, latihan mobilitas ditempat tidur, mobilitas
dengan kursi roda dan cara berpindah, penggunaan alat bantu berjalan.
Rehabilitasi lainnya juga berupa mempelajari kembali aktifitas sehari-har
activities of daily living (ADL), penggunaan alat bantu yang bisa
meningkatkan kemandirian, serta cara berpindah maupun mengganti posisi
yang benar.

2.10 Komplikasi Stroke Iskemik


1. Defisit sensori presepsi pasien dapat mengalami defisit dalam
penglihatan, pendengaran, keseimbangan, rasa, dan indra penciuman.
Kemampuan untuk menerima vibrasi/getaran, nyeri, kehangatan, dan
dingin. Kehilangan kemampuan sensori ini meningkatkan resiko cedera.
Defisit dapat mencakup hal berikut:
a. Hemianopia: kehilangan separuh lapang penglihatan pada satu atau
kedua mata
b. Agnosia: ketidakmampuan untuk mengenali satu benda atau lebih
yang sebelumnya familiar, agnosia dapat berupa visual, taktil, atau
auditori
c. Apraksia: ketidakmampuan untuk melakukan beberapa pola motorik
(misal. Menggambar, berpakaian)
2. Perubahan kognitif dan perilaku : Perubahan pada kesadaran, rentang
dari konfusi ringan hingga koma, merupakan manifestasi stroke yang
lazim. Perubahan perilaku mencakup kelabilan emosi (pasien dapat
tertawa atau menangis pada kondisi yang tidak sesuai), kehilangan
kontrol diri (dimanifestasikan dengan menolak menggunakan pakaian),
dan penurunan toleransi terhadap stres (menyebabkan rasa marah atau
depresi). Perubahan intelektual dapat mencakup kehilangan memori,
penurunan rentang perhatian, penilaian yang buruk, dan ketidakmampuan
untuk berpikir sacara abstrak.
3. Gangguan komunikasi : Diantara gangguan ini adalah sebagai berikut:
a. Afasia, ketidakmampuan untuk menggunakan atau memahami bahasa
b. Afasia ekspresif, masalah bicara motorik ketika salah satu dapat
memahami apa yang dikatakan, tetapi hanya dapat merespon dalam
fase pendek, disebut afasia Broka
c. Afasia reseptif, masalah bicara sensori ketika salah satu dapat
memahami kata yang diucapkan (dan sering kali tertulis). Bicara dapat
fasih tetapi dengan konten yang tidak tepat, disebut afasia Wernicke
d. Afasia global, disfungsi bahasa baik dalam hal mamahami maupun
ekspresi
e. Disatria, semua gangguan dalam pengendalian otot bicara
4. Defisit motorik : Bergantung pada area otak yang terlibat, stroke dapat
menyebabkan kelemahan, paralisis, dan spastisitas. Defisit mencakup hal
berikut:
a. Hemiplegia, paralisis setengah tubuh kanan atau kiri
b. Hemiparesis kelemahan setengah tubuh kanan atau kiri
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN

3. Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Meliputi identitas klien ( nama, umur, jenis kelamin, status, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil) dan identitas penanggung jawab (nama, umur, pendidikan,
agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat).
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti koagulasi, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
f. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Mengalami penurunan kesadaran, bicara sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara/afasia, TTV meningkat, nadi bervariasi.
a) B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan sputum, sesak
napas, penggunaan alat bantu napas, peningkatan frekuensi napas.
Pada klien dengan kesadaran composmentis, pada infeksi
peningkatan pernapasannya tidak ada kelainan, palpasi thoraks
didapatkan taktil fremitus seimbang, auskultasi tidak didapatkan
bunyi napas tambahan.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terdapat peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
c) B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
perfusinya tidak adekuat, dan alairan darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya.
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke, klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan dan ketidakmampuan mengendalikan kandung kemih
karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol
sfingter urine eksternal hilang atau berkurang selama periode ini,
dilakukan katerisasi intermiten dengan teknik steril, inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
juga tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya
kesulitan untuk beraktifitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/hemipkegi serta mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat latergi, stupor dan koma
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal dan hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut, refleks fisiologis yang lupuh akan menghilang setetlah
beberapa hari reflek fisiologis muncul kembali didahului refleks
patologis
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemi hipertensi.
h. Pengkajian menyeluruh
1) Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
a) Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralisis.
b) Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
a) Perubahan tingkat kesadaran
b) Perubahan tonus otot  (flaksid atau spastic),  paraliysis (hemiplegia) ,
kelemahan umum.
c) Gangguan penglihatan
2) Sirkulasi
Data Subyektif: Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung,
disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.
Data obyektif:
a) Hipertensi arterial
b) Disritmia, perubahan EKG
c) Pulsasi : kemungkinan bervariasi
d) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3) Integritas ego
Data Subyektif: Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
a) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan ,
kegembiraan
b) Kesulitan berekspresi diri
4) Eliminasi
Data Subyektif:
a) Inkontinensia, anuria
b) Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh),  tidak adanya
suara usus (ileus paralitik)
5) Makan/ minum
Data Subyektif:
a) Nafsu makan hilang
b) Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
c) Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
d) Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
a) Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring)
b) Obesitas ( faktor resiko )
6) Sensori neural
Data Subyektif:
a) Pusing / syncope  ( sebelum CVA / sementara selama TIA )\
b) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral  atau perdarahan sub
arachnoid.
c) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
d) Penglihatan berkurang
e) Sentuhan  : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas
dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama)
f) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
a) Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,
gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif
b) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral pada semua
jenis stroke, genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya
reflek tendon dalam  (kontralateral)
c) Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
d) Afasia  ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata-kata, reseptif /kesulitan berkata-kata
komprehensif, global/ kombinasi dari keduanya.
e) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil
f) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
g) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi
pada sisi ipsi lateral
7) Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif: Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data Obyektif: Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan
otot / fasial
8) Keamanan
Data Obyektif:
a) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
b) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat
objek, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
c) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang
pernah dikenali
d) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh
e) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri
f) Interaksi sosial
Data Obyektif : Problem berbicara, ketidakmampuan
berkomunikasi

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hambatan Mobilitas Fisik
2. Hambatan Komunikasi Verbal
3. Risiko Jatuh
2.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan NOC NIC

1. GANGGUAN MOBILITAS 1. Memperlihatkan Mobilitas, yang 1. Terapi Latihan Fisik: Mobilitas Sendi: menggunakan
FISIK Buku saku dignosis dibuktikan oleh indikator berikut gerakan tubuh aktif dan pasif untuk mempertahankan atau
keperawatan hal 472) (sebutkan 1-5: sangat terganggu, menyeimbangkan fleksibilitas sendi.
banyak terganggu, cukup  Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
terganggu, sedikit terganggu, mengembangkan dan menerapkan sebuah program latihan
tidak terganggu) pasien akan:  Tentukan level motivasi pasien untuk meningkatkan atau
 Menopang berat badan memelihara pergerakan sendi
 Berjalan dengan langkah yang  Jelaskan pada pasien atau keluarga manfaat dan tujuan
efektif melakukan latihan sendi
 Berjalan dengan pelan  Monitor lokasi dan kecendrungan adanya nyeri dan ketidak
 Berjalan dengan kecepatan nyamanan selama pergerakan/aktivitas
sedang  Inisiasi pengukuran kontrol nyeri sebelum memulai latihan
 Berjalan dengan cepat fisik
 Berjalan dengan menaikkan  Pakaikan baju yang tidak menghambat pergerakan pasien
tangga dan menuruni tangga  Lindungi pasien dari trauma selama latihan
 Berjalan menanjak  Bantu pasien untuk mendapatkan posisi tubuh yang optimal
 Berjalan menurun untuk pergerakan sendi pasif maupun aktif
 Berjalan dengan jarak yang  Dukungan latihan ROM pasif atau ROM dengan bantuan,
dekat (<1 blok/20 meter) sesuai indikasi
 Berjalan dalam jarak yang  Instruksi pasien/keluarga cara melakukan latihan ROM
sedang (>1 blok < 5blok pasif, ROM dengan bantuan atau ROM aktif
 Dukung pasien untuk melihat gerakan tubuh sebelum
memulai latihan
2. Hambatan Komunikasi Memperlihatkan Anxiety Self Terapi Komunikasi: Defisit wicara : membantu dan
Verbal Control, Sensory Function : menerima dan memeplajari metode alternative untuk hidup
Hearing and vision yang
gangguan bicara
dibuktikan oleh indikator berikut
Definisi : penurunan, (sebutkan 1-5: sangat terganggu,  Gunakan penerjemah bila di perlukan
keterlambatan, atau ketiadaan banyak terganggu, cukup terganggu,  dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan
sedikit terganggu, tidak terganggu)
kemampuan untuk menerima, untuk mengulangi permintaan
pasien akan:
memproses, mengirim atau  komunikasi : penerimaan  dengarkan dengan penuh perhatian
mnggunakan sistem simbol intrepretasi dan ekspresi pesan  Beri anjuran kepada pasien dan keluarga tentang
lisan, tulisan dan nonm verbal
meningkat penggunaan alat bantu wicara
 komunikasi ekspresif : ekspresi  Gunakan kartu baca, kertas, pensil, bahasa tubuh, gambar
pesan verbal atau non verbal atau kosa kata untuk memfasilitasi komunikasi dua arah
yang bermakna
 anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi
 komunikasi reseptif :
Penerimaan komunikasi dan stimulus komunikasi
intrepretasi dengan verbal dan  Berikan respon positive jika di perluka
non verbal
 Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi wicara
 mampu mengkomunikasikan
kebutuhannya
3. Risiko Jatuh Menunjukkan Trauma Risk for 1. Fall Prevention : menerapkan tindakan kewapadaan
yang dibuktikan oleh indikator khusus bersama pasien dan keluarga yang alami risiko
Definisi : Peningkatan kerentanan sebagai berikut (sebutkan 1-5: tinggi
untuk jatuh yang dapat gangguan ekstrem, berat, sedang, Aktivitas-Aktivitas :
menyebabkan bahaya fisik ringan, atau tidak ada gangguan):  mengidentifikasi deficit kognitif atau fisik pasien yang
 keseimbangan : kemampuan meningkatkan risiko jatuh
untuk mempertahankan  mengidentifikasikan karakteristik lingkungan yang
ekuilibrium menyebabkan risiko jatuh
 Gerakan Terkoordinasi :  Sediakan tempat tidur dengan tepi kasur yang erat
kemampuan otot untuk bekerja  Gunakan rel sisi panjang yang sesuai dengan tinggi untuk
sama secara volunteer untuk mencegah jatuh dari tempat tidur sesuai kebutuhan
melakukan gerakan yang  Berikan pencahayaan yang memadai untuk meningkatkan
bertujuan visibilitas
 Perilaku pencegahan jatuh :  Ajarkan pasein bagaimana cara jatuh agar tidak cedera
tindakan individu atau pemberi
asuhan keperawatan untuk
meminimalkan faktor risiko
yang dapat memicu jatuh di
lingkungan baru
 kejadian jatuh : Tidak ada
kejadian Jatuh
DAFTAR PUSTAKA

Caplan, L.R., (2010). Caplan's Stroke ; A Clinical Approach, Heinemann: Boston.


Butterwoth. Centers for Disease Control and Prevention, 2010.

Hidayati. (2018). Penatalaksanaan Okupasi Terapi Dalam Aktivitas Menggunakan


Beha Dengan Konsep Bobath Pada Pasien Stroke Hemiparesis Sinistra Di
Klinik Sasana Husada. Jurnal Vokasi Indonesia Jan-Jun 2018

Halim et al.. (2016). Gambaran pemberian terapi pada pasien stroke dengan
hemiparesis dekstra atau sinistra di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP
Prof . Dr . R . D . Kandou Manado. Jurnal E-Clinic (ECl)

Muttaqin, A. (2014). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System


Persyarafan. Jakarta: Selemba Medika.

Nurarif & Kusuma (2015) APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediaAction.

Pearce Evelyn, C. (2014). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.

Pinzon. (2015). Awas Stroke, Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan &


Pencegahan. Yogyakarta: Andi Offset.

Price, S. (2014). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Bronchopneumonia. Jakarta:


EGC

Pudiastuti. (2015). Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta : Nuha Medika

Tarwoto. (2013). Buku Ajar Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : EGC

Robert G. Robinson. (2014). Does cognitive recovery after treatment of poststroke


depression last a 2-year follow-up of cognitive function associated with
poststroke depression. Am J Psychiatry.pp 1157-1162.

Rahmadani & Rustandi. (2019). Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan Hemiparese Melalui Latihan Range Of Motion (ROM)
Pasif. Journal of Telenursing (JOTING) Volume 1, Nomor 2, Desember
2019, 1(2), 354–363.

Utami, P. (2012). Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai