1. Pengertian
Definisi Stroke.
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskular (Muttaqin, 2018).
Stroke dapat diartikan sebagai penyakit yang timbul adanya lesi vaskuler otak sebagai
penyakit serebrovaskular (Caplan, 2016). Menurut Mutiarasari (2019) menjelaskan
bahwa Stroke merupakan gangguan fungsional di dalam otak yang menyebabkan
adanya tanda klinis fokal maupun global yang terjadi secara mendadak dan berlangsung
lebih dari 24 jam. Stroke dapat disebabkan oleh kondisi iskemik ataupun perdarahan.
Perdarahan yang terjadi di daerah tulang tengkorak dan ruang antara otak (Subrakhnoid
dan intraserebral) menjadi rusak karena aliran darah yang menggumpal terdorong ke
pembuluh darah dan otak but sebagai Stroke Hemoragik (Lippincott, Williams, 2016)
a. Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
pengontrol semua alat tubuh yang terdiri atas: serebrum, cerebellum, dan
batang otak
Merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur, mengisi
penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Pada otak besar ditemukan empat
lobus: lobus frontal, parietal, temporal, dan oksipital.
2) Cerebellum
3) Batang otak
b) Mesensefalon, atap dari mensensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol
keatas. Pons varoli, merupakan penghubung mesensefalon, pons varoli dan
serebelum.
(1) Meningen Adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang
belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan
cairan sekresi (cairan serebrospinalis), memperkecil benturan atau getaran yang
terdiri dari tiga lapisan:
(a) Durameter: selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat
tebal dan kuat.
(b) Arakhroid: merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan
piameter membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang
meliputi seluruh susunan saraf sentral.
(c) Piameter: merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan
otak.
Terdiri dari beberapa rongga dalam otak yang berhubungan dengan satu
sama lainnya ke dalam rongga itu, menghasilkan cairan serebrospinal.
Adalah hasil sekresi pleksus koroid.Cairan ini bersifat alkali bening mirip
plasma.Cairan ini salurkan oleh pleksus koroid ke dalam ventrikel yang
ada dalam otak, kemudian cairan masuk ke dalam kanalis sumsum
tulang belakang dan ke dalam ruang subaraknoid melalui ventrikularis.
b. Medula spinalis
c. Saraf Perifer
Saraf perifer terdiri dari saraf somatik dan saraf otonom.Saraf somatik adalah
susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur aktivitas otot sadar
atau serat lintang.Sedangkan saraf otonom adalah saraf - saraf yang bekerjanya tidak
dapat disadari dan bekerja secara otomatis.
3. Etiologi
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi menurut Muttaqin (20018):
a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan
atau elastisitas dinding pembuluh darah.Dinding arteri menjadi lemah terjadi
aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk abnormal,
terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri
langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah
Stroke pada anak-anak dan orang dewasa muda sering ditemukan jauh lebih sedikit dari pada
hasil di usia tua, tetapi sebagian stroke pada kelompok usia yang lebih muda bisa lebih buruk.
Kondisi turun menurun predisposisi untuk stroke termasuk penyakit sel sabit, sifat sel sabit,
penyakit hemoglobin SC (Sickle Cell), homosistinuria dapat diobati dengan diet dan
hiperlipidemia akan merespon untuk diet atau mengurangi lemak obat jika perlu. Identifikasi
dan pengobatan hiperlipidemia pada usia dini dapat memperlambat proses aterosklerosis dan
mengurangi risiko stroke atau infark miokard pada usia dewasa.
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Stroke iskemik.
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu lebih arteri besar pada sirkulasiserebrum. Klasifikasi stroke iskemik
berdasarkan waktunya terdiri atas: 1 transient ischaemic anack (TIA): defisit neurologis
membaik dalam waktu kurang dari 30 menit, 2. Reversible ischaemic neurological deficit
(RIND): defisit neurologis membaik kurang dari 1 minggu, 3. Stroke in evaluation (SIE)/
progressing stroke, 4. Completed stroke
Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:
a. Trombosis
Ateroklerosis (tersering) vaskulitis; arteritis temporalis, poliarteritis nodosa, robeknya
arteri; karotis,vertebralis (spontan atau traumatik) ; gangguan darah; polisitemia,
hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
b. Embolisme
Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit jantung
rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik; sumber
tromboemboli aterosklerotik di arteri: bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis
distal; keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.
c. Vasokonstriksi
d. Vasospasme serebrum setelah PSA (perdarahan Subarakhnoid).
Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan penyebab: lakunar,
thrombosis pembuluh besar dengan aliran pelan, embolik dan kriptogenik (Dewanto
dkk, 2016).
2. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat terjadi
apabila lesi vaskuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam
ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.Beberapa penyebab perdarahan
intraserebrum: perdarahan intraserebrum hipertensif; pendarahan subarakhnoid (PSA) pada
ruptura aneurisma sakular (Berry), ruptura malformasi arteriovena (MAV), trauma;
penyalahgunaan kokain, amfetamin; penyakit perdarahan sistemik termasuk
terapiantikoagulan (Price, 2016).
Salah satu faktor risiko stroke hemoragik yang dapat dimodifikasi yaitu kadar kolesterol yang
tinggi. Jika kadar kolesterol tidak terkontrol dan lemak yang banyak dapat menimbulkan trombus
pada pembuluh darah. Pembuluh darah menjadi infark dan iskemik yaitu kematian pada jaringan
dikarena kekurangan suplai oksigen kemudian pembuluh darah menjadi aterosklerosissehingga
dapat kaku bahkan pecah.
Trombus dapat menyebabkan eritrosit dan sel endotel menjadi rusak dan plasma menjadi hilang
karena aliran darah yang terhambat. Karena eritrosit dan sel endotel rusak maka akan
menyebabkan terjadinya hematoma pada jaringan otak, terjadinya hematoma pada otak dapat
menyebabkan tekanan intrakranial meningkat akan menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri
kepala, mual muntah dan papil edema sehingga dapat meimbulkan masalah keperawatan yaitu
risiko ketidakseimbangan perfusi jaringan pada otak dan gangguan rasa nyaman nyeri.
Stroke hemoragik terjadi karena pembuluh darah pada otak menjadi kaku dan pecah. Pada
pembuluh darah yang pecah akan menyebabkan metabolisme di dalam otak menjadi terganggu
dan suplai oksigen dalam pembuluh darah juga terganggu sehingga dapat muncul masalah
keperawatan yaitu risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak. Terjadinya penurunan suplai
oksigen pada otak menyebabkan terhambatnya aliran darah pada arteri yaitu diantaranya arteri
karotis interna, arteri vertebra basilaris dan arteri cerebri media. Arteri karotis interna yang
mengaliri darah ke retina, retina sendiri memiliki fungsi yaitu menangkap objek atau bayangan
secara jelas jika arteri karotis retina ini terganggu maka menyebabkan disfungsi pada Nervus ke
II yaitu optikus sehingga objek atau bayangan menjadi tidak jelas bahkan dapat menimbulkan
kebutaan.
Penglihatan yang tidak jelas ini dapat menimbulkan masalah keperawatan yaitu reisiko cedera:
jatuh dan gangguan perubahan persepsi sensori.
Gangguan system saraf yang terjadi pada Nervus X (Vagus) dan Nervus IX (Glosofaringeal)
akan mengakibatkan pasien mengalamin kesulitan dalam menelan karena terjadinya refluks dan
menyebabkan anoreksia karena kurangnya asupan makanan. Dalam hal ini dapatmuncul masalah
keperawatan yaitu gangguan menelan dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh. Kerusakan yang lain dapat terjadi tergantung letak Nervus yang terganggu diantaranya
yaitu Nervus VII (Facialis), Nervus IX (Glosofaringeal) dapat menyebabkan otot pada wajah
menjadi lemah, dan sulit untuk menggerakkan bagian oral sehingga sulit dalam berbicara dan
menyebabkan disatria. Kondisi ini memicu terjadinya masalah keperawatan yaitu kerusakan
komunikasi verbal.
Gangguan Nervus lain yaitu Nervus XI (assesoris) yaitu menyebabkan otot otot pada tubuh
mengalami penurunan. Penurunan kekuatan otot mengakibatkan sulit untuk beraktivitas dan
mengalami tirah baring cukup lama. Kondisi ini menimbulkan masalah keperawatan gangguan
integritas kulit, gangguan mobilitas fisik dan deficit perawatan diri karena klien sulit untuk
melakukan aktivitas secara mandiri. (Huda, Amin, dan Kusuma, 2016)
Pathway
6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan (penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
dan adanya jaringan otak yang infark.
b.MRI (menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan dan besar
terjadinya pendarahan di otak.
c. SinarX tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar lempeng peneal daerah yang
berlawanan dari masa meluas ke klasifikasi karotis internal terdapat trombosit serebral.
d. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
e. Single Photon Emmision Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT)
f. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
Pemeriksaan Laboratorium
a) Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya di jumpai pada pendarahan yang
masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama.
b) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum,kreatinin).
c) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
d) Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian beragsur-angsur turun
kembali
e) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
7.Penatalaksanaan
Fase Akut:
a) Singkirkan kemungkinan kaugulopati: untuk memastikan masa protrombin dan tromoplastin
parsial adalah normal.
b) Berikan manitol 20% (1kg/kb/BB, intravena dalam 20-30menit) untuk pasien koma.
c) Pertimbangkan konsultasi bedah saraf bila: perdarahan serebum diameter lebih dari 3cm atau
volume <50ml.
d) Pertimbangkan angiografi untuk menyingkirkan aneurisma.
Fase Pemulihan :
a) Mengendalikan hipertensi: karena tekanan yang tinggi dapat menyebabkan perburukan
edema periehematoma serta meningkatkan kemungkinan perdarahan ulang.
b) Medis
Penatalaksanaan stroke lainnya menurut PERDOSSI (2016) terdiri dari rehabilitasi, terapi
psikologi jika pasien gelisah, pemantauan kadar glukosa darah, pemberian anti muntah, dan
analgesik sesuai indikasi, pemberian H2 antagonis jika ada indikasi perdarahan lambung,
mobilisasi bertahap ketika kondisi hemodinamik dan pernafasan stabil, pengosongan
kandung kemih yang penuh dengan katerisasi intermitten, dan disharge planning. Tindakan
lainnya untuk mengontrol peninggian tekanan intra kranial dalam 24 jam pertama yaitu bisa
dilakukan tindakan hiperventilasi. Pasien stroke juga bisa dilakukan terapi hipotermi yaitu
melakukan penurunan suhu. Terapi hipotermi akan menurunkan tekanan darah dan
metabolisme otak, mencegah dan mengurangi edema otak, serta menurunkan tekanan intra
kranial hampir 50%, tetapi hipotermi beresiko terjadinya aritmia dan fibrilasi ventrikal,
stress ulcer dan daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun (Affandi & Reggy 2016).
8. Asuhan Keperawatan
Proses Keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh perawat
bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan
pengkajian, manentukan diagnosa, merencanakan tindakan yang akan dilakukan,
melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhankeperawatan yang telah diberikan
dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan pada setiap tahap saling terjadi
ketergantungan dan saling berhubungan (Hidayat, 2007).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan
mengumpulkan data atau perolehan data yang akurat dari pasien guna mengetahui
permasalahan yang ada (Reeder, 2011). Pengkajian pada pasien stroke menurut Smelzer,
( 2006 ) meliputi:
a. Defisit Lapang Penglihatan
B. Pemeriksaan Fisik
Pasien stroke diperlukan pemeriksaan lain seperti tingkat kesadaran, kekuatan otot,
tonus otot, pemeriksaan radiologi, dan laboratorium Rasyid (2008).
Pada pemeriksaan tingkat kesadaran dilakukan pemeriksaan yang dikena sebagai Glascow
Coma Scale untuk mengamati pembukaan kelopak mata, kemampuan bicara, dan tanggap
motorik (gerakan). Pemeriksaan tingkat kesadaran adalah dengan pemeriksaan yang dikenal
sebagai Glascow Coma Skale (GCS) menurut Tarwoto (2007) yaitu sebagai berikut:
a. Membuka Mata:
Membuka spontan :4
Membuka dengan perintah :3
Membuka mata dengan rangsang nyeri : 2
Tidak mampu membuka mata : 1
b. Kemampuan Bicara
c. Tanggapan Motorik
Menanggapi perintah :6
Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang : 5
Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri : 4
Tanggapan fleksi abnormal :3
Tanggapan ekstensi abnormal :2
Tidak ada gerakan :1
5 : Kekuatan penuh
g. Saraf Fasial ( N VII ) : Gerakan otot wajah, ekspresi wajah, sekresi air mata
dan ludah
j. Saraf Vagus ( N X ) : Kontraksi faring, gerakan simetris dan pita suara gerakan
simetris pallatum mole, gerakan dan sekresi visem torakal dan abdominal
C. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah sebuah label singkat yang menggambarkan kondisi pasien.
Berisi tentang pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan, masalah aktual atau resiko
dalam rangka mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,
menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya
(Wilkinson, 2012). Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Mutaqqin (2008) pada
pasien stroke, yaitu :
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak terhambat.
b. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak.
d. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusaka
neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot.
e. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan neuromuskuler, kelemahan, parestesia.
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan untuk
menelan makanan.
D. Perencanaan atau Intervensi.
Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan yang membutuhkan berbagai
pengetahuan dan keterampilan seperti pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan pasien, nilai
dan kepercayaan pasien, batasan praktik keperawatan, peran-peran dari tenaga kesehatan lainnya,
kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan serta memilih dan
membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan, menulis instruksi keperawatan
dan bekerja sama dengan tingkat kesehatan lain (Reeder, 2011). Rencana tindakan pada pasien
stroke menurut Nursing Outcome Classification (2015) dan Nursing Intervention
Clasification (2015) adalah :
No indicator 1 2 3 4 5
1. Tekanan intrakranial 1 2 3 4 5
4. Sakit kepala 1 2 3 4 5
5. Penurunan tingkat 1 2 3 4 5
kesadaran
Keterangan :
b. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan faktor mekanik (imobilitas fisik).
Tujuan :
No indicator 1 2 3 4 5
1. Suhu kulit 1 2 3 4 5
2. Perfusi jaringan 1 2 3 4 5
4. Intregitas kulit 1 2 3 4 5
Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
(misalya, skalabraden)
No Indikator 1 2 3 4 5
6 perbedaan rasa 1 2 3 4 5
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Intervensi: peningkatan komunikasi: kurang bicara
1) Monitor kecepatan bicara, tekanan, kecepatan,kuantitas, volume dan diksi
2) Monitor proses kognitif dan fisiologi terkait dengan kemampuan bicara
3) Instrusikan pada pasien untuk bicara pelan
4) Kolaborasi bersama keluarga dan ahli terapis bahas patologis untuk
mengembangkan rencana agar bisa berkomunikasi secara efektif
5) Ijinkan pasien untuk sering mendengar suara pembicaraan dengan cara tepat
d. Defisit perawatan diri : hygiene, mandi atau toileting yang berhubungan dengan
kelemahan fisik
No indicator 1 2 3 4 5
1.mandi sendiri 1 2 3 4 5
2. berpakaian sendiri 1 2 3 4 5
4. makan sendiri 1 2 3 4 5
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Intervensi : bantuan memodifikasi diri
3) Bantu pasien dalam mengidentifikasi perilaku sasaran yang perlu dirubah serta
untuk mencapai tujuan yang diinginkan
4) Jelaskan pada pasien mengenai fungsi dari tanda dan pemicu yang
menyebabkan terjadinya perilaku
no Indikator 1 2 3 4 5
1 Frekuensi pernafasan 1 2 3 4 5
2 Irama pernafasan 1 2 3 4 5
3 Kedalaman insprirasi 1 2 3 4 5
6 Volume tidal 1 2 3 4
Spirometri 1 2 3 4 5
8 Kapasitas vital 1 2 3 4 5
9 Saturasi oksigen 1 2 3 4 5
Keterangan :
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
NOC : Ambulasi
Indikator 1 2 3 4 5
Berjalan menanjak 1 2 3 4 5
Keterangan :
1 : Sangat terganggu
2 : Banyak terganggu
3 : Cukup terganggu
4 : Sedikit terganggu
5 : Tidak terganggu
NOC : Pergerakan
Indikator 1 2 3 4 5
Keseimbangan 1 2 3 4 5
Koordinasi 1 2 3 4 5
Cara berjalan 1 2 3 4 5
Gerakan otot 1 2 3 4 5
Gerakan sendi 1 2 3 4 5
Kinerja transfer 1 2 3 4 5
Berlari 1 2 3 4 5
Melompat 1 2 3 4 5
Merangkak 1 2 3 4 5
Berjalan 1 2 3 4 5
Keterangan :
1 : Sangat terganggu
2 : Banyak terganggu
3 : Cukup terganggu
4 : Sedikit terganggu
5 : Tidak terganggu
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Asupan gizi 1 2 3 4 5
2. Asupan makanan 1 2 3 4 5
3. Asupan cairan 1 2 3 4 5
4. Energy 1 2 3 4 5
/tinggi badan
6. Hidrasi 1 2 3 4 5
Keterangan:
E. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah realisasi dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang
spesifik (Nursalam, 2006). Jenis – jenis tindakan pada tahap pelaksanaan adalah :
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan dengan
tim kesehatan lainnya, seperti dokter, fisioterapi, dan lain- lain.
c. Rujukan/ketergantungan (dependent)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya diantaranya
dokter, psikiater, ahli gizi dan sebagainya.
F. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan untuk mengukur respons pasien terhadap tindakan keperawatan
dan kemajuan pasien ke arah pencapaian tujuan (Reeder, 2011). Perawat melaksanakan
evaluasi sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan terdapat 3 kemungkinan hasil,
menurut Hidayat, A.(2007) yaitu:
a. Tujuan tercapai
9. Terapi farmakologis
Pengobatan Terhadap Serangan Stroke
a) Pengobatan Stroke Iskemik Akut
1) Terapi non farmakologia
a. Pembedahan (Surgical Intervention)
Pembedahan yang dilakukan meliputi carotid endarcerectomy, dan pembedahan lain. Tujuan
terapi pembedahan adalah mencegah kekambuhan TIA dengan menghilangkan sumber
oklusi. Carotidendarterectomy diindikasikan untuk pasien dengan stenois lebih dari 70%.
b. Intervensi Endovaskuler
Intervensi Endovaskuler terdiri dari: angioplasty and stenting, mechanical clot distruptiondan
clot extraction.
Tujuan dari intervensi endovaskuler adalah menghilangkan trombus dari arteri intrakarnial.
2) Terapi Farmakologi
Pendekatan terapi pada stroke akut adalah menghilangkan sumbatan pada aliran darah dengan
menggunakan obat. Terapi yang dilakukan antara lain :
a) Terapi Suportif dan Terapi Komplikasi Akut
1. Pernafasan, Ventilatory supportdan suplementasi oksigen.
2. Pemantauan temperatur.
3. Terapi dan pemantauan fungsi jantung.
4. Pemantauan tekanan darah arteri (hipertensi atau hipotensi).
5. Pemantauan kadar gula darah (hipoglikemia atau hiperglikemia).
b) Terapi Trombolitik
1. Trombolitik
Intravena Terapi trombolitik intravena terdiri dari pemberian Recombinant Tissue
Plasminogen Activator (rtPA), pemberian agen trombolitik lain dan enzim
defibrogenating. Pemberian rtPA dapat meningkatkan perbaikan outcame dalam 3 bulan
setelah serangan stroke apabila diberikan pada golden periodyaitu dalam onset 3 jam.
rtPA memiliki mekanisme aksi mengaktifkan plasmin sehingga melisiskan
tromboemboli. Penggunaan rtPA harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat
menimbulkan resiko perdarahan. Agen trombolitik yang lain seperti streptokinase,
tenecteplase, reteplase, urokinase, anistreplase dan staphylokinasemasih prlu dikaji
secara luas (Ikawati, 2014).
1. Trombolitik Intraarteri
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan outcame terapi stroke dengan perbaikan kanal
middle cerebral artery (MCA).
Contoh agen trombolitikintrarteri adalah prourokinase (Ikawati, 2014)
b) Terapi Antiplatelet
Terapi antiplatelet bertujuan untuk meningkatkan kecepatan rekanalisasi spontan dan
perbaikan mikrovaskuler. Agen antiplatelet ada oral dan intravena. Contoh agen
atiplatelet oral yaitu aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin (ASA), tiklopidin. Agen
antiplatelet intravena adalah platelet glikopotein IIb/IIIa, abvicimab intravena (Ikawati,
2014)
c) Terapi Antikoagulan
Terapi antikoagulan bertujuan mencegah kekambuhan stroke secara dini dan
meningkatkan outcame secara neurologis. Contoh agen atikoagulan adalah heparin,
unfractionated heparin, low-molecular-weight heparins (LMWH), heparinoids warfarin
(Ikawati, 2014)
b. Stroke hemoragik
1) Terapi Non Farmakologi
Pembedahan (Surgical Intervention), contoh pembedahan nya adalah carotid endarcerectomy
dan carotid stenting.Pembedahan hanya efektif bila lokasi perdarahan dekat dengan permukaan
otak.
2) Terapi farmakologi
a) Terapi suportif dengan infus manitol bertujuan untuk mengurangi edema disekitar
perdarahan.
b) Pemberian Vit K dan fresh frozen plasmajika perdarahannya karena komplikasi pemberian
warfarin.
c) Pemberian protamin jika perdarahannya akibat pemberian heparin.
d) Pemberian asam traneksamat jika perdarahnnya akibat komplikasi pemberian trombolitik
(Ikawati, 2014)
6. Terapi Pencegahan Strokea.
a. Terapi Antiplatelet
Antiplatelet dapat diberikan secara oral contohnya aspirin, memiliki mekanisme aksi
menghambat sintesis tromboksan yaitu senyawa yang berperan dalam proses pembekuan
darah. Apabila aspirin gagal maka dapat diganti dengan pemberian klopidogrel atau
tiklopidin (Ikawati, 2014)
b.Terapi Antikoagulan
Terapi antikoagulan sebagai pencegahan masih dalam penelittian. Antikoagulan diperkirakan
efektif untuk pencegahan emboli jantung pada pasien stroke yang mengalami fibrilasi artrial
dan memiliki riwayat transient ischemic attack(TIA)(Saxena, 2004).
c. Terapi Antihipertensi
Penggunaan antihipertensi harus memperhatikan aliran darah otak dan aliran darah perifer
untuk menjaga fungsi serebral. Obat antihipertensi untuk pencegahan stroke adalah
golongan AIIRA (angiostensin II receptor antagonis) contohnya candesartan atau golongan
ACE inhibitor (Kirshner, 2005)
10. Diet
prinsip penatalaksanaan gizi pada pasien stroke adalah mengoptimalkan pemenuhan
energi dalam mencegah katabolisme. Kebutuhan energi 25-45 kkal/kgBB (berat badan
ideal), pada kondisi akut 1100-1500kkal/hari, dinaikkan bertahap sesuai kondisi pasien.
Protein 0,8-1,5 g/kg berat badan ideal per hari (normal). Jenis protein yang diberikan
protein nabati dengan kandungan serat tinggi dan protein hewani lemak rendah hingga
sedang. Contoh protein nabati seperti kacang-kacangan, tahu dan tempe. Lauk hewani
lemak rendah (2 gram lemak/penukar) seperti daging ayam tanpa kulit, ikan lele, ikan
segar, putih telur ayam, cumi-cumi. Protein hewani lemak sedang (5 gram
lemak/penukar) seperti daging sapi, daging kambing, hati ayam, telur ayam dan telur
puyuh.
Lemak 20-30 % dati total kebutuhan energi. Hindari poenggunaan margarin atau
mentega, santal kental dan gorengan, disarankan untuk menggunakan minyak nabati.
Karbohidrat 60-70 % dari total kebutuhan energi, diberikan cukup terutama karbohidrat
kompleks dan karbohidrat dengan indeks glikemik rendah seperti labu, ubi, singkong,
beras merah.
Serat 25-30 g/hari
Cairan 1500-2000 ml/hari
Kolesterol <200 mg/hari
Vitamin dan mineral pemecah homosistein seperti vitamin A,B2,B6,B9,C dan E. Mineral
diberikan cukup terutam kalsium, magnesium, dan natrium. Sumber diperoleh dari
sayuran dan buah-buahan.
Tahap pemberian diet stroke.
Berdasarkan tahapannya, diet stroke dibagi menjadi dua fase yaitu:
1. Fase Akut (24-48 jam)
Diberikan kepada [pasien dalam kondisi hemodinamil stabil. Makanan
diberikan dalam bentuk cair jernih, cair kental atau kombinasi yang diberikan
secara oral (tanpa kesulitan mengunyah dan menelan) atau melalui selang
(formula enteral) sesuai kondisi klinis. Pemberian makanan dalam porsi kecil
tapi sering dan diberikan setiap 2-3 jam sekali. Contoh makanan atau
minuman jernih cair seperti air gula, sari buah, kaldu jernih, dan makanan cair
kental atau penuh yaitu formula enteral.
2. Fase Pemulihan
Adalah fase ketika pasien sudah melawati mas akut, sudah sadar, dan masih
dalam kondisi gangguan fungsi menelan atau tidak ada kesulitan menelan.
Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan pasien (cair, saring, lunak,
atau biasa).
Daftar Pustaka
Affandi, I.G &Reggy, P (2016) Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial pada Stroke. CDK -238
Vol.43, No.3 (Hlm. 180 -184)
Caplan, Soedirman. Louis R, (2016) Stroke. Newyork: Oxford University
Debora, Odera (2017). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba Medika
Dewanto dkk. (2009).Panduan Praktis Diagnosa dan Tatalaksana PenyakitSaraf.jakarta: EGC
Dharma, Kelana Kusuma, (2018) Pemberdayaan keluarga untuk mengoptimalkan kualitas hidup
pasien stroke. Yogyakarta: Deepublish
Hidayat, (2012) Asuhan Keperawatan pada pasien stroke. Jakarta: Salemba Medika
Huda, Amin dan Kusuma, H. (2016) Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan Penerapan Diagnosa
Nanda NIC NOC dalam Berbagai Kasus, ed.2. Yogyakarta: Mediaction Jogja.
Kirshner, HS, Biller J, Callahan AS, 2005, Long-Term Therapy to Prevent Stroke: Antihypertensive
Therapy, J Am Board Fam Med. 18(6):528-450
Lippincott, Williams, dan W. (2016) Buku Saku Patofisiologi Menjadi Sangat Mudah Ed.2. Jakarta:
EGC.
Mutaqin, A. (2018). asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persyarafan.jakarta:
salembah
Mutiarasari, Diah (2019) “Ischemic Stroke: Symptoms, Risk, Factors and Prevention “Journal Ilmiah
Kedokteran Vol 6
PERDOSSI. Acuan Praktik Klinis Neurologi. PERDOSSI 2016:19-25
Price, S.A., dan Wilson, L. M., PathofisiologiKonsep Klinik Proses-Proses Penyakit.Jakarta: EGC.
2006.Gilroy, 1992
Saxena, M., Saxena, J., Singh, D. dan Gupta, A., (2013), Phytochemistry of Medicinal Plants.
Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 1(6). 168-182.Sies, H., 1993. Strategies of
Antioxidant Defense.European Journal of Biochemistry (215):213-219
Sudiharto. (2007). Asuhan keperawatan Keluarga dengan pendekatan keperawatan
Transkultural.Jakarta: EGC.
Supartini, W. (2016).Sistem Pakar Berbasis Web Dengan Metode Forward Chaining Dalam
Mendiagnosis Dini Penyakit Tuberkulosisdi JawaTimur.KINETIK, Vol.1, No.3, Hal. 147-
154.
Tarwoto, Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 5. Jakarta
Selatan: Penerbit Salemba Medika.Kozier, et al. 2004. Foundamentals of nursing consepts
process, and practice, New Jersey: Pearson Prentise Hall.Ikawati, Z., 2014, Farmakoterapi
Penyakit Sistem Syaraf Pusat.Yogyakarta: Bursa Ilmu.
WHO. 2016 https://www.who.int/bulletin/volumes/94/9/16-181636/en/